Sahabat
adalah seseorang yang erat dan melekat dihati kita, jika saudara tumbuh di
rahim ibu kita, namun sahabat tumbuh di hati kita. Mungkin tak akan pernah
habis ketika kita akan menceritakan tentang indahnya arti persahabatan, karena
setiap orang bebas menafsirkan makna persahabatan sesuai dengan selera,
pengalaman atau apa yang pernah dirasakan. Tapi, semua bermula pada satu hal,
yaitu persahabatan.
Saya
tak tahu, kenapa sahabat sejati saya adalah seorang perempuan yang sekaligus
menjadi saingan dalam prestasi dikelas, juga sebagai patner organisasi. Namun,
yang saya mengerti darinya adalah bahwa dia mengajarkan saya ketulusana untuk
menyayangi, ketulusan untuk member dan ketulusan memaafkan ketika melakukan kesalahan.
Dan semua itu memang terjadi, dan sungguh luar biasa apa yang saya alami.
Persahabatan
yang kami jalin memang unik, persahabatan yang dimulai dari konflik anak muda
SMA menjadi ikatan kuat yang masih melekat hingga saat ini. Masalah kecil
sebenarnya, namun anehnya saya merasa sangat bersalah dan saya langsung dating
ke rumahnya untuk meminta maaf. Dan yang paling aneh lagi bagi saya bahwa hal
ini saya lakukan untuk pertama kalinya dalam hidup, dimana saya meminta maaf
secara langsung ke rumah seseorang yang baru saya kenal dan baru menjadi teman
di kelas.
Namanya
NURHAYATI. Seorang perempuan cerdas
yang lahir 25 tahun lalu, tepatnya tanggal 9 Oktober 1986. Dan menjadi
salahseorang yang mampu menginspirasiku untuk berbuat sesuatu dengan
memandangnya dari sudut positif, penuh dengan semangat dan motivasi. Ya, ia
ahli dalam hal itu. Dia selalu meyakinkan saya ketika dirundung keraguan,
menguatkan saya dalam masalah yang melingkari dan dia rela diganggu untuk
sekedar mengobrol ringan dengan saya.
Pernah
suatu ketika saya dan dia pulang dari sekolah nyeker alias tanpa menggunakan sepatu. Hal ini sebenarnya karena
ulah saya setelah pulang sekolah yang menyembunyikan sepatu sebelah kanannya di
tas seorang teman lain, dan ternyata sebelum kami pulang tas tersebut sudah
tidak ada ditempatnya, berarti pemilik tas itu sudah membawa pulang. Saya
tersenyum kepadanya kemudian berkata “Nde,
sepatu yang sebelah lagi udah pulang duluan …”. Akhirnya, karena sepatu Nde
tinggal sebelah dan ga mungkin dipake cumin sebelah ya pulangnya tanpa
menggunakan sepatu, so untuk menemaninya pulang saya pun enggan menggunakan
sepatu. Jadilah pulang sekolah itu kami menjadi perhatian banyak teman karena
kami pulang tanpa memakai alas kaki, dan kami hanya tersenyum malu tapi
menyenangkan.
bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar