dakwatuna.com – Tunis. Partai Islam Tunisia, Ennahda,
memperoleh kemenangan dalam pemilihan demokratis yang bersejarah dengan 41,47
persen suara yang masuk, sembilan bulan setelah jatuhnya presiden Zine el
Abidine Ben Ali, hasil resmi menunjukkan, Kamis (27/10).
Partai itu
memperoleh 90 kursi dalam majelis baru yang memiliki 217 anggota, yang akan
menyusun kembali konstitusi, menunjuk seorang presiden dan membentuk pemerintah
sementara, kata ketua komisi pemilihan Kamel Jendoubi pada wartawan di Tunis.
Kongres
untuk Republik (CPR), partai sayap kiri, berada di tempat kedua dengan 13,82
persen suara, mencerminkan 30 kursi. Kemudian Ettakatol menyusul di tempat
ketiga dengan 9,68 persen suara atau 21 kursi, katanya.
Ennahda,
yang dilarang pada masa rezim Ben Ali dan didaftar sebagai partai politik pada
Maret lalu. Partai tesebut menyatakan lebih dulu kemenangannya, dengan
mengumumkan pada Rabu bahwa mereka telah memulai pembicaraan koalisi dan ingin
membentuk pemerintah baru dalam sebulan.
Majelis baru
tersebut akan memutuskan mengenai sistem pemerintah negara itu dan bagaimana
menjamin kebebasan dasar, termasuk hak-hak wanita di sana. Banyak pihak dan
orang di Tunisia mengkhawatirkan bahwa Ennahda, sebelumnya dianggap sebagai
kelompok Islam yang keras, akan berusaha untuk mengurangi kebebasan itu
meskipun mereka telah memberikan jaminan akan hal yang sebaliknya.
Beberapa
pengamat mengatakan bahwa Ennahda, meskipun merupakan mayoritas dalam aliansi,
tidak akan dapat “mendiktekan” program-programnya pada majelis, sehingga tidak
memiliki pilihan kecuali untuk menenteramkan mitra-mitra aliansinya, masyarakat
yang cenderung moderat, dan masyarakat internasional yang investasi dan
pariwisata negara itu sangat bergantung.
Partai-partai
sayap kiri mungkin belum berusaha untuk membentuk blok mayoritas terhadap
Ennahda. Partai itu mengatakan sebelumnya, Kamis, mereka telah menemui para
bankir dan pedagang saham untuk “menjamin kembali mereka” mengenai maksudnya.
Dalam
perkembangan berikutnya, protes terhadap hasil pemilu meletus di kota Sidi
Bouzid, tempat revolusi Tunisia dimulai. Lebih dari 2.000 orang berkumpul di
markas Ennahda, merusak pintu dan jendelanya serta membakar ban di jalan
utamanya.
Protes yang
sama meletus di kota Regueb, sekitar 50 kilometer dari Sidi Bouzid. Badan
pemilihan ISIE mengatakan, Kamis, bahwa enam dari daftar calon Petisi untuk
Keadilan dan Pembangunan telah dianggap tidak berlaku karena “ketidakberesan
keuangan”.
Kelompok itu
didukung oleh Hechmi Haamdi, pengusaha kaya yang tinggal di London, yang
dikatakan memiliki hubungan dekat dengan Ben Ali. Kelompok itu secara
mengejutkan mendapat tempat keempat dalam pemilihan Ahad, dengan 19 kursi di
majelis, dan telah memimpin penghitungan suara di Sidi Bouzid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar