Judul
Buku : Tarbiyah Dzatiyah
Judul
Asli : At-Tarbiyah
adz-dzatiyah ma’alim wa taujihat
Penulis : Abdullah bin Abdul Aziz
Al-Aidan
Penerjemah : Fadhli Bahri, Lc
Penerbit : An-Nadwah, Jakarta
Tahun : 2002
Ukuran Buku : 96 ha1; 1,5 cm x 17,5
cm
ISBN : 979-3180-06-4
Edisi
Cetakan : Cetakan V, Jumadil
Akhir 1425 H/ Agustus 2004 M
Bab I.
Defenisi Tarbiyah Dzatiyah
Tarbiyah
dzatiyah adalah sejumlah sarana tarbiyah (pembinaan), yang diberikan orang Muslim,
atau Muslimah, kepada dirinya, untuk membentuk kepribadian islami yang sempurna
di seluruh sisinya; ilmiah, iman, akhlak, sosial, dan lain sebagainya, dan naik
tinggi ke tingakatan kesempurnaan sebagai manusia. Atau dengan kata lain, tarbiyah
dzatiyah adalah tarbiyah seseorang terhadap diri sendiri dengan dirinya
sendiri. Dengan defenisi seperti itu, tarbiyah dzatiyah setara dengan tarbiyah
jama’iyah (kolektif) atau forum-forum umum yang dikerjakan seseorang, atau ia
geluti bersama orang lain, atau ia ter-tarbiyah (terbina) di dalamnya bersama
mereka.
Bab II.
Urgensi Tarbiyah Dzatiyah
1.
Menjaga diri mesti didulukan daripada menjaga orang lain
Tarbiyah seorang muslim terhadap
dirinya tidak lain adalah upaya melindunginya dari siksa Allah ta’ala dan
neraka-Nya. “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim : 6)
2.
Jika anda tidak men-tarbiyah (membina) diri anda, maka siapa yang
men-tarbiyah anda?
Siapa yang men-tarbiyah seseorang
saat ia berusia lima belas tahun, atau dua puluh tahun, atau tiga puluh tahun,
atau lebih? Jika ia tidak men-tarbiyah diri sendiri, ia kehilangan waktu-waktu
ketaatan dan moment-moment kebaikan.
3.
Hisab kelak bersifat individual
Hisab pada hari kiamat oleh Allah
ta’ala kepada hamba-hambaNya bersifat individual, bukan bersifat kolektif. “Dan
setiap mereka datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri” (QS.
Maryam : 95)
4.
Tarbiyah dzatiyah itu lebih mampu mengadakan perubahan
Setiap orang pasti punya aib,
atau kekurangan, atau melakukan kelalaian dan maksiat, baik maksiat kecil atau
dosa. Jika masalahnya seperti itu, ia perlu memperbaiki seluruh sisi negatif
pada dirinya sejak awal, sebelum sisi negatif tersebut membengkak. Dan
seseorang tidak dapat meluruskan kesalahan-kesalahannya, atau memperbaiki
aib-aibnya, dengan sempurna dan permanen, jika ia tidak melakukan upaya
perbaikan ini, dengan tarbiyah dzatiyah, karena ia lebih tahu diri sendiri dan rahasianya.
5.
Tarbiyah dzatiyah adalah sarana tsabat (tegar) dan istiqomah
6.
Sarana dakwah yang paling kuat
Cara yang paling efektif untuk
mendakwahi orang lain dan mendapatkan respon mereka ialah dengan menjadi qudwah
(panutan) yang baik dan teladan istimewa, di aspek iman, ilmu, dan akhlaknya.
Qudwah tinggi dan pengaruh kuat tersebut tidak dapat dibentuk oleh sekian
khutbah dan ceramah saja. Namun, dibentuk oleh tarbiyah dzatiyah yang benar.
7.
Cara yang benar dalam memperbaiki realitas yang ada
Bagaimana kiat memperbaiki
realitas pahit yang dialami umat kita sekarang? Dengan ringkas, langkah
tersebut dimulai dengan tarbiyah dzatiyah, yang dilakukan setiap orang dengan
dirinya, dengan maksimal, syumul (universal), dan seimbang. Sebab, jika setiap
individu baik, baik pula keluarga, lalu masyarakat menjadi baik. Begitulah, akhirnya
pada akhirnya realitas umat menjadi baik secara total, sedikit demi sedikit
8.
Karena keistimewaan tarbiyah dzatiyah
Urgensi tarbiyah dzatiyah lainnya
ialah mudah diaplikasikan, sarana-sarananya banyak, dan ada terus pada orang
muslim di setiap waktu, kondisi, dan tempat.
Bab III.
Ketidakpedulian Kepada Tarbiyah Dzatiyah
1.
Minimnya ilmu
2.
Ketidakjelasan sasaran dan tujuan
Orang yang merasa tujuannya dalam
hidup ini tidak jelas berjalan bersama manusia di mana saja mereka berjalan.
Maka tidak mengherankan, kalau ia begitu lengket dengan seluruh sarana
kehidupan yang semuanya dijadikan tujuan utama kehidupan sehingga ia tidak
peduli dengan tarbiyah dirinya, pembersihan, perbaikan, dan pengarahan dirinya.
3.
Lengket dengan dunia
4.
Pemahaman yang salah tentang tarbiyah
Ia berpendapat tarbiyah dzatiyah
membuat dirinya terputus dari kehidupan dan manusia, serta terisolir dari
mereka. Atau menyita sedkit waktu dan tenaganya. Atau merasa tidak membutuhkan
tarbiyah dzatiyah karena telah menunaikan kewajiban agamanya yang paling
penting sehingga tidak perlu lagi mengerjakan ibadah-ibadah lain yang tidak
wajib.
5.
Minimnya basis tarbiyah
6.
Langkanya murobbi (pembina)
Seseorang dalam hidupnya sangat
membutuhkan taujih (pengarahan), tarbiyah, dan pengajaran, sejak masa kecilnya
hingga ia dewasa dan tua, serta hingga ia meninggal dunia.
7.
Perasaan akan panjangnya angan-angan
Merasa bahwa umur masih panjang,
dan masih banyak waktu yang tersedia untuk melakukan tarbiyah diri pada waktu
yang tidak sibuk lagi sehingga menyebabkan ketidakpedulian akan tarbiyah
dzatiyah
Bab IV.
Sarana-Sarana Tarbiyah Dzatiyah
1.
Muhasabah
Melakukan muhasabah (evaluasi)
terhadap dirinya atas kebaikan dan keburukan yang telah ia kerjakan, meneliti
kebaikan dan keburukan yang ia miliki, agar ia tidak terperanjat kaget dengan
sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya pada hari kiamat.
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al- Hasyr : 18)
Dari Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bahwa beliau bersabda : “Orang cerdas (berakal) ialah orang yang
menghisab dirinya dan berbuat untuk setelah kematian. Dan, orang yang lemah
ialah orang yang mengikutkan dirinya kepada hawa nafsunya dan berangan-angan
kepada Allah.” (At-Tirmidzi)
Panduan muhasabah :
a.
Urgensi muhasabah secara rutin
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah
berkata menjelaskan salah satu kiat muhasabah, “Hal yang paling bermanfaat bagi
orang ialah ia duduk sesaat ketika hendak tidur. Ia lakukan muhasabah terhadap
dirinya pada saat tersebut atas kerugian dan keuntungannya pada hari itu. Lalu,
ia memperbaharui taubatnya dengan nasuhah kepada Allah, lantas tidur dalam
keadaan bertaubat dan bertekad tidak mengerjakan dosa yang sama jika ia telah
bangun. Itu ia kerjakan setiap malam. Jika ia meninggal pada malam tersebut, ia
meninggal dalam keadaan taubat. Jika ia bangun, ia bangun dalam keadaan siap
beramal, senang ajalnya ditunda, dan siap mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
belum ia kerjakan.”
b.
Skala prioritas yang penting
ü Memuhasabahi
kesehatan akidahnya, kebersihan tauhidnya dari syirik kecil dan tersembunyi.
ü Memuhasabahi
pelaksanaan kewajiban-kewajiban, shalat lima waktu, berbakti kepada orang tua, menyambung
hubungan kekerabatan, amar ma’ruf nahi munkar.
ü Memuhasabahi
sejauh mana dirinya menjauhi hal-hal yang haram dan kemungkaran-kemungkaran.
ü Memuhasabahi
sejauh mana melakukan ibadah-ibadah sunnah dan ketaatan lainnya
c.
Jenis-jenis muhasabah
1)
Muhasabah diri sebelum berbuat
2)
Muhasabah diri setelah berbuat
ü Muhasabah
diri atas ketaatan kepada Allah yang telah ia lalaikan
ü Muhasabah
diri atas perbuatan yang lebih baik tidak ia kerjakan daripada ia kerjakan
ü Muhasabah
atas hal-hal mubah dan wajar
d.
Muhasabah atas waktu
Muhasabah diri tentang alokasi
waktunya, yang merupakan usia dan modalnya. Apa ia telah gunakan waktunya dalam
kebaikan, amal shalih, dan hal-hal bermanfaat bagi orang lain? Atau sebaliknya?
e.
Ingat hisab besar
Allah akan menghisab
hamba-hambaNya pada hari kiamat, dengan hisab yang cermat, dan bertanya pada
mereka tentang apa saja yang telah mereka kerjakan, perbuatan baik atau
perbuatan buruk.
2.
Taubat dari segala dosa
Panduan :
a.
Hakikat dosa
Dosa pada
hakikatnya adalah tidak mengerjakan kewajiban-kewajiban syar’i, atau melalaikannya,
dalam bentuk tidak mengerjakannya dengan semestinya.
b.
Syarat-syarat taubat
Taubat nasuhah (hakiki) ialah
taubat jujur dan serius, yang menghapus kesalahan-kesalahan sebelumnya dan melindungi
pelakunya dari dosa-dosa sebelumnya.
c.
Semua dosa itu kesalahan
d.
Hukuman di dunia
Dosa, yang pelakunya tidak
bertaubat darinya, punya hukuman segera di dunia, sebelum di akhirat, kendati
kadang kejadiannya agak tertunda. Dari sinilah, kecerdasan akal orang muslim
ketika ia banyak bertaubat dan beristighfar di setiap waktu dan kondisi, dengan
harapan Allah mengampuninya di dunia dan tidak menghukumnya di akhirat
e.
Di antara trik jiwa kita
Makar setan terhadap manusia dan
perjuangannya mati-matian untuk menipu manusia dengan segala cara menyebabkan
manusia menunda-nunda taubat dan kembali kepada Allah, dengan banyak
argumentasi.
3.
Mencari ilmu dan memperluas wawasan
Caranya sangat banyak, antara
lain menghadiri pertemuan-pertemuan yang mengkaji ilmu ilmiah dan tarbiyah,
membaca buku, mengunjungi ulama, pemikir, peneliti, mendengar kaset ilmiah dan
ceramah, dan lain sebagainya. Yang perlu diperhatikan dalam mencari ilmu antara
lain, ikhlas dalam mencari ilmu, rajin dan meningkatkan pengetahuan, menerapkan
ilmu yang didapatkan, dan tunaikan hak ilmu dengan berdakwah kepada orang lain.
4.
Mengerjakan amalan-amalan iman
Antara lain :
ü Mengerjakan
ibadah-ibadah wajib seoptimal mungkin
ü Meningkatkan
porsi ibadah-ibadah sunnah
ü Peduli
dengan ibadah dzikir seperti membaca al-qu’ran dan berdzikir
Hal-hal penting antara lain :
ü Urgensi
shalat lima waktu, muslim hendaknya tetap konsisten mengerjakan shalat lima
waktu dan serius menunaikannya secara berjama’ah di masjid, sesuai dengan rukun-rukun,
kewajiban, dan sunnahnya pada waktunya sembari menjauhi kesalahan yang biasa
dilakukan.
ü Antara
ibadah dan adat istiadat, menjadikan ibadah tidak sekedar rutinitas fisik tanpa
ruh, hendaknya dilaksanakan dengan sepenuh hati dan jiwa kita
ü Ilmu
pengetahuan tidak cukup, ilmu saja tidak cukup jika tidak ditunaikan dalam amal
perbuatan
ü Kita
tidak lupa dzikir kepada Allah
ü Memanfaatkan
sebaik mungkin saat-saat rajin
ü Memanfaatkan
sebaik mungkin waktu-waktu dan tempat-tempat mulia
ü Urgensi
tawazun (seimbang), melakukan ibadah dengan seimbang, tidak menelantarkan
ibadah yang satu hanya karena melakukan ibadah yang lain
5.
Memperhatikan aspek akhlak (moral)
Tarbiyah dzatiyah dalam aspek
moral antara lain :
ü Sabar
ü Membersihkan
hati dari akhlak tercela
ü Meningkatkan
kualitas akhlak
ü Bergaul
dengan orang-orang yang berakhlak mulia
ü Memperhatikan
etika-etika umum
6.
Terlibat dalam aktivitas dakwah
ü Merasakan
kewajiban dakwah
“Katakan, ‘Inilah jalanku. Aku
dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang
nyata’.” (QS. Yusuf : 108)
ü Menggunakan
setiap kesempatan untuk berdakwah
ü Terus-menerus
dan tidak berhenti di tengah jalan
ü Pintu-pintu
dakwah itu banyak, cara berdakwah itu tidak hanya berceramah saja, melainkan
senyum, perkataan yang baik, dan lain sebagainya itu merupakan dakwah
ü Kerjasama
dengan pihak lain atau dengan kata lain beramal jama’i’
7.
Mujahadah (jihad/bersungguh-sungguh)
ü Sabar
adalah bekal mujahadah
ü Sumber
keinginan, mujahadah dan keinginan datang dari jiwa, ketekunan, dan membayar
harganya sesuai dengan semestinya
ü Bertahap
dalam melakukan mujahadah
ü Jadilah
anda orang yang tidak lalai
ü Siapa
yang mengambil manfaat dari mujahadah?, anda adalah pihak pertama dan terakhir
yang mengambil manfaat jika bermujahadah
8.
Berdoa dengan jujur kepada Allah
Doa adalah permintaan seorang
hamba kepada Allah, pengakuan ketidakberdayaan dan kemiskinan dirinya,
pernyataan tidak punya daya dan kekuatan, serta penegasan tentang daya,
kekuatan, kodrat, dan nikmat Allah.
Rasulullah saw bersabda : “Iman
pasti lusuh di hati salah seorang dari kalian, sebagaimana pakaian itu lusuh.
Karena itu, mintalah Allah memperbaharui iman di hati kalian.” (diriwayatkan
Ath-Thabrani dan sanadnya hasan)
Arahan-arahan dalam doa :
ü Kebutuhan
kita kepada doa
ü Waktu-waktu
dan tempat-tempat terkabulnya doa
ü Syarat-syarat
doa antara lain, makan makanan yang halal, minta dengan sungguh-sungguh, menampakkan
kelemahan dan kepasrahan kepada Allah, menghadirkan hati, bertaubat dari dosa,
cinta dan takut kepadaNya
ü Jangan
minta doa dikabulkan dengan segera
ü Bermanfaatlah
untuk anda dan orang lain
Bab V.
Buah Tarbiyah Dzatiyah
1.
Mendapatkan keridhaan Allah dan surgaNya
2.
Kebahagiaan dan ketentraman
3.
Dicintai dan diterima Allah
4.
Sukses
5.
Terjaga dari keburukan dan hal-hal tidak mengenakkan
6.
Keberkahan waktu dan harta
7.
Sabar atas penderitaan dan semua kondisi
8. Jiwa merasa aman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar