BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam memandang hubungan antara
suami dan istri bukan hanya sekedar kebutuhan semata, tetapi lebih dari itu
Islam telah telah mengatur dengan jelas bagaimana sebuah hubungan agar harmonis
dan tetap berlandaskan pada tujuan hubungan tersebut, yakni hubungan yang
dibangun atas dasar cinta kepada Allah Swt.
Oleh karena itu untuk mewujudkan
keluarga yang diliputi oleh ketenangan, diselimuti cinta kasih dan jalinan yang
diberkahi, Islam telah mengajarkan kepada Sang Nabi bagaimana jalinan antara
suami dan istri ini bias sejalan, dapat seia dan sekata.
Maka, melalui makalah ini insyaAllah
penulis akan mengupas beberapa yang berkaitan tentang hak dan kewajiban antara
seorang suami dengan istri. Hak yang didasarkan pada kesadaran bukan sekedar
kebutuhan, dan kewajiban yang didasari pada kasih saying dan bukan hanya
menjalankan tugas belaka. Dan Islam telah menjadikan hubungan antara suami
istri ini begitu indah jika kita mampu mengejawantahkannya dalam biduk rumah
tangga.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian hak dan kewajiban
serta apa yang menimbulkan terjadinya hak dan kewajiban ?
2. Apa sajakah hak dan kewajiban suami
terhadap istri?
3. Apa sajakah hak dan kewajiban istri
kepada suami?
4. Apa sajakah hak dan kewajiban
bersama antara suami dan istri?
C.
TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dan
penyebab timbulnya hak dan kewajiban.
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban
suami kepada istri, istri kepada suami serta kewajiban bersama antara suami dan
istri.
BAB II
PEMBAHASAN
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI
ISTERI
A. Pengertian Hak dan Kewajiban
Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan
sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang
harus dikerjakan.
Membicarakan
kewajiban dan hak suami istri,terlebih dahulu kita membicarakan apa yang
dimaksud dengan kewajiaban dan apa yang dimaksud dengan hak. Adalah Drs. H. Sidi
Nazar Bakry dalam buku karangannya yaitu Kunci Keutuhan Rumah Tangga Yang
Sakinah mendefinisikan kewajiban dengan sesuatu yang harus dipenuhi dan
dilaksanakan dengan baik.Sedangkan hak adalah sesuatu yang harus diterima.
Lantas, pada pengertian diatas jelas membutuhkan
subyek dan obyeknya.Maka disandingkan dengan kata kewajiban dan hak
tersebut,dengan kata suami dan istri,memperjelas bahwa kewajiban suami adalah
sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi untuk istrinya.Sedangkan
kewajiaban istri adalah sesuatu yang harus istri laksanan dan lakukan untuk
suaminya.Begitu juga dengan pengertian hak suami adalah,sesuatu yang harus
diterima suami dari isterinya.Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus
diterima isteri dari suaminya.Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh
suami merupakan upaya untuk memenuhi hak isteri.demikian juga kewajiban yang
dilakukan istri merupakan upaya untuk memenuhi hak suami,sebagaiman yang
Rosulullah SAW jelasakan :
اﻻ
إن ﻟﮝﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺎﺋﮝﻢ ﺣﻗﺎ ﻮﻟﻨﺴﺎﺋﮝﻢﻋﻠﻴﮑﻢ ﺣﻗﺎ
: ‘’ Ketahuilah sesungguhnya kalian mempunyai hak
yang harus (wajib) ditunaikan oleh istri kalian,dan kalian pun memiliki hak
yang harus (wajib) kalian tunaikan’’.
(Hasan: Shahih ibnu
Majah no.1501.Tirmidzi II:315 no:1173 dan ibnu Majah I:594 no:1851)
Begitulah
kehidupan berumah tangga,Mebutuhkan timbal balik yang searah dan sejalan.Rasa
salaing membutuhkan,memenuhi dan melengkapi kekurangan satu dengan yang
lainnya.tanpa adanya pemenuhan kewajiban dan hak kedunya,maka keharmonisan dan
keserasian dalam berumah tangga akan goncang berujung pada percekcokan dan
perselisihan.
Dengan
dilangsungkan akad nikah antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang
dilakukan oleh walinya, terjalinlah hubungn suami isteri dan timbul hak dan
kewajiaban masing-masing timbal-balik.
B.
Macam-macam Hak Antara Suami dan Istri
Hak-hak
dalam perkawinan itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu hak bersama, hak isteri
yang menjadi kewajiban suami, dan hak suami yang menjadi kewajiban isteri.
1.
Hak-hak Bersama
Hak
–hak bersama antara suami dan isteri adalah sebagai berikut :
a.
Halal bergaul antara
suami-isteri dan masing-masing dapat bersenang-senang satu sama lain.
b. Terjadi hubungan mahram semenda; isteri menjadi mahram
ayah suami, kakeknya, dan seterusnya ke atas, demikian pula suami menjadi
mahram ibu isteri, neneknya, dan seterusnya ke atas.
c. Terjadi hubungan waris-mewaris antara suami dan isteri
sejak akad nikah dilaksanakan. Isteri berhak menerima waris atas peninggalan
suami. Demikian pula, suami berhak waris atas peninggalan isteri, meskipun
mereka belum pernah melakukan pergaualan suami-isteri.
d. Anak yang lahir dari isteri bernasab pada suaminya
(apabila pembuahan terjadi sebagai hasil hubungan setelah nikah).
e.
Bergaul dengan baik
antara suami dan isteri sehingga tercipta kehidupan yang harmonis dan damai.
Dalam hubungan ini Q.S. An-Nisa:19 memerintahkan,
... وَعَاشِرُ هُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ... (النسا :19 )
“Dan gaulilah isteri-isteri itu dengan baik……”
Mengenai hak dan kewajiban bersama suami isteri,
Undang-Undang Perkawinan menyabutkan dalam Pasal 33 sebagai berikut, “Suami
isteri wajib cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan
lahir batin yang satu kepada yang lain.”
2. Hak-hak Isteri
Hak-hak isteri yang menjadi kewajiban suami dapat dibagi
dua: hak-hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin) dan nafkah, dan hak-hak bukan
kebendaan, misalnya berbuat adil di antara para isteri (dalam perkawinan
poligami), tidak berbuat yang merugikan isteri dan sebagainya.
a.
Hak-hak Kebendaan
1)
Mahar (Maskawin)
Q.S. An-Nisa ayat 24 memerintahkan, “Dan berikanlah maskawin kepada
perempuan-perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian wajib. Apabila mereka
dengan senang hati memberikan sebagian maskawin itu kepadamu, ambillah dia
sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.”
Dari ayat Al-Qur’an tersebut dapat diperoleh suatu
pengertian bahwa maskawin itu adlah harta pemberian wajib dari suami kepada
isteri, dan merupakan hak penuh bagi isteri yang tidak boleh diganggu oleh
suami, suami hanya dibenarkan ikut makan maskawin apabila diberikan oleh isteri
dengan sukarela.
Q.S. An-Nisa: 24 mengajarkan, “…. Isteri-isteri yang telah kamu campuri,
berikanlah kepada mereka mahar sempurna, sebagai suatu kewajiban, dan tidak ada
halangan kamu perlakukan mahar itu sesuai dengan kerelaanmu (suami isteri),
setelah ditentukan ujudnya dan kadarnya….”
Dari ayat tersebut diperoleh ketentuan bahwa isteri
berhak atas mahar penuh apabila telah dicampuri. Mahar merupakan suatu
kewajiban atas suami, dan isteri harus tahu berapa besar dan apa ujud mahar
yang menjadi haknya itu. Setelah itu, dibolehkan terjadi persetujuan lain
tentang mahar yang menjadi hak isteri itu, misalnya isteri merelakan haknya
atas mahar, mengurangi jumlah, mengubah ujud atau bahkan membebaskannya.
Hadits Nabi riwayat Ahmad, Hakim, dan Baihqi dari Aisyah
mengjarkan, “Perempuan-perempuan yang paling besar mendatangkan berkah Allah
untuk suaminya adalah yang paling ringan biayanya.” Yang diamksud dengan ringan biayanya ialah
yang tidak memberatkan suami,
sejak dari mahar sampai kepada nafkah, pakaian, dan perumahan dalam hidup
perkawinan.
Hadits riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, dan
Nasai dari Sahl Bin Sa’ad menyatakan bahwa Nabi pernah mengawinkan salah
seorang sahabatnya dengan maskawin mengajar membaca Al-Qur’an yang dihafalnya
(menurut salah satu riwayat, yang dihafalnya itu adalah Surah Al-Baqarah dan
Ali Imran).
Hadits riwayat Bukhari-Muslim, dan lain-lain dari Anas menyatakan
bahwa Nabi pernah memerdekakan Sofiah yang kemudian menjadi isteri beliau, dan
yang menjadi maskawinnya adalah memerdekakannya itu.
2)
Nafkah
Yang dimaksud dengan nafkah adalah
mencukupkan segala keperluan isteri, meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, pembantu rumah
tangga, dan pengobatan, meskipun isteri tergolong kaya.
Q.S. Ath-Thalaq : 6 mengajarkan,
“Tempatkanlah isteri-isteri dimana kamu tinggal menurut kemampuanmu; janganlah
kamu menyusahkan isteri-isteri untuk menyempitkan hati mereka. Apabila
isteri-isteri yang kamu talak itu dalam keadaan hamil, berikanlah nafkah kepada
mereka hingga bersalin … “ Ayat berikutnya (Ath-Thalaq :7) memrintahkan, “
Orang yang mampu hendaklah memberi nafkah menurut kemampuannya, dan dan orang
yng kurang mampu pun supaya memberi nafkah dari harta pemberian Allah
kepadanya; Allah tidak akan membebani kewajiban kepada seseorang melebihi pemberian
Allah kepadanya ….”
Hadits riwayat Muslim menyenutkan
isi khotbah Nabi dalam haji wada’. Antara lain sebagai berikut, “….. Takuttlah
kepada Allah dalam menunaikan kewajiban terhadap isteri-isteri; itu tidak
menerima tamu orang yang tidak engkau senangi; kalau mereka melakukannya, boleh
kamu beri pelajaran dengan pukulan-pukulan kecil yang tidak melukai; kamu
berkewajiban mencukupkan kebutuhan isteri mengenai makanan dan pakaian dengan
makruf.”
b. Hak-hak Bukan Kebendaan
Hak-hak bukan kebendaan yang wajib ditunaikan suami
terhadap isterinya, disimpulkan dalam perintah Q.S. An-Nisa: 19 agar para suami
menggauli isteri-isterinya dengan makruf dan bersabar terhadap hal-hal yang
tidak disenangi, yang terdapat pada isteri.
Menggauli isteri dengan makruf dapat
mencakup:
a. Sikap menghargai, menghormati, dan perlakuan-perlakuan
yang baik, serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang-bidang agama, akhlak,
dan ilmu pengetahuan yang diperlukan.
Hadits riwayat Turmudzi dan Ibnu
Hibban dari Abu Hurairah r.a. mengajarkan, “Orang-orang mukmin yang paling baik
budi perangainya, dan orang-orang yang paling baik di antara kamu adalah yang
paling baik perlakuannya terhadap isteri-isterinya.”
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah r.a. mengajarkan, “Bersikap baiklah kamu terhadap
isteri-isterimu sebab orang perempuan diciptakan berkodrat seperti tulang
rusuk; yang paling lengkung adalah tulang rusuk bagian atas; apabila kamu
biarkan akan tetap meluruskannya, ia akan patah dan apabila kamu biarkan akan tetap
lengkung, bersikap baiklah kamu terhadap para isteri.
Termasuk perlakuan baik yang menjadi
hak isteri ialah, hendaknya suami selalu berusaha agar isteri mengalami
peningkatan hidup keagamaannya, budi pekertinya, dan bertambah pula ilmu
pengtahuannya. Banyak jalan yang dapat ditempuh untuk memenuhi hak isteri,
misalnya melaui pengajian-pengajian, kursus-kursus, kegiatan kemasyarakatan,
bacaan buku, majalah, dan sebagainya.
b. Melindungi dan
menjaga nama baik isteri
Suami berkewajiban melindungi isteri serta menjaga nama
baiknya. Hal ini tidak berarti bahwa suami harus menutupi-nutupi kesalahan yang
memang terdapat pada isteri. Namun, adalah menjadi kewajiban suami untuk tidak
membeberkan kesalahan-kesalahan isteri kepada orang lain. Apabila kepada isteri
hal-hal yang tidak benar, suami setelah melakukan penelitian seperlunya, tidak
apriori, berkewajiban memberikan keterangan-keterangan kepada pihak-pihak yang
melontarkan tuduhan agar nama baik isteri jangan menjadi cemar.
c. Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis isteri
Hajat biologis adalah kodrat pembawaan hidup. Oleh karena
itu, suami wajib memperhatikan hak isteri dalam hal ini. Ketentraman dan
keserasian hidup perkawinan anatara lain ditentukan oleh faktor hajat biologis
ini. Kekecewaan yang dialami dalam masalah ini dapat menimbulkan keretakan
dalam hidup perkawinan; bahkan tidak jarang terjadi penyelewengan isteri
disebabkan adanya perasaan kecewa dalam hal ini.
Salah seorang sahabat Nabi bernama Abdullah bin Amr yang
terlalu banyak menggunakan waktunya untuk menunaikan ibadah; siang untuk
melakukan puasa dan malam harinya untuk melakukan shalat, diperingatkan oleh
Nabi yang antara lain. “Isterimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi.
Demikian pentingnya kedudukan kebutuhan biologis itu
dalam hidup manusia sehingga Islam
menilai hubungan suami isteri yang antara lain untuk menjaga kesucian
diri dari perbuatan zina itu sebagai salah satu macam ibadah yang berpahala.
Dalam hal ini hadits Nabi riwayat Muslim mengajarkan, “Dan dalam hubungan
kelaminmu bernilai shadaqah.” Mendengar kata Nabi itu para sahabat bertanya, “
Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kita memenuhi syahwatnya itu
memperoleh pahala?” Nabi menjawab, “Bukkankah apabila ia melakukannya dengan
yang haram akan berdosa? Demikian sebaliknya, apabila ia memenuhinya dengan
cara yang halal akan mendapat pahala.”
3. Hak-hak Suami
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi isteri hanya merupakan
hak-hak bukan kebendaan sebab menurut hukum Islam isteri tidak dibebani
kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan hidup keluarga.
Bahkan, lebih diutamakan isteri tidak usah ikut bekerja mencari nafkah jika
suami memang mampu memenuhi kewajiban nafkah keluarga dengan baik. Hal ini
dimaksudkan agar isteri dapat mencurahkan perhatiannya untuk melaksanakan
kewajiban membina keluarga yang sehat dan mempersiapkan generasi yang saleh. Kewajiban
ini cukup berat bagi isteri yang memang benar-benar akan melaksanakan dengan
baik. Namun, tidak dapat dipahamkan bahwa Islam dengan demikian menghendaki
agar isteri tidak pernah melihat dunia luar, agar isteri selalu berada di rumah
saja. Yang dimaksud ialah agar isteri jangan sampai ditambah beban kewajibannya
yang telah berat itu dengan ikut mencari nafkah keluarga. Berbeda halnya
apabila keadaan memang mendesak, usaha suami tidak dapat menghasilkan kecukupan
nafkah keluarga. Dalam batas-batas yang tidak memberatkan, isteri dapat diajak
ikut berusaha mencari nafkah yang diperlukan itu.
Hak-hak suami dapat disebutkan pada pokoknya ialah hak
ditaati mengenai hal-hal yang menyangkut hidup perkawinan dan hak memberi
pelajaran kepada isteri dengan cara yang baik dan layak dengan kedudukan suami
isteri.
a. Hak Ditaati
Q.S. An-Nisa : 34 mengajarkan bahwa
kaum laki-laki (suami) berkewajiban memimpin kaum perempuan (isteri) karena laki-laki mempunyai kelebihan
atas kaum perempuan (dari segi kodrat kejadiannya), dan adanya kewajiban
laki-laki memberi nafkah untuk keperluan keluarganya. Isteri-isteri yang saleh
adalah yang patuh kepada Allah dan kepada suami-suami mereka serta memelihara
harta benda dan hak-hak suami, meskipun suami-suami mereka serta memelihara
harta benda dan hak-hak suami, meskipun suami-suami mereka dalam keadaan tidak
hadir, sebagai hasil pemeliharaan Allah serta taufik-Nya kepada isteri-isteri
itu. Hakim meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. :
عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ : سَألْتُ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : اَىُّ النَّاسِ أَعْظَمُ
حَقَّا عَلَى الْمَرْأَةِ ؟ قَالَ : زَوْجُهَا. قَالَتْ : فَأَ ىُّ النَّاسِ
اَعْظَمُ حَقَّا عَلىَ الرَّ جُلِ ؟ قَالَ : اُمُّهُ (رواه الحا كم)
“Dari
Aisyah, ia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah SAW : Siapakah orang yang
paling besar haknya terhadap perempuan? Jawabnya : Suaminya. Lalu saya bertanya
lagi: Siapakah orang yang paling besar haknya terhadap laki-laki? Jawabannya:
Ibunya.”
Dari bagian pertama ayat 34 Q.S. :
An-Nisa tersebut dapat diperoleh ketentuan bahwa kewajiban suami memimpin
isteri itu tidak akan terselenggara dengan baik apabila isteri tidak taat
kepada pimpinan suami. Isi dari pengertian taat adalah :
1) Isteri supaya bertempat tinggal bersama suami di rumah
yang telah disediakan
Isteri berkewajiban memenuhi hak suami bertempat tinggal
di rumah yang telah disediakan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a)
Suami telah memenuhi
kewajiban membayar mahar untuk isteri.
b)
Rumah yang disediakan
pantas menjadi tempat tinggal isteri serta dilengkapi dengan perabot dan alat
yang diperlukan untuk hidup berumah tangga secara wajar, sederhana, tidak
melebihi kekuatan suami.
c)
Rumah yang disediakan
cukup menjamin keamanan jiwa dan harta
bendanya, tidak terlalu jauh dengan tetangga dan penjaga-penjaga keamanan.
d)
Suami dapat menjamin
keselamatan isteri di tempat yang disediakan.
2) Taat kepada perintah-perintah suami, kecuali apabila
melanggar larangan Allah
Rasulullah SAW menguatkan dalam sabdanya :
لَوْ اَمَرْتُ اَحَدَكُمْ اَنْ يَّسْجُدَ
لِأ حَدٍ لَأ مَرْتُ الْمَرْأَةَ اَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَ مِنْ عِظَمٍ حَقِّهِ
عَلَيْهَا (رواه ابوداود والنر مذى وابن ما جه وابن حبان).
“Andaikata aku menyuruh seseorang sujud
kepada orang lain niscaya aku perintahkan perempuan bersujud kepada suaminya,
karena begitu besar haknya kepadanya.”
Isteri wajib
memenuhi hak suami, taat kepada perintah-perintahnya apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a)
Perintah yang
dikeluarkan suami termasuk hal-hal yang ada hubungannya dengan kehidupan rumah
tangga. Dengan demikian, apabila misalnya suami memerintahkan isteri untuk
membelanjakan harta milik pribadinya sesuai keinginan suami, isteri tidak wajib
taat sebab pembelanjaan harta milik pribadi isteri sepenuhnya menjadi hak
isteri yang tidak dapat dicampuri oleh suami.
b)
Perintah yang
dikeluarkan harus sejalan dengan ketentuan syari’ah. Apabila suami
memerintahkan isteri untuk menjalankan hal-hal yang bertentangan dengan
ketentuan syari’ah, perintah itu tidak boleh ditaati. Hadits Nabi riwayat
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasai dari Ali mengajarkan, “Tidak dibolehkan
taat kepada seorang pun Dalam bermaksiat kepada Allah; taat hanyalah dalam
hal-hal yang makruf.”
c)
Suami memenuhi
kewajiban-kewajibannya yang member hak isteri, baik yang bersifat kebendaan
maupun yang bersifat bukan kebendaan.
3) Berdiam di rumah, tidak keluar kecuali dengan izin suami
Isteri wajib berdiam di rumah dan tidak keluar kecuali
dengan izin suami apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a)
Suami telah memenuhi
kewajiban membayar mahar untuk isteri.
b)
Larangan keluar rumah
tidak berakibat memutuskan hubungan keluarga-keluarganya, isteri tidak wajib
taat. Ia boleh keluar untuk berkunjung, tetapi tidak boleh bermalam tanpa izin
suami.
4) Tidak menerima masuknya seseorang tanpa izin suami
Hak suami agar isteri tidak menerima masuknya seseorang tanpa izinnya,
dimaksudkan agar ketentraman hidup rumah tangga tetap terpelihara. Ketentuan
tersebut berlaku apabila orang yang dating itu bukan mahram isteri. Apabila
orang yang dating adalah mahramnya, seperti ayah, saudara, paman, dan
sebagainya, dibenarkan menerima kedatangan mereka tanpa izin suami.
Kewajiban taat yang meliputi empat hak tersebut disertai dengan
syarat-syarat yang tidak memberatkan isteri.
b. Hak Memberi Pelajaran
Bagian kedua dari ayat 34 Q.S. An-Nisa
mengajarkan, apabila terjadi kekhwatiran suami bahwa isterinya bersikap
membangkang (nusyus), hendaklah nasihat secara baik-baik. Apabila dengan
nasihat, pihak isteri belum juga mau taat, hendaklah suami berpisah tidur
dengan isteri. Apabila masih belum juga kembali taat, suami dibenarkan member
pelajaran dengan jalan memukul (yang tidak melukai dan tidak pada bagian muka).
Hadits Nabi riwayat Bukhari-Muslim
dari Abdullah bin Zam’ah mengatakan, “Apakah salah seorang di antara kamu suka
memukul isterinya seperti ia memukul budak pada siang hari, kemudian pada malam
hari mengumpulinya.”
Dari banyak hadits yang
memperingatkan agar suami menjauhi memukul isteri itu, dapat kita peroleh
ketentuan bahwa Al-Qur’an membolehkan suami member pelajaran isteri dengan jalan memukul itu hanya
berlaku apabila isteri memang tidak mudah diberi pelajaran dengan cara yang
halus. Itu pun baru dilakukan dalam tingkat terakhir, dan dengan cara yang
tidak mengakibatkan luka pada badan isteri dan tidak pula pada bagian muka.
Kaum wanita pada dasarnya amat halus perasaannya. Nasihat-nasihat yang biasa
biasanya sudah cukup untuk mengadakan perubahan sikapa terhadap suaminya. Kalau
hal ini belum juga cukup, pisah tidur sudah dipandang sebagai pelajaran yang
lebih berat. Namun, apabila pelajaran tingkat kedua ini belum juga membekas,
pelajaran yang paling pahit dapat dilakukan, tetapi dengan cara yang tidak akan
mengakibatkan cedera dan tidak pada bagian muka seperti berkali-kali disebutkan
di atas.
C.
Macam-macam
Kewajiban Suami Istri
1. Kewajiban
Suami Istri
Dalam
Kompilasi Hukum Islam, kewajiban suami isteri dijelaskan secara rinci sebagai
berikut :
Pasal
77
1. Suami
isteri memikul kewajiban yang luhur
untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat.
2. Suami
isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
3. Suami
isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik
mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan
agaamanya.
4. Suami
isteri wajib memelihara kehormatannya.
5. Jika
suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Agama.
Pasal 78
1. Suami
isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
2. Rumah
kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh suami isteri bersama.
2. Kewajiban
Suami terhadap Istri
Dalam
kompilasi Hukum Islam, kewajiban suami terhadap isteri dijelaskan secara rinci
sebagai berikut :
Pasal
80
1. Suaminya
adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga
yang penting-penting diputuskan oleh suami isteri bersama.
2. Suami
wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah
tangga sesuai dengan kemampuannya.
3. Suami
wajib member pendidikan agama kepada isterinya dan member kesempatan belajar
pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama dan bangsa.
4. Sesuai
dengan penghasilannya, suami menanggung :
a. Nafkah,
kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b. Biaya
rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
c. Biaya
pendidikan bagi anak.
5. Kewajiban
suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas
mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dan isterinya.
6. Isteri
dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut
pada ayat (4) huruf a dan b.
7. Kewajiban
suami sebagaimana di maksud ayat (2) gugur apabila isteri nusyud.
Pasal
81
Tentang
Tempat Kediaman
1. Suami
wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya, atau bekas isteri
yang masih dalam ‘iddah.
2. Tempat
kediaman adalah tempat tinggal yang layak untukisteri selama dalam ikatan
perkawinan, atau dalam ‘iddah talak atau iddah wafat.
3. Tempat
kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya dari gangguan
pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman juga
berfungsi sebagai penyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur
alat-alat rumah tangga.
4. Suami
wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta disesuaikan
dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan
rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.
Pasal
82
Kewajiban
Suami yang Beristeri Lebih dari Seorang
1.
Suami yang mempunyai isteri
lebih dari seorang berkewajiban memberi tempat tinggal dan biaya hidup kepada
masing-masing isteri secara berimbang menurut isteri, kecuali jika ada
perjanjian perkawinan.
2.
Dalam hal para isteri rela
dan ikhlas, suami dapat menempatkan isterinya dalam satu tempat kediaman.
3. Kewajiban
Istri Terhadap Suami
Diantara beberapa kewajiban isteri
terhadap suami adalah sebagai berikut :
a. Taat
dan patuh kepada suami.
b. Pandai
mengambil hati suami melalui makanan dan minuman.
c. Mengatur
rumah dengan baik.
d. Menghormati
keluarga suami.
e. Bersikap
sopan, penuh senyum kepada suami.
f. Tidak
mempersuli suami, dan selalu mendorong suami untuk maju.
g. Ridha
dan syukur terhadap apa yang diberikan suami.
h. Selalu
berhemat dan suka menabung.
i. Selalu
berhias, bersolek untuk atau di hadapan suami.
j. Jangan
selalu cemburu buta.
Dalam
kompilasi hukum islam, kewajiban isteri terhadap suami dijelaskan sebagai
berikut:
Pasal 83
Kewajiban Isteri
1.
Kewajiban utama bagi seorang
isteri ialah berbakti lahir batin kepada suami di dalam batas-batas yang
dibenarkan oleh hukum islam.
2.
Isrti menyelenggarakan dan
mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84
1.
Isteri dapat dianggap nusyuz
jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 83 ayat (1), kecuali dengan alas an yang sah.
2.
Selama isteri dalm nusyuz,
kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan
b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
3.
Kewajiban suami tersebut
pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah isteri tidak nusyuz.
Ketentuan ada atau tidak
adanya nusyuz dari isteri harus di dasarkan atas bukti yang sah.
BAB
III
P E
N U T U P
A.
KESIMPULAN
Apabila
akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunnya, maka akan
menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan pula hak dan
kewajibannya selaku suami isteri dalam keluarga. Dari pemaparan makalh diatas
dapat penulis simpulkan beberapa hal, diantaranya :
1. Pengertian Hak dan Kewajiban
Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan. Dengan
dilangsungkan akad nikah antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang
dilakukan oleh walinya, terjalinlah hubungn suami isteri dan timbul hak dan
kewajiaban masing-masing timbal-balik.
2. Macam-macam
Hak
a.
Hak bersama suami dan istri
1) Halal bergaul antara suami-isteri dan masing-masing dapat
bersenang-senang satu sama lain.
2) Terjadi hubungan mahram semenda; isteri menjadi mahram
ayah suami, kakeknya, dan seterusnya ke atas, demikian pula suami menjadi
mahram ibu isteri, neneknya, dan seterusnya ke atas.
3) Terjadi hubungan waris-mewaris antara suami dan isteri
sejak akad nikah dilaksanakan. Isteri berhak menerima waris atas peninggalan
suami. Demikian pula, suami berhak waris atas peninggalan isteri, meskipun
mereka belum pernah melakukan pergaualan suami-isteri.
4) Anak yang lahir dari isteri bernasab pada suaminya
(apabila pembuahan terjadi sebagai hasil hubungan setelah nikah).
5)
Bergaul dengan baik
antara suami dan isteri sehingga tercipta kehidupan yang harmonis dan damai.
b.
Hak suami atas istri
1) Ditaati
dalam hal-hal yang tidak maksiat.
2) Isteri
menjaga dirinya sendiri dan harta suami.
3) Menjauhkan
diri dari mencampuri sesuatu yang dapat
menyusahkan suami.
4) Tidak
bermuka masam di hadapan suami.
5) Tidak
menunjukkan keadaan yang tidak disenangi suami.
c.
Hak istri atas suami
1)
Hak-hak Kebendaan
a)
Istri
berhak mendapatkan Mahar (Maskawin)
yang layak atau yang sesuai dengan keinginan sang istri dan sesuai dengan
kemampuan sang suami.
b)
Istri
berhak mendapatkan Nafkah dari suami.
2)
Hak-hak Bukan Kebendaan
a)
Menggauli isteri dengan
makruf dapat mencakup:
b) Sikap menghargai, menghormati, dan perlakuan-perlakuan
yang baik, serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang-bidang agama, akhlak,
dan ilmu pengetahuan yang diperlukan.
c) Melindungi dan
menjaga nama baik isteri
d) Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis isteri
3. Macam-macam
Kewajiban
a.
Kewajiban bersama suami dan
istri
1) Suami
isteri memikul kewajiban yang luhur
untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat.
2) Suami
isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
3) Suami
isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik
mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan
agaamanya.
4) Suami
isteri wajib memelihara kehormatannya.
5) Jika
suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Agama.
b.
Kewajiban suami kepada istri
1) Suaminya
adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga
yang penting-penting diputuskan oleh suami isteri bersama.
2) Suami
wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah
tangga sesuai dengan kemampuannya.
3) Suami
wajib memberi pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar
pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama dan bangsa.
4) Sesuai
dengan penghasilannya, suami menanggung :
a) Nafkah,
kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b) Biaya
rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
c) Biaya
pendidikan bagi anak.
c.
Kewajiban istri kepada suami
1) Taat
dan patuh kepada suami.
2) Pandai
mengambil hati suami melalui makanan dan minuman.
3) Mengatur
rumah dengan baik.
4) Menghormati
keluarga suami.
5) Bersikap
sopan, penuh senyum kepada suami.
6) Tidak
mempersuli suami, dan selalu mendorong suami untuk maju.
7) Ridha
dan syukur terhadap apa yang diberikan suami.
8) Selalu
berhemat dan suka menabung.
9) Selalu
berhias, bersolek untuk atau di hadapan suami.
10) Jangan
selalu cemburu buta.
B.
SARAN
Demikian makalah ini yang dapat kami
sajikan, kami berharap makalah ini dapat berkembang dengan berjalannya diskusi
yang akan dijalankan oleh teman-teman. Kurang lebihnya kami mohon maaf, untuk
itu kepada para pembaca mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
‘Audah, Abdul Qadir. Tanpa tahun. At-Tasyri’
Al-Jina’iy Al-Islamy. Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Araby.
Basyir, Ahmad
Azhar, H., 2007. Hukum Perkawinan Islam. Cet. 11 Yogyakarta: UII Press.
Furqan, H. Arif, dkk. 2002. Islam
Untuk Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta: Departemen Agama RI, Direktorat Jendral
Kelembagaan Agama Islam.
Ghozali, Abdul
Rahman, Prof., DR., M.A., 2008. Fiqih Munakahat. Cet. 3 Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Hanafi, Ahmad. 1990. Asas-Asas Hukum
Pidana Islam Cet. 4. Jakarta: Bulan Bintang.
Kumpulan Hadits Riwayat Bukhary dan
Muslim. 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar