BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep
mendasar.[1] Filsafat tidak didalami dengan
melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi
dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak
diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang
sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu
membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri
eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa
penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju
sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin
ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Semenjak
Immanuel Kant yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu
menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat;
maka semenjak itu pula refleksi filsafat mengenai pengetahuan manusia menjadi
menarik perhatian. Dan lahirlah pada abad 18 cabang filsafat yang disebut
sebagai filsafat pengetahuan (theory of
knowledge atau epistemology). Melalui cabang filsafat ini diterangkan
sumber serta tatacara untuk menggunakan sarana dan metode yang sesuai guna
mencapai pengetahuan ilmiah. Diselidiki pula evidensi dan syarat-syarat yang
harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran ilmiah, serta batas batas
validitasnya.
Mula-mula
filsafat berarti sifat seseorang berusaha menjadi bijak, selanjutnya filsafat
mulai menyempit yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk memenuhi
kesenangan intelektual (intelectual curiosity),
juga filsafat pada masa ini ialah menjawab pertanyaan yang tinggi yaitu
pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh sains. Secara terminologi filsafat
banyak diartikan oleh para ahli secara berbeda, perbedaan konotasi filsafat
disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda serta akibat
perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James melihat konotasi filsafat
sebagai kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh sains secara
memuaskan. Russel melihat filsafat pada sifatnya ialah usaha menjawab, objeknya ultimate question.
Phytagoras menunjukkan filsafat sebagai perenungan tentang ketuhanan.
Poedjawijatna (1974: 11) menyatakan filsafat diartikan ingin mencapai pandai,
cinta, pada kebijakan, dan sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari
sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Hasbullah
Bakry (1971: 11) mengatakan filsafat menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia
dan bagiamana sikap manusia itu harus setelah mencapai pengetahuan itu, dan
masih banyak pendapat dari tokoh-tokoh lainnya.
B.
Tujuan
Pembuatan Makalah
1.
Agar
mahasiswa tahu tentang perkembangan filsafat.
2.
Agar para mahasiswa mengetahui tentang macam-macam
aliran dalam filsafat.
3.
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang perkembangan
aliran filsafat serta memamahami aliran-aliran filsafat dalam kehidupan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat
Filsafat secara harfiah berasal kata Philo berarti cinta, Sophos berarti
ilmu atau hikmah, jadi filsafat secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau
hikmah. Pengertian dari teori lain menyatakan kata Arab falsafah dari bahasa
Yunani, philosophia: philos berarti
cinta (loving), Sophia berarti
pengetahuan atau hikmah (wisdom),
jadi Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran.
Pelaku filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat
dapat dikatakan sebagai pelaku aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Ariestoteles (filosof Yunani kuno)
mengatakan filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang disamakan
dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat
mengalami perkembangan sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern
(Herbert) filsafat berarti suatu pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi
atas 3 bagian: logika, metafisika dan estetika (termasuk di dalamnya etika).
Filsafat menempatkan pengetahuan sebagai sasaran, maka dengan demikian
pengetahuan tidak terlepas dari pendidikan. Jadi, filsafat sangat berpengaruh
dalam aktifitas pendidikan seperti manajemen pendidikan, perencanaan
pendidikan, evaluasi pendidikan, dan lain-lain. Karena ada pengaruh tersebut,
maka dalam makalah ini mencoba untuk membahas tentang keterkaitan paradigma
aliran-aliran filsafat tersebut dengan kajian pendidikan khususnya manajemen
pendidikan.
B.
Perkembangan Filsafat
Masyarakat
primitif menganut pemikiran mitosentris yang mengandalkan mitos guna
menjelaskan fenomena alam. Perubahan pola pikir dari mitosentris menjadi
logo-sentris membuat manusia bisa membedakan kondisi riil dan ilusi, sehingga
mampu ke-luar dari mitologi dan memperoleh dasar pengetahuan ilmiah. Ini adalah
titik awal ma-nusia menggunakan rasio untuk meneliti serta mempertanyakan
dirinya dan alam raya. Pertama,
Filsafat kuno dan abad pertengahan Di masa ini, pertanyaan tentang asal usul
alam mulai dijawab dengan pendekat-an rasional, tidak dengan mitos. Subjek
(manusia) mulai mengambil jarak dari objek (alam) sehingga kerja logika (akal
pikiran) mulai dominan. Sebelum era Socrates, kaji-an difokuskan pada alam yang
berlandaskan spekulasi metafisik.
Menurut
Heraklitos (535-475 SM), realita di alam selalu berubah, tidak ada yang tetap
(api sebagai simbol perubahan di alam) sementara Parmenides (515-440 SM)
mengatakan bahwa realita di alam merupakan satu kesatuan yang tidak bergerak
sehingga perubahan tidak mungkin terjadi.
Pada
era Socrates, kajian filosofis mulai menjurus pada manusia dan mulai ada
pemikiran bahwa tidak ada kebenaran yang absolut. Beberapa filosof populernya
adalah Socrates (479-399 SM), Plato (427-437 SM) dan Aristotles (384-322 SM).
Socrates mendefinisikan, menganalisis dan mensintesa kebenaran objektif yang
universal melalui metode dialog (dialektika). Satu pertanyaan dijawab dengan
satu jawaban.
Plato
mengembangkan konsep dualisme (adanya
bentuk dan persepsi). Ide yang ditangkap oleh pikiran (persepsi) lebih nyata
dari objek material (bentuk) yang dilihat indra. Sifat persepsi tidak tetap dan
bisa berubah, sementara bentuk adalah sesuatu yang tetap. Aristotles menyatakan
bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Filsuf ini juga
memperkenalkan silogisme, yaitu penggunaan logika berdasarkan analisis bahasa
guna menarik kesimpulan. Silogisme memiliki dua premis mayor dan satu
ke-simpulan sehingga, suatu pernyataan benar harus sesuai dengan minimal dua
pernyataan pendukung. Logika ini disebut juga dengan logika deduktif yang
mengukur valid tidak-nya sebuah pemikiran.
Pada
abad pertengahan (abad 12–13 SM) mulai dilakukan analisis rasional terha-dap
sifat-sifat alam dan Allah, analisis suatu kejadian/materi, bentuk,
ketidaknampakan, logika dan bahasa. Salah satu filsufnya adalah Thomas Aquinas
(1225-1274). Kedua, Filsafat modern
(abad 15 sampai dengan sekarang) Berkembang beberapa paham yang menguatkan
kedudukan humanisme sebagai dasar dalam perkembangan hidup manusia dan pengetahuan.
Paham rasionalisme menyatakan bahwa akal merupakan alat terpenting untuk
memperoleh dan menguji pengetahuan.
C.
Faham dan Aliran
Filsafat
1.
Utilitarianisme
Utilitarianisme
berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah,
atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan
terbesar (the greatest happiness theory).
Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy
Bentham dan muridnya, John Stuart Mill.
Utilitarianisme
merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang
berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah
yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya
perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan
menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.
2.
Idealisme
Idealisme
berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi
pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal
yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis,
roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi. Kata
idealisme pun merupakan istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia
filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada
pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros.
Istilah
Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan ideasional
sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20
istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat.
Tokoh-tokoh
lain cukup banyak ; Barkeley, Jonathan Edwards, Howison, Edmund Husserl, Messer
dan sebagainya.
3.
Rasionalisme
Rasionalisme
atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran
haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan
fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama.
Pada
pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang
dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual.
Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme
kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat
pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan
percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental
sama sekali
4.
Pragmatisme
Pragmatisme
adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu
yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau
hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran
objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis
dari pengetahuan kepada individu-individu. Dasar dari pragmatisme adalah logika
pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata
merupakan fakta-fakta individual dan konkret. Dunia ditampilkan apa adanya dan
perbedaan diterima begitu saja.
Representasi
atau penjelmaan realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi
dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi
pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau
direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang
bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat
di dalam sejarah.
5.
Empirisme
Empirisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan
berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah
membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di
Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John
Locke.
6.
Positivisme
Istilah
positivisme sangat berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat dirunut
asalnya ke pemikiran Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat,
positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains.
Penganut paham positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika
ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial
berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.
7.
Materialisme
Kata
materialisme terdiri dari kata materi dan isme. Materi dapat dipahami sebagai
bahan; benda; segala sesuatu yang tampak. Materialisme adalah pandangan hidup
yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam
kebendaan semata-mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi
alam indra. Sementara itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi
disebut sebagai materialis. Orang-orang ini adalah para pengusung paham
(ajaran) materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata
(harta,uang,dsb). Maka materilisme adalah paham yang menyatakan bahwa hal yang
dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri
atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah
satu-satunya substansi. Kemudian, istilah inipun sering digunakan dalam
filsafat.
Filsuf
yang pertama kali memperkenalkan paham ini adalah Epikuros. Ia merupakan salah
satu filsuf terkemuka pada masa filsafat kuno. Selain Epikuros, filsuf lain
yang juga turut mengembangakan aliran filsafat ini adalah Demokritos dan
Lucretius Carus. Pendapat mereka tentang materialisme, dapat kita samakan
dengan materialisme yang berkembang di Prancis pada masa pencerahan. Dua
karangan karya La Mettrie yang cukup terkenal mewakili paham ini adalah L'homme machine (manusia mesin) dan L'homme plante (manusia tumbuhan).
Dalam
waktu yang sama, di tempat lain muncul seorang Baron von Holbach yang
mengemukakan suatu materialisme ateisme. Materialisme ateisme serupa dalam
bentuk dan substansinya, yang tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak. Jiwa
sebetulnya sama dengan fungsi-fungsi otak. Pada Abad 19, muncul filsuf-filsuf
materialisme asal Jerman seperti Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel.
Merekalah yang kemudian meneruskan keberadaan materialisme.
8.
Humanisme
Humanisme
adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan
dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang
berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika
yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan
dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi
kelompok-kelompok etnis tertentu. Humanisme modern dibagi kepada dua aliran.
Humanisme keagamaan/religi dan Humanisme Sekular.
Diantara
tokoh-tokoh Humanisme: Abraham Maslow, Albert Einstein, Bertrand Russell, Carl
Rogers, Cicero, Edward Said, Erasmus, Gene Roddenberry, Hans-Georg Gadamer, Dr.
Henry Morgentaler, Isaac Asimov, Israel Shahak, Jacob Bronowski.
9.
Feminisme
Tokoh
feminisme disebut Feminis adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut
emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria.
Mengenai latar belakang lahirnya gerakan feminisme adalah ketika pada waktu itu setelah Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-laki dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan, baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan. Oleh karena itulah, kedudukan perempuan tidaklah sama dengan laki-laki dihadapan hukum.
Mengenai latar belakang lahirnya gerakan feminisme adalah ketika pada waktu itu setelah Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-laki dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan, baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan. Oleh karena itulah, kedudukan perempuan tidaklah sama dengan laki-laki dihadapan hukum.
Pada
1785 perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di
Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda. Gerakan feminisme berkaitan dengan
Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan
Marquis de Condorcet. Sedangkan mengenai tokoh-tokoh yang terkenal dalam faham
feminisme diantaranya adalah Foucault, Naffine, Derrida (Derridean).
10. Eksistensialisme
Eksistensialisme
adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam
mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui
mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar
bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas
menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme
adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat
Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an
itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan
eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu?
bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu
kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap
kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Dalam
studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul
Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas,
maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang
paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh
mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah
eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi
eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia,
maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
Namun, menjadi
eksistensialis, bukan melulu harus menjadi “seorang
yang lain daripada yang lain”, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan
sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang
unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat
sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya
dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau
kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur,
pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah,
apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat adalah hasil pemikiran ahli-ahli
filsafat atau filosof-filosof sepanjang zaman diseluruh dunia. Sejarah
pemikiran filsafat yang amat panjang dibandingkan dengan sejarah ilmu
pengetahuan, telah memperkaya khazanah (perbendaharaan) ilmu filsafat. Sebagai
ilmu tersendiri filsafat tidak saja telah menarik minat dan perhatian para
pemikir, tetapi bahkan filsafat telah amat banyak mempengaruhi perkembangan
keseluruh budaya umat manusia. Filsafat telah mempengaruhi sistem politik,
sistem sosial, sistem ideologi semua bangsa-bangsa-bangsa. Juga filsafat mempengaruhi
sistem ilmu pengetahuan itu sendiri, yang tersimpul di dalam filsafat ilmu
pengetahuan tertentu seperti filsafat huku, filsafat ekonomi, filsafat ilmu
kedoteran, filsafat pendidikan dan sebagainya. Akhirnya yang pokok dari semua
iatu, filsfat telah mempengaruhi sikap hidup, cara berpikir, kepercayaan atau
ideologinya. Filsafat telah mewarisi subyek atau pribadi sedemikian kuat,
sehingga tiap orang menjadi penganut suatu faham filsafat baik sadar maupun
tidak, langsung ataupun tidak langsung.
Ajaran filsafat pada dasarnya adalah hasil
pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat tentang sesuatu secara
fundamental. Perbedaan-perbedaan cara dalam meng-approach suatu masalah akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang
berbeda-beda tentang masalah yang sama. Perbedaan-perbedaan itu dapat juga
disebabkan latar belakang pribadi para ahli tersebut, di samping pengaruh
zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat. Kenyataan-kenyataan
itu melatar belakangi perbedaan-perbedaan tiap-tiap pokok suatu ajaran
filsafat. Dan oleh penelitian para ahli kemudian, ajaran filsafat tersebut
disusun dalam satu sistematika dengan kategori tertentu. Klasifikasi inilah
yang melahirkan apa yang kita kenal sebagai suatu aliran (sistem) suatu ajaran
filsafat. Suatu ajaran filsafat dapat pula sebagai produk suatu zaman, produk
suatu cultural and social matrix.
Dengan demikian suatu ajaran filsafat dapat merupakan reaksi dan aksi atas
sesuatu realita di dalam kehidupan manusia. Filsafat dapat berbentuk cita-cita,
idealisme yang secara radikal berhasrat meninggalkan suatu pola kehidupan
tertentu.
Terkhusus pada bidang filsafat awal
mula timbulnya berasal dari rasa ingin tahu kemudian terbentuklah mitos yang
mempercayai keberadaan sifat gaib yaitu roh-roh di balik alam jagat raya ini,
dan ini dipercayai oleh orang dahulu sebagai suatu kebenaran. Selanjutnya rasa
kritis pun mulai menderai orang-orang atas kebenaran mitos itu rasa sangsi pun
muncul, lalu ingin kepastian, timbulnya pertanyaan dan rasa-rasa tersebut adalah
dasar timbulnya filsafat.
Berdasarkan kenyataan sejarah, filsafat bukanlah
semata-mata hasil perenungan, hasil pemikiran kreatif yang terlepas daripada
pra kondisi yang menantang. Paling sedikit, ide-ide filosofis adalah jawaban
terhadap problem yang menentang pikiran manusia, jawaban atas ketidak tahuan,
atau verifikasi tentang sesuatu. Filsafat juga merupakan usaha meneuhi
dorongan-dorongan rasional manusiawi demi kepuasan rohaniah, untuk kemantangan
pribadi, untuk integritas.
Wallahu A’lam Bisshawab ...
Gie,
The Liang. Pengantar Filsafat Ilmu. Cet VIII. Yogyakarta; Liberty. 2010.
Solihin,
M.2007.Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern.Bandung :
Pustaka Setia
Siswanto,
Joko. Sistem-sistem Metafisika Dunia Barat: Dari Aristoteles sampai Derrida.
Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 1998.
Surajiyo.2008.Ilmu
Filsafat. Jakarta PT Bumi Aksara
Tafsir, Prof. Dr.
Ahmad.2001.Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra. Bandung : PT
Remaja Rordakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar