Masih banyak kah diantara kita yang hampir luntur
semangat dan motivasinya, merasa dalam kebingungan tiada tara, merasa bimbang
atas apa yang harus dilakukan ? kita ingin melakukan sesuatu tapi kita merasa
takut, takut yang diada-adakan oleh diri kita sendiri. Semangat dibutuhkan bagi
yang dirinya merasa lunglai didera ujian, dan motivasi dibutuhkan bagi dirinya
yang merasa telah hampa pada sebuah harapan. Semangat dan motivasi pun
dibutuhkan bagi para pemalas, diantaranya mungkin adalah saya.
Seperti halnya Ponsel, ia bisa bertahan selama energi
yang terdapat dalam baterenya masih ada, setelah itu, ia ‘mati suri’. Ia akan
hidup kembali setelah di charge dalam sekian waktu, semakin lama kita
mengechargenya maka semakin lama pula energi itu akan terisi, namun jika Ponsel
itu di charge dalam waktu yang singkat, maka energi yang diserap pun akan
singkat dan ketika digunakan pun akan singkat.
Tidak jauh berbeda dengan ponsel, diri kita perlu di
charge, pribadi kita butuh penyegaran, jiwa kita butuh sentuhan yang mampu
mengantarkan kita sesuatu yang baru. Ya, sentuhan motivasi dan semangat itulah
yang harus kita rutinkan. Mencari orang-orang yang mampu menyemangati kitalah
yang mesti didawamkan, dan selalu belajar dari orang-orang yang telah bangkit dari
keterpurukan adalah cara tepat untuk diwiridkan agar kita mampu bangkit kembali
dari keadaan yang kita rasakan belum begitu baik, terseok-seok atau bahkan
memburuk.
Militansi itu ada ketika memiliki semangat. Militansi itu
hadir ketika disisipi motivasi. Layaknya Sang Adam, dengan gigih berlari sang tambatan hati
Ibunda Hawa. Laksana Nuh sang pembuat perahu yang tak kenal henti ketika di
gunjing dengan gelar orang gila, dan laykany Sang Muhammad mulia yang begitu
mencintai ummatnya, mengadu dan menangis dihadapan Allah, rela berdarah dan
tanggal gerahamnya hingga asma Nya berkumandang di penjuru dunia. Lalu, apa
akhir dibalik semua yang mereka alami itu, mereka kembali kepada Sang Pemilik
Jiwa untuk memenuhi undangan-Nya dengan senyum indah. Inilah jiwa-jiwa
militansi yang semestinya menjadi pedoman bagi perindu kejayaan.
Sebuah sumber yang pernah saya baca, dalam rihlah
dakwiyah (perjalanan dalam rangka dakwah) yang dilakukan Imam As-Syahid Hasan
Al Banna selama kurun waktu 9 tahun beliau telah mengunjungi sebanyak 900
kampung, dari setiap kampung tersebut beliau kunjungi sebanyak 3 sampai 9 kali.
Maka dari rihlahnya tersebut, beliau mampu memahami setiap dialek
kampung-kampung di Mesir, beliau hafal sandi para penyamun dan beliau faham
mebaca keadaan alam. Sungguh luar biasa bukan ? dan hingga kini, organisasi
yang dibentuk olehnya, Ikhwanul Muslimin telah tersebar luas ke berbagai
negara, termasuk Indonesia. Dan buah yang paling mengejutkan atas perjuangannya
itu adalah bahwa kelompok ikhwan telah mengambil alih kursi parlemen di Mesir
tahun ini (2012) setelah era rezin Husni Mubarak tumbang.
Mereka tidak banyak berbicara tentang militansi, tetapi
mereka menjadi contoh atas perjuangan yang sarat dengan kerja keras. Waktu yang
terasa singkat untuk kita gunakan diisi dengan semangat amal, dan tempat sejauh
apapun akan dituju bagi pemilik jiwa militansi. Semua serba mungkin, semua
serba bisa dan semua serba jadi bagi para pemikul amanah yang diliputi
militansi.
Jiwa militansi
adalah keniscayaan bagi kita semua yang memimpikan sukses dalam pelukan,
militansi membuka ruang yang lebih luas dari yang semula sempit, membongkar
yang terkunci, melintasi ketidak mungkinan, menjadi obat kaum pesakitan,
menggali yang tersembunyi, meluluh lantakan benteng yang sulit ditaklukan, dan
mampu menggenggam dunia dalam kepal tangan kita.
Jika saja Thomas Alfa Edison berhenti pada percobaannya
yang ke 999, maka kita tidak akan bisa menikmati indahnya hidup dalam limpahan
cahaya. Apakah percobaan yang dilakukannya selam 999 kali tersebut sebuah
kegagal, ia berkata dengan ‘TIDAK’, dia banyak belajar dari setiap percobaan
yang dilakukan dan setiap percobaan yang dilakukannya sebanyak itu telah
terbayar lunas dengan menerangi dunia.
Tak ada waktu lagi untuk menunggu, saatnya berbuat,
saatnya bekerja. Tulisan ini hanyalah sampah jika tidak diterjemahkan kedalah
perbuatan, karena agama ini, Islam, adalah agama perbuatan yang bersumber dari
pemahaman yang dalam.
Tunjukan bahwa kita mampu meriah semua harapan yang telah
dituliskan, bisa mewujudkan setiap mimpi tentang masa depan dan militansi akan
memudahkan jalan kita menuju tempat tertinggi yang kita idamkan itu, cita-cita.
Wallahu A’lam ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar