Kesuksesan
Liverpool dalam melakukan loncatan dari posisi ketujuh menjadi runner-up
Premier League seringkali dialamatkan pada kemampuan Brendan Rodgers dalam
meracik strategi mematikan. Tapi, ada satu tokoh intelektual lain yang
sebenarnya jadi sumber kekuatan para pemain Liverpool dalam menghadapi kerasnya
perburuan gelar juara Liga Inggris.
Dr.
Steve Peters adalah tokoh itu. Ia adalah seorang psikolog yang bertanggung
jawab untuk menjaga mental bertanding para pemain Liverpool.
Penampilan
cemerlang pemain-pemain muda Liverpool pun disinyalir merupakan hasil kerja
Peters. Misalnya saja dua pemain muda Liverpool, Jon Flannagan dan Raheem
Sterling. Keduanya tampil sangat tenang dan percaya diri sepanjang musim
layaknya pesepakbola yang lama mengarungi EPL.
Padahal,
Flannagan pada musim sebelumnya hanyalah bek sayap pelapis yang baru diturunkan
ketika Liverpool tidak mempunyai pilihan lain. Pada musim ini, bek lulusan
akademi Liverpool itu mampu mencatatkan 23 pertandingan dan sempat membuat
frustrasi beberapa pemain besar Liga Inggris.
Sementara
itu Raheem Sterling bisa dibilang jadi pemain muda yang mengalami peningkatan
paling baik. Dulu Sterling hanyalah pemain sayap yang bisa berlari cepat namun
kurang cerdas dalam mengalirkan bola. Banyaknya permasalahan di luar lapangan
juga membuat pemain muda ini diprediksi hanya mengkilap sebentar.
Tapi
nyatanya ia telah mengalami perubahan drastis. Dengan tenang Sterling mampu
memutuskan kapan harus melakukan dribbling, kapan harus mengoper, dan kapan
harus menahan bola. Terlebih lagi, ia tak pernah ragu untuk melewati bek-bek
lawan yang jauh lebih matang darinya.
"Apa
yang dilakukan Peters sangat brilian. Ia sangat mengerti setiap pemain dan
emosi yang ada di pertandingan. Setiap kata-katanya sangat membantu," ujar
Sterling.
Pemain
yang dibeli The Reds dari QPR ini menceritakan soal kejadian sebelum
pertandingan melawan Manchester City di Anfield 13 April lalu. Sekitar 30 menit
sebelum pertandingan, ia duduk berdua dengan Peters, dan mendengarkan beberapa
perintah dari Peters yaitu untuk fokus pada bola dan tim.
Hasilnya
Sterling berhasil menjalani pertandingan yang luar biasa. Dengan tenang ia
mengecoh Joe Hart dan mencetak gol pembuka bagi Liverpool. Sterling juga yang
kemudian menjadi man of the match pada pertandingan ini.
Tidak
hanya pada pemain muda, para senior pun mengaku terbantu setelah menjalani
treatment psikologis dari Peters. Sang kapten, Steven Gerrard, secara
terang-terangan berkata bahwa ia tidak mungkin bisa menjalankan tugas baru
sebagai defensive midfielder jika tidak ada Peters yang membuatnya bermain
dengan kepala dingin.
"Steve
Peters tidak membuat seorang pemain dapat berlari lebih cepat atau dapat
melakukan putaran Cruyff atau dapat melakukan umpan panjang lebih akurat. Tapi
saya dapat menjamin bahwa jika seorang pemain mau bekerja sama dengannya, ia
dapat mempersiapkan mental sang pemain, terutama saat anda menghadapi
tekanan," sang kapten menjelaskan bagaimana efek Peters untuk Liverpool.
Meski
kerjanya seolah baru terlihat melalui Liverpool, ternyata Peters bukan orang
baru di dunia olahraga Inggris. Sejak tahun 2000 Peters sudah menorehkan
prestasinya dengan mendampingi tim olimpiade balap sepeda Great Britain. Hingga
Olimpiade 2012 di London lalu tim balap sepeda Great Britain tidak pernah absen
dalam menyumbangkan medali. Lagi-lagi hal ini juga disinyalir hasil ulah Peters
yang dapat membuat para atlet bertanding dengan tenang.
Dengan
prestasinya yang luar biasa ini, Manajer tim nasional Inggris Roy Hodgson pun
lalu merekrutnya jadi staf timnas Inggris di Brasil nanti. Kutukan Inggris yang
tidak pernah menang dalam adu penalti diharapkan dapat hilang dengan kehadiran
Peters.
Mantan
Manajer tim nasional Inggris Sven Goran Erikson, mengatakan bahwa kesalahan
terbesarnya saat menangani The Three Lions adalah tidak membawa seorang
psikiater. Para pemain Inggris disinyalir bermain kurang tenang sehingga
melakukan kesalahan-kesalahan mendasar. Saat adu penalti pun para penendang
Inggris tidak sekalem penendang dari negara lain.
Belajar
dari Simpanse
Setelah
melihat semua prestasi Peters, pertanyaannya kemudian adalah apa yang
sebenarnya dilakukan Peters terhadap Liverpool dan tim olimpiade balap sepeda
Great Britain?
Untuk
dapat menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat isi dari buku yang ditulis
Peters. Semua penjelasan tentang apa-apa yang dilakukannya dituliska pada
sebuah buku yang berjudul "Chimp Paradox: Mind Management". Teori
simpanse (chimp) sering dikatakan Peters sebagai teori yang selalu
diterapkannya kepada para atlet. Karena itulah orang sering mengatakan:
"Steve Peters, from chimp to champ."
Di
dalam bukunya Peters menjelaskan bahwa otak, sebagai pusat kendali tubuh
manusia, memang memiliki struktur yang sangat kompleks. Namun, ia bisa
membaginya menjadi 7 bagian. Dan dari ketujuh bagian itu, terdapat 3 bagian
yang dihuni oleh komponen yang memengaruhi psikologis manusia dan menentukan
sikap sehari-hari.
Komponen
pertama adalah human (manusia). Dengan adanya komponen ini, Anda akan
berperilaku layaknya sebagai manusia. Anda akan menggunakan logika Anda untuk
menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi. Ketika komponen ini bekerja,
semua tindakan Anda dapat dijelaskan dengan akal sehat.
Komponen
kedua adalah teknologi. Ini merujuk pada tempat semua data yang pernah masuk ke
kepala tersimpan. Ketika data itu sudah sering muncul, terkadang komponen ini
akan bekerja secara otomatis dan mengambil kendali diri Anda.
Komponen
inilah yang kemudian harus Anda latih untuk memunculkan bakat. Gerakan-gerakan
otomatis atau teknik-teknik yang Anda miliki saat ini adalah hasil latihan yang
diberikan pada komponen teknologi dalam otak. Karena itu, Peters mengatakan
bahwa komponen ini adalah komponen yang paling kuat diantara komponen lainnya.
Dan
komponen yang terakhir adalah tokoh utama yang dibicarakan Peters dalam
bukunya, yaitu chimp atau simpanse. Ya, menurut Peters, setiap manusia memang
menyimpan seekor simpanse di dalam otaknya. Komponen ini adalah komponen yang
bertolak belakang dengan human (manusia). Ketika manusia bertindak sesuai
logikanya, simpanse akan bertindak sesuai dengan emosi dan perasaan.
Ketika
sang simpanse mengambil alih, sering kali tidak ada penjelasan akal sehat dari
tindakan Anda. Sayangnya, komponen simpanse dalam otak jauh lebih kuat dari
komponen manusia, meski tidak sekuat komponen teknologi. Ini dengan catatan
bahwa simpanse dapat bekerja kapanpun sementara komponen teknologi hanya akan
bekerja pada saat aktivitas tersebut sudah tersimpan di dalam bank data otak
Anda.
Karena
itulah Anda akan lebih mudah untuk bertindak dipengaruhi emosi ketimbang
logika. Hal ini sejalan penjelasan Peters soal komponen simpanse yang lebih
kuat ketimbang komponen manusia di otak.
Lalu
apa maksud semua ini? Apa hubungannya simpanse di dalam otak dengan performa
seorang atlet di lapangan?
Perlu
dicatat bahwa Peters tidak mengatakan bahwa komponen simpanse adalah komponen
yang negatif/jahat dan komponen manusia adalah positif/baik. Tidak ada yang
baik atau buruk dari ketiga komponen tersebut. Ketiganya harus dibuat bekerja
sinergis sehingga setiap tindakan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Dan
inilah bagian yang terpenting dari pekerjaan Peters. Treatment yang dilakukan
Peters adalah dengan membuat ketiga komponen yang ada di dalam otak dapat
bekerja pada saat yang tepat.
Tidak
banyak yang dilakukan Peters pada komponen teknologi, karena itu adalah hasil
latihan yang dilakukan sang atlet. Maka komponen manusia dan simpanse lah yang
harus diutak atik oleh Peters.
Sekali
lagi, kedua komponen ini tidak memiliki sifat jahat atau baik. Keduanya adalah
komponen yang sama pentingnya. Maka dari itu, yang harus dilakukan adalah bukan
mengurung simpanse ke dalam kandang, namun melatihnya.
Ini
beberapa contohnya: saat Anda bertanding melawan musuh yang jauh lebih tangguh,
komponen menusia akan mengatakan dengan logikanya bahwa Anda tidak akan bisa
menang. Pada saat inilah Anda membutuhkan sang simpanse karena ia tidak pernah
bergerak dengan logika, dan hanya berdasarkan emosi dan perasaan. Maka, tidak
peduli sekuat apa musuh yang dihadapi, ia akan maju dengan gagah berani.
Namun
membiarkan simpanse bergerak membabi buta juga bukan tindakan yang bijak. Di
sinilah peran komponen manusia dimulai, yaitu untuk membuat tindakan simpanse
tidak kelewat batas. Sesekali logika harus dimainkan untuk meluruskan tindakan
simpanse jika mulai melenceng dari tujuan.
Seperti
inilah kurang lebih teori yang diterapkan Steve Peters di Liverpool. Tentu
dalam pelaksanaannya akan jauh lebih rumit.
Dengan
mulai dikenalnya Steve Peters di kalangan klub-klub sepakbola, Brendan Rodgers
sendiri mulai khawatir jika ada klub yang ingin merebut Peters. Bahkan Rodgers
sudah mulai memasang peringatan bahwa psikolog kelahiran Middlesbrough itu akan
tetap bersama Liverpool pada musim depan.
"Ia
memiliki peluang untuk bekerja di klub lain, tapi ia sangat senang berada di
sini dan merupakan bagian penting bagi Liverpool. Di klub mana pun aku bekerja
sebelumnya, selalu ada seorang ahli syaraf dan psikolog di dalam tim. Maka,
ketika aku datang ke Liverpool, aku ingin yang terbaik ada di sini," ujar
Rodgers.
Kerja
Peters sendiri bersama Liverpool belum usai. Gagal juaranya The Reds karena
kalah dan imbang di tiga pertandingan akhir tentu jadi tanda bahwa ada
pekerjaan yang belum selesai. Bahwa "sang simpanse" masih perlu untuk
terus dan terus menjalani latihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar