Madani - Ikhwanul
Muslimin mengambil alih kekuasaan di kawasan Timur Tengah. Demikian pendapat
Valentine Columbo, pakar dan pengamat dari European Foundation for Democracyyang
juga guru besar geopolitik dunia Islam Universitas Eropa di Roma.
Columbo
merujuk pada kemenangan partai Islam Ennahda di Tunisia dan kemungkinan
kemenangan partai Ikhwanul Muslimin di Mesir, serta peralihan kekuasaan saat
ini di Libya. “Abdul Jalil (pemimimpin pemerintahan sementara Libya) itu dari
Ikhwanul Muslimin,” katanya kepada The Voice of Rusia.
Menurutnya,
hasil pemilu di Tunisia adalah kemenangan besar (big win) Ikhwanul Muslimin. “Dalam pemilu di
Mesir mereka juga akan menang,” katanya memprediksi.
Pada
era rezim Ben Ali (Tunusia) dan Mubarak (Mesir), Ikhwan dinyatakan sebagai
organisasi terlarang. “Rakyat Tunisia, Mesir, dan Libya lulus dari jenis
kediktatoran ke Demokrasi Islam yang dijalankan oleh Ikhwanul Muslimin,”
katanya.
Columbo
mengutip pernyataan Abdul Jalil: “Dalam konstitusi kita, kita akan menempatkan
Syariah Islam sebagai dasar hukum”. Ia juga menegaskan, Ennahda adalah gerakan
politi Ikhwanul Muslimin Tunisia.
Ia
memprediksi, setelah kemenangan di Tunisia, berikutnya Ikhwan akan mengambil
alih kekuasaan di Irak, bahkan Arab Saudi. “Ikhwanul Muslimin lahir di Mesir,
mereka sangat kuat di sana, sehingga sangat alami,” katanya.
Ikhwan
juga hadir di Libya dan Suriah. Menurut Columbo, aktivis kebebasan pers Yaman
yang meraih Hadiah Nobel Perdamaian bulan lalu, Tawakel Karman, adalah anggota
Ikhwanul Muslimin di Yaman. Di Asia Tenggara ideologi Ikhwanul Muslimin
“mewarnai” kader Partai Islam Se-Malaysia (Malaysia) serta Partai
Keadilan Sejahtera (Indonesia). Sementara di Palestina ada HAMAS.
“Jadi,
mereka (Ikhwan) bekerja sangat baik dalam, luar, dan di mana pun. Mereka
memiliki uang dan mereka sangat terorganisir, sehingga masa depan untuk Timur
Tengah adalah Ikhwanul Muslimin.”
Ditegaskannya,
Ikhwanul Muslimin keluar sebagai pemenang karena mereka mewakili Islam setelah
era kediktatoran-sekuler atau pseudo-sekuler.
“Jangan
lupa bahwa Perdana Menteri Turki, Erdogan, telah berkampanye untuk Rachid
Ghannouchi –pemimpin Al-Nahda di Tunisia, dia ada di sana. Dan contoh, model,
untuk Ikhwanul Muslimin Tunisia adalah Turki, dan Turki adalah sebuah negara
yang berusaha untuk membangun kembali kekhalifahan Islam,” terangnya.
“Jangan
lupa, Sekretaris Jenderal Organisasi Kerjasama Islam (OKI) adalah orang Turki.
Jadi, dalam periode ini kita juga memiliki kebangkitan kembali posisi Turki
sebagai pemimpin dunia Islam pasca revolusioner.”
Partai
Erdogan, menurut Columbo, terkait dengan Ikhwanul Muslimin juga. Jadi, ia
menilai, Ennahda dan AKP Turki hanyalah “kamuflase” atau nuansa yang berbeda
dari Ikhwanul Muslimin asli. “Tetapi tujuan akhir mereka, tujuan akhir mereka adalah
sama -yaitu negara Islam bersatu,” pungkanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar