‘Pahlawan Hari Saqifah’
Ia
mewarisi akhlaq mulia dari nenek moyangnya turun temurun. Ayahnya Hudlairul
Kata’ib adalah seorang pemimpin Aus dan termasuk salah seorang bangsawan Arab
di zaman jahiliyah, dan
salah seorang hulubalang mereka yang perkasa, seorang
penyair pernah berpantun mengenai ayahnya ini:
“Andainya
maut mau menghindar dari orang perkasa niscaya ia akan membiarkan Hudlair
ketika ini menutupkan pintunya Ia
hanya akan berkeliling, sampai malam datang menjelma Lalu mengambil tempat
duduk dan berdendang dengan asyiknya”.
Usaid
mewarisi ketinggian martabat ayahnya; ia adalah salah seorang pemimpin Madinah
dan bangsawan Arab dan pemanah
pilihan yang tak banyak jumlahnya. Sewaktu Islam telah memilih dirinya dan ia
ditunjuki ke jalan yang mulia lagi terpuji
bertambah memuncaklah kemuliaannya, dan bertambah tinggi martabatnya, yakni di
kala ia mengambil kedudukan menjadi salah seorang pelopor penganut Agama Islam
dan pembela Allah serta
pembela Rasul-Nya.
Sewaktu
Rasulullah mengirim Mush’ab bin Umeir ke Madinah untuk mengajari orang-orang
Muslimin Anshar yang telah mengangkat bai’at kepada Nabi untuk membela Islam
di Baitul Aqabah yang pertama, dan untuk menyeru orang-orang lain kepada Agama
Allah, pada waktu itu Usaid bin Hudlair dan Sa’ad bin Muadz,
kedua-duanya adalah pemimpin kaumnya duduk merundingkan tentang perantau
asing yang datang dari Mekah mengenyampingkan agama mereka serta menyeru kepada
Agama baru yang belum mereka kenal.
Di
majlis Mush’ab dan As’ad bin Zurarah ini, Usaid melihat banyak orang yang
dengan penuh minat dan perhatian mendengarkan kalimat-kalimat petunjuk yang
mengajak mereka kepada Allah yang diserukan Mush’ab bin Umeir. Tiba-tiba mereka
dikejutkan oleh kedatangan Usaid yang melampiaskan segala kemarahan dengan
berangnya. Mush’ab lalu berkata: “Sudikah anda duduk mendengarkannya? Bila ada
sesuatu yang menyenangkan anda, anda dapat menerimanya, dan jika anda tidak
menyukainya, kami hentikan apa yang tidak anda sukai itu”
Usaid
adalah seorang yang cemerlang otaknya, tenang hatinya, sehingga digelari oleh
penduduk Madinah dengan al-Kamil, si “sempurna” yakni gelar yang dimiliki
ayahnya dulu. Maka tatkala diperhatikannya Mush’ab mengandalkan hukum logika
dan akal itu, ditancapkannya tombaknya ke tanah, lalu berkata kepada Mush’ab:
”Benar kata anda itu! Nah, cobalah anda kemukakan apa yang ada pada
anda!”
Mush’ab
lalu membacakan ayat-ayat al-Quran dan menjelaskan seruan Agama baru ini, Agama
yang haq, dan Nabi Muhammad saw diperintahkan untuk menyampaikan dan
mengibarkan benderanya. Orang-orang yang menghadiri majlis ini sama mengatakan:
“Demi Allah sebelum mengucapkannya telah terlihat pada wajah Usaid sikap
keislamannya. Kita mengenalnya pada cahaya muka dan sikap lunaknya”
Belum
lagi selesai Mush’ab dengan pembicaraannya, Usaid pun berseru dengan amat
terkesan: “Alangkah baiknya kata-kata ini dan alangkah indahnya.
Apa yang kalian lakukan bila kalian hendak masuk Agama ini’ Jawab Mush’ab:
“Anda
bersihkan badan, pakaian, dan ucapkan syahadat yang haq, kemudian anda shalat”
Sesungguhnya
kepribadian Usaid, benar-benar kepribadian yang lurus, kuat dan murni, begitu
ia mengenal jalannya, ia tidak ragu-ragu lagi maju melangkah menyambutnya
dengan kebulatan hati. Usaid tegak berdiri untuk menerima Agama yang telah
membuka pintu hatinya dan menyinari dasar jiwanya, lalu ia mandi dan
membersihkan diri, kemudian sujud kepada Allah Tuhan semesta alam, menyatakan
keislamannya dan menyampaikan perpisahan kepada masa-masa kemusyrikan dan
jahiliyah.
Kewajiban
Usaid sekarang ini ialah segera kembali kepada Sa’ad bin Mu’adz, untuk
menyampaikan laporan dari tugas yang dibebankan kepadanya semula,
yaitu untuk mengancam Mush’ab bin Umeir dan mengusirnya. Dan iapun kembalilah
kepada Sa’ad. Belum lagi Usaid sampai ke dekat mereka, Sa’ad mengatakan kepada
orang-orang sekelilingnya: “Aku bersumpah, sungguh Usaid telah datang sekarang
ini, tetapi dengan air muka yang berlainan dari sewaktu ia pergi tadi” Benar.
ia pergi dengan muka yang masam berkerut dengan rasa amarah dan permusuhan, dan
kembali dengan wajah yang diliputi rahmat dan nur, sakinah kedamaian.
Usaid
memutuskan akan mempergunakan kecerdikannya. la tahu benar bahwa
Sa’ad bin Mu’adz sama betul dengan dirinya tentang kebersihan jiwa, kekerasan
kemauan, ketenangan berfikir dan ketepatan penilaian. Dan ia mengetahui bahwa
tak akan ada penghalang antaranya dengan Islam sesudah mendengar sendiri apa
yang telah didengarnya tadi tentang kalam Allah, yang begitu baik dibacakan dan
diuraikan kepada mereka oleh utusan Rasulullah, Mush’ab bin Umeir.
Tetapi
seandainya dikatakannya kepada Sa’ad: “Sebenarnya aku telah masuk Islam,
pergilah pula kamu masuk Islam”, niscaya akan mengundang pertentangan yang
menimbulkan akibat yang tidak diharapkan. Kalau begitu, baiklah dibangkitkannya
semangat keberanian Sa’ad sebagai suatu cara untuk mendorongnya pergi ke majlis
Mush’ab sampai ia mendengar dan menyaksikannya sendiri. Maka bagaimana jalan
selanjutnya untuk mencapai ini ?
Sebagaimana
telah kita sebutkan dahulu, Mush’ab menjadi tamu di rumah As’ad bin Zurarah sedang
As’ad bin Zurarah adalah anak bibi dari Sa’ad bin Mu’adz. Maka kata Usaid
kepada Sa’ad: “Sungguh, aku telah mendapat berita bahwa Bani Haritsah telah
berangkat ke rumah As’ad bin Zurarah hendak membunuhnya, padahal mereka tahu
bahwa ia adalah anak bibinya”
Didorong
oleh rasa amarah dan semangat pembelaan, Sa’ad bangkit langsung mengambil
tombaknya dan dengan bergegas pergi ‘ke
tempat As’ad dan Mush’ab yang ketika itu sedang berkumpul bersama Kaum Muslimin
lainnya. Sewaktu ia sampai ke dekat majlis, ia tidak menemukan keributan
ataupun kegaduhan, yang ada malah sakinah atau ketenangan yang meliputi seluruh
jama’ah, sedang di tengah-tengah mereka berada Mush’ab bin Umeir membacakan
ayat-ayat Allah dengan penuh khusyu’, sementara yang lain menyimakkannya dengan
penuh perhatian.
Ketika
itu mengertilah Sa’ad akan siasat yang telah diatur Usaid untuk menjebaknya,
yaitu agar ia datang ke majlis ini dan dapat mendengarkan sendiri pembicaraan
Mush’ab bin Umeir sebagai utusan Islam. Dan tidak salah firasat Usaid mengenai
shahabatnya! Tak lama setelah Sa’ad mendengarkannya, maka dibukakan Allah lah
dadanya untuk menerima Islam, dan secepat kilat iapun telah mengambil
kedudukannya di barisan orang-orang beriman yang mula pertama.
Dalam
hati serta akal Usaid bersinar cahaya iman yang kuat. Keimanan memberinya bekal
sifat hati-hati, penyantun dan penilaian yang tepat yang menjadikannya sebagai
orang kepercayaan.
Dalam
peperangan Bani Musthaliq meledaklah dendam yang terpendam di dada Abdullah bin
Ubai tokoh munafiqin maka katanya kepada orang-orang sekitarnya dari penduduk
Madinah: “Kalian telah menempatkan mereka di negeri kalian, dan kamu berbagi
harta dengan mereka. Ketahuilah, demi Allah, seandainya kalian tak memberikan
lagi apa yang ada di tangan kalian kepada mereka niscaya mereka akan berpindah
ke lain negeri, bukan negeri kalian ini! Ingat demi Allah, kalau nanti kita
kembali ke Madinah, niscaya orang-orang mulia akan mengusir orang-orang yang
hina dari sana”
Seorang
shahabat yang mulia Zaid bin Arqam mendengar kalimat-kalimat, bahkan racun
kemunafikan yang membakar ini. Karenanya menjadi kewajibannya untuk
memberitahukannya kepada Rasulullah saw. Perasaan Rasul sangat tertusuk
kebetulan Usaid menemui kalian, Nabi saw. pun bertanya kepadanya:
Belum
sampaikah kepadamu apa yang diucapkan oleh shahabatmu?
Shahabat
yang mana ya Rasulallah? Ujar Usaid.
Abdullah
bin Ubai.
Ucapan
apa yang anda dengar?
Katanya,
seandainya ia kembali ke Madinah, maka yang mulia akan mengeluarkan yang hina
daripadanya.
Demi
Allah, andalah yang akan mengeluarkannya dari Madinah insya Allah.
Demi Allah dialah yang rendah, dan andalah yang mulia … !
Kemudian
kata Usaid pula: “Ya Rasulallah, kasihanilah dia, demi Allah, ketika Allah
membawa anda kepada kami, kaumnya sedang menyiapkan mahkota untuk ditaruh di
atas kepalanya karena ia akan mereka angkat menjadi raja di kota Madinah; ia
memandang Islam telah merenggut kerajaan itu dari tangannya”
Dengan
daya pikir yang mendalam, sikap yang tenang dan ucapan yang jelas, Usaid
senantiasa berhasil memecahkan persoalan-persoalan dengan analisa-analisanya
yang nyata, tepat dan tajam.
Di
hari Saqifah, tak lama setelah wafatnya Rasulullah saw. Segolongan orang Anshar
yang dikepalai oleh Sa’ad bin Ubadah mengumumkan bahwa mereka lebih berhak
memegang khilafah, sewaktu debat dan tukar fikiran semakin panas, maka
pendirian Usaid sebagaimana kita ketahui ia adalah seorang tokoh Anshar
mempunyai pengaruh besar dalam menjernihkan suasana, dan kalimat-kalimat yang
diucapkannya laksana cahaya fajar di waktu subuh dalam menentukan arah.
Usaid
berdiri mengucapkan pidato yang ditujukan kepada kaumnya dari golongan Anshar,
katanya: ”Tuan-tuan mengetahui bahwa Rasulullah saw. adalah dari
golongan Muhajirin ? Karenanya khalifah juga sewajarnyalah dari golongan
Muhajirin! Dan sesungguhnya kita, adalah pembela Rasulullah. maka kewajiban
kita sekarang untuk membela khalifahnya. Ternyata kata-kata itu menjadi si
tawar dan si dingin.
Usaid
bin Hudlair r.a. hidup sebagai seorang ahli ibadah dan yang taat, yang
mengurbankan jiwa dan hartanya di jalan kebaikan dan menjadikan wasiat
Rasulullah saw. terhadap orang Anshar sebagai pedoman dan sikap hidupnya:
“Shabar
dan tabahlah kalian … sampai kalian menjumpai
aku di telaga surga . . . . “.
Oleh
karena Agama dan akhlaqnya ia dimuliakan dan dicintai Abu Bakar Shiddiq dan
begitu pula la memperoleh kedudukan yang serupa di hati Amirul Mu’minin Umar
dan di hati semua shahabat yang lain.
Mendengar
alunan suaranya bila ia sedang membaca alQuran seolah-olah beroleh harta
rampasan yang sangat digemari oleh para shahabat. Suaranya khusyu’ mempesona
dan menerangi jiwa, hingga menurut Rasulullah saw. Malaikat pernah mendekati
pembacanya di suatu malam khusus untuk mendengarkannya.
Pada
bulan Sya’ban tahun 20 Hijriah, berpulanglah Usaid. Amirul Mu’minin tidak mau
ketinggalan turut serta memikul sendiri jenazahnya di atas bahunya dalam mengantarkan ke makamnya. Di bawah tanah
Baqi’, di sanalah para shahabat menyimpan tubuh seorang Mu’min besar. Mereka
kembali ke kota dengan mengenangkan
jasa-jasanya sambil mengulang ulang sabda Rasul
yang mulia tentang dirinya: “Sebaik-baik laki-laki, Usaid bin Hudlair.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar