Maka, Khalifah ‘Umar
memanggil para sahabat dan dewan penasehat untuk menentukan satu sistem
penanggalan yang akan diberlakukan secara menyeluruh di semua wilayah kekuasaan
Islam.
Sistem penanggalan
yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas di dalam Al Qur’an, yaitu sistem
kalender bulan (qamariyah). Nama-nama bulan yang dipakai adalah nama-nama bulan
yang memang berlaku di kalangan kaum Quraisy di masa kenabian. Namun ketetapan
Allah menghapus adanya praktek interkalasi (Nasi’). Praktek Nasi’ memungkinkan
kaum Quraisy menambahkan bulan ke-13 atau lebih tepatnya memperpanjang satu
bulan tertentu selama 2 bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan
qamariyah tersebut selaras dengan perputaran musim atau matahari. Karena itu
pula, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah tersebut beberapa di
antaranya menunjukkan kondisi musim. Misalnya, Rabi’ul Awwal artinya musim semi
yang pertama. Ramadhan artinya musim panas.
Praktek Nasi’ ini
juga dilakukan atau disalahgunakan oleh kaum Quraisy agar memperoleh keuntungan
dengan datangnya jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun di mana mereka
bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar. Praktek ini juga
berdampak pada ketidakjelasan masa bulan-bulan Haram.
Pada tahun ke-10
setelah peristiwa hijrah, Allah menurunkan ayat yang melarang praktek Nasi’
ini:
“Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram…” [At
Taubah (9): 38]
“Sesungguhnya
mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan
orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya
pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat
mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka
menghalalkan apa yang diharamkan Allah… ” [At Taubah (9): 39]
Dalam satu tahun ada
12 bulan:
1. Muharram
2. Shafar
3. Rabi’ul Awal
4. Rabi’ul Akhir
5. Jumadil Awal
6. Jumadil Akhir
7. Rajab
8. Sya’ban
9. Ramadhan
10. Syawal
11. Dzulqa’idah
12. Dzulhijjah
Sedangkan 4 bulan
Haram, di mana peperangan atau pertumpahan darah dilarang, adalah: Dzulqa’idah,
Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Peristiwa Hijrah
sebagai Tonggak Kalender Islam
Masalah selanjutnya
adalah menentukan awal penghitungan Kalender Islam ini. Apakah akan memakai
tahun kelahiran Nabi Muhammad seperti orang Nasrani? Apakah saat kematian
beliau? Ataukah saat Nabi diangkat menjadi Rasul atau turunnya Al Qur’an?
Ataukah saat kemenangan kaum Muslimin dalam peperangan?
Ternyata pilihan
majelis Khalifah ‘Umar tersebut adalah tahun di mana terjadi peristiwa Hijrah.
Karena itulah, kalender Islam ini biasa dikenal juga sebagai kalender Hijriyah.
Kalender tersebut dimulai pada 1 Muharram tahun peristiwa Hijrah atau
bertepatan dengan 16 Juli 662 M. Peristiwa hijrah Nabi sendiri berlangsung pada
bulan Rabi’ul Awal 1 H atau September 622 M.
Pemilihan peristiwa
Hijrah ini sebagai tonggak awal penanggalan Islam memiliki makna yang amat
dalam. Seolah-olah para sahabat yang menentukan pembentukan kalender Islam
tersebut memperoleh petunjuk langsung dari Allah. Seperti Nadwi yang
berkomentar:
“Ia (kalender Islam)
dimulai dengan Hijrah, atau pengorbanan demi kebenaran dan keberlangsungan
Risalah. Ia adalah ilham ilahiyah. Allah ingin mengajarkan manusia bahwa
peperangan antara kebenaran dan kebatilan akan berlangsung terus. Kalender
islam mengingatkan kaum muslimin setiap tahun bukan kepada kejayaan dan
kebesaran islam namun kepada pengorbanan (Nabi dan sahabatnya) dan mengingatkan
mereka agar melakukan hal yang sama.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar