Tahukah
Anda negara mana yang kualitas pendidikannya menduduki peringkat pertama di
dunia?
Finlandia. Negara dengan ibukota
Helsinki (tempat ditandatanganinya perjanjian damai antara RI dengan GAM) ini
memang begitu luar biasa. Peringkat 1 dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan
hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization
for Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan
nama PISA (Programme for International Student Assesment) mengukur kemampuan
siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika.
Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul
secara akademis tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah
mental.
Ringkasnya, Finlandia berhasil
membuat semua siswanya cerdas. Lantas apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi
Top No 1 dunia?
Dalam masalah anggaran pendidikan
Finlandia memang sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara di Eropa
tapi masih kalah dengan beberapa negara lainnya. Finlandia tidaklah menggenjot
siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan
disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya,
siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan
negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru
lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking
kedua setelah Finlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu.
Apa gerangan kuncinya?
Ternyata kuncinya terletak pada
kualitas guru. Di Finlandia hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan
pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat
dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik
biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan
hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. Persaingannya lebih ketat daripada
masuk ke fakultas hukum atau kedokteran!
Jika negara-negara lain percaya
bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi
kualitas pendidikan, Finlandia justru percaya bahwa ujian dan testing itulah
yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita
cenderung mengajarkan kepada siswa untuk semata lolos dari ujian, ungkap
seorang guru di Finlandia.
Pada usia 18 th siswa mengambil
ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga
lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Siswa diajar untuk mengevaluasi
dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK!
Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia.
Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia.
Siswa didorong untuk bekerja secara
independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan.
Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Adanya terlalu banyak komando
hanya akan menghasilkan rasa tertekan, dan mengakibatkan suasana belajar
menjadi tidak menyenangkan.
Kelompok siswa yang lambat mendapat
dukungan intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses.
Berdasarkan penemuan PISA,
sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang
berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD.
Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan
untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan
prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan
tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang
tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak
perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.
Para guru sangat menghindari kritik
terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu
salah” pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka
malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan
melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan
nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya.
Setiap siswa diharapkan agar bangga
terhadap dirinya masing-masing. Ranking hanya membuat guru memfokuskan diri
pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar