‘Dari Kumpulan Orang yang Dibebaskan, Masuk Golongan Para
Pahlawan’
Tatkala
ia jatuh menjadi tawanan Muslimin di perang Badar, Umar bin Khatthab r.a.
mendekati Rasulullah saw. katanya: ”Wahai Rasulullah, biarkan saya cabut
dua buah gigi muka Suheil bin ‘Amar hingga ia tidak dapat berpidato menjelekkan
anda lagi setelah hari ini”
Ujar
Rasulullah saw.: ”Jangan wahai Umar! Saya tak hendak merusak tubuh
seseorang, karena nanti Allah akan merusak tubuhku, walaupun saya ini seorang
Nabi” Kemudian Rasulullah menarik Umar ke dekatnya, lalu katanya: ”Hai
Umar! Mudah-mudahan esok, pendirian Suheil akan berubah menjadi seperti yang
kamu sukai”
Hari-hari
pun berlalu, hari berganti hari dan nubuwat Rasulullah muncul menjadi kenyataan
. . . .
Dan Suheil bin ‘Amar seorang ahli pidato Quraisy yang terbesar, beralih
menjadi seorang ahli pidato ulung di antara ahli-ahli pidato Islam, serta dari
seorang musyrik yang fanatik berbalik menjadi seorang Mu’min yang taat, yang
kedua matanya tak pernah kering dari menangis disebabkan takutnya kepada Allah.
Dan salah seorang pemuka Quraisy serta panglima tentaranya berganti haluan
menjadi prajurit yang tangguh di jalan Islam, seorang prajurit yang telah
berjanji terhadap dirinya akan selalu ikut berjihad dan berperang, sampai ia
mati dalam peperangan itu, dengan harapan Allah akan mengampuni dosa-dosa yang
telah diperbuatnya.
Nah,
siapakah dia orang musyrik berkepala batu yang kemudian menjadi seorang Muslim
yang bertaqwa dan menemui syahidnya itu ? Itulah dia Suheil bin ‘Amar. Salah
seorang pemimpin Quraisy yang terkemuka dan cerdik pandainya yang dapat
dibanggakan. Dan dialah yang diutus oleh kaum Quraisy untuk meyakinkan
Nabi agar membatalkan rencananya memasuki Mekah waktu periatiwa Hudaibiyah.
Di
akhir tahun keenam Hijrah, Rasulullah saw. bersama para shahabatnya pergi ke
Mekah dengan tujuan berziarah ke Baitullah dan melakukan ‘umrah jadi
bukan dengan maksud hendak berperang, tanpa mengadakan persiapan untuk peperangan.
Keberangkatan
mereka ini segera diketahui oleh Quraisy, hingga mereka pergi menghadang mereka
hendak menghalangi Muslimin mencapai tujuan mereka. Suasana pun menjadi tegang
dan hati Kaum Muslimin berdebar-debar. Rasulullah berkata kepada para
shahabatnya: — “Jika pada waktu ini Quraisy mengajak kita untuk mengambil
langkah ke arah dihubungkannya tali silaturahmi, pastilah kukabulkan … !”
Quraisy
pun mengirim utusan demi utusan kepada Nabi saw. Semua mereka diberinya
keterangan bahwa kedatangannya bukanlah untuk berperang, tetapi hanyalah untuk
mengunjungi Baitullah al-Haram dan menjunjung tinggi upacara-upacara
kebesarannya.
Dan
setiap utusan itu kembali, Quraisy mengirim lagi utusan yang lebih bijak dan
lebih diaegani, hingga sampai kepada ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi, seorang
yang lebih tepat untuk diaerahi tugas seperti ini. Menutut anggapan Quraisy ia
akan mampu meyakinkan Rasulullah untuk kembali pulang.
Tetapi
tak lama antaranya ‘Urwah telah berada di hadapan mereka, katanya:
“Hai
manalah rekan-rekanku kaum Quraisy. Saya sudah pernah berkunjung kepada Kaisar,
kepada Kisra dan kepada Negus di iatana mereka masing-masing. Dan sungguh demi
Allah, tak seorang raja pun saya lihat yang dihormati oleh rakyatnya, seperti
halnya Muhammad oleh Para shahabatnya. Dan sungguh, sekelilingnya saya dapati
suatu kaum yang sekali-kali takkan rela membiarkannya dapat cedera. Nah, pertimbangkanlah
apa yang hendak tuan lakukan masak-masak”
Saat
itu orang-orang Quraisy pun merasa yakin bahwa usaha-usaha mereka tak ada
faedahnya, hingga mereka memutuskan untuk menempuh jalan berunding dan
perdamaian. Dan untuk melaksanakan tugas ini mereka pilihlah pemimpin mereka
yang lebih tepat, tiada lain dari Suheil bin ‘Amar.
Kaum
Muslimin melihat Suheil datang dan mengenal siapa dia. Maka maklumlah mereka
bahwa orang-orang Quraisy akhirnya berusaha untuk berdamai dan mencapai Saling
pengertian, dengan alasan bahwa yang mereka utus itu ialah Suheil bin ‘Amar.
Suheil
duduk berhadapan muka dengan Rasulullah, dan terjadilah perundingan yang
berlangsung lama di antara mereka, yang berakhir dengan tercapainya perdamaian.
Dalam perundingan ini Suheil berusaha hendak mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya
bagi Quraisy. Didukung Pula oleh toleransi luhur dan mulia dari Nabi saw. yang
mendasari berhasilnya perdamaian tersebut.
Dalam
pada itu waktu berjalan terus, hingga tibalah tahun ke delapan Hijriyah. dan
Rasulullah bersama Kaum Muslimin berangkat untuk membebaskan Mekah, yaitu
setelah Quraisy melanggar perjanjian dan ikrar mereka dengan Nabi saw. serta
orang-orang Muhajirin pun kembalilah ke kampung halaman mereka setelah mereka
dulu diusir daripadanya dengan paksa. Bersama mereka ikut Pula orang-orang
Anshar, yakni yang telah membawa mereka berlindung di kota mereka, serta
mengutamakan mereka dari diri mereka sendiri. Kembalilah Pula Islam secara
keseluruhannya, mengibarkan panji-panji kemenangannya di angkasa luas. Dan kota
Mekah pun membukakan semua pintunya. Sementara orang-orang musyrik terlena
dalam kebingungannya.
Nah,
menurut perkiraan anda, apakah nasib yang akan ditemui sekarang ini oleh
orang-orang itu, yakni orang-orang yang telah menyalah-gunakan kekuatan mereka
selama ini terhadap Kaum Muslimin, berupa siksaan, pembakaran, pengucilan dan
pembunuhan ?
Rupanya
Rasulullah yang amat pengasih itu tak hendak membiarkan mereka meringkuk
demikian lama di bawah tekanan perasaan yang amat pahit dan getir ini. Dengan
dada yang lapang dan sikap yang lunak dan lembut, dihadapkan wajahnya kepada
mereka sambil berkata, sementara getaran dan irama suaranya yang bagai menyiramkan
air kasih sayang berkumandang di telinga mereka:
“Wahai
segenap kaum Quraisy. Apakah menurut sangkaan kalian, yang
akan aku lakukan terhadap kalian?”
Mendengar
itu tampillah musuh Islam kemarin Suheil bin ‘Amar memberikan jawaban:
“Sangka yang baik. Anda adalah saudara kami yang mulia, dan putera saudara kami yang mulia”
“Sangka yang baik. Anda adalah saudara kami yang mulia, dan putera saudara kami yang mulia”
Sebuah
senyuman yang bagaikan cahaya, tersungging di kedua bibir Rasulullah kekasih
Allah itu, lalu serunya: “Pergilah
kalian … ! Semua kalian bebas . . . ! “
Ucapan
yang keluar dari mulut Rasulullah yang baru saja memperoleh kemenangan ini
tidaklah akan diterima begitu saja oleh orang yang masih mempunyai perasaan,
kecuali dengan hati yang telah menjadi peleburan dan perpaduan antara rasa
malu, ketundukan dan penyesalan.
Pada
saat itu juga, suasana yang penuh dengan keagungan dan kebesaran ini telah
membangkitkan semua kesadaran Suheil bin ‘Amar, menyebabkannya menyerahkan
dirinya kepada Allah Robbul ‘Alamin. Dan keislamannya itu, bukanlah keislaman
seorang laki-laki yang menderita kekalahan lalu menyerahkan dirinya kepada
taqdir saat itu juga. Tetapi sebagaimana akan ternyata di belakang
nanti — adalah keislaman seseorang yang terpikat dan terpesona oleh kebesaran
Nabi Muhammad saw. dan kebesaran Agama yang diikuti ajaran-ajarannya oleh Nabi
Muhammad, dan yang dipikulnya bendera dan panji-panjinya dengan rasa cinta yang
tidak terbada.
Orang-orang
yang masuk Islam di hari pembebasan kota Mekah itu disebut “thulaqa’” artinya
orang-orang yang dibebaskan dari segala hukum yang berlaku bagi orang yang
kalah perang, karena mereka mendapat amnesti dan ampunan dari Rasulullah
itulah, dengan kesadaran sendiri berpindah aqidah dari kemusyrikan ke Agama
tauhid,yakni ketika beliau bersabda: ”Pergilah tuan-tuan.
Tuan-tuan semua bebas”
Tetapi
dari segolongan orang-orang yang dibebaskan ini karena ketulusan hati mereka,
kebulatan tekad dan pengurbanan yang tinggi serta ibadat dengan hati yang suci
mengantarkan mereka kepada barisan pertama dari shahabat-shahabat Nabi yang
budiman. Maka di antara mereka itu terdapatlah Suheil bin ‘Amar.
Agama
Islam telah menempa dirinya secara baru. Dicetaknya semua bakat dan
kecenderungannya dengan menambahkan yang lainnya, lalu semua itu dipacunya
untuk menegakkan kebenaran, kebaikan dan keimanan. Orang-orang melukiskan
sifatnya dalam beberapa kalimat: “Pemaaf, pemurah, banyak shalat, shaum dan
bersedekah, serta membaca al-Quran dan menangis disebabkan takut kepada Allah”
Demikianlah
kebesaran Suheil! Walaupun ia menganut Islam di hari pembebasan dan bukan
sebelumnya, tetapi kita lihat dalam keislaman dan keimanannya itu ia mencapai
kebenaran tertinggi, sedemikian tinggi hingga dapat menguasai keseluruhan
dirinya dan merubahnya menjadi seorang ‘abid dan zahid, dan seorang mujahid
yang mati-matian berqurban di jalan Allah.
Dan
tatkala Rasulullah berpulang ke Rafiqul Ala, demi berita itu sampai ke Mekah
waktu itu Suheil sedang bermukim di sana , Kaum Muslimin yang berada di
sana menjadi resah dan gelisah serta ditimpa kebingungan, seperti halnya
saudarasaudara mereka di Madinah.
Maka
seandainya kebingungan kota Madinah dapat dilenyapkan ketika itu juga oleh Abu
Bakar r.a. dengan kalimat-kalimatnya yang tegas:
“Barang
siapa yang mengabdi kepada Nabi Muhammad maka sesungguhnya Nabi Muhammad telah
wafat! Dan barang siapa yang mengabdi kepada Allah, maka sesungguhnya Allah
tetap hidup dan takkan mati untuk selama-lamanya”
Kita
akan sama kagum dan terpesona melihat bahwa Suheil r.a., dialah yang tampil di
Mekah, dan melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Abu Bakar di Madinah.
Dikumpulkannya
seluruh penduduk, lalu berdiri memukau mereka dengan kalimat-kalimatnya yang
mantap, memaparkan bahwa Muhammad itu benar-benar Rasul Allah dan bahwa ia
tidak wafat sebelum menyampaikan amanat dan melaksanakan tugas risalat. Dan
sekarang menjadi kewajiban bagi orang-orang Mu’min untuk meneruskan perjalanan
menempuh jalan yang telah digariskannya.
Maka
dengan langkah dan tindakan yang diambil oleh Suheil ini, serta dengan
ucapannya yang tepat dan keimanannya yang kuat, terhindariah fitnah yang hampir
saja menumbangkan keimanan sebagian manusia di Mekah ketika mendengar wafatnya
Rasulullah.
Dan
pada hari itu pula, lebih dari saat-saat lainnya, terpampanglah secara
gemilang kebenaran dari nubuwat Rasulullah saw IBukankah telah dikatakannya
kepada Umar ketika ia meminta idzin untuk mencabut dua buah gigi muka dari
Suheil sewaktu tertawannya di perang Badar:
“Jangan,
karena mungkin pada suatu ketika kamu akan menyenanginya”
Nah,
pada hari inilah dan ketika sampai ke telinga Kaum Muslimin di Madinah tindakan
yang diambil Suheil di Mekah serta pidatonya yang mengagumkan yang mengukuhkan
keimanan dalam hati, teringatlah Umar bin Khatthab akan Ramalan Rasulullah.
Lama sekali ia tertawa, karena tibalah hari yang dijanjikan itu, di saat Islam
memperoleh man’faat dari dua buah gigi Suheil yang sedianya akan dicabut dan
dirontokkannya.
Di
saat Suheil masuk Islam di hari dibebaskannya kota Mekah. Dan setelah ia
merasakan manisnva iman, la berjanji terhadap dirinya yang maksudnya dapat
disimpulkan pada kalimat-kalimat berikut ini: ”Demi Allah, suatu suasana
yang saya alami bersama orang-orang musyrik, pasti akan saya alami pula seperti
itu bersama Kaum Muslimin! Dan setiap nafkah yang saya belanjakan bersama
orang-orang musyrik, pasti akan saya belanjakan pula seperti itu bersama Kaum
Muslimin! Semoga perbuatan-perbuatan saya belakangan ini akan dapat
mengimbangi perbuatan-perbuatan saya terdahulu”
Dahulu
dengan tekun ia berdiri di depan berhala-berhala. Maka sekarang la akan berbuat
lebih dari itu berdiri di hadapan Allah Yang Mafia Esa bersama orang-orang
Mu’min. Itulah sebabnya ia terus shalat dan shalat, tekun shaum dan shaum. Segala
macam ibadat yang dapat mensucikan jiwa dan mendekatkan dirinya kepada Allah
Ta’ala, pasti dilakukannya sebanyak-banyaknya.
Demikian
pula di masa silam, ia berdiri di arena peperangan bersama orang-orang musyrik
menghadapi Islam! Maka sekarang ia harus tampil di barisan tentara Islam
sebagai prajurit yang gagah berani, untuk memadamkan bersama para pendekar
kebenaran, perapian Nubhar yang disembah oleh orang-orang Persi, dan mereka
bakar di dalamnya saji-sajian rakyat yang mereka perbudak, serta melenyapkan
pula bersama para pendekar kebenaran itu kegelapan bangsa Romawi dan kedhaliman
mereka, dan menyebarkan kalimat tauhid dan taqwa ke pelosok-pelosok dunia.
Maka
pergilah ia ke Syria bersama tentara Islam untuk turut mengambil bagian dalam
peperangan-peperangan di sana. Tidak ketinggalan pada pertempuran Yarmuk, saat
Kaum Muslimin menerjuni pertarungan yang terdahsyat dan paling sengit yang
pernah mereka alami.
Hatinya
bagaikan terbang kegirangan karena mendapatkan kesempatan yang amat baik ini,
guna menebus kemusyrikan dan kesalahan-kesalahannya di masa jahiliyah dengan
jiwa raganya.
Suheil
amat mencintai kampung halamannya Mekah, sampai lupa cinta yang dapat
mengurbankan dirinya. Walaupun demikian, ia tak hendak kembali ke sana setelah
kemenangan Kaum Muslimin di Syria, katanya “Saya dengar Rasulullah saw.
bersabda:
“Ketekunan
seseorang pada sesuatu saat dalain perjuangan di jalan Allah, lebih
baik baginya daripada awal sepanjang hidupnya … ! ” Hadits.
Maka
sungguh saya akan berjuang di jalan Allah sampai mati, dan takkan kembali ke
Mekah”
Suheil
memenuhi janjinya ini. Dan tetaplah ia berjuang di medan perang sepanjang hayatnya,
hingga tiba saat keberangkatannya. Maka ketika ia pergi segeralah ruhnya
terbang mendapatkan rahmat dan keridlaan Allah. sedang pintunya ialah kebenaran. Maka apabila dinding itu telah dirobohkan, dan
pintunya didobrak orang, Islam pun akan dapat dikalahkan. Islam akan senantiasa
kuat selama pemerintahannya kuat. Kekuatan pemerintah tidak terletak dalam
angkatan perang, atau keperkasaan angkatan kepulisian. Tetapi dalam realita
pelaksana, melaksanakan segala ketentuan dengan jujur dan benar disertai
menegakkan keadilan”
Dan
sekarang dalam kita melepas Umeir dan menghormatinya dengan penuh kebesaran
dan hati yang khusyu’, marilah kita menundukkan kepala dan kening kita:
Bagi
sebaik-baik guru, yaitu Nabi Muhammad.
Bagi
ikutan orang-orang taqwa, yakni Nabi Muhammad
Bagi
pembawa rahmat Allah yang dilimpahkan kepada umat manusia sepanjang hayatnya
Semoga
shalawat dan salam-Nya terlimpah kepadanya. Begitu pun ucapan selamat dan
berkah-Nya. Semoga terlimpah pula salam atas keluarganya yang suci. Begitupun
terlimpah atas para shahabatnya yang terpuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar