31 Januari 2010

Peranan Perempuan Dalam Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A. Perempuan dan Pendidikan
Perempuan dan pendidikan dalam era terbuka dan modernitas kerap menjadi diskursus yang tidak pernah kering dibicarakan. Isu itu termasuk sangat aktual dalam ranah politik kontemporer. Isu perempuan misalnya masih sering diperdebatkan kalangan mengingat posisinya yang belum sejajar dengan kaum laki-laki. Bagi kaum feminis dunia hari ini harus mengakui posisi perempuan dalam semua sektor kehidupan. Karena itu kaum perempuan harus punya hak yang sama dalam mengakses pendidikan seluas-luasnya. Kondisi itu tentu sangat positif bagi kaum perempuan yang ingin berpartisipasi dalam mengisi pembangunan. Karena rintangan budaya paternalistik semakin lama semakin tidak populer di kalangan masyarakat. Dan dalam konteks pembangunan bangsa kedepan di syaratkan bagi semua elemen bangsa untuk dapat menyumbangkan karyanya bagi kemajuan bangsa dan negara. Kaum perempuan yang merupakan salah satu bagian dari potensi itu tentu punya peluang besar agar bangsa ini bisa maju melalui peran dan kontribusi yang diberikannya. Ini artinya jasa-jasa kaum perempuan itu tidak sedikit sudah dirasakan manfaatnya oleh bangsa ini. Salah satu dari mereka yang bisa dikenang yaitu RA. Kartini. Wanita Jawa yang besar dalam lingkungan keraton itu adalah perintis gerakan perempuan dalam melawan hegemoni penjajah juga kaum laki-laki di Indonesia.
Akar sejarah itu membuka wawasan kaum perempuan agar tidak tinggal diam dalam membesarkan nama bangsa dimata dunia internasional. Jadi Kartini tidak hanya harum dalam peta sejarah perjuangan kaum perempuan untuk wanita Indonesia umumnya, tapi ia juga pelopor perempuan pertama Indonesia yang memperjuangkan hak-hak perempuan di dunia melalui goresan pikirannya ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’. Buku bersejarah itu adalah hasil surat menyuratnya dengan seorang perempuan di negara Belanda adalah bukti gagasan seorang perempuan yang ‘memberontak’ pada nilai-nilai paternalis dan penjajahan.
Gagasan Kartini yang brilian itu sekarang diperingati oleh perempuan Indonesia sebagai tonggak kebangkitan kaum perempuan Indonesia. Jejak –jejaknya sekarang telah memberi inspirasi bagi perempuan dalam setiap zaman. Di masa kemerdekaan lahir pahlawan-pahlawan perempuan yaitu Christina Martha Tiahahu, Cut Nyak Dhien yang ikut mengusir penjajah dari Indonesia. Sementara dalam era pemerintahan Soekarno tak ketinggalan partisipasi kaum perempuan dalam mengisi kemerdekaan dalam kabinet Soekarno. Masih di era revolusi pemerntahan Soekarno, ada seorang perempuan yang di juluki si pending emas sebagai penerjun payung pertama yang ikut melepas propinsi Papua – dulu Irian Barat – dari belenggu penjajahan tentara Belanda.
Sumbangsih perempuan terus berlanjut sampai sekarang ini. Perempuan tidak pernah ketinggalan dalam memberi sumbangsih kemerdekaan maupun pembangunan pada negara ini lewat karya dan pikiran-pikirannya bagi kemajuan bangsa ini. Karena itu maju mundurnya negara ini juga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
Sejarah bahwa perempuan juga punya andil besar dalam memberi saham buat kemajuan negara, maka harus kiranya perempuan Indonesia memiliki pengetahuan yang lebih dalam mengahadapi perkembangan zaman yang semakin kompleks. Globalisasi dunia luar yang mempengaruhi nilai-nilai lokal harus bisa diatasi kaum perempuan dengan jitu! Perempuan itu harus memiliki nilai-nilai yang dapat memfilter nilai-nilai negatif yang merusak dan merongrong bangsa kita.

B. Pendidikan Perempuan dalam Islam
Di dalam memposisikan keberadaan perempuan, kita tidak bisa sepenuhnya merujuk kepada pengalaman di masa Nabi. Meskipun Nabi telah berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan gender equality, tetapi kultur masyarakat belum kondusif untuk mewujudkan hal itu. Seperti diketahui bahwa wahyu baru saja selesai turun Nabi keburu wafat, maka wajar kalau Nabi tidak sempat menyaksikan blueprint ajaran itu sepenuhnya terwujud didalam masyarakat. Terlebih kedudukan perempuan yang berkembang dalam dunia Islam pasca Nabi tidak bisa dijadikan rujukan, karena bukannya semakin mendekati kondisi ideal tetapi malah semakin jauh.
Jika dilihat sejarah perkembangan karier kenabian Muhammad, maka kebijakan rekayasa sosialnya semakin mengarah kepada prinsip-prinsip kesetaraan gender (gender equality/al-musawa al-jinsi). Perempuan dan anak-anak di bawah umur semula tidak bisa mendapatkan harta warisan atau hak-hak kebendaan, karena yang bersangkutan oleh hukum adat jahiliyah dianggap tidak cakap untuk mempertahankan qabilah, kemudian al-Qur'an secara bertahap memberikan hak-hak kebendaan kepada mereka (Q.S. al-Nisa'/4:12). Semula laki-laki bebas mengawini perempuan tanpa batas, kemudian dibatasi menjadi empat, itupun dengan syarat yang sangat ketat (Q.S. al-Nisa'/4:3). Semula perempuan tidak boleh menjadi saksi kemudian diberikan kesempatan cuntuk itu, meskipun dalam beberapa kasus masih dibatasi satu berbanding dua dengan laki-laki (Q.S. al-Baqarah/2:228 dan s. al-Nisa'/4:34).
Kedudukan perempuan pada masa Nabi sering dilukiskan dalam syair sebagai dunia mimpi (the dream of woman). Kaum perempuan dalam semua kelas sama-sama mempunyai hak dalam mengembangkan profesinya. Seperti dalam karier politik, ekonomi, dan pendidikan, suatu kejadian yang sangat langka sebelum Islam.
Dalam bidang pendidikan, Al-Qur'an dan Hadits banyak memberikan pujian kepada perempuan yang mempunyai prestasi dalam ilmu pengetahuan. Al-Qur'an menyinggung sejumlah tokoh perempuan yang berprestasi tinggi, seperti Ratu Balqis, Maryam, istri Fir'aun, dari sejumlah istri Nabi.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Nabi pernah didatangi kelompok kaum perempuan yang memohon kesediaan Nabi untuk menyisihkan waktunya guna mendapatkan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah Islam klasik ditemukan beberapa nama perempuan menguasai ilmu pengetahuan penting seperti 'A'isyah isteri Nabi, Sayyidah Sakinah, putri Husayn ibn 'Ali ibn Abi Thalib, Al-Syekhah Syuhrah yang digelari dengan "Fikhr al-Nisa" (kebanggaan kaum perempuan), adalah salah seorang guru Imam Syafi'i, Mu'nisat al-Ayyubi (saudara Salahuddin al-Ayyubi), Syamiyat al-Taymi'yah, Zaynab, putri sejarawan al-Bagdadi, Rabi'ah al-Adaw'iyah, dan lain sebagainya.
Kemerdekaan perempuan dalam menuntut ilmu pengetahuan banyak dijelaskan dalam beberapa hadits, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bahwa Rasulullah melaknat wanita yang membuat keserupaan diri dengan kaum laki-laki, demikian pula sebaliknya, tetapi tidak dilarang mengadakan perserupaan dalam hal kecerdasan dan amal ma'ruf.
Peran sosial perempuan dalam lintasan sejarah Islam mengalami kemerosotan di abad kedua, setelah para penguasa muslim kembali mengintrodusir tradisi hellenistik di dalam dunia politik. Tradisi hellenistik banyak mengakomodir ajaran Yahudi yang menempatkan kedudukan perempuan hampir tidak ada perannya dalam kehidupan masyarakat. Di samping itu, para ulama --diantaranya dengan sponsor pemerintah-- sedang giat-giatnya melakukan standarisasi hukum dengan melaksanakan kodifikasi kitab-kitab fiqh dan kitab-kitab hadits. Apakah ada kaitan antara pembukuan dan pembakuan kitab fiqh dan proses penurunan peran perempuan, masih perlu diteliti lebih jauh.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Realitas Perempuan di Indonesia
Steven Allen seorang kepala perwakilan dari UNICEF mengatakan ada perbedaan besar angka putus sekolah antara anak laki-laki dan perempuan di Indonesia. 10 orang yang berhenti sekolah pertahun, 6 diantaranya adalah perempuan. Selanjutnya, kelompok perempuan juga termasuk yang paling tinggi angka buta hurufnya dibanding kaum lakilaki. Kenyataan angka ketertinggalan dan merosotnya kualitas kaum perempuan itu semakin memperkuat data yang ada yang mempublikasikan negara Indonesia sangat lemah dalam bidang ekonomi, dibanding beberapa negara di kawasan asia timur dan pasifik seperti China, Malaysia, Singapaura dan Philipina.
Masih tentang hambatan-hambatan pada kaum perempuan Indonesia. Pendidikan yang belum berpihak pada kaum perempuan dapat pula ditemui dalam bidang lain. Misalnya dalam bidang kesehatan dan pekerjaan. Perusahaan masih banyak yang belum memberi lapangan kerja pada perempuan. Angka perempuan menganggur lebih tinggi dapat ditemui dimana-mana dibanding laki-laki. Kalaupun perempuan banyak ditemui bekerja disektor informal (pabrik) itu bukan berarti hilangnya diskriminasi.
Angka kaum perempuan upahnya tidak dibayar oleh perusahaan mencapai 41,3% lebih tinggi dibanding laki-laki yang hanya 10% menjadi bukti beban yang diterima perempuan diluar rumah. Sementara di dalam rumah, hambatan keluarga dan mengurus anak serta kekerasan dalam rumah tangga yang dirasakannya membuat perempuan kerap susah bisa mengurus dirinya sendiri. Ini yang membuat kaum perempuan begitu susah mengembangkan dirinya dan potensinya secara maksimal.3 Dan kemiskinan yang melilit bangsa ini paling banyak dari kelompok kaum perempuan.
Dalam data yang lain disebutkan wanita yang menamatkan perguruan tinggi dan akademi hanya 2,43% dari angka 35, 83% yang dimiliki laki-laki. Angka itu jelas membutuhkan kerja keras perempuan. Bagaimana tidak negara yang 50% lebih populasinya perempuan dan memiliki posisi paling sentral dalam rumah tangga. Namun dalam realitas ternyata adalah komunitas yang paling merasakan kemiskinan dan kemelaratan yang menimpa negara saat krisis ekonomi tahun 1996 terjadi. Dan PHK besar-besaran korbannya mayoritas adalah perempuan. Kondisi itu adalah realitas yang harus diperbaiki oleh kaum perempuan sendiri, karena peran diluar institusi perempuan belum banyak yang berpihak untuk perempuan.

B. Perempuan dan Peranannya dalam Pendidikan di Indonesia
Sebelum kita membicarakan peranan wanita dalam pendidikan Islam, alangkah baiknya kita terlebih dahulu membicarakan tujuan pendidikan yang khusus berlaku di negara kita dewasa ini, (Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran No. 12 1954 dan Undang-Undang No. 2 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional) ditentukan oleh zaman dan kebudayaan tempat manusia itu hidup.
Pemerintah Indonesia telah menggariskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran itu di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1954, terutama pasal 3 dan 4yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3 : Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pasal 4 : Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas azas-azas yang termaktub dalam Pancasila Undang-undang Dasar RI dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.
Kalau kita meneliti apa yang tercantum pada pasal-pasal di atas, nyatalah apa yang menjadi tujuan pendidikan dan tugas pendidikan itu, yaitu :
a) Membentuk manusia susila,
b) Membentuk manusia susila yang cakap
c) Membentuk warga Negara
d) Membentuk warga negara yang demokratis
e) Membentuk warga negara yang bertanggung jawab tentang ksejahteraan masyarakat dan tanah air.
Di dalam GBHN 1983-1988 tujuan pendidikan dinyatakan sebagai berikut:
"Pendidikan Nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa, kecerdasan, dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkut kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, gar dapat menumbhkan manusia-manusia penbangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-samabetanggung jawab atas pembangunan bangsa."
Dengan demikian tujuan pendidikan berhubungan erat dengan tujuan dan pandangan hidup si pendidik sendiri. Seorang pendidikan tidak akan tahu kemana anak dibawah (dididik) jika tidak mengetahui jalan hidupnya: Seorang atheis, umpamanya, tidak mungkin mendidik anaknya agar berbakti dan taat kepada perintah-perintah Tuhan. Seorang guru yang miskin perasaan sosialnya, tidak akan mampu memasukkan perasaan sosial yang sebenarnya kepada anak didiknya. Seorang ibu yang berperasaan lemah lembut dan kasih sayang , tentu akn lebih mudah mendidik anak-anaknya menjadi orang yang berperasaan halus dn cinta sesama manusia dari pada seorang ibu yang kasar dan kera tingkah laku.
Dalam proses identitas sangat penting dalam kebangkitan islam dewasa ini. Karena semakin banyak wanita yang berpartisifasi dalam kebangkitan ini, semakin bertambah perhatian dicurahkan terhadap soal gender dalam membentuk identitas. Sehingga pungsi dan tanggung jawab masing-masing gender baru belakag ini saja dikemukakan: Sebagian besar diilhami oleh kondisi kaum wanita:
Dengan ini, wanita telah dibatasi pada fungsi-fungsi yang berhubungan dengan biologinya. Al-Qur'an juga mengakui bahwa anggota masing-masing gender berfungsi dengan cara merefleksikan perbedaanyang telah dirumuskan dengan baik yang dipertahankan oleh budaya mereka. Yang mengakibatkan gender dan fungsi-fungsinya gender memperbesar persepsi tentang perilaku yang secara moral layak dalam suatu masyarakat, karena al-Qur'an adalah pedoman moral, maka ia harus berkenan dengan persepsi moralitasyang dipegang oleh individu dari beragam masyarakat.
Dengan demikian peran dari pada wanita yang tercantum dalam al-Qur'an ada tiga kategori:
1. Peran yang menggambarkan kontesk sosial budaya dan sejarah dimana si wanita tinggal tanpa ujian ataupun kritik dari al-Qur'an.
2. Peran yang menemukan kewanita secara universal diterima (yaitu, mengasuh atau merawat) yang bisa diberikan beberapa pengecualian yang diberikan dalam al-Qur'an sendiri.
3. Peran yang menggambarkan usaha di manusia di muka bumi dan disebutkan dalam al-Qur'an untuk menunjukan fungsi spesifik ini, bukan untuk menunjukan jenis kelamin pelakunyayang kebetulan seorang wanita.
Maka untuk membuktikan ketinggian Islam sekurang-kurangnya ada tiga langkah yang harus ditempuh perempuan:
1. Memiliki akhlak karimah, bukan hanya dengan keindahan pakaian, kecukupan perhiasan dan hal-hal yang bersifat materi lainnya ketinggian suatu bangsa, kemulian suatu golongan adalah karena akhlak mulia yang dimiliki oleh manusia. Tinggi rendahnya suatu ajara, bangsa dan golongan sering kali dilihat dari akhlak manusianya.
2. Meningkatkan ilmu dan kecerdasan, bukan dengan kepandaian memoles wajah dengan berbagai alat kosmetika yang makin beragam. Sebagai dengan ilmu dan kecerdasan yang tinggi itulah perempuan muslimat akan terangkat derajatnya. Dan apabila derajatnya sudah tinggi, maka dia juga mampu meninggikanIslam. memperbanyak amal gerak dan perjuangan yang baik sebab dengan amal shaleh itulah seseorang dihormati.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits : “Perempuan adalah tiang negara bila perempuannya baik maka negara akan kokoh, sebaliknya apabila perempuannya telah rusak moralnya, maka runtuhlah negara.”

C. Tokoh-tokoh Perempuan dalam Bidang Pendidikan di Indonesia

1. Raden Ajeng Kartini
Kalau kita teliti, jejak perjuangan Kartini adalah perjuangan agar perempuan Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Bukan perjuangan untuk emansipasi di segala bidang. Kartini menyadari, perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan. Agar dapat menjalankan perannya dengan baik, perempuan harus mendapat pendidikan yang baik pula.
Dalam sebuah suratnya, kepada Prof. Anton dan Nyonya pada 4 Oktober 1902 Kartini menulis, ”Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”.
Atas kesadaran tersebut, Kartini berniat melanjutkan sekolah ke Belanda, ”Aku mau meneruskan pendidikanku ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah kupilih” (Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 1900). Waktu itu, Kartini beranggapan bahwa Eropa adalah tempat peradaban tertinggi dan paling sempurna di muka bumi. Namun, rencana itu tak pernah berhasil. Kartini hanya mendapat kesempatan menempuh sekolah guru di Betawi. Kesempatann ini pun batal dijalaninya karena dia harus menikah dengan R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat.
Walaupun awalnya banyak menentang adat Jawa yang kaku dan kebiasaan bangsawannya berpoligami, Kartini menerima pernikahan tersebut. Ada sebuah kesadaran di benaknya, dengan menikah dia akan berkesempatan untuk mendirikan sekolah bagi perempuan bumiputra. Alasan ini masuk akal karena suaminya adalah seorang bupati yang berkuasa dan mengizinkan bahkan mendukungnya untuk mendirikan sekolah. Keputusan yang luar biasa dari seorang pahlawan sejati.
Pada hari pernikahannya, seorang ustad dari Semarang, Haji Mohammad Sholeh bin Umar, menghadiahkan beberapa juz al-Quran berbahasa Jawa. Kegelisahan Kartini terhadap agama Islam pun terjawab. Sebelumnya, dalam kehidupan sehari-harinya Kartini hanya diajarkan membaca al-Quran tanpa diizinkan untuk mengetahui artinya.
Setelah mempelajari al-Quran, pandangan Kartini terhadap beberapa hal pun berubah. Di antaranya, pandangannya terhadap peradaban Eropa, “…, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” (Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902). Pandangan Kartini terhadap poligami pun berganti, jika awalnya menentang, setelah mengenal ajaran Islam dia menerimanya.
Sayangnya, Haji Mohammad Sholeh meninggal sebelum sempat menyelesaikan seluruh terjemahan al-Quran untuk Kartini. Kartini pun hanya mempelajari beberapa juz terjemahan tersebut. Jika saja dia sempat mempelajari keseluruhan Al Quran, tidak mustahil ia akan menerapkan semua kandungannya. Kartini berani berbeda dengan tradisi adatnya yang mapan, dia juga memiliki ketaatan yang tinggi terhadap ajaran Islam. Bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terangmina dulumati ila nuur. Kartini menyadari bahwa sumber pendidikan terbaik justru ada di dekatnya, yaitu Al-Quran, bukan di Eropa. pun terinspirasi dari Surat Al-Baqarah ayat 193:
13 Septembar 1904, Kartini meninggal pada usia yang masih muda, 25 tahun dan dimakamkan di Rembang. Untuk menghormatinya, Van Deventer, seorang tokoh politik Etis, mendirikan Yayasan Kartini (1912). Yayasan tersebut bertugas mengelola “Sekolah Kartini” yang didirikan di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya.

2. Raden Ajeng Dewi Sartika
Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Meski melanggar adat saat itu, orang tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula. Sepeninggal ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang berkedudukan sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan didikan mengenai kesundaan, sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari berkat didikan seorang nyonya Asisten Residen bangsa Belanda.
Sejak kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk meraih kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering memperagakan praktik di sekolah, mengajari baca-tulis, dan bahasa Belanda, kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat bantu belajar.
Waktu itu Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan. Gempar, karena di waktu itu belum banyak anak-anak (apalagi anak rakyat jelata) memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak perempuan.
Ketika sudah mulai remaja, Dewi Sartika kembali ke ibunya di Bandung. Jiwanya yang semakin dewasa semakin menggiringnya untuk mewujudkan cita-citanya. Hal ini didorong pula oleh pamannya, Bupati Martanagara, pamannya sendiri, yang memang memiliki keinginan yang sama. Tetapi, meski keinginan yang sama dimiliki oleh pamannya, tidak menjadikannya serta merta dapat mewujudkan cita-citanya. Adat yang mengekang kaum wanita pada waktu itu, membuat pamannya mengalami kesulitan dan khawatir. Namu karena kegigihan semangatnya yang tak pernah surut, akhirnya Dewi Sartika bisa meyakinkan pamannya dan diizinkan mendirikan sekolah untuk perempuan. Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seseorang yang memiliki visi dan cita-cita yang sama, guru di Sekolah Karang Pamulang, yang pada waktu itu merupakan Sekolah Latihan Guru.
Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu
Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga orang; Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang, menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.
Setahun kemudian, 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya, serta bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909, membuktikan kepada bangsa kita bahwa perempuan memiliki kemampuan yang tak ada bedanya dengan laki-laki. Tahun 1910, menggunakan hartanya pribadi, sekolahnya diperbaiki lagi sehingga bisa lebih mememnuhi syarat kelengkapan sekolah formal.
Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh. Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan.
Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi “Sakola Raden Déwi”. Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.

3. Butet Manurung
Saur Marlina Manurung (lahir di Jakarta, 21 Februari 1972) adalah perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat terasing dan terpencil di Indonesia. Sebagaimana gadis Batak lainnya, ia biasa dipanggil "Butet" dan kini namanya lebih dikenal sebagai Butet Manurung.Sekolah rintisan pertama kali ia terapkan bagi masyarakat Orang Rimba (Suku Kubu) yang mendiami Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Metode yang diterapkannya bersifat setengah antropologis. Pengajaran membaca, menulis, dan berhitung dilakukan sambil tinggal bersama masyarakat didiknya selama beberapa bulan. Sistem ini dikombinasi dengan mempertimbangkan pola kehidupan sehari-hari masyarakatnya.Setelah tersusun secara sistematis, ia mengembangkan sistem Sokola Rimba (diambil dari bahasa yang digunakan orang Rimba, salah satu dialek bahasa Melayu). Sistem Sokola Rimba kemudian diterapkan pula di berbagai tempat terpencil lainnya di Indonesia, seperti di Halmahera dan Flores. Pemerintah RI berencana mengadopsi sistem ini untuk dikembangkan pada masyarakat dengan kondisi khusus.
Awalnya, Butet Manurung datang ke pedalaman Indonesia sebagai perempuan yang mencintai alam Indonesia yang memiliki kekayaan alamnya. Namun, ketika dia berinteraksi dengan masyarakat adat yang hidup di pedalaman itu muncul masalah bahasa sebagai alat komunikasi dasar. Sebagai perempuan sarjana bahasa Indonesia di UNPAD, dia melihat motivasi lain yang tidak hanya sekedar camping atau menjelajah hutan. Tapi bagaimana membuat hidup bermanfaat bagi orang lain. “Hidup bagi saya, bagaimana hidup saya bisa bermanfaat bagi orang lain dengan hobi kita. Jadi hobi yang bermanfaat bagi orang lain,” katanya. Melalui hobi menjelajah alam itulah Butet Manurung menerapkan sistem pendidikan dasar dengan metode Silabel. Metode ini adalah sebuah cara yang diolah oleh Butet untuk mengajarkan anak-anak rimba mengenal bahasa Indonesia selama dia berada di pedalaman Bukit Tujuh Belas, Jambi, Sumatera Timur. Metode ajar ini merupakan ramuan Butet dari pengetahuan antropologi dan bahasa yang pernah diperolehnya di universitas.
Metode Silabel adalah pengajaran bahasa Indonesia yang terbagi dalam 16 ejaan, yaitu pembagian konsonan-vokal berdasarkan bunyi. Butet juga mengatakan bahwa anak-anak dan masyarakat adat di pedalaman merasa tertekan oleh orang luar. Tekanan itu berupa justifikasi bahwa mereka itu primitif, bodoh, apdahal mereka merasa nyaman hidup seperti itu. Banyak orang luar yang melakukan penipuan kepada mereka, juga pencurian kekayaan alam atas nama organisasi yang tidak mereka mengerti. Setelah mendapat pendidikan dasar dari Butet masyarakat adat yang menjadi komunitas didiknya mulai memahami dan mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan orang luar yang datang ke tempat mereka. Mereka juga sudah bisa menghitung dan membaca, termasuk tahu kepada pihak mana untuk mengadukan perilaku individu atau organisasi yang melakukan pembalakan liar, pencurian kayu, dan tindakan kriminal lainnya. Dengan demikian, pendidikan yang dilakukan Butet di komunitas adat telah membuka akses pada pengetahuan dan peradaban, meskipun kesenjangan antara komunitas adat dan masyarakat luar masih ada.
Hal itu dicapai oleh Butet selama empat tahun berproses bersama masyarakat adat. Dari proses itu, bukan hanya masyarakat adat saja yang belajar, tapi Butet juga. Dalam forum itu Butet mengatakan setelah belajar dan hidup bersama masyarakat adat, cara pandangnya berubah. Yaitu ketika suatu saat ada beruang dengan anaknya datang ke tempat Butet dana anak-anak belajar. Butet ketika itu naik ke pohon. Sementara anak-anak rimba yang sudah berumur 12 tahun lebih mengusur induk beruang, dan menusuk-nusuk anak beruang dengan tombaknya secara beramai-ramai. Setelah peristiwa itu Butet menyatakan ketidaksetujuannya. Namun mereka mengatakan bahwa apa yang ada di depan mereka adalah rezeki dari Dewa mereka. “Dari situ saya jadi berpikir, maka kita harus berpikir dengan cara orang setempat,” ujar Butet dalam penjelasannya.
Butet Manurung kecil adalah salah satu “anak pingit”, karena kemana pun dia pergi selalu diantar oleh supir. Masa kecil Butet pernah hidup di Belanda selama empat setengah tahun di sana. Masa kecil Butet hanya mengenal Jakarta dan Belanda. Selain itu tidak ada. Butet kecil sangat menyenangi binatang kecil seperti semut, ulet berbulu, dan lain-lain. Setelah masuk usia muda, Butet kuliah di UNPAD dan mengambil dua bidang studi dengan tahun ajaran yang berbeda, yaitu antropologi dan bahasa. Selam kuliah, Butet bekerja sambilan dengan mengajar Matematika dan Organ. Hasilnya ditabungnya agar setiap bulan bisa pergi ke gunung, misalnya untuk camping. Penjelajahan alam memang selalu diidam-idamkannya sejak Butet masih remaja, karena sejak kecil Butet menjadi ‘anak pingit’ oleh ayahnya. Maka pada usia muda dia mampu mewujudkan hobinya itu untuk menjadi pecinta alam.
Gedung Indonesia Menggugat bersama TIM SOKOLA, dan EIGER sebagai sponsor, Insist Press, melaksanakan kegiatan peluncuran buku SOKOLA RIMBA di Bandung untuk kali pertama. Kehadiran Butet Manurung dengan penjelasannya yang rinci mengungkap bagaimana sebuah pendidikan dasar bisa dilaksanakan oleh seorang perempuan Indonesia seperti Butet Manurung di rimba raya Indonesia.
Apa yang dilakukan Butet Manurung dengan sekolah rimbanya itu tentu saja menjadi masukan yang penting dan berarti dalam upaya memajukan pendidikan nasional. Pendidikan nasional yang tidak hanya dilakukan di wilayah perkotaan dengan segala bentuk komersialisasinya, tetapi bentuk pendidikan yang efektif dan benar-benar dirasakan positif oleh masyarakat.

4. Bu Muslimah “Laskar Pelangi”
Dia adalah guru SD MUhammadyah Belitung, yang pengabdiannya bisa kita baca di buku best seller Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Namalengkapnya N.A.Muslimah Hafsari Hamid binti K. A. Abdul Hamid. Dia adalah Ibunda Laskar Pelangi. Wanita lembut ini adalah pengajar pengajar pertama Laskar Pelangi dan merupakan guru yang paling berharga bagi mereka. Muslimah muda ketika itu masih berusia 17 tahun. Ia muncul ditengah guyuran hujan yang hebat dengan sebuah pelepah daun pisang di tangannya. Ia terus berjalan membelah deras nya tetesan air hujan. Tujuannya ke SD Muhammadyah, disebuah kampung di Belitung. Ia dapati beberapa murid berkumpul di sudut ruanganan, menggigil dengan rasa khawatir gedung sekolah yang akan ambruk.
Perempuan itu lantas menghampiri dan membuatnya merasa nyaman. ketika hujan mereda, pelajaran pun dimulai. Perempuan itu mengajari banyak hal, termasuk bagaimana memperjuangkan kebahagian. Kemiskinan dan segala keterbatasan fasilitas belajar bukanlah halangan untuk maju dan berprestasi. Rasa cinta yang begitu besar agar anak-anak kampung menjadi pintar, berbuah berkah yang melimpah. Murid2nya yang saat itu masih SD, sekarang banyak yang berhasil meraih pendidikan sarjana dan master. Banyak juga yang meraih posisi diperusahaan yang hebat.Berkah yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Andrea Hiranata yang mengisahkan perempuan itu dalam buku Laskar Pelangi, kini menjadi penulis handal.
Menjadi guru, kata Bu Muslimah adalah panggilan jiwa. Menurut Bu Muslimah, guru yang berhasil adalah guru yang mampu menyampaikan pelajaran kehidupan pada siswanya. Dan guru yang mengajarkan kehidupan tidak harus pintar. kata dia, seorang guru juga harus bijaksana. Murid dengan karakter, pendiam, usil, pintar, lambat mengerti adalah tantangan bagi seorang guru. Guru yang bijak bias memahami keinginan murid-muridnya.
Muslimah tidak pernah menduga kisah hidupnya akan menginspirasi jutaan orang. Tak pernah pula ia menduga, figurnya akan diangkat ke layar lebar hingga mendapat apresiasi dari pemerintah. Bagi bu Mus tak ada hal yang dapat lebih membanggakan selain melihat murid-muridya berhasil mengejar pelanginya. Pengabdian Bu Muslimah telah menjadi inspirasi bagi kaum guru. Bahkan pemerintah terkesan dan menggajarnya dengan penghargaan Satya Lencana Pembangunan dan Satya Lencana Pendidikan.
Muslimah sebuah nama yang tercetak abadi disalah satu buku bestseller di negeri ini laskar Pelangi. Tapi Muslimah tidak pernah meminta apapun. Bahkan ia lebih memilih meninggalkan pesan, “kalua kita sudah tinggi, tidak usah disanjung-sanjung, nanti jatuh ke buminya lebih tinggi lagi”. Ketika di wawancara dengan salah satu TV Swasta ia diberitahu bahwa di era secanggih ini masih ada sekolah yang kondisinya jauh lebih buruk dari pada SD Laskar Pelangi dengan halus ia menyindir “lantas apa arti pembangunan itu ?”. Kami percaya ada Muslimah-Muslimah lain yang tak kita kenali yang telah sukses menyuntikkan spirit dan moral kepada bangsa ini. Terimakasih Bu Mus, terimakasi guru-guru Indonesia.

D. Sistem dan Isi Pendidikan Islam Indonesia

1. Sistem Pendidikan Islam di Indonesia
Sistem yang telah digunakan oleh para Wali dan para ulama dalam penyebaran dakwah dan ilmu pengetahuan di Indonesia adalah dengan cara menyesuaikan dengan keadaan kultur masyarakat setempat, agar tidak terjadi penolakan yang ekstrim, dan hal inipun mengajrkan bahwa Islam memberikan harga diri dan tidak membeda-bedakan golongan, ras dan suku bangsa sebagaimana yang ada pada ajaran agama lain.
Ajaran agama Islam yang senantiasa diamalkan pada masyarakat dan warga menyerap dengan penuh karena pada peranannya para ulama dan penyebar agama senantiasa istiqomaha dalam mendkwahkan ajaran islam, tak kenal waktu dan tempat. Sehingga ajaran Islam mampu diterima oleh setiap lapisan masyarakat, baik para raja, bangsawan, ataupun rakyat jelata. Karena memang ajaran Islam sangatlah flesibel dan tujuan peendidikan Islam sangatlah berpengaruh pada peradaban dan kebudayaan yang semakin tinggi.
Diantara beberapa tujuan pendidikan Islam yaitu :
a) Memahami ajaran agama yang Kaaffah (menyeluruh), karena dengan pemahaman agama yang kuat segala perbuatannya akan senantiasa terawasi oleh Allah Swt.
b) Keluhuran Akhlak mulia, karena pokok utama dari segala proses pendidikan islam adalah mengupayakan untuk terbentuknya akhlak mulia dan karakter yang tangguh.
c) Berorientasi kepada kebahagiaan dunia dan akhirat (tawazun), dan menjadikan akhirat sebagai tujuan utama. Karena kehidupan dunia hanyalah bersifta fana dan sementara, sedangkan kehidupan yang kekal abadi adalah kampung akhirat.
d) Mempersipakan diri untuk menjadi profesionala dalam lingkup dunia kerja, Islam mengajarkan agar setiap muslim bisa berprestasi disegala bidang, dan hal ini terbukti diantara kalangan islam banyak yang mempunyai kelimuan yang tinggi dan menjadi pusat perhatian dunia.
Diantara tujuan-tujuan diatas, dapatlah kita lihat bahwa betapa agungnya tujuan pendidikan Islam yang dilaksanakan di Indonesia, dan hal ini akan nampak nyata ketika pendidikan Islam ini terintegrasi dalam Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Indonesia dalam proses dan sistem pendidikan. Yakni :
a) Tujuan pendidikan islam yang hendak dicapai ialah sebagaimana dalam GBHN bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha esa.
b) Dalam rangka ibadah kepada Tuhan bertujuan menggembleng manusia supaya ber\mental yang teguh dan sanggup memanfaatkan dirinya pada tempat yang sesuai ditengah umat, guna menyejahrterakan manusia dalam rangka menuju ridlo Allah Swt.

2. Isi Pendidikan Islam di Indonesia
Dalam lembaga pendidikan yangmemegang peranan penting pada penyebaran agama Islam sangat banyak, seperti langgar, pesantren, madrasah, keluarga dan lembaga formal lainnya.
Pendidikan Islam merupakan satu hal yang amat penting bagi kehidupan manusia, namun kadangkala orang-orang banyak yang lupa diri dan akhirnya terjerembab pada jurang nadir kenistaan. Hal ini dikarenakan karena arus buaya barat yang negatif yng senantiasa dikonsumsi tanpa filter oleh kalangan ummat Islam, seperti kecintaanya terhadap materi duniawai, dan budaya foya-foya. Hal ini perlu disikapi secara seksama dan melalui metode yang tepat sesuai dengan jaran Islam.
Oleh karena itu, sejarah mengatakan bahwa ketika Islam lahir ke dunia ummat dalam keadaan jahiliyah (bodoh) dan pendidikan adalah meruapakn pokok utama untuk mengeluarkan ummat dari kebodohan, adapun isi pendidikan Islam di Indonesia ialah ;
a) Pendidikan keagamaan, yakni hendaklah membaca dengan nama Allah semata dan ntidak menyekutukan. Jadi, disini jelas bahwa tujuan pertama dari pendidikan Islam harus mengandung unsur peribadatan kepada Allah Swt.
b) Pendidikan ahliyah dan ilmiyah, yaitu mempelajari asal muasal kejadian manusia dan alam semesta.
c) Pendidikan akhlak dan budi pekerti. Yakni memberikan pendidikan dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih dan tanpa pamrih dan tidak berorientasi pada materi duniawi.
d) Pendidikan jasmani (kesehatan), yang mengutamakan kebersihan dan kesehatan jasmani, baik penampilan, jasad dan segala bentuk lahiriyah. Karena islam menyukai keindahan dan Allah itu Maha Indah.
Jelaslah bahwa wahyu yang diturunkan Allah SWt. Pada Nabi Muhammad Saw. Yang berkaitan dengan pendidikan Islam maka dapatlah dijadikan patokan untuk pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia, dengan menerapkan tatacara yang islami pula.


E. Perempuan dan Issue Kesetaraan Gender

1. Pengertian Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti "jenis kelamin".Dalam Webster's New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di dalam Women's Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex & Gender: an Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men). Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminin is a component of gender).
H. T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan. Agak sejalan dengan pendapat yang dikutip Showalter yang mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai konsep analisa dalam mana kita dapat menggunakannya untuk menjelaskan sesuatu (Gender is an analityc concept whose meanings we work to elucidate, and a subject matter we proceed to study as we try to define it).
Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan istilah "jender". Jender diartikan sebagai "interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan".
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.

2. Perbedaan Sex dengan Gender
Kalau gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, maka sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.
Istilah sex (dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti "jenis kelamin") lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) atau feminitas (femininity) seseorang. Berbeda dengan studi sex yang lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness). Proses pertumbuhan anak (child) menjadi seorang laki-laki (being a man) atau menjadi seorang perempuan (being a woman), lebih banyak digunakan istilah gender dari pada istilah sex. Istilah sex umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual (love-making activities), selebihnya digunakan istilah gender.

3. Konsep Kesetaraan Gender dalam Al-Qur an
Al-Qur'an memberikan pandangan optimistis terhadap kedudukan dan keberadaan perempuan. Semua ayat yang membicarakan tentang Adam dan pasangannya, sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang (dlamir mutsanna), seperti kata huma, misalnya keduanya memanfaatkan fasilitas sorga (Q.S. al-Baqarah/2:35), mendapat kualitas godaan yang sama dari setan (Q.S. al-A'rif/7:20), sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat terbuang ke bumi (7:22), sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni.Tuhan (7:23). Setelah di bumi, antara satu dengan lainnya saling melengkapi, "mereka adalah pakaian bagimu dan kamu juga adalah pakaian bagi mereka" (Q.S. al-Baqarah/2:187).
Secara ontologis, masalah-masalah substansial manusia tidak diuraikan panjang lebar di dalam al-Qur'an. Seperti mengenai roh, tidak dijelaskan karena hal itu dianggap "urusan Tuhan" (Q.S. al-Isr'a'/17:85). Yang ditekankan ialah eksistensi manusia sebagai hamba/'abid (Q.S. al-Dzariyat/51:56) dan sebagai wakil Tuhan di bumi/khalifah fi al-ardl (Q.S. al-An'am/6:165). Manusia adalah satu-satunya makhluk eksistensialis, karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwim/Q.S. al-Thin/95:4) tetapi tidak mustahil akan turun ke derajat "paling rendah" (asfala safilin/Q.S. al-Tin/95:5), bahkan bisa lebih rendah dari pada binatang (Q.S. al-A'raf/7:179).
Ukuran kemuliaan di sisi Tuhan adalah prestasi dan kualitas tanpa membedakan etnik dan jenis kelamin (Q.S. al-Hujurat/49:13). Al-Qur'an tidak menganut faham the second sex yang memberikan keutamaan kepada jenis kelamin tertentu, atau the first ethnic, yang mengistimewakan suku tertentu. Pria dan wanita dan suku bangsa manapun mempunyai potensi yang sama untuk menjadi 'abid dan khalifah (Q.S. al-Nisa'/4:124 dan s. al-Nahl/16:97).
Sosok ideal, perempuan muslimah (syakhshiyah al-ma'rah) digambarkan sebagai kaum yang memiliki kemandirian politik/al-istiqlal al-siyasah (Q.S. al-Mumtahanah/60:12), seperti sosok Ratu Balqis yang mempunyai kerajaan "superpower"/'arsyun 'azhim (Q.S. al-Naml/27:23); memiliki kemandirian ekonomi/al-istiqlal al-iqtishadi (Q.S. al-Nahl/16:97), seperti pemandangan yang disaksikan Nabi Musa di Madyan, wanita mengelola peternakan (Q.S. al-Qashash/28:23), kemandirian di dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi/al-istiqlal al-syakhshi yang diyakini kebenarannya, sekalipun harus berhadapan dengan suami bagi wanita yang sudah kawin (Q.S. al-Tahrim/66:11) atau menentang pendapat orang banyak (public opinion) bagi perempuan yang belum kawin (Q.S. al-Tahrim/66:12). Al-Qur'an mengizinkan kaum perempuan untuk melakukan gerakan "oposisi" terhadap berbagai kebobrokan dan menyampaikan kebenaran (Q.S. al-Tawbah/9:71).

4. Konsep Kesetaraan Gender Pada Masa Nabi Saw.
Kehidupan perempuan di masa Nabi perlahan-lahan sudah mengarah kepada keadilan jender. Akan tetapi setelah beliau wafat dan wilayah Islam semakin meluas, kondisi ideal yang mulai diterapkan Nabi kembali mengalami kemunduran. Dunia Islam mengalami enkulturasi dengan mengadopsi kultur-kultur androsentris (untuk tidak menyebut kultur misogyny). Wilayah Islam bertambah luas ke bekas wilayah jajahan Persia di Timur, bekas jajahan Romawi dengan pengaruh kebudayaan Yunaninya di Barat, dan ke Afrika, seperti Mesir dengan sisa-sisa kebudayaan Mesir Kunonya di bagian Selatan. Pusat-pusat kebudayaan tua tersebut memperlakukan kaum perempuan sebagai the second sex. Para ulama yang berasal dari wilayah tersebut sulit melepaskan diri dari kebudayaan lokalnya di dalam menafsirkan sumber-sumber ajaran Islam. Akibatnya, fiqh yang berkembang di dalam sejarah Islam adalah fiqh patriarki. Dapat dimaklumi, komunitas Islam yang semakin jauh dari pusat kotanya (heartland), akan semakin kuat mengalami proses enkulturasi.
Kedudukan perempuan pada masa Nabi sering dilukiskan dalam syair sebagai dunia mimpi (the dream of woman). Kaum perempuan dalam semua kelas sama-sama mempunyai hak dalam mengembangkan profesinya. Seperti dalam karier politik, ekonomi, dan pendidikan, suatu kejadian yang sangat langka sebelum Islam.
Tidak ditemukan ayat atau hadits yang melarang kaum perempuan aktif dalam dunia politik. Sebaliknya al-Qur'an dan hadits banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai profesi.
Dalam Q.S. al-Tawbah/9:71 dinyatakan: "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah auliya bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh mengerjakan yang ma'ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat dari Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". Kata awliya' dalam ayat tersebut di atas menurut Quraish Shihab mencakup kerjasama, bantuan, dari penguasaan; sedangkan "menyuruh mengerjakan yang ma'ruf" mencakup segala segi kebaikan, termasuk memberi masukan dan kritik terhadap penguasa.


BAB III
P E N U T U P

A. KESIMPULAN
Persebaran Islam di seluruh dunia adalah sebuah realitas bahwa agama ini diakui dan mendapatkan posisi yang dapat diterima oleh setiap golongan dan lapisan masyarakat yang beragam. Hal itu membuktikan bahwa Islam adalah agama Rahmatan Lil’alaminn (rahmat bagi alam semesta).
Bangsa ini harus yakin bahwa generasinya mampu hidup sejajar bila kita buka peluang pendidikan dan pemberdayaan itu bisa berjalan seiring sebagai agenda penyelesaian masalah bangsa secara tuntas. Dan perempuan yang berjasa dalam merintis kemerdekaan juga bisa dirasakan perannya dalam pembangunan negara ini melalui perjuangan menentaskan kaumnya yang masih banyak yang tertinggal maupun termarjinalkan dalam pembangunan yang belum berpihak pada perempuan selama ini. Artinya hak-hak yang sama dalam pembangunan bangsa dan negara ini tidak boleh dibangun secara parsial. Konstruksi pemikiran perempuan dan laki-laki yang bias gender dalam pembangunan yang kita lakukan dalam menentukan kebijakan negara dalam semua sektor harus dihilangkan. Pemikiran itu ternyata hanya menjadikan kita menjadi bangsa yang kerdil dalam pentas global. Dan itupula yang ikut membuat hak-hak perempuan sulit berkembang dalam berhadapan dengan ekses negatif budaya kompetisi pasar bebas. Sudah waktunya generasi bangsa yang tercerahkan itu lahir menjadi penyelamat bangsa yang terpuruk karena keterbelakangan. Dan itu bisa hilang bila bangsa ini percaya pada peran lembaga pendidikan dalam membangun bangsa yang berkualitas dan maju.
Saatnya bangsa ini mulai dari pemerintah, masyarakat dan elemen pentingdi negara ini harus mau mendorong upaya negara ini untuk membangun bangsa tercinta ini untuk memprioritaskan pendidikan dalam mencetak generasi muda yang tangguh dan kompetitif serta mandiri. Karena bukti negara-negara yang kuat dan maju yang kita saksikan lahir dari negara yang peduli pada pendidikan dan pemberdayaan masyarakat lemahnya. Dan negara kita mayoritas perempuan dan paling rentan masalah harus bisa segera diangkat harkat dan martabatnya untuk bisa berkontribusi membangun bangsa ini secara bersamasama. Dan pendidikan yang belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat yang ada harus kita bangun dan kita buka seluas-luasnya di negara ini.
Banyak hal yang perlu diluruskan dalam persepsi masyarakat tentang perempuan. Terutama anggapan sadar dan bawah sadar bahwa kaum laki-laki lebih utama dari pada kaum prempuan. Semenjak dahulu kala, orang banyak berbicara tentang ketimpangan sosial berdasarkan jenis kelamin tetapi hasilnya belum banyak mengalami kemajuan. Persepsi itu memang sulit dihilangkan karena berakar dari atau didukung oleh ajaran teologi. Padahal Max Weber pernah menegaskan bahwa tidak mungkin mengubah perilaku masyarakat tanpa mengubah sistem etika, dan tidak mungkin mengubah etika tanpa meninjau sistem teologi dalam masyarakat.
Diskursus mengenai perempuan seringkali terlalu tematis, sehingga dilupakan persoalan asasinya. Para feminis telah banyak mencurahkan perhatian untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan, tetapi tidak sedikit perempuan merasa enjoy di atas keprihatinan para feminis tersebut. Mereka percaya bahwa perempuan ideal ialah mereka yang bisa hidup di atas kodratnya sebagai perempuan, dan kodrat itu dipahami sebagai takdir (divine creation), bukan konstruksi masyarakat (social consttuction).
Dalam praktek terkadang sulit dibedakan mana pesan yang bersumber dari doktrin agama dan mana yang bersumber dari mitos. Agama pada hakekatnya menjadikan manusia sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek. Pesan-pesan agama untuk kemaslahatan manusia mestinya dapat dijangkau oleh umat (mukallaf). Sedangkan pesan yang lahir dari mitos seringkali memberikan muatan lebih (over loads). Untuk itu, perlu adanya reidentifikasi masalah dan reinterpretasi sumber-sumber ajaran agama.
Islam tidak sejalan dengan faham patriarki mutlak, yang tidak memberikan peluang kepada perempuan untuk berkarya lebih besar, baik di dalam maupun di luar rumah. Al-Qur'an tidak memberikan penegasan tentang unsur dan asal-usul kejadian laki-laki dan perempuan, tidak juga mengenal konsep dosa warisan, dan skandal buah terlarang adalah tanggung jawab bersama Adam dan Hawa. Perbedaan anatomi fisik-biologis antara laki-laki dan perempuan tidak mengharuskan adanya perbedaan status dan kedudukan.

B. EPILOG PERENUNGAN

Berikut adalah sebuah epilog perenungan untuk kita bersama, semoga dapat dijadikan sebagai motivasi untuk senantiasa berkarya dalam kehidupan ini guna mewarnai dunia dengan kreativitas guna mewujudkan generasi Islam yang tangguh dan militant, serta menumbuhkan kecintan kita terhadap tanah Air Indonesia.
  1. Pembangunan di era global menghadapi tantangan yang lebih kompleks dan membutuhkan kesiapan yang lebih tangguh dan berkompetisi disegala bidang.
  2. Kualitas manusia dan sumberdayanya akan banyak mempengaruhi pelbagai macam masalah pembangunan, mangingat unsure manusia bukan hanya sebagai objek pembangunan tetapi juga sebagai subjek atau mobilisator terhadap pembangunan.
  3. Dimensi kualitas manusia dan sumberdayanya, umumnya diukur dengan kepribadian, kreativitas, produktivitas, dan komitmen sosialnya. Untuk itu dibutuhkan rekayasa pembangunan sumber daya manusia.
  4. Aspek kepribadian merupakan aspek sentral dalam upaya pembangunan sumberdaya manusia mengingat eksistensinya sebagai pelaku pembangunan yang akan menentukan arah pembangunan dan makna pembangunan.
  5. Spiritualitas yang bersumber pada keimanan dan kesadaran religius, akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pengembangan kepribadian dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
  6. Syubbanul Yaum Rijalul Ghad adalah sebuah ungkapan bagaimana para pemuda saat ini diproyeksikan untuk menjadi pemimpin pada masa yang akan datang, dan pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang mampu menyelesaikan pelbagai problemtika ummat saat ini yang tengah dilanda krisis moral dan kepercayaan terhadap par pemimpinnya. Dan marilah kita bersama mempersiapkan diri dengan terus berkarya dalam arena dakwah untuk menyongsong kepemimpinan yang akan membawa kepada peradaban yang lebih indah dan mengagumkan.

Wallahu A’lam …



DAFTAR PUSTAKA

Al Buthi, M. Said Ramadhan, Dr., 2005; Perempuan dalam Pandangan Hukum Barat dan Islam, Yogyakarta : Suluh Press.
Al Usairi, Ahmad., 2008; Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta : Akbar Media Eka Sarana.
Al Maududi, Abul A’la, 2007; Khilafah dan Kerajaan (al-Khilafah wal Mulk), terj. Muhammad al-Baqir, Bandung : Karisma.
Indra, Hasbi, Dr. MA., 2004; Potret Wanita Sholehah, Jakarta : Pena Madani.
Mubarok, Jaih. Prof. Dr. M.Ag, 2008; Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Islamika.
Muthahhari, Murtadha., 2000; Hak-hak Wanita dalam Islam, Bandung : Lentera.
Syalibi, A. Prof. Dr., 2000; Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2, Jakarta : Al-Huna Zikra.
Wahab, Rochidin, Drs. M.Pd., 2004, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : Alfabeta.
Yatim, Badri, Dr. M.A., 2000; Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
http://menaraislam.com/
http://www.seruan-global.com/
http://lha23ani.blogspot.com/
http://www.dongengkakrico.com/
http://www.wikimu.com/News/

Tidak ada komentar: