Falyaqul
Khairan au lisyashmut ...
Berkatalah
yang baik atau diam.
Begitulah baginda Nabi Saw.
mewanti-wanti kepada ummatnya agar senantiasa membiasan diri untuk bertutur
kata dengan baik, bertutur kata dengan sopan dan tidak menyinggung perasaan.
Jika diam adalah emas, maka perkataan yang baik adalah mutiara yang tak
ternilai harganya. Perkataan yang baik akan berimplikasi pada perbuatan yang
baik, dan perbuatan yang baiklah yang akan mengubah perjalanan hidup kita
menuju saling mencintai secara tulus dan penghormatan tanpa pamrih.
Manusia diberikan hak untuk berbicara, dan manusia
dibekali akal untuk berfikir. Artinya, hendaklah kita gunakan karunia akal
tersebut untuk berfikir dengan baik, sebab apa yang terucap tentunya akan
berbeda akibatnya jika tanpa pemikiran yang dalam. Maka tak salah jika sering
ada yang mengungkapkan berfikirlah sebelum bertindak, dan perkataan adalah
salahsatu bentuk tindakan.
Seorang ustadz pernah berkata suatu ketika saya mengikuti
pengajian, “janganlah antum mempublikasikan
kebodohan antum di ruang publik” kenapa sang ustadz berkata demikian, hal
ini beliau ungkapkan karena banyak sekali orang-orang yang dengan sangat bangga
meng-update status pada akun-akun jejaring social yang tak karuan, yang tak
punya nilai dan makna bahkan berakibat pada buruknya tatanan kehidupan.
Ungkapan-ungkapan yang tak patut di ranah public disampaikan secara normal dan
dianggap biasa-biasa saja, hal ini bagi saya sangat memprihatinkan. Dan yang
lebih miris lagi diantara status-status tersebut adalah dari kalangan remaja
dan pemuda.
Memang, saya tak berhak menjustifikasi tentang
perkataan-perkatan mereka. Hanya saja saya sangat khawatir jika ini tetap
dibiarkan. Setiap orang memiliki haknya masing-masing untuk mengungkapkan
perasaan, tapi alangkah lebih baiknya jika kita mengungkapkannya dengan bijak.
Bukan bahasa puitis yang saya maksud, namun dengan kalimat sederhana akan lebih
baik jika dibaca oleh setiap orang.
Kita
adalah apa yang kita makan
Orang yang memakai baju putih dan bersih akan sangat
berhati-hati ketika ia berjalan, melangkah, duduk dan bersama dengan orang
lain, sikap kehati-hatiannya tersebut adalah agar baju yang ia kenakan tidak
ternoda. Adalah sama jika seseorang yang terbiasa berkata dengan baik, ia akan
sangat berhati-hati saat berucap, ia akan mawas diri ketika bergaul dan ia akan
sangat menghindari dari pekataan keji dan kotor karena ia sadar bahwa perkataan
tidak baik akan menodai diri dan hatinya.
Well, tidak salah jika ada ungkapan ‘kita adalah apa yang kita makan’. Karena apapun yang kita konsumsi
akan melahirkan akibat pada apa yang kita keluarkan. bukankah padi akan tumbuh
jika kita menanam padi dan bukan tomat, akan sangat tidak rasional jika kita
menanam padi yang tumbuh adalah tomat. Lalu, apa hubungannya dengan perkatan
yang kita sampaikan ? contoh kecila adalah jika seseorang yang hobi nonton
sinetron, maka gaya bahasa yang diucapkannya akan terpengaruhi oleh sinetron
yang ia tonton dan tentu saja orang yang suka mengikuti acara-acara dialog
imiah akan sangat berbeda dari gaya bahasanya. Contoh lain yang lebih sederhana
adalah betapa iklan di Televisi telah banyak mempengaruhi perkataan kita,
disadari atau tidak itulah kenyataannya.
Maka, ketika seseorang menyampaikan pendapat, menyampaikan
ide atau gagasan, melontarkan opini atau mengungkapkan perasaan, maka hal itu
ia dapat dari apa yang ia temukan, dari apa yang ia saksikan dan dari apa yang
ia baca. Jika yang ia baca adalah novel picisan maka ia akan berkata lebay,
jika yang ia baca adalah novel perjuangan maka tentu akan menyulut semangatnya,
jika yang ia saksikan adalah sinetron percintaan dengan gaya hidup mewah maka
ia akan tebawa pada nuansa mabuk cinta yng menyesatkan, namun jika ia menonton
sinema beraroma pendidikan dan kekuatan karakter maka ia akan tercerahkan
akalnya. Mengapa demikian, karena kita adalah apa yang kita makan.
Maka alangkah indahnya jika kita senantiasa membaca do’a
ini:
Éb>§ ÓÍ_ù=Åz÷r&
@yzôãB 5-ôϹ ÓÍ_ô_Ì÷zr&ur
yltøèC 5-ôϹ @yèô_$#ur
Ík< `ÏB
y7Rà$©! $YZ»sÜù=ß #ZÅÁ¯R
“Ya Tuhan-ku, masukkanlah
aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang
benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.”
Meskipun banyak diantara
para mufassir yang menafsirkan ayat bahwa ayat tersebut sebagai isyarat untuk
Nabi berhijrah ke Madinah dan adapula yang menafsirkan bahwa ayat tersebut
sebagai do’a ketika kita dimasukan kea lam qubur. Namun saya pernah mendengar dalam
sebuah pengajian bahwa dalam ayat ini mengandung hokum kausalitas atau sebab
akibat, jika kita memasukan sesuatu yang baik, maka kita akan keluar pula
dengan baik, begitupun perkataan jika yang kita konsumsi adalah kebaikan maka
yang dikeluarkan dari mulut kita adalah kata-kata yang baik lagi bermanfaat.
Mulutmu
adalah permata bagimu
Jika dalam sebuah iklan salahsatu operator seluler
mengatakan mulutmu adalah harimaumu, maka bagi kita seharusnya adalah mulutmu
adalah permata bagimu. Kenapa mulut menjadi harimau, karena jika ia mengatakan
keburukan tentu akan dibenci oleh orang lain dan diam adalah pilihan terbaik
daripada kita mengucapkan kata-kata tidak baik, namun sebaliknya jika kita
mengatakan hal yng baik, bertutur kata dengan lembut dan sopan, mengungkapkan
pendapat dengan bijak dan menyampaikan opini atas dasar pemikiran yang
mendalam, maka itulah yang menjadi permata, dan mulutmu adalah permata bagimu.
Pepatah Arab mengatakan ‘Salamatul insan fii hifdzillisan’ (selamatnya manusia adalah dalam
menjaga lisannya), lidah memang tidak bertulang, tapi lidah akan sangat lebih
tajam dari samurai. Baik dan buruk seseorang banyak sekali dinilai dari apa
yang diucapkan lidahnya, bahkan perang dunia terjadi karena sebuah ucapan.
Begitu agung ajaran baginda Nabi Saw. yang diwariskan
untuk ummatnya tercinta, ia sangat memahami berbagai dinamika kehidupan, ia
menginspirasi dalam kemajuan peradaban. Beliau tidak hanya mengajarkan tentang
prinsip-prinsip agama yang hanif, akan tetapi beliau melampaui setiap
dialektika kemajemukan budaya sehingga pantas saja Islam tersebar di berbagai
penjuru dunia.
Wallahu A’lam …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar