BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an,
kitab umat Islam di seluruh dunia. Bukan hanya sekedar kumpulan
lembaran-lembaran yang di baca dan mendapatkan pahala dengan membacanya. Namun
lebih dari itu, AlQur’an merupakan mukjizat yang abadi sampai akhir
nanti, bahkanAl Qur’an memberikan hujjah dan sebagai penolong di hari
perhitungan amal kelak. Didalam Al Qur’an terdapat
kandungan pengetahuan yang tiada tara. Baik yang tersurat ataupun yang
masih tersirat.
Untuk
mengetahui makna-makna dan hikmah-hikmah yang terdapat
dalam Al Qur’an, perlu adanya penafsiran-penafsiran tentang
ayat-ayatnya dan semua itu terdapat di dalam ilmu tafsir. Diantara
ilmu-ilmu Al Qur’an, tafsir merupakan ilmu yang mencakup berbagai
disiplin ilmu. Di dalamnya terhimpun tafsir dari sudut balaghoh,
nahwu, sorof, asbab nuzul, munasabah, hadist, tarikh, dan lain sebagainya.
Begitu
vitalnya ibadah shalat bagi orang Islam, hingga dalam tafsir an Nasafi Juz 1
halaman 39 disebutkan bahwa RasuluLlah menyebut shalat sebagai tiang agama dan
menjadikannya pemisah bagi orang Islam dan kafir.
Ajaran
Islam menempatkan shalat lima waktu sebagai sebuah ibadah mahdhoh (ritual) yang
memiliki keistimewaan. Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam
menerima perintah shalatlima waktu dari Allah subhaanahu wa ta’aala dengan cara
yang juga sangat istimewa. Allah ta’aala memperjalankan hambaNya dalam suatu
malam menempuh horizontal journey from earh to earth dari masjid Al-Haram di
Makkah ke Masjid Al-Aqsho di Baitul Maqdis (Jerusalem). Selanjutnya Allah
ta’aala perjalankan hamba-Nya dalam suatu vertical
journey from earth to the heavens in the sky dari Masjid Al-Aqsho di Baitul
Maqdis bertemu langsung dengan Allah ta’aala di langit tertinggi. Lalu pada
saat beraudiensi langsung dengan Allah ’Azza wa Jalla itulah Nabi shollallahu
’alaih wa sallam menerima perintah menegakkan shalatlima waktu setiap hari.
Diriwayatkan
dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلاَةُ وَعَمُودُهُ الإِسْلاَمُ
الأَمْرِ رَأْسُ
“Inti (pokok) segala perkara
adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825.
Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At
Tirmidzi). Dalam hadits ini, dikatakan bahwa shalat dalam agama
Islam ini adalah seperti penopang (tiang) yang menegakkan kemah. Kemah tersebut
bisa roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa
ambruk dengan hilangnya shalat.
Dalam
menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an diperlukan ilmu yang luas. Maka
dalam makalah ini akan di coba menguraikan tafsir tentang ayat-ayat yang
berhubungan dengan perintah menjaga/memelihara shalat serta shalat sebagai
penghapus dosa yaitu pada: Q.S. Al-Baqarah [2] : 238-239 dan Q.S. Al Maa’un
[107] : 4-5.
B.
Tujuan
Pembuatan Makalah
1.
Agar
mahasiswa tahu tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan perintah Allah untuk
menjaga shalat.
2.
Agar para mahasiswa dapat memahami tentang betapa
pentingnya shalat dalam kehidupan seharai-hari guna menumbuhkan disiplin dan
kesadaran diri untuk meriah cinta-Nya.
3.
Agar mahasiswa dapat memahami tentang urgensi shalat
sebagai tiang agama. sebagai pengahpus dosa-dosa kecil.
4.
Agar mahasiswa dapat mengetahui bahwa shalat dapat
menghapus dosa-dosa kecil sebagaimana gugurnya daun-daun kering yang tertiup
angin.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Qur’an Surat Al-Baqarah
[2] : 238-239
1. Teks Ayat dan Terjemah
(#qÝàÏÿ»ym n?tã ÏNºuqn=¢Á9$# Ío4qn=¢Á9$#ur 4sÜóâqø9$# (#qãBqè%ur ¬! tûüÏFÏY»s% ÇËÌÑÈ ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz »w$y_Ìsù ÷rr& $ZR$t7ø.â ( !#sÎ*sù ÷LäêYÏBr&
(#rãà2ø$$sù ©!$# $yJx. Nà6yJ¯=tæ $¨B öNs9 (#qçRqä3s? cqãKn=÷ès? ÇËÌÒÈ
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. Jika kamu dalam Keadaan
takut (bahaya), Maka Shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian
apabila kamu telah aman, Maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah
telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
2. Asbabun Nuzul
Sebagaimana
disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim bahwa sebab turunnya ayat diatas
adalah:
Dari
Abu ‘Amr Asy-Syaibani ia berkata: telah berkata kepadaku Zaid bin Arqam,
“Sesungguhnya kami pernah berbicara dalam shalat pada zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, salah seorang di antara kami berbicara kepada temannya untuk
kebutuhannya sehingga turunlah ayat, {Peliharalah segala shalat(mu)…..}, maka
kami diperintahkan untuk diam (ketika dalam shalat).” (Bukhari, no: 1200, dan
Muslim, no: 1203).
3. Tafsir Ayat
Pada ayat 238 Allah Ta’ala memerintahkan
untuk memelihara, { الصَّلَوَاتِ عَلَى } “shalat” secara umum dan, { الْوُسْطَى
الصَّلاَةِ } “Shalat wustha” yaitu
shalat ashar pada khususnya. Memelihara shalat adalah menunaikannya pada
waktunya, dengan syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, khusyu’ padanya, dan seluruh
hal yang wajib maupun yang sunnah. Dengan memelihara shalat kita akan mampu
memelihara seluruh ibadah dan juga berguna untuk melarang dari hal yang keji
dan mungkar, khususnya jika disempurnakan pemeliharaannya sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya, { قَانِتِينَ للهِ وَقُومُوا }
“Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. “yaitu dengan rasa rendah yang tulus ikhlas dan khusyu’, karena
patuh itu adalah ketaatan yang langgeng yang dibarengi dengan kekhusyu’an.
Pada ayat 239 firman-Nya,
{ خِفْتُمْ فَإِنْ } “Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya)”; hal yang ditakuti
tidak disebutkan agar ketakutan tersebut adalah rasa takut dari perkara yang
lebih umum seperti dari musuh, binatang buas, dan kehilangan suatu hal yang
dikhawatirkan oleh manusia. Maka shalatlah kalian, { رِجَالاً } “sambil
berjalan”, berjalan di atas kaki kalian, { رُكْبَانًا أَوْ } “atau
berkendaraan” di atas kuda, unta atau segala macam kendaraan. Dan dalam kondisi
seperti ini tidaklah harus menghadap kiblat.
Inilah sifat shalat orang-orang
yang berhalangan karena ketakutan, lalu apabila telah berada pada kondisi yang
aman, maka ia harus shalat dengan sempurna, dan termasuk dalam firmanNya,
{فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ } “Kemudian apabila kamu telah aman, maka
sebutlah Allah (shalatlah)” dengan menyempurnakan shalat, dan termasuk
didalamnya juga adalah memperbanyak dzikir kepada Allah sebagai rasa syukur
kepadaNya atas nikmat keamanan dan nikmat pendidikan yang merupakan kebahagiaan
seorang hamba.
Ayat ini juga menunjukkan
keutamaan ilmu dan bahwa orang yang diberikan ilmu oleh Allah tentang perkara
yang sebelumnya dia tidak ketahui, maka wajiblah atasnya memperbanyak dzikir
kepadaNya, dan ayat ini juga merupakan tanda bahwa memperbanyak dzikir
kepadaNya menjadi faktor penyebab diberikannya ilmu-ilmu yang lain, karena
kesyukuran itu diiringi dengan penambahan.
4. Penjelasan Ayat
Pada
ayat 238-239 ini Allah Ta’ala menjelaskan tentang larangan berbicara di dalam
shalat dan wajibnya khusyu’ di dalam menunaikan ibadah yang agung ini serta
ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti petunjuk Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam) di dalam menjalankannya setelah pada ayat-ayat
sebelumnya dijelaskan tentang hukum terhadap hal-hal yang terkait dengan
masalah talak (perceraian).
Sebagian ulama tafsir
menjelaskan tentang hikmah atau hubungan dari ayat ini dengan ayat sebelumnya
bahwa disebutkannya perintah shalat secara khusus pada ayat yang disebutkan
setelah perkara-perkara yang berkaitan dengan talak, karena talak mejadikan
seseorang disibukkan dengan urusan-urusan keluarga, wanita dan anak-anak,
sehingga hal tersebut merupakan tempat yang diperkirakan menjadi sebab
ditinggalkannya shalat dan amal ibadah lain secara umum, sehingga Allah Ta’ala
perintahkan agar senantiasa menjaga shalat dan jangan disibukkan dengan
urusan-urusan wanita. Demikian sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Biqaa’I
dalam ‘Nazhmu Ad-Durar’ dan juga oleh
Al-Alusi dalam kitab tafsirnya (Ruhul
Ma’ani).
Dalam hal ini Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya, bahwa urutan ayat adalah
bersifat ‘tauqifi’ yang tidak ada
tempat bagi aqal didalamnya untuk berijtihad dalam menentukannya, dan Allah
lebih tahu dengan maksud yang Dia kehendaki; dan sebagian ulama tafsir telah
mencari dan mencoba menyebutkan hikmah tentang hal ini; akan tetapi ketika apa
yang mereka sebutkan tidak dapat dipastikan (sebagai hikmah dari hal ini) kami
menahan diri untuk menyebutkan hikmah-hikmah tersebut; dan kami serahkan
ilmunya kepada Yang menurunkan kitab yang mulia ini (al-Qur’an), kami mengetahui
bahwa tidak boleh tidak bahwa di sana pasti terdapat hikmah, karena Allah
Ta’ala Maha Hakim dan Maha Mengetahui.
Tepat sekali dalam ayat
ini Allah menerangkan keutamaan melakukan salat, dan selalu memeliharanya. Kita
dapat melihat bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat dalam memenuhi
segala kebutuhan dan persoalan hidupnya banyak sekali menemui kesulitan yang
kadang-kadang dapat menjerumuskannya kepada hal-hal yang dilarang agama. Karena
itu Allah memberikan suatu cara yang baik untuk dilakukan manusia agar selalu
terjamin hubungan keduniaannya dengan ketakwaan kepada Allah yaitu dengan
selalu memelihara salat. Mulai dari bangun tidur sebelum melakukan kontak
dengan manusia lainnya ia ingat dan bermunajat lebih dahulu dengan Allah (waktu
subuh). Kemudian setelah ia berhubungan dengan masyarakat, dan mungkin sekali
terjadi perbuatan yang tidak diridai Allah maka untuk mengingatkan dan
menyelamatkannya, ia dipanggil untuk berhubungan lagi dengan Allah di waktu
tengah hari (salat zuhur). Begitulah seterusnya selama 24 jam. Dengan demikian
selalu terjalin antara kesibukan manusia (untuk memenuhi hajat hidupnya) dengan
ingat kepada Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.
Hal ini mempunyai pengaruh
dan membekas kepada jiwa dan peri kehidupan manusia itu sendiri sebagaimana
ditegaskan Allah bahwa dengan salat itu manusia dapat terhindar dari perbuatan
jahat dan mungkar. Selain dari itu memelihara salat adalah merupakan bukti iman
kepada Allah dan menjadi syarat mutlak bagi kehidupan seorang muslim,
menguatkan tali persaudaraan dan dapat menjamin hak-hak manusia. Karena Shalat
merupakan parameter baik buruknya segala macam amal ibadah seseorang,
sebagaimana sabda Rasulullah :
ورواه الطبراني بسند جيد عن
عبد بن قرط بلفظ أول ما يحاسب به العبد الصلاة ينظر الله في صلاته فإن صلحت صلح
سائر عمله وإن فسدت فسدت سائر عمله. كشف الخفاء. حرف الهمزة
“Meriwayatkan Hadits ini, Imam Tabrani dengan sanad yang baik
dari Abd Ibn Qurd dengan kalimat; Amal seorang hamba yang pertama yang dihisab
(dihitung amalnya oleh Allah) adalah Shalat, Allah melihat shalat seorang
hamba, apabila shalatnya baik, maka baiklah amal-amal yang lain, apabila
shalatnya tidak baik/cela, maka tidak baiklah amal yang lainnya. Kitab Kasful
Khofa’. Huruf Hamzah.”
B.
Qur’an Surat Al-Ma’un [107]
: 4-5
1. Teks Ayat dan Terjemah
×@÷uqsù ú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ
tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEx|¹ tbqèd$y ÇÎÈ
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya.”
2. Tafsir dan Penjelasan
Ayat
Shalat
merupakan bentuk formal dzikrullah atau mengingat Allah ta’aala. Bagi seorang
muslim betapapun banyaknya lisannya berzikir dalam pengertian ber-wirid setiap
harinya, namun bila ia tidak menegakkan shalatberarti ia meninggalkan secara
sengaja kewajiban mengingat Allah ta’aala secara resmi sebagaimana
diperintahkan Allah ta’aala dan sesuai contoh Nabi shollallahu ’alaih wa
sallam. Shalatadalah bukti kepatuhan dan loyalitas hamba kepada Rabbnya.
Shalatlima waktu merupakan indikator seorang hamba masih connect dengan
Pencipta, Pemilik, Pemelihara alam semesta. Bila seorang manusia tidak
shalatlima waktu secara disiplin setiap hari berarti ia merupakan hamba yang disconnected (terputus) dari rahmat
Allah ta’aala. Itulah sebabnya di dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa seseorang
bakal celaka walaupun ia shalat. Sebab ia lalai menjalankan shalatnya sehingga
tidak selalu disiplin lima waktu setiap harinya.
Di
antara alasan utama seorang muslim lalai menegakkan shalatlima waktu setiap
hari -apalagi berjama’ah di masjid- adalah karena dihinggapi penyakit
malas beribadah. Padahal kemalasan beribadah -khususnya
shalatlima waktu- langsung mengindikasikan kelemahan komitmen dan kepatuhan
muslim kepada Allah ta’aala. Bahkan sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu
’anhu mengatakan bahwa di zaman para sahabat
radhiyallahu ’anhum hidup bersama Nabi shollallahu ’alaih wa sallam jika ada
muslm yang tidak shalatberjama’ah di masjid berarti ia diasumsikan sebagai
seorang munafik yang sudah jelas kemunafikannya.
Maka
dalam rangka mengikis penyakit malas beribadah seorang Muslim perlu juga
memahami apa manfaat shalatlima waktu setiap hari. Di antaranya ialah
dihapuskannya dosa-dosa oleh Allah ta’aala. Bayangkan, setiap seorang muslim
selesai mengerjakan shalatyang lima waktu berarti ia baru saja membersihkan
dirinya dari tumpukan dosa yang sadar tidak sadar telah dikerjakannya antara
shalatyang baru ia kerjakan dengan shalatterakhir yang ia ia kerjakan
sebelumnya.
Dari
sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah
shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Shalatlima
waktu dan (shalat) Jum’at ke (shalat) Jum’at serta dari Ramadhan ke Ramadhan
semua itu menjadi penghabus (dosanya) antara keduanya selama ia tidak terlibat
dosa besar.” (HR Muslim 2/23)
Bila
seorang muslim memahami dan meyakini kebenaran hadits di atas, niscaya ia tidak
akan membiarkan satu kalipun shalatlima waktunya terlewatkan. Bahkan dalam
hadits yang lain dikatakan bahwa bila seorang muslim khusyu dalam shalatnya,
maka ia akan diampuni segenap dosanya di masa lalu.
“Tidak seorangpun yang bilamana tiba waktu shalat fardhu lalu ia
membaguskan wudhunya, khusyu’nya, rukuknya, melainkan shalatnya menjadi penebus
dosa-dosanya yang telah lampau, selagi ia tidak mengerjakan dosa yang besar.
Dan yang demikian itu berlaku untuk seterusnya.” (HR Muslim 2/13)
Syaratnya
asalkan ia tidak terlibat dalam dosa besar, maka dosa-dosa masa lalunya pasti
bakal diampuni Allah ta’aala. Adapun di antara dosa-dosa besar ialah sebagaimana
disebutkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam, yakni:
Ketika
ditanya mengenai dosa-dosa besar Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam
bersabda: “Mempersekutukan Allah ta’aala,
membunuh jiwa serta durhaka kepada kedua orang-tua. Dan maukah kalian
kuberitakan mengenai dosa besar yang paling besar? Yaitu kesaksian palsu.” (HR.
Muslim 1/243)
Untuk
menghapus dosa-dosa besar tersebut tidak cukup dengan seseorang menegakkan
shalatlima waktu. Ia harus menempuh prosedur taubatan nasuha yang khusus. Maka
hindarilah sedapat mungkin terlibat dalam mengerjakan dosa-dosa besar. Dalam
bahasa berbeda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengingatkan kita agar
menjauhi tujuh penyebab bencana, yaitu:
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu
’alaih wa sallam bersabda: “Jauhilah
tujuh penyebab bencana.” Para sahabat radhiyallahu ’anhum bertanya: “Apa itu ya
Rasulullah?” Beliau bersabda: “Mempersekutukan Allah ta’aala, sihir, membunuh
jiwa yang Allah ta’aala haramkan membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar,
memakan harta anak yatim, memakan riba, desersi dari medan jihad serta menuduh
wanita mu’minah yang memelihara diri sebagai melakukan perbuatan keji.” (HR
Muslim 1/244)
3. Cara Shalat untuk Menghapus Dosa
Bagaimanakah cara shalat
mengahaus dosa ata benarkah shalat dapat menghpus dosa, mari kita simak dulu
kisah berikut ini.
Abu Utsman mengatakan,
"Aku bersama Salman berada di bawah
pohon. Dia mengambil ranting kering dan menggerak-gerakkannya sampai
daun-daunnya berguguran. Rasulullah saw. bersabda, 'Sesungguhnya seorang
Muslim apabila ia berwudhu dan memperbaiki (menyempurnakan wudhunya), lalu ia shalat
lima waktu maka kesalahanya berguguran sebagaimana daun-daun ini berguguran' (HR.
Ahmad, Nasa'i dan Thabrani)"
Shalat adalah fasilitas tanpa batas,
asal kita mampu menggali energi yang terpendam.
ü Shalat
menghapuskan dosa kecil,
apabila dosa besar telah ditinggalkan. Kebersihan adalah ciri orang beriman.
Noda dan dosa adalah beban. Kita merasa ringan melangkah bila melepas beban.
Otak dan jiwa kita itu ibarat komputer raksasa. Bila ia bersih dari virus,
tidak overload, ia akan lincah bergerak, cepat bertindak,
akurat bersikap, tidak eror, hang dantrouble. Wadah yang bersih itu lebih
bermanfaat. Seperti air suci yang mensucikan. Seperti tubuh yang bersih, wangi
tentu lebih percaya diri, penuh motivasi, dan siap melangkahkan kaki. Adapun
kalau wadah kotor akan bikin kesal. Kalau rusak? Dibuang di tempat sampah.
ü Shalat lima waktu seperti sungai jernih di depan pintu,
lima kali sehari kita mandi, lima waktu.
ü Shalat menghapus dosa laksana gugurnya daun kering di
musim kemarau dan ranting yang meranggas. Sebaigaimana kesaksian Salman, cara Nabi
adalah inspirasi pembelajaran "Quantum
Tarbiyah".
ü Shalat menghapus dosa seperti lepasnya beban dari
pundak saat rukuk dan sujud. Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya
seorang hamba ketika berdiri untuk shalat, maka didatngkan semua dosa-dosanya
kemudian diletakkan di atas pundaknya. Setiap kali dia rukuk dan sujud, maka
dosa-dosa itu berjatuhan darinya" (HR. Thabrani, Baihaqi dan Abu
Na'im).
Dalam kondisi yang bersih, suci,
bebas dari dosa terasa gamblang dalam memandang, solusi pun datang. Asal shalatnya
khusyu', konsentrasi memadukan otak kiri (gerakan ritual) dan otak kanan
(memaknai bacaan) serta rasakan sebagai shalat terakhirmu. "Jika
kamu berdiri untuk menunaikan shalat, maka shalatlah seprti shalatnya orang
yang akan berpisah (meninggal)" (HR. Ibnu Majah)
BAB III
P E
N U T U P
A. KESIMPULAN
Sudah sepatutnya kita menjaga shalat
lima waktu. Barangsiapa yang selalu menjaganya, berarti telah menjaga agamanya.
Barangsiapa yang sering menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih
disia-siakan lagi.
Amirul Mukminin, Umar bin Al
Khoththob –radhiyallahu ‘anhu-
mengatakan, “Sesungguhnya di antara
perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat,
berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk
amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi
orang yang meninggalkan shalat.”
Imam Ahmad –rahimahullah- juga
mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap
orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang
memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima
waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang
betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba
Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak
memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar
shalat dalam hatimu.” (Lihat Ash Sholah, hal.
12)
Oleh karena itu, seseorang bukanlah
hanya meyakini (membenarkan) bahwa shalat lima waktu itu wajib. Namun haruslah
disertai dengan melaksanakannya (inqiyad). Karena iman bukanlah hanya dengan
tashdiq (membenarkan), namun harus pula disertai dengan inqiyad
(melaksanakannya dengan anggota badan).
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq).
Namun bukan hanya sekedar membenarkan (meyakini) saja, tanpa melaksanakannya
(inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja, tentu iblis, Fir’aun
dan kaumnya, kaum sholeh, dan orang Yahudi yang membenarkan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah (mereka meyakini hal ini sebagaimana mereka mengenal
anak-anak mereka), tentu mereka semua akan disebut orang yang beriman
(mu’min-mushoddiq).”
Al Hasan mengatakan, “Iman bukanlah hanya dengan angan-angan
(tanpa ada amalan). Namun iman adalah sesuatu yang menancap dalam hati dan
dibenarkan dengan amal perbuatan.” (Lihat Ash Sholah, 35-36)
Semoga tulisan yang singkat ini
bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga kita dapat mengingatkan kerabat, saudara
dan sahabat kita mengenai bahaya meninggalkan shalat lima waktu. Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
B. SARAN
Kewajiban
dan syi’ar yang paling utama adalah shalat, ia merupakan tiang Islam dan ibadah
harian yang berulang kali. Ia merupakan ibadah yang pertama kali dihisab atas
setiap mukmin pada hari kiamat. Shalat merupakan garis pemisah antara iman dan
kufur, antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir, sebagaimana ditegaskan
oleh Rasulullah dalam hadist-hadistnya sebagai berikut:
“Batas antara seseorang dengan
kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)
“Perjanjian
antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkan
berarti ia kafir.” (HR- Nasa’i, Tirmidzi dan Ahmad)
Makna
hadits ini sangat jelas di kalangan para sahabat r.a. Abdullah bin Syaqiq Al
‘Uqaili berkata, “Para
sahabat Nabi SAW. tidak melihat sesuatu dari amal ibadah yang meninggalkannya
adalah kufur selain shalat.” (HR. Tirmidzi)
Tidak
heran jika Al-Qur’an telah menjadikan shalat itu sebagai pembukaan sifat-sifat
orang yang beriman yang akan memperoleh kebahagiaan dan sekaligus menjadi
penutup.
Sholat sebagai suatu tarbiyyah
yang begiu luar biasa yang mengajarkan kebaikan dalam segala aspek kehidupan,
sebagai pencegah kemungkaran dan kemaksiatan, sebagai pembeda antara orang yang
beriman dan orang yang kafir, sholat sebagai syariat dari Allah dalam
kehidupan,semoga dapat difahami, diamalkan dan diaplkasikan dengan benar dalam
kehidupan kita.
Kebenaran datang dari Allah
semata dan kesalahan-kesalahan takkan lepas dari kami sebagai manusia yang
menmiliki banyak kekurangan.
Wallahu A’lam
Bisshawab ...
Daftar
Pustaka
Fathul
Bari, Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dar As-Salam, Riyadh, cetakan pertama Tahun 2000
masehi
Al-Minhaj
syarh Sohih Muslim, Imam Nawawi, Dar Al-Ma’rifah
Jami
Al-‘Ulum wa Al-Hikam, Ibnu Rojab, tahqiq Al-Arnauth
Sittu
Duror min Ushuli Ahlil Atsar, Syaikh Abdul Malik Romadhoni, maktabah Al-Asholah
Tafsir
Ibnu Katsir, tahqiq Al-Banna, dar Ibnu Hazm, cetakan pertama
Fawaid
Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali Hasan, Dar Ibnul Jauzi
Al-Ikhlash,
Sulaiman Al-Asyqor, dar An-Nafais
Silsilah
Al-Ahadits As-Sohihah, Syaikh Al-Albani
Aina
Nahnu min Akhlak As-Salaf, Abdul Aziz bin Nasir Al-Jalil, Dar Toibah
Waqofaat
ma’a kalimaat li Ibni Mas’ud, transkrip dari ceramah Syaikh Sholeh Alu Syaikh
Tazkiyatun
Nufus, Ahmad Farid
Materi
Hadits Tentang Islam, Hukum, Ekonomi, Sosial dan Lingkungan., Dra. Oneng Nurul
Badriyah M.Ag
Hadits Web: http://opi110mb.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar