Ibadah Haji seluruhnya adalah simbol perjuangan kemanusiaan. Mari kita
memulai saja dari Thawaf. Secara harfiah ia berarti berkeliling atau mengitari
sesuatu. Dalam Haji ia berarti prosesi mengelilingi, mengitari bangunan kubus
(Ka’bah) sebanyak tujuh kali. Ka’bah, menurut al Qur’an, adalah rumah paling
awal dibangun manusia. Ia sengaja dibangun sebagai symbol pusat rotasi
kehidupan semesta. Ka’bah bagai matahari yang menjadi pusat tata surya yang
dikelilingi oleh planet-planet. Ini sesungguhnya hendak menggambarkan bahwa
seluruh alam semesta berputar tak pernah berhenti mengitarinya, sambil menyenandungkan
pujian dan memahasucikan Allah, Penciptanya. “Yusabbihu Lahu ma fi al Samawati
wa al Ardh”.
Thawaf juga
adalah simbol perjuangan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah,
menyatukan langkah, pikiran dan hati manusia dalam nuansa hati yang sepenuhnya
pasrah kepada dan menuju ke satu titik dari mana mereka berasal dan ke mana
pula mereka akan kembali. Titik itu tidak lain adalah Allah. Dia adalah pusat
Eksisensi, kepada siapa seluruh alam semesta, termasuk manusia harus mengabdi
dan menghambakan diri, karena Dialah Penciptanya. Perjuangan hidup manusia
seharusnya memang di arahkan dalam kerangka ini dan bukan ke arah dan dalam
kerangka yang lain. “Siapa yang mencari cara hidup selain menundukkan dan
memasrahkan diri kepada Tuhan, maka tidak akan diterima, dan dia akan sengsara
di hari kemudian”.
Sa’i secara
literal berarti berusaha dan bekerja keras. Dalam ibadah Haji ia berarti
prosesi berjalan kaki dan kadang-kadang berlari kecil, dari bukit Shafa ke
bukit Marwah. Ini adalah simbol perjuangan manusia untuk mempertahankan
eksistensi (hidup) yang tak pernah berhenti. Ya, perjuangan untuk survive.
Tujuh seringkali adalah angka kiasan untuk arti banyak dan tak terbatasi.
Simbol ini pada mulanya ditampilkan melalui kisah seorang perempuan bernama
Siti Hajar. Ia mencari air di lembah yang tandus untuk Ismail, seorang bayi
yang baru saja dilahirkannya. Bayi ini anak hasil perkawinannya dengan Nabi
Ibrahim. Kelahirannya sudah lama diidamkan ayahnya. Sayang begitu lahir, atas
perintah Allah, Ibrahim harus meninggalkan sang anak dan ibunya. Ibrahim ke
Palestina. Di tanah yang tandus, kering kerontang, tanpa tumbuhan itu, kedua
anak manusia yang lemah itu harus berjuang untuk hidup. Sesuatu yang dicari
sang ibu adalah air, karena air adalah sumber utama kehidupan, sekaligus
kesuburan bagi manusia dan alam. Allah mengatakan:“Dan Kami jadikan
dari air segala sesuatu”(QS.Al
Anbiya,30). Tuhan lalu menganugerahinya air
Zam-zam. Ada bilang “Tham-Tham”(Tha’am=makanan).
Menarik sekali untuk diperhatikan, mengapa Tuhan memilih Hajar sebagai
simbol. Hajar diindentifikasi dengan sejumlah identitas
sosio-kultural-politik. Hajar adalah perempuan, berkulit hitam, budak dan
berkasta (kelas) rendah. Seluruh identitasnya adalah rendah dalam pandangan
masyarakatnya ketika itu. Akan tetapi ia adalah seorang perempuan yang
bertanggungjawab. Ali Syari’ati mengatakan: “Ia seorang ibu yang mencinta,
sendirian, mengelana, mencari dan menanggungkan penderitaan dan kekhawatiran,
tanpa pembela dan tempat berteduh, terlunta-lunta, terasing dari masyarakatnya,
tidak mempunyai kelas, tidak mempunyai ras dan tidak berdaya. Ia seorang yang
kesepian, seorang korban seorang asing yang terbuang dan dibenci”.(Ali
Syari’ati, Haji, hlm.47)
Melalui Hajar, Tuhan tengah memperlihatkan pembelaan dan perhatian-Nya
kepada nya justeru manakala masyarakat manusia mencampakkannya hanya karena
jenis kelaminnya yang perempuan. Tuhan juga membelanya karena dia dilekati
identitas-identias sosial yang juga sering dipandang rendah, kelasi dua, tak
berharga, oleh masyarakatnya. Tetapi tidak bagi Tuhan. Dia justeru
menghargainya. Melalui Siti Hajar, Tuhan sedang menunjukkan bahwa manusia
adalah sama di hadapan-Nya, dan harus dihormati, apapun jenis kelamin dan
apapun identitas sosialnya. Allah menyatakan: ”Dan Sungguh, Kami (Allah),
memuliakan Anak-anak Adam”.
Yang menarik lagi adalah bahwa Siti Hajar, isteri nabi Ibrahim, bapak para
Nabi itu, sungguh, tidak berjuang hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga
untuk seorang anak manusia yang tidak berdaya, seorang bayi, yang kelak menjadi
Nabi dan utusan Tuhan dan demi keluarganya.
Maha Suci dan Maha Agung Allah, sangat menakjubkan, karena sampai hari ini
air zam-zam terus mengalir deras, tanpa pernah kering sampai hari ini. Ia
adalah air yang bersih dan jernih. Bermiliar orang dari seluruh dunia telah
meminumnya. Zam-zam melambangkan sumber kehidupan yang bersih, sehat dan halal.
Ini sesungguhnya mengarahkan manusia agar mencari sumber kehidupan yang bersih
dan halal. “Tuhan adalah Maha Bersih dan hanya merestui makanan yang bersih
(halal)”, kata Nabi.
Wuquf di
Arafah. Makna hafriyahnya adalah berhenti, berdiam diri sejenak di area tanah
yang maha luas dan kering, di Arafah, yang konon, di situ tempat bertemunya
kembali nabi Adam dan Siti Hawa. Dalam ibadah haji Wuquf berarti berada di
Arafat untuk berizikir, berdoa dan berkontempelasi. Ini adalah kegiatan
yang paling utama. “Al Hajj Arafah”, kata Nabi. Begitu utamanya sehingga
para jamaah yang tidak sempat berada di tempat ini, belum dianggap telah
melaksanakan haji. Dia harus mengulangi hajinya pada kesempatan yang lain.
Prosesi ini merupakan
contoh atau gambaran keberadaan manusia yang dicita-citakan Allah. Di tempat
ini semua manusia dari berbagai pelosok dunia dengan berbagai bahasa, suku,
warna kulit, tradisi, aliran keagamaan, kebangsaan, jabatan, pangkat dan
lain-lain bersatu dan bersama-sama menghadap Allah sebagai Penguasa alam
semesta Satu-satunya. Kedudukan mereka di hadapan Allah adalah sama.Orang yang
paling dimuliakan dan dihargai Allah adalah orang yang paling taqwa, orang yang
paling ikhlas mengesakan Allah dan paling banyak amal baiknya.
Arafah juga
merupakan gambaran di dunia bagaimana kelak di hari kiamat semua manusia akan
dikumpulkan dan menunggu keputusan Allah akan nasib sesudahnya, apakah akan
dimasukkan ke dalam surga atau ke neraka. Sama seperti di tempat ini, semua
manusia di padang Mahshyar kelak, dalam keadaan tanpa membawa apa-apa dan hanya
akan membawa iman dan amalnya masing-masing sekaligus mempertanggungjawabkannya
di hadapan Allah swt. Di Mahsyar kelak, tidak ada lagi harta,
kekuasaan,kekerabatan, pertemanan dan keluarga yang bisa menolong atau
membantunya. Allah berfirman :
"Hari
di mana harta dan anak-anak tak akan berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih. Dan di hari itu didekatkanlah surga
kepada orang-orang yang bertaqwa, dan diperlihatkan dengan jelas neraka kepada
orang- orang yang sesat).(Q.S.al Syu’ara,[26:88-89).
Deklarasi
Kemanusiaan Universal
Di Arafah,
15 abad yang lalu, Nabi besar Muhammad saw, menyampaikan pidato sebagai pesan
terakhirnya yang ditujukan kepada seluruh umat manusia. Pidato Nabi yang
disampaikannya di atas untanya tersebut dihadiri oleh sekitar 100 ribu orang.
Isi dari pidato tersebut antara lain sebagai berikut:
“Wahai
manusia, dengarkanlah perkataanku ini, karena aku tidak tahu apakah aku dapat
menjumpaimu lagi setelah tahun ini di tempat wukuf ini.
“Wahai
manusia. Sesungguhnya darah kamu dan harta kekayaan kamu merupakan
kemuliaan bagi kamu sekalian, sebagaimana mulianya hari ini di bulan yang mulia
ini, di negeri yang mulia ini. Ketahuilah sesungguhnya segala tradisi
jahiliyah mulai hari ini tidak berlaku lagi. Segala sesuatu yang berkaitan
dengan perkara kemanusiaan (seperti pembunuhan, dendam, dan lain-lain) yang
telah terjadi di masa jahiliyah, semuanya batal dan tidak boleh berlaku lagi.
“Wahai
manusia. Aku berwasiat kepada kalian, perlakukanlah perempuan dengan baik.
Kalian sering memperlakukan mereka seperti tawanan. Kalian tidak berhak
memperlakukan mereka kecuali dengan baik(kesantunan)”.
“Wahai
manusia, aku berwasiat kepadamu, perlakukan isteri-isterimu dengan baik. Kalian
telah mengambilnya sebagai pendamping hidupmu berdasarkan amanat Allah, dan
kalian dihalalkan berhubungan suami-isteri berdasarkan sebuah komitmen untuk
kesetiaan yang kokoh”.
“Wahai
manusia. Sesungguhnya setan itu telah putus asa untuk dapat disembah oleh
manusia di negeri ini, akan tetapi setan itu masih terus berusaha (untuk
menganggu kamu) dengan cara yang lain. Setan akan merasa puas jika kamu
sekalian melakukan perbuatan yang tercela. Oleh karena itu hendaklah kamu
menjaga agama kamu dengan baik”.
“Perhatikanlah
perkataanku ini. Sesungguhnya aku telah menyampaikannya…”Aku tinggalkan
sesuatu bagi kamu sekalian. Jika kamu berpegang teguh dengan apa yang aku
tinggalkan itu, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Kitab
Allah (Al Quran) dan Sunnah nabi-Nya (Al-Hadits)
“Wahai
manusia. Dengarkanlah dan ta’atlah kamu kepada pemimpin kamu , walaupun kamu
dipimpin oleh seorang hamba sahaya dari negeri Habsyah (Etiopia) yang
berhidung pesek, selama dia tetap menjalankan ajaran Kitabullah (Al Quran
) kepada kalian semua”.
“Lakukanlah
sikap yang baik terhadap hamba sahaya. Berikanlah makan kepada mereka dengan
apa yang kamu makan dan berikanlah pakaian kepada mereka dengan pakaian yang
kamu pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak dapat kamu
ma’afkan, maka juallah hamba sahaya tersebut dan janganlah kamu menyiksa
mereka”.
“Wahai
manusia. Dengarkanlah kata-kataku ini dan perhatikanlah dengan
sungguh-sungguh. Ketahuilah, bahwa setiap muslim itu adalah saudara bagi
muslim yang lain, dan semua kaum muslimin itu adalah bersaudara. Seseorang
tidak dibenarkan mengambil sesuatu milik saudaranya kecuali
dengan kerelaan hati.Oleh sebab itu janganlah kamu menganiaya diri
kamu sendiri”.
“Ya
Allah, sudahkah aku menyampaikan pesan ini kepada mereka..?. Kamu sekalian
akan menemui Allah, maka setelah kepergianku nanti janganlah kamu menjadi sesat
seperti sebagian kamu memukul tengkuk sebagian yang lain (berkhianat).
“Hendaklah
mereka yang hadir dan mendengar khutbah ini menyampaikan kepada mereka yang
tidak hadir.Acapkali orang yang mendengar berita tentang khutbah
ini di kemudian hari lebih memahami daripada mereka yang mendengar
langsung pada hari ini”.
“Kalau kamu
semua nanti akan ditanya tentang aku, maka apakah yang akan kamu katakan? Semua
yang hadir menjawab: Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan tentang
kerasulanmu, engkau telah menunaikan amanah, dan telah memberikan nasehat.
Sambil menunjuk ke langit, Nabi Muhammad saw kemudian bersabda: ” Ya Allah,
saksikanlah pernyataan kesaksian mereka ini..Ya Allah, Lihatlah, mereka telah
menyatakan itu. Ya Allah, saksikanlah pernyataan mereka ini..Ya Allah,
saksikanlah pernyatan mereka ini.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Jumrah adalah
melempar batu di tiga tempat di Mina, masing-masing tujuh kali. Pada tanggal 10
zhul Hijjah para haji hanya dibolehkan melempar 7 batu di satu tempat saja,
yang disebt Jumrah Aqabah/Kubra). Tanggal 11 dan 12 Zhulhijjah, mereka wajib
melakukannya di tiga tempat: Ula, Wusta dan Aqabah.
Jumrah adalah
simbol perjuangan manusia untuk membersihkan hati dengan membuang dan
melemparkannya jauh-jauh kecenderungan-kecenderungan egoistik yang seringkali
menyesatkan bahkan menyengsarakan manusia yang lain. Ia sering digambarkan
bagai mengusir setan, karena makhluk inilah punya karekter yang selalu ingin
menyesatkan manusia. Angka Tujuh menunjukkan sekali lagi bahwa perjuangan ini
tidak boleh berhenti. Ini karena dalam diri manusia ada kecenderungan
melampiaskan nafsunya secara tak terkendali dan acapkali diarahkan untk
menghancurkan kemanusiaan. Allah menyatakan : “Sesungguhnya hawa
nafsu selalu menggerakkan manusia ke arah tindakan-tindakan yang buruk”.(QS.Yusuf,53).
Terakhir adalah Qurban. Secara harfiah ia berarti dekat atau mendekatan
diri. Dalam Haji ia berarti mendekatkan diri kepada Allah, melalui
penyembelihan ternak. Memenuhi seruan Tuhan dengan cara menyembelih hewan pada
peristiwa ini adalah salah satu bentuk ketaqwaan kepada-Nya. Al Qur-an
menyebutkan : “ dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu
sebagai bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak dari hal
itu. Dan daging-daging unta dan darahnya sama sekali tidak akan dapat mencapai
Tuhan. Tetapi ketaqwaan kamulah yang dapat mencapainya”.(QS.Al Hajj, 22 : 36-37).
Ia adalah simbol perjuangan manusia mewujudkan solidaritas sosial-ekonomi
demi kesejahteraan bersama. Allah menyatakan : “Kemudian bila (hewan itu) telah roboh, maka
makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan keberadaannya
(kemiskinannya) dan orang yang minta-minta”.
Seorang penafsir modern Rasyid Ridha menyatakan bahwa ibadah qurban
melambangkan perjuangan kebenaran yang menuntut tingkat kesabaran, ketabahan
dan pengorbanan yang tinggi”. Pandangan ini mengajak kita untuk menaruh
perhatian yang tinggi kepada dimensi moral dan perjuangan kemanusiaan ini. Dan
semua harus terus diperjuangkan bagi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan
sosial. Kepemihakan Islam terhadap komunitas manusia yang miskin atau
dimiskinkan oleh struktur sosialnya merupakan komitmen utama Islam. Menyembelih
hewan adalah menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang menyesatkan dan yang
seringkali tidak peka dan tak peduli terhadap penderitaan orang lain.
Sumber : http://www.fahmina.or.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar