Mengapa, saat kau tak semerra dulu hati begitu
sesak
Sesak yang terus meraja
Sesak yang terus merangsek
Sesak yang terus menyeruak
Sesak yang semakin menghimpit dada
Dalam denting dan gulita malam
Ingin aku berteriak, tapi untuk apa
Saat meminang bayangmu yang sendu
Aku tetap saja dan semakin merasa sesak
Dalam guratan perjalanan terakhir waktuku
Aku tak ingin bercermin
Karena aku tak ingin menemukan diriku
Dalam keadaan sesak, terhuyung dan lebam membiru
Karenamu dan tentang kita
Saat genta mlam berkumandang pelan
Pekatnya menenggelamku dalam kesesakan yang malang
Heningnya menimbunku dengan racun kesesakan yang
menyakitkan
Anginnya menghempaskanku ke dimensi sesak yang
membatu
Ketika bertambah gelap, kesesasakan meninabobokanku
dalam kepandiran
Meski pagi akan ku temui dengan sejuta keyakinan
Namun, aku tak tahu pasti kapan kesesakan ini
berakhir
Karena setiap sya’ir yang mencoba kugubah
Selalu saja menujumu, dan itu menyesakanku
Saat aku tak menemukan senyum
Meski lewat bayangmu
Selamat malam
Moga esok jadi pengasingan
Bagi kesesakan jiwa
Untuk kesesakan waktu
Dan hari-hari bershaja segera tiba
Membersamai kita
Allahumma Aammiin …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar