dakwatuna.com - Mungkin hari
ini adalah hari yang menjadi hari spesial bagi setiap orang yang merasa yakin
akan tujuan-tujuan yang mulia itu bisa tercapai. Mungkin hari ini adalah hari
terbaik bagi orang yang menganggap bahwa setiap hal yang terjadi dalam hidup
ini adalah hal terbaik yang diturunkan Allah kepada kita. Atau mungkin juga ada
yang menganggap hari ini adalah hari terburuk yang terjadi dalam hidup kita.
Entahlah, mau memilih opsi yang mana, yang jelas kita berdoa semoga hari-hari
kita senantiasa dihiasi dan diwarnai semangat tak kenal henti untuk belajar,
belajar kepada setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup ini, dan meyakini
bahwa rangkaian peristiwa yang terjadi dalam hidup ini adalah tarbiyah yang
akan selalu dan tetap mengokohkan jiwa kita, untuk selalu berada dalam naungan
rasa iman dan tawakal.
Karena pada
hakikatnya, mereka yang terlahir besar dalam sejarah kehidupan manusia, adalah
para pembelajar sejati yang tak henti untuk senantiasa belajar dan menghargai
setiap bentuk dari peristiwa itu, lalu menginternalisasi dalam jiwa, dan
akhirnya mereka besar, mereka menyejarah. Karena para pembelajar itu selalu
mencipta arus, bukan mengikuti arus. Bahwa para pembelajar itu selalu
beranggapan untuk tetap dan selalu menjadi muara-muara kebaikan bagi
lingkungannya. Mereka yang telah menyejarah karena semangat belajarnya yang tak
redup, mengajarkan kepada kita, bahwa setiap kita adalah pemimpin, dan kelak
akan dimintai pertanggungjawabannya akan apa yang dipimpinnya. Jadi setiap
peristiwa yang kita lalui dalam konteks kepemimpinan kita sebagai kalifatul ard,
adalah sarana pembelajaran efektif yang akan mengangkat diri kita kepada
derajat kemanusiaan yang lebih tinggi. Inilah yang dicontohkan Khalifah Umar Al
Faruq.
Sedikit
mengupas keberhasilan kekhalifahan Umar Al-Faruq, Di era Umar teritori Khilafah
menjadi lebih dari 18 negara kalau dikonversi dengan era saat ini. Populasi
umat Islam juga bertambah begitu pesat. Lahirlah sebuah masyarakat yang
mulitikultur yang sangat besar. Lalu ada kemakmuran dan kesejahteraan serta
kekayaan yang melimpah ruah. Tetapi karena keberhasilan-keberhasilan itulah
yang membuat Umar menjadi semakin resah atas apa yang terjadi pada masa
kepemimpinannya. Resahnya seorang pembelajar yang tak kenal henti untuk
selalu belajar dari pendahulunya, apakah ini ujian atau kebaikan, kebaikan atau
ujian. Begitulah kira-kira yang berkecamuk di benak Umar. Resah, mengapa pada
zamannya negeri Madinah begitu makmur, tetapi pada masa Abu Bakar dan
Rasulullah tidak demikian. Resahlah Umar. Resahlah sang pemimpin pembelajar
itu.
Kalau
dikalkulasi, Umar telah belajar dari pendahulunya, yakni Rasulullah dan Abu
Bakar selama 20 tahun, tercatat ikut Rasulullah selama 18 tahun, lalu kemudian
bersama Abu Bakar selama 2,5 tahun, cukup sudahlah untuk membentuk karakter
pemimpin pembelajar. Dan hasilnya, beliau meletakkan dasar-dasar negara baru di
Madinah. Beliau meletakkan dasar-dasar dari konstitusi dan sistem pemerintahan,
menata sistem keuangan negara, memulai pembentukan dan pengorganisasian tentara
profesional setelah sebelumnya setiap warga negara diharuskan menjadi mujahid
dan prajurit negara, mengatur strategi ekspansi militer yang kemudian
melahirkan futuhat atau pembebasan-pembebasan besar yang
berpuncak pada pembebasan Al-Aqsha, mendistribusi para ulama ke berbagai
wilayah, membentuk pemerintahan-pemerintahan daerah di wilayah-wilayah yang
telah dibebaskan. Begitulah hasil dari sang pemimpin pembelajar. Pelan tapi
pasti, jiwa untuk senantiasa merasa kurang dan semangat untuk menambah ilmu
selalu ada dan diadakan, selalu menggelora.
Para pemimpin
pembelajar itu, selalu memahami bahwa setiap dari ilmu dan amal yang
dilakukannya, selalu dimintai pertanggungjawaban, setiap hal tentang amanah
yang diembannya, selalu dan akan dimintai pertanggungjawaban, sehingga sang
pembelajar tidak menjadikan amanah sebagai beban, tetapi amanah adalah ilmu,
yang akan meneguhkan dan mengokohkan diri dan jiwa. Tidakkah kita masih ingat,
peristiwa bersejarah dimana Umar inisiatif untuk berkeliling ke warganya, lalu
beliau menemukan satu keluarga tidak bisa makan karena kekurangan bahan makan,
dan akhirnya beliau sendiri yang kemudian memikulkan gandum untuk keluarga
tersebut? Bukankah ini adalah karakter seorang pemimpin pembelajar? Yang
beranggapan bahwa setiap peristiwa adalah sarana pembelajaran dan tarbiyah
jiwa.
Setidaknya ada
beberapa hal yang ada dan mengkarakter dalam diri seorang pemimpin pembelajar:
1.
Mereka selalu Resah. Kata ustadz
Anis Matta, keresahan akan suatu zaman adalah awal dari kebangkitan peradaban
itu. Umar resah, dan dari resah, akan menghadir banyak rasa penasaran, rasa
tanya, hingga akhirnya bertanya-tanya, hingga akhirnya penasaran, hingga rasa
penasaran itulah yang membuat Umar merasa perlu untuk tahu kondisi rakyatnya
secara langsung, tanpa perantara. Dan akhirnya Umar menemukan bahwa dirinya
adalah seorang pembelajar yang sedang memimpin. Resah ini pulalah yang membawa
para pemimpin pembelajar itu tunduk, pasrah, dan merasa lemah ketika bersimpuh
di hadapanNya, dan berawal dari kepasrahan ini, akan menimbulkan energi luar
biasa dari langit, untuk membangkitkan peradaban itu.
2.
Mereka mencipta arus, bukan
mengikuti arus. Para pemimpin pembelajar itu, selalu membawa arus kebaikan yang
akan membawa yang lainnya ke dalam arus kebaikan itu. Mereka memiliki energi
inisiatif dan pandai membuat tafsiran baru. Mereka selalu bertanya, apa yang
bisa saya perbuat dengan adanya saya di sini, apa kontribusi saya di sini, dan
produk apa yang akan saya tinggalkan sebelum saya melangkah pergi dari sini?
3.
Mereka adalah muara. Para pemimpin
pembelajar itu, memahami bahwa keberadaan dia adalah mempunyai signifikansi
atau efek bagi lingkungannya. Oleh karena itu mereka selalu bersikap,
bertindak, dan berfikir untuk selalu menjadi muara bagi semua yang ada di
lingkungannya.
Para pemimpin
pembelajar itu, selalu merasa kosong dan siap untuk diisi dengan kejernihan
energi keilmuan yang baru, sehingga jiwa mereka akan terlihat segar, segar
karena ada energi yang selalu dan saling mengisi. Hakikat para pembelajar,
adalah dia tidak merasa tahu walau dirinya tahu, dia tidak merasa mampu walau
dirinya mampu, dan dia selalu siap diisi oleh kesejukan air keilmuan yang
jernih. Hakikat para pembelajar adalah membuat atau mencipta arus, tidak
mengikuti arus, karena kalau mengikuti arus, bisa jadi dia tenggelam bersama
arus itu. Hakikat para pemimpin pembelajar adalah, tetap membumi walau akalnya
terbang melangit, tetap berpijak walau pikiran mengangkasa. Mari kita belajar,
sebelum memimpin. Ta’allamu Qobla An Tasuuduu. Agar kita tetap menjadi pemimpin
pembelajar. Selamat belajar. Selamat memimpin. Selamat menjadi pemimpin
pembelajar. Mari kita belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar