BAB I
TANTANGAN-TANTANGAN YANG DIHADAPI MANAJEMEN
Secara umum, perguruan tinggi di AS
mampu melewati tantangan pertumbuhan pada tahun 1950 -an dan 1960-an. Kebanyakan mereka
mampu melewati masa
transisi pada tahun 1970-an meski beberapa diantaranya gagal untuk bertahan.
Pada tahun 1980-an, perubahan fundamental terjadi dalam karakter masyarakat
Amerika, temasuk populasi, ekonomi, dan politik yang tentunya memunculkan
pengaruh yang besar seperti semakin sedikitnya jumlah mahasiswa yang masuk
perguruan tinggi, pengetatan anggaran, serta meningkatnya intervensi pemerintah
terhadap pendidikan tinggi. Kondisi ini
memberikan tantangan tersendiri bagi para pengelola perguruan tinggi.
“Masa
keemasan “ Pasca Perang Bagi Pendidikan Tinggi
Selama 25 tahun –an antara tahun 1946 hingga tahun 1970
adalah periode yang disebut dengan periode paling kreatif dalam sejarah
perguruan tingga di USA (Pusey, 197 ). Setelah masa perangdunia (PD) II, kampus
dan perguruan tinggi di Amerika melewati masa seperempat abad masa pertumbuhan
pendaftaran mahasiswa baru yang sebelumnya belum pernah terjadi yang didorong
oleh ekspansi teknologi, kuatnya ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri,
serta sikap publik yang mendorong pembelajaran. Pendaftaran mahasiswa pada
tahun 1946 hingga 1970
meningkat lima kali lipat dari 1,7 juta menjadi 8,6 juta dengan rata-rata peningkatan
sebesar 10 kali dari populasi umum.
Pendaftaran Mahasiswa baru terus meningkat selama dekade
tahun 1970-an, namun tingkat pertumbuhannya menurun dan banyak kampus mengalami
kemunduran substansial pada tahun 1980-an. Dalam menghadapi persaingan ekonomi
dan prioritas sosial yang dikombinasikan dengan tingginya implasi, pengeluaran
uang per mahasiswa pada masa itu menurun hingga 20% selama tahun 1970-an. David
Henry dalam Challenges Past, Challenges Present (1975) menegaskan bahwa tak
pernah ada masa keemasan dan bahwa tantangan sekarang ini begitu nyata dan
selalu ada meski hanya berkedok pertumbuhan yang tanpa henti dan arus uang
baru. Apakah masa keemasan atau bukan era
pasca perang bagi pendidikan tinggi telah berakhir.
Berbagai
Keterbatasan di Masa Depan
Pada tahun 1992, jumlah anak berusia 18 tahun akan
berkurang hingga lebih dari 25% di USA (National Center for Education, 1980).
Hal ini tentu berdampak pada semakin menurunnya jumlah mahasiswa baru pada
perguruan tinggi di Amerika. Dalam laporan akhirnya The Carnegie Council on Policy Studies in Higher Education menegaskan
bahwa “lebih baik merencanakan
diri untuk mampu menghadapi masa depan dengan efektif daripada hanya terus
mengikuti rasa takut akan kegelapan masa itu” (1980, p.8)
Memahami
tantangan di masa depan merupakan langkah awal proses ini. Delapan langkah
selanjutnya nampak urgent untuk diperhatikan :
1. Melindungi
dan meningkatkan kualitas lembaga.
Beberapa pihak
berpendapat bahwa pendidikan tinggi adalah lembaga yang vital dan kuat
dibanding masa terdahulu dalam sejarah. Kepemimpinan berinvestasi sebijak
mungkin dalam waktu dan sumber daya yang memungkinkan untuk meraih program
akademis yang berkualitas.
2. Mengelola Viabilitas dan independensi
keuangan.
Sejauh ini, baik P.T.
Negeri maupun Swasta, telah mampu meningkatkan biaya kuliah tanpa mempengaruhi
pendaftaran mahasiswa baru dengan menambah dana bantuan bagi mahasiswa yang
utamanya diambil dari dana pemerintah Federal yang pada akhir tahun 1970-an
menyediakan sekitar US & 6 juta pertahun bagi bantuan mahasiswa (U.U. Office of education, 1979).
3. Mengelola vitalitas Sumber Daya
Manusia dan Fisik yang
Vital
Vitalitas intelektual
sebuah kampus tergantung pada keseluruhan minat dan antusiasme staff
pengajarnya. Selama era pertumbuhan, tiap tahun vitalitas bertambah bagi kampus
orang baru, gagasan baru, pebelajaran baru, serta program baru. Pertumbuhan
berarti semakin banyaknya dana dan fasilitas yang dimiliki, dan kesemua itu
dikombinasikan untuk menciptakan vitalitas. Rektor dan pemimpin kampus mengakui
bahwa dengan semakin lambannya laju pertumbuhan, cara alternatif untuk
menyediakan vitalitas penting bagi kampus harus ditemukan. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah mengambil kebijakan pensiun bagi staf yang sudah tidak
muda lagi.
4. Meningkatkan Partisipasi dan Akses.
Jumlah mahasiswa yang
terdaftar pada perguruan tinggi tergantung pada tingginya faktor demografis,
kondisi ekonomi, dan kebijakan lembaga serta publik. Dimasa lalu, pertumbuhan
pendaftaran mahasiswa berasal dari pertumbuhan populasi penduduk dan jumlah
lulusan sekolah menengah. Meski jumlah populasi penduduk berusia kuliah
pertumbuhannya lamban dan bahkan semakin menurun, namun tetap terdapat ruang
bagi peningkatan partisipasi publik pada pendidikan tinggi, khususnya
dikalangan kaum minoritas, mahasiswa berpenghasilan rendah, perempuan dan orang
dewasa.
5. Meningkatkan efisiensi operasional dan
produktifitas
Produktifitas
fakultas yang di ukur dengan out put pembelajaran
(jam kredit mahasiswa) per jam per orang menunjukkan sedikit atau tidak ada
sama sekali peningkatan (O. Neill, 1971). Meski telah banya usaha
dilakukan untuk meningkatkan produktifitas dengan menggunakan berbagai teknik
seperti televisi, pembelajaran dengan bantuan komputer, dan program self-study,
namun hasilnya belum cukup menggembirakan, meski metode-metode tersebut terus
dikembangkan.
6. Meningkatkan pemahaman dan
dukungan dari luar.
Dalam sejarahnya,
kampus-kampus di Amerika mampu memperoleh manfaat dari kebijakan kemitraan
dengan lembaga lain di masyarakat ekonomi,
budaya, dan pemerintahan. Pertumbuhan mereka pasca PD II di tandai oleh adanya
dukungan yang luas dan konsensus dengan para konstituennya tersebut. Konsensus
tersebut memburuk dengan tajam pada akhir tahun 1960-an ketika sejumlah
mahasiswa mempertanyakan ikatan antra kampus dengan lembaga bisnis dan
pemeribntahan, dan banyak legislator serta dermawan mempertanyakan sikap kampus
terhadap keresahan mahasiswa tersebut.
7. Belajar untuk hidup dengan ketidak pastian
Produktifitas
intelektual dan kreatifitas terus menurun ketika hal tersebut dibutuhkan untuk
membantu lembaga dan masyarakat melalui periode yang sangat tidak pasti ini.
Beberapa kampus menyadari adanya peningkatan dalam ketidak pastian namun mereka
lebih memilih menghindarinya, mungkin merasa takut jika mereka dilibatkan dalam
kontingensi perencanaan, kontingensi yang akan menjadi pemenuhan diri. Dengan
mengambil tindakan tanpa persiapan, mereka nampak bereaksi berlebihan terhadap
krisis dengan
tindakan peredaan jangka
pendek yang tidak sesuai dengan tujuan jangka panjang lembaga.
8. Mengembangkan dan menerapkan proses
manajemen yang berkembang.
Melihat ke depan,
pemimpin kampus dapat menetapkan proses perencanaan keuangan dan akademis,
prosedur alokasi sumber daya, serta tehnik penilaian kinerja guna membantu
mencapai tujuan lembaga. Manajemen yang berbeda dapat membantu mengelola
kualitas sambil meminimalkan kemungkinan mengurangi anggaran, menghentikan
program, dan pemberhentian staff dabn dosen. Di masa lalu, ketika dihadapkan
pada permasalahan yang komplek, pengelola sering mengadopsi konsep dan aturan
keputusan yang sederhana, seperti memotonmg anggaran atau menghentikan kontrak
kerja (Drucker, 1980 )
Elemen-elemen
Manajemen Yang Efektif
Komponen utama manajemen yang layak guna mampu memenuhi
tyantangan yang di hadapik dunia akademis adalah perencanaan, manajemen sumber
daya dan penialaian atas hasil.
Tiga karakteristik utama prosesnya adalah dinamis,
teritegrasi dan saling barkaitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar