19 Juni 2010

TAKHRIJ HADITS (STUDI ATAS HADITS KOLEKSI SHAHIH BUKHARY KITAB AL-ILM NO.30)

Oleh : Dewi Ariyani, M.PdI

A. Teks hadits
• صحيح البخاري (كتاب العلم، رقم الحديث : 30)
حدثنا عبدة قال حدثنا عبدالصمد قال حدثنا عبدالله بن المثنى قال حدثنا ثمامة بن عبدالله عن أنس عن النبي ص.م أَنَّهُ كَانَ إِذَا سَلَّمَ سَلَّمَ ثَلَاثًا وَإِذَاتَكَلَّم بِكَلِمَةٍ أَعَادَهَا ثَلاَثًا

B. Terjemah Hadits
“Diterima dari Abdah, diterima dari Abd Shamad berkata, kami menerima dari Abdullah ibn Mutsanna berkata kami menerima hadits dari Tsumamah ibn Abdillah dari Anas dari Nabi SAW, bahwasanya beliau apabila mengucapkan salam, maka bersalam tiga kali. Dan apabila berbicara suatu perkataan beliau mengulangnya tiga kali.”

C. Data Hadits
Berdasar pencarian dalam kitab Mu’jam Mufahras Li Alfad al-Hadits dengan kata bantu سَلَّمَ, maka diketahu hadits tersebut terdapat dalam kitab :
1. Shahih bukhary, kitab al-ilmu (كتاب العلم) : 30
حدثنا عبدة قال حدثنا عبدالصمد قال حدثنا عبدالله بن المثنى قال حدثنا ثمامة بن عبدالله عن أنس عن النبي ص.م أنه كان إذا سلم سلم ثلاثا وإذاتكلم بكلمة أعادها ثلاثا

2. Shahih Bukhary, kitab al-isti’dzan (كتاب الإستئذان) : 13
حدثنا اسحاق أخبرنا عبدالصمد حدثنا عبدالله بن المثنى حدثنا ثمامة بن عبدالله عن أنس أن رسول الله ص.م كان إذا سلم سلم ثلاثا وإذاتكلم بكلمة أعادها ثلاثا

3. Sunan Turmudzy, kitab al-isti’dzan (كتاب الإستئذان) : 28
حدثنا اسحاق بن منصور قال أخبرنا عبدالصمد بن عبد الوارث حدثنا عبدالله بن المثنى حدثنا ثمامة بن عبدالله بن أنس بن مالك عن أنس بن مالك أن رسول الله ص.م كان إذا سلم سلم ثلاثا وإذاتكلم بكلمة أعادها ثلاثا

D. Esensi Hadits
Hadits di atas mengandung suatu nilai pembelajaran bahwa dalam proses belajar mengajar.

E. Unsur Hadits
a. Unsur Rawi (thuruq al-riwayah)
Jalan periwayatan hadits tersebut secara berturut-turut adalah:
a) Jalan pertama (Shahih Bukhary kitab Al-Ilm)
1) Anas ibn Malik (shahabat)
Guru : Nabi SAW
Murid : Tsumamah ibn Abdillah, al-Harits ibn Nu’man, Ja’far ibn Amr
Penilaian Ulama : semua Shahabat Adil

2) Tsumamah ibn Abdillah (wustha al-tabi’in)
Guru : Anas ibn Malik,
Murid : Abdullah ibn al-Mutsanna, al-Husain ibn Waqid, Hamad ibn Salamah
Penilaian Ulama: menurut Ahmad ibn Hanbal, al-Nasai, dan al-Dzahaby tsiqat

3) Abdullah ibn al-Mutsanna (tabi’ al-tabi’in)
Guru : Tsumamah ibn Abdillah, Tsabit ibn Aslam, Abdullah ibn Dinar
Murid : Abd al-Shamad ibn Abd al-Warits, Ma’la ibn Asad
Penilaian Ulama : menurut al-Ijly dan al-Turmuzy tsiqat

4) Abd al-Shamad ibn Abd al-Warits ibn Sa’id (al-shugra min al-atba’)
Guru : Abdullah ibn al-Mutsanna, Ishaq ibn Usman
Murid : Abdah ibn Abdillah, Ishaq ibn Mansur, Ahmad ibn Nasr
Penilaian Ulama : menurut Muhammad ibn Sa’d dan Ibn Numair tsiqat

5) Abdah ibn Abdillah (al-wustha min tab’ al-atba’)
Guru : Abd al-Shamad ibn Abd al-Warits, Sulaiman Ibn Daud
Murid : Imam Bukhary, Muslim, al-Turmudzy
Penilaian Ulama: menurut al-Nasai tsiqat tsubut, menurut Abu Hatim shaduq

b) Jalan kedua (Shahih Bukhary dan Sunan Al-Turmudzy, Kitab al-Isti’dzan)
1) Anas ibn Malik (shahabat)
Guru : Nabi SAW
Murid : Tsumamah ibn Abdillah, al-Harits ibn Nu’man, Ja’far ibn Amr
Penilaian Ulama : semua Shahabat Adil

2) Tsumamah ibn Abdillah (wustha al-tabi’in)
Guru : Anas ibn Malik,
Murid : Abdullah ibn al-Mutsanna, al-Husain ibn Waqid, Hamad ibn Salamah
Penilaian Ulama: menurut Ahmad ibn Hanbal, al-Nasai, dan al-Dzahaby tsiqat

3) Abdullah ibn al-Mutsanna
Guru : Tsumamah ibn Abdillah, Tsabit ibn Aslam, Abdullah ibn Dinar
Murid : Abd al-Shamad ibn Abd al-Warits, Ma’la ibn Asad
Penilaian Ulama : menurut al-Ijly dan al-Turmuzy tsiqat

4) Abd al-Shamad ibn Abd al-Warits ibn Sa’id (al-shugra min al-atba’)
Guru : Abdullah ibn al-Mutsanna, Ishaq ibn Usman
Murid : Abdah ibn Abdillah, Ishaq ibn Mansur, Ahmad ibn Nasr
Penilaian Ulama : menurut Muhammad ibn Sa’d dan Ibn Numair tsiqat

5) Ishaq ibn Manshur (al-wustha min tab’ al-atba’)
Guru : Abd Shamad Ibn Abd al-Warits, Umar ibn Sa’d, Ali ibn Ma’bad
Murid : Imam Bukhary, Muslim, al-Turmudzy, Ibn Majah
Penilaian Ulama : menurut Abu Hatim shaduq, Utsman ibn Abi Syaibah Tsiqat Shaduq

Kedua versi thuruq al-riwayat tersebut dapat diskemakan sebagai berikut:

النبي

أنس بن مالك

ثمامة بن عبدالله

عبدالله بن المثنى

عبد الصمد بن عبد الوارث

إسحاق بن منصور عبدة بن عبدالله

ألبخاري الترمذي البخاري

b. Unsur Sanad
1) Sanad pada Shahih Bukhary adalah keduanya Marfu’ dan Muttashil
2) Sanad pada Sunan Al-Turmudzy adalah Marfu’ dan Muttashil

c. Unsur Matan
Matan hadits di atas merupakan berbentuk ucapan Shahabat Nabi yang merupakan proses verbalisasi dari tindakan atau perbuatan (fi’liyah) Nabi SAW.

F. Jenis Hadits
a. dari segi jumlah rawi hadits di atas termasuk :
1. Gharib di kalangan shahabat
2. Gharib di kalangan Tabi’in
3. Gharib di kalangan tabi al tabi’in
4. Gharib di kalangan tabi min tabi al tabiin
5. Aziz di kalangan tabi al atba’ min tabi al tabi’in
6. Aziz di kalangan mudawwin
b. Dari segi matan, hadits di atas berbentuk fi’li
c. Dari segi idhafat matannya, termasuk hadits marfu’ (disandarkan kepada Nabi SAW)
d. Dari segi persambungan sanad, hadits di atas termasuk hadits muttashil

G. Kualitas Hadits
Hadits di atas berkualitas shahih, karena berdasarkan penilaian para ulama semua rawi memenuhi persyaratan. Baik dari segi urutan periwayatan, maupun kualitas sanadnya.

H. Tathbiq Hadits
Dilihat dari teks matannya, hadits di atas dapat dikategorikan sebagai hadits maqbul ma’mul bih (dapat diamalkan). Hal ini terlihat dari lafadnya yang jelas dan tegas, serta mengandung makna yang bersih sehingga memudahkan dalam pengimplementasiannya.

I. Pelajaran
Hadits di atas apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan mengandung pesan bahwa ketika seseorang menyampaikan suatu pesan pembelajaran hendaklah mengulang-ulangnya. Hal ini dimaksudkan agar audiens ataupun murid dapat lebih memahami pesan yang disampaikan.

PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGANTAR
Perkataan kurikulum berasal dari perkataan Latin yang merujuk kepada ‘laluan dalam sesuatu pertandingan’. Berdasarkan kepada konsep tersebut, perkataan kurikulum adalah berkait rapat dengan perkataaan ‘laluan atau laluan-laluan’. Sehingga awal abad ke 20, kurikulum merujuk kepada kandungan dan bahan pembelajaran yang berkembang yaitu ‘apa itu persekolahan.
John Dewey (1902: 5) dalam bukunya ‘The Child and The Curriculum’ merujuk istilah kurikulum sebagai “pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini”. Pembentukan kurikulum menekankan kepentingan dan keperluan masyarakat. Beliau selanjutnya menguraikan konsep ini dalam bukunya ‘Democracy and Education’ (1916: 125). Dewey menyatakan bahawa skema kurikulum harus mengambil kira penyesuaian pembelajaran dengan keperluan sebuah komuniti, ia harus membuat pilihan dengan niat meningkatkan kehidupan yang dilalui supaya masa depan akan menjadi lebih baik dari masa lampau. Di sini, elemen rekonstruksionism social dapat dikesan dengan melihat kea rah mana keperluan masyarakat diletakkan sebagai objektif utama, tanpa menafikan kepentingan individu.
Sedangkan pengertian kurikulum yang lain adalah :
1. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
2. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan).
3. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).
4. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
5. Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan pedoman dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di setiap satuan pendidikan yang berisi seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, materi pelajaran, rencana pengajaran, pengalaman belajar, cara-cara yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, serta evaluasi hasil belajar demi mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
B. LANDASAN PENYUSUNAN KURIKULUM
Penyusunan kurikulum memerlukan landasan agar memiliki pijakan yang kuat. Beberapa landasan yang diperlukan (Kwartolo, 2002: 75-77), yaitu:
1. Landasan filsafat : Kurikulum di dalamnya terkandung beberapa pertanyaan mendasar seperti: a). Apakah hakikat siswa?; b). Apakah yang seharusnya dilakukan siswa?; c).Apakah yang harus dilakukan guru?; d). Apa yang harus menjadi isi kurikulum?. Jawaban dari keempat pertanyaan itu akan bermanfaat untuk menentukan ke arah mana siswa-siswa akan dibawa. Memberi gambaran tentang hasil yang harus dicapai siswa, menentukan cara dan proses untuk mencapai tujuan itu, memberi kesatuan yang bulat kepada usaha pendidikan, memungkinkan pendidik menilai usahanya sejauh mana tujuan tercapai, dan memberi motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.
2. Landasan sosiologis: Landasan ini ingin mentautkan antara kurikulum dan keberadaan masyarakat dengan penekanan utama pada kemampuan fungsi kurikulum dalam ikut membantu pemecahan aneka masalah yang dihadapi masyarakat, seperti masalah kesehatan, pelestarian dan penggalian sumber daya alam, teknologi, kesempatan kerja. Dengan demikian kurikulum harus ada relevansinya dengan kehidupan masyarakat. Masyarakat menentukan bentuk pendidikan yang akan dilaksanakan, sebaliknya sistem pendididikan atau jenis kurikulum dapat memecahkan problema kemasyarakatan.
3. Landasan psikologis: Psikologi merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan pengertian, peramalan (predicting) dan pengendalian tingkah laku, perasaan, dan pikiran dari orang-orang. Salah satu cabang psikologi yang berhubungan dengan problema pendidikan atau persekolahan adalah psikologi pendidikan. llmu ini mempelajari bagaimana siswa belajar dan cara yang terbaik untuk mengajar. Jadi psikologi pendidikan merupakan penerapan prinsip-prinsip psikologi terhadap problema proses pemelajaran.Pijakan psikologi tersebut membawa kita mengenal berbagai macam teori belajar, kurikulum yang harus berpusat pada siswa, ada kesinambungan antara topik pertama dengan topik berikutnya, urutan penyusunan dari yang sederhana ke hal yang kompleks, belajar sambil berbuat (learning by doing), dan lain-lain. Dalam pelaksanaan di lapangan harus juga dilakukan pemantauan, pengkajian agar kurikulum yang sudah diberlakukan semakin sempuma agar sesuai dengan perubahan keadaan, dinamika masyarakat, bangsa/negara dan tuntutan yang ada. Dalam perspektif dikenal dengan istilah pengembangan kurikulum.
C. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan bersandar pada prinsip- prinsip seperti berikut:
1) Ada keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika.
2) Memungkinkan memperoleh kesempatan yang sama, dengan maksud ada jaminan keberpihakan kepada peserta didik yang kurang beruntung dari segi ekonomi dan sosial yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul.
3) Memperkuat identitas Nasional dengan tujuan untuk mempertahankan kelanjutan tradisi budaya yang bermanfaat dan mengembangkan kesadaran, semangat, dan kesatuan.
4) Mengikuti perkembangan pengetahuan dengan fokus dapat mendorong subyek didik meningkatkan kemampuan metakognitif, kemampuan berpikir dan belajar dalam mengakses, memilih, menilai pengetahuan, dan mengatasi situasi yang membingungkan dan penuh ketidakpastian.
5) Mampu menyongsong tantangan teknologi informasi dan teknologi.
6) Yang berpotensi memudahkan belajar elektronik atau belajar dengan kabel on-line yang mempermudah akses ke dalam informasi .dan ilmu pengetahuan baru yang tidak tertulis dalam kurikulum.
7) Mengembangkan keterampilan hidup agar peserta didik mampu menghadapi tantangan hidup yang terjadi di masyarakatnya. Beberapa aspek utama keterampilan hidup antara lain kerumahtanggaan, pemecahan masalah, berpikir kritis, komunikasi, dan kemampuan vokasional.
8) Pengintegrasian unsur-unsur penting ke dalam kurikuler dalam anti kurikulum perlu memuat dan mengintegrasikan pengetahuan dan sikap, hak-hak asasi, pariwisata, lingkungan hidup, home economics, perdamaian, demokrasi, dan sebagainya.
9) menyediakan pendidikan alternatif, prinsip ini menekankan bahwa pendidikan tidak hanya terjadi secara formal di sekolah namun berlangsung di mana-mana.
10) Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan yang bertumpu pada usaha memandirikan belajar, berkolaborasi, mengadakan pengamatan. Dalam hal ini peran utama pengajar sebagai fasilitator belajar.
11) Pendidikan multikultur dan multibahasa melalui implementasi metodik yang produktif dan kontekstual untuk mengakomodasikan sifat dan sikap masyarakat pluralistik dalam kerangka pembentukan jati diri bangsa.
12) Penilaian berkelanjutan dan komprehensif.
13) Pendidikan sepanjang hayat (life long education) dengan penekanan pada penyediaan kompetensi dan materi yang berguna bukan untuk kepentingan masa sekarang, tetapi juga untuk masa mendatang.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PERJALANAN KURIKULUM NASIONAL
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

B. RENCANA PELAJARAN 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rencana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rencana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
• Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
• Garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. yang diutamakan pendidikan watak :
• Kesadaran bernegara dan bermasyarakat
• Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari
• Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

C. RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952
Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan Pancawardhana, yaitu : Daya cipta, Rasa, Karsa, Karya dan Moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: Moral, Kecerdasan, Emosional/Artistik, Keprigelan (keterampilan) dan Jasmaniah.Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
D. KURKULUM 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani. Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

E. KURIKKULUM 1975
1) Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1975
Dalam Kata Pengantar Kurikulum 1975, Menteri Pendidikan Republik Indonesia pada waktu itu Sjarif Thajeb, menjelaskan tentang latar belakang ditetapkanya Kurikulum 1975 sebagai pedoman pelaksanaan pengajaran di sekolah. Penjelasan tersebut sebagai berikut :
a) Sejak Tahun 1969 di Negara Indonesia telah banyak perubahan yang terjadi sebagai akibat lajunya pembangunan nasional, yang mempunyai dampak baru terhadap program pendidikan nasional. Hal-hal yang mempengaruhi program maupun kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan pembaharuan itu adalah: Selama Pelita I, yang dimulai pada tahun 1969, telah banyak timbul gagasan baru tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
1) Adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan dalam GBHN yang antara lain berbunyi : “Mengejar ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat lajunya pembangunan.
2) Adanya hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan mendorong pemerintah untuk meninjau kebijaksanaan pendidikan nasional.
3) Adanya inovasi dalam system belajar-mengajar yang dianggap lebih efisien dan efektif yang telah memasuki dunia pendidikan Indonesia.
4) Keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan untuk meninjau system yang kini sedang berlaku.
b) Pada Kurikulum 1968, hal-hal yang merupakan faktor kebijaksanaan pemerintah yang berkembang dalam rangka pembangunan nasional tersebut belum diperhitungkan, sehingga diperlukan peninjauan terhadap Kurikulum 1968 tersebut agar sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun.

2) Prinsip Pelaksanaan Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan prinsip-prinsip di antaranya sebagai berikut :
(1) Berorientasi pada tujuan.
(2) Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
(3) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
(4) Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
(5) Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).

3) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 memuat ketentuan dan pedoman yang meliputi unsur-unsur:
(1) Tujuan institusional baik SMP maupun SMA
Tujuan Institusional adalah tujuan yang hendak dicapai lembaga dalam melaksanakan program pendidikannya
(2) Struktur program Kurikulum
Struktur program adalah kerangka umum program pengajaran yang akan diberikan pada tiap sekolah.
(3) Garis-Garis Besar Program Pengajaran
Sesuai dengan namanya, Garis-Garis Besar Program Pengajaran, pada bagian ini dimuat hal-hal yang berhubungan dengan program pengajaran, yaitu :
(a) Tujuan Kurikuler, yaitu tujuan yang harus dicapai setelah mengikuti program pengajaran yang bersangkutan selama masa pendidikan.
(b) Tujuan Instruksional Umum, yaitu tujuan yang hendak dicapai dalam setiap satuan pelajaran baik dalam satu semester maupun satu tahun.
(c) Pokok bahasan yang harus dikembangkan untuk dijadikan bahan pelajaran bagi para siswa agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
(d) Urutan penyampaian bahan pelajaran dari tahun pelajaran satu ke tahun pelajaran berikutnya dan dari semester satu ke semester berikutnya.
(4) Sistem Penyajian dengan Pendekatan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Sistem PPSI ini berpandangan bahwa proses belajar-mengajar sebagai suatu system yang senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan. Sistem pembelajaran dengan pendekatan system instruksional inilah yang merupakan pembaharuan dalam system pengajaran di Indonesia.
(5) Sistem Penilaian
Dengan melaksanakan PPSI, penilaian diberikan pada setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan pelajaran tertentu. Inilah yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya yang memberikan penilaian pada akhir semester atau akhir tahun saja.
(6) Sistem Bimbingan dan Penyuluhan
Setiap siswa memiliki tingkat kecepatan belajar yang tidak sama. Di samping itu mereka mereka memerlukan pengarahan yang akan mengembagkan mereka menjadi manusia yang mampu meraih masa depan yang lebih baik. Dalam kaitan ini maka perlu adanya bimbingan dan penyuluhan bagi para siswa dalam meniti hidupnya meraih masa depan yang diharapkanya.
(7) Supervisi dan Administrasi
Sebagai suat lembaga pendidikan memerlukan pengelolaan yang terarah, baik yang digunakan oleh para guru, administrator sekolah, maupun para pengamat sekolah. Bagaimana teknik supervisi dan administrasi sekolah ini dapat dipelajari pada Pedoman pelaksanaan kurikulum tentang supervisi dan administrasi.
Ketujuh unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang mewarnai Kurikulum 1975 sebagai suatu sistem pengajaran.

F. KURIKULUM 1984
1) Latar Belakang Diberlakukannya Kurikulum 1984
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984. Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut :
a) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
b) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
c) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
d) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
e) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
f) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
2) Pokok Kurikulum 1984
(1) Ciri-ciri Kurikulum 1984
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(a) Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
(b) Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
(c) Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
(d) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
(e) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
(f) Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar-mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
(2) Kebijakan Dalam Penyusunan Kurikulum 1984
Kebijakan dalam penyusunan Kurikulum 1984 adalah sebagai berikut :
(a) Adanya perubahan dalam perangkat mata pelajaran inti, jika pada Kurikulum 1975 terdapat delapan pelajaran inti, pada Kurikulum 1984 terdapat enam belas mata pelajaran inti. Mata pelajaran yang termasuk kelompok inti tersebut adalah : Agama, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia, Geografi Indonesia, Geografi Dunia, Ekonomi, Kimia, Fisika, Biologi, Matematika, Bahasa Inggris, Kesenian, Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Sejarah Dunia dan Nasional.
(b) Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan masing-masing.
(c) Perubahan program jurusan. Jika semula pada Kurikulum 1975 terdapat 3 jurusan di SMA, yaitu IPA, IPS, Bahasa, maka dalam Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan dalam program A dan B.
Program A terdiri dari : (1) A1: penekanan pada mata pelajaran Fisika, (2) A2: penekanan pada mata pelajaran Biologi, (3) A3: penekanan pada mata pelajaran Ekonomi, dan (4) A4: penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya. Sedangkan program B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan yang akan dapat menerjunkan siswa langsung berkecimpung di masyarakat. Tetapi mengngat program B memerlukan sarana sekolah yang cukup maka program ini untuk sementara ditiadakan.
(d) Pentahapan waktu pelaksanaan
Kurikulum 1984 dilaksanakan secara bertahap dari kelas I SMA berturut tahun berikutnya di kelas yang lebih tinggi.

G. KURIKULUM 1994
a) Latar Belakang Diberlakukanya Kurikulum 1994
Adapun yang menjadi latar belakang diberlakukanya kurikulum 1994 adalah sebagai berikut :
(1) Bahwa sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang.
(2) Bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan, diperlukan peningkatan dan penyempurnaan pentelenggaraan pendidikan nasional, yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, perkembangan masyarakat, serta kebutuhan pembangunan.
(3) Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka Kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut.
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
b) Pokok Kurikulum 1994
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut.
(1) Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
(2) Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
(3) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
(4) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
(5) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
(6) Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
(7) Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.
(1) Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.
(2) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
(1) Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
(2) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
(3) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
(4) Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
(5) Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikan dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.

H. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) VERSI TAHUN 2002 DAN TAHUN 2004

Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Sehingga dikembangkan kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Menurut Mulyasa (2006:39) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002:55). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut.
(1) Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
(2) Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
(3) Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
(4) Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur. (Puskur, 2002:56).
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya. Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
1. pemilihan kompetensi yang sesuai.
2. spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi.
3. pengembangan sistem pembelajaran.
4. Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
5. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
6. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
7. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
8. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
9. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. (Depdiknas dalam Mulyasa, 2004:42)

Mulyasa (2004:40-41) mengemukakan tiga landasan teoritis yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi, yaitu :
1. Adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri sesuai dengan kemampuan masing-masing, serta tidak tergantung kepada orang lain.
2. Pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan system pembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik.
3. Pendefinisian kembali terhadap bakat. Dalam kaitan ini Hall (1986) sebagaimana dikutip dari Mulyasa (2004 : 41) menyatakan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup.
Menurut Wardhani (2004: 2) kerangka dasar KBK memuat tentang :
1. Kompetensi: Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
2. Standar Kompetensi: Standar kompetensi merupakan seperangkat kompetensi yang dibakukan secara nasional dan diwujudkan dengan hasil belajar peserta didik. Standar kompetensi merupakan hasil jabaran dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Penjabaran standar kompetensi terdiri atas: standar kompetensi lintas kurikulum, standar kompetensi lulusan, standar kompetensi bahan kajian, standar kompetensi mata pelajaran, standar kompetensi mata pelajaran per kelas.
Penilaian pada kurikulum 2004: Penilaian berbasis kelas yaitu dilakukan oleh guru, bersifat internal, bagian dari pembelajaran, sebagai bahan untuk memperbaiki mutu hasil belajar, berorientasi pada kompetensi, menggunakan acuan patokan/kriteria dan ketuntasan belajar (individu peserta didik), dilakukan dengan berbagai cara.
Kegiatan pembelajaran pada kurikulum 2004: Kegiatan pernbelajaran berpusat pada peserta didik, mengembangkan kreatifitas, kontekstual, menantang dan menyenangkan, menyediakan pengalaman belajar yang beragam, belajar melalui berbuat.
Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah: Mengacu pada visi dan misi sekolah, sekolah mengembangkan perangkat kurikulum (silabus, program penilaian, dan rencana , pembelajaran), pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lainnya untuk meningkatkan mutu hasil belajar, pemantauan dan penilaian untuk meningkatkan efisiensi, kinerja dan kualitas pelayanan terhadap peserta didik, berkolaborasi secara horisontal (dengan sekolah lain, komite sekolah, organisasi profesi) dan vertikal (dewan pendidikan dan dinas pendidikan).
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika, Kompetensi dasar matematika merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran matematika. (Puskur, 2002b). Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika merupakan gambaran kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika. Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.

BAB III
P E N U T U P

A. KESIMPULAN
Tak ada gading yang tak retak, itulah ungkapan yang cukup bijak untuk mengilustrasikan segala bentuk perbuatan manusia. Dimana manusia adalah makhluk yang sempurna dengan segala keterbatasan dan kekurangannya. Manusia dikategorikan sebagai makhluk yang mempunyai peradaban, dan sebuah peradaban tidak bisa dipisahkan dari apa yang diwariskan oleh nenek moyangnya, salahsatunya adalah warisan sejarah, ideology dan bahasa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa mernghargai sejarah dan jasa para pahlawaannya, itulah peribahasa bangsa Indonesia yang hingga saat ini dan semoga pada masa yang akan datang akan tetap ada.
Sejarah akan terus berputar hingga pada akhirnya melalui proses yang alamiah akan menemukan jalur atau system dengan sendirinya untuk menentukakan arah yang terbaik bagI peradaban umat manusia, dan hal ini sangat perlu didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki kepribadian tangguh dan mempunyai komitmen yang tinggi untuk menjunjung tinggi cita-cita dan keyakinannya.
Adminsitrasi Pendidikan bukanlah hanya salahsatu dari mata kuliah yang harus dipelajari secara tekstual belaka, akan tetapi adalah untuk direalisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan semoga dengan tetap dipelajari tentang Pendidikan akan menjadi motivator untuk perubahan terhadap degradasi moralitas bangsa.
Sejenak marilah kita merenung dan bermuhasabah diri, melihat keadaan sekitar kita yang terus berkembang, dan hal ini perlu ada benteng yang kokoh untuk membendung arus budaya luar yang dapat merobohkan semangat, idealisme bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini. Dan salah satu benteng itu adalah dengan membekali para pemuda Indonesia dengan berbagai pemahaman cultural ke-Indoneisa-an serta penanaman jiwa nasionalisme.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Armai, Dr., 2007. Reformulasi Pendidikan Islam, Ciputat: CRSD Press.
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Jalaludin, Prof. Dr. H & Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
Ramayulius, Prof. Dr. H., 2007. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Ramly, Tengku Amir., 2008. MENJADI GURU IDOLA Mengajar dari Kedalaman Hati. Bekasi : Pustaka Inti.
Widodo, Ardi, Dr., 2007. Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Jakarta: Nimas Multima.
http://menaraislam.com/content/view/75/40/
http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com
http://rektor.uin-malang.ac.id/index.php/artikel/1423-peta-pendidikan-islam-di-indonesia-.html

HADITS DI MATA ALIRAN ORIENTALIS DAN INKAR SUNNAH

Oleh : Dewi Ariyani, M.PdI

A. Pendahuluan
Sunnah dalam arti bahasa adalah jalan (الطريقة)1, sedangkan menurut istilah syara’, sunnah berarti (ما صدرعن الرسول من قول او فعل او تقرير) artinya apapun yang berasal dari Rasul saw. baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapannya.2 Menurut hirarki sumber hukum Islam, sunnah menempati tempat kedua setelah al-Kitab.3
Al-sunnah termasuk dalil syariat yang bisa dijadikan hujjah (bukti) sehingga yang dibahas (oleh hujjah) termasuk hukum syariat. Dalil syariat adalah sesuatu yang digunakan untuk mengetahui hukum-hukum syariat tertentu, yang dikeluarkan oleh Pembuat Syariat, yakni Allah, guna menyelesaikan suatu masalah. Dalil-dalil syariat yang disepakati dikalangan fuqahâ adalah al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma Shahabat dan Qiyâs.4
Maka bagi setiap Muslim wajib mengikuti al-Sunnah; dan haram menyatakan : “Di sisiku ada Kitab Allah dan kami pun mengambilnya” karena pemahamannya untuk meninggalkan sunnah. Akan tetapi wajib untuk menyandingkan Sunnah bersama al-Qur’an serta menjadikannya dalil syariat sebagaimana al-Qur’an, dan tidak dibenarkan terbetik pada diri seorang Muslim untuk mencukupkan diri hanya dengan mengikuti al-Qur’an dan mengecualikan hadits.5
Perbedaan dan persamaan al-Qur’an dan Sunnah menurut kitab Mitsaqul Ummah, ialah:
ألكتاب والسنة نزل بهما الوحي من عند الله على سيدنا محمد رسول الله ص.م. فالكتاب جاء به الوحي لفظا ومعنى من عند الله, والسنة جاء بها الوحي معنى من عند الله و عبر عنها الرسول ص.م. بألفا ظ من عنده

“Al-Kitab dan al-Sunnah diturunkan sebagai wahyu di sisi Allah pada nabi Muhammad saw, al-Kitab wahyu yang redaksi dan maknanya dari Allah, sedangkan Sunnah adalah wahyu dari-Nya yang lafadznya berasal dari lisan nabi sendiri. ”6

Kesimpulannya bahwa sunnah secara aklamasi diakui oleh kaum Muslimin seluruhnya sebagai pedoman hidup yang tak dapat ditolak lagi.
Namun tidak begitu dengan orang-orang yang memiliki rasa iri dan dengki untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslimin, di antaranya para orientalis dan pengikut Inkar Sunnah yang terang-terangan menggugat otoritas dan ontensitas Sunnah sebagai sumber syariat. Salah satu tokoh Orientalis yang menggeluti hadits adalah Ignaz Goldziher yang gencar mempreteli keshahihan hadits dengan pernyataannya : “Hadits tidak lebih hanya sekedar catatan atas kemajuan Islam yang dicapai dibidang agama, sejarah dan sosial pada abad pertama dan kedua hijriyah; hampir tidak mungkin meyakinkan bahwa hadits dapat dinyatakan asli dari Muhammad atau generasi shahabat Rasul.”7
Dalam tulisan ini akan sedikit diuraikan tentang pendapat orientalis dan inkar sunnah beserta sanggahannya, agar menjadi ibrah bagi kaum Muslimin tentang keshahihan sunnah sebagai sumber syariat.

B. Orientalisme
1. Orientalisme dan Sejarah kemunculannya
Orientalisme berasal dari dua kata, orient dan isme diambil dari bahasa latin oriri yang berarti terbit. Dalam bahasa inggris dan Prancis orient berarti direction of rising sun (arah terbit matahari dari belahan Timur).8 Secara geografis kata orient bermakana dunia belahan Timur dan secara ethnologis berarti bangsa-bangsa timur.9 Secara luas kata orient juga berarti wilayah yang membentang luas dari kawasan Timur Dekat (Turki dan sekitarnya) hingga jauh (Jepang, Korea, Cina) dan Asia Selatan hingga republik-republik Muslim bekas Uni Soviet, serta kawasan Timur Tengah hingga Afrika Utara.10
Sedangkan istilah isme berasal dari bahasa Belanda atau isme dari bahasa Latin atau isme berasal dari bahasa inggris yang berarti a doctrine, theory of system, atau pendirian, ilmu, paham, keyakinan dan sistem.11
Menurut istilah, orientalisme didefinisikan oleh Edward Said sebagai “Sebuah cara kedatangan dengan bangsa-bangsa Timur berdasarkan tempat khusus Timur dalam pengalaman Bangsa Barat Eropa; sebuah dasar pemikiran ontologi dan epistemologi antara Timur dan Barat pada umumnya; dan sebuah gaya Barat untuk mendominasi, membangun kembali dan mempunyai kekuasaan terhadap Timur.”12
Orientalisme juga didefinisikan sebagai “Gagasan pemikiran yang mencerminkan berbagai kajian tentang negara-negara timur Islam. Objek kajiannya meliputi peradaban, agama, seni, sastera, bahasa dan kebudayaannya. Gagasan pemikiran ini telah memberikan kesan yang besar dalam membentuk persepsi Barat terhadap Islam dan dunia Islam. Caranya ialah dengan menyebarkan kemunduran cara berfikir dunia Islam dalam pertarungan peradaban antara Timur (Islam) dengan Barat.”13
Amat sukar untuk menentukan secara pasti kapan munculnya Orientalisme. Sebagian ahli sejarah berkecenderungan mengatakan bahwa Orientalisme bermula dari zaman Daulah Islamiyah di Andalusia (Spanyol). Sedangkan sebagian ahli sejarah yang lain mengatakan ia muncul ketika terjadi Perang Salib.
Orientalisme Ketuhanan (Lahuti) sudah wujud secara resmi sejak dikeluarkan keputusan Perundingan Gereja Viena tahun 1312 M dengan memasukkan subjek bahasa Arab ke berbagai Universitas di Eropa.
Orientalisme muncul di Eropa hanya pada penghujung abad ke 18 M di mana pertama kali muncul di England pada tahun 1779 M, di Perancis pada tahun 1799 dan dimasukkan ke dalam Kamus Akademi Perancis pada tahun 1838.
Gerbert de Oraliac (938-1003 M), seorang paderi Venezia, pergi ke Andalusia. Di sana ia belajar dengan seorang profesor. Setelah kembali ke tanah air, dia dipilih sebagai Paderi Agung dengan gelaran Silvester II (999—1003) M. Beliau merupakan Paus yang pertama dari Perancis.
Tahun 1130 M, Ketua Paderi Toledo menterjemahkan beberapa buku ilmiah berbahasa Arab. Kemudian langkah ini diikuti oleh Gerard de Cremona (1114-1187 M) dari Italia. Dia telah pergi ke Toledo dan menterjemahkan buku-buku yang tidak kurang dari 87 judul di bidang falsafah, kedokteran, astronomi dan geologi.
Di Perancis, Pierre le Venerable (1094-1156), seorang paderi Venezia dan Kepala Biarawan Cluny, menubuhkan kumpulan penterjemah. Tujuannya ialah untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan secara objektif tentang Islam. Dia sendiri adalah orang pertama yang menterjemahkan al-Qur'an ke dalam bahasa Latin (1143 M). Manakala penterjemahan al-Qur'an ke dalam bahasa Inggris dilakukan pertama kali oleh Robert of Ketton.
Juan de Sevilla, seorang Yahudi yang memeluk agama Kristen, muncul pada pertengahan abad ke-12 dan memberi perhatian dalam bidang astronomi. Ia telah menterjemahkan 4 buah buku berbahasa Arab karya Abu Ma'syar al-Balkhi (1133 M). Tugas penterjemahannya dibantu oleh Adelard.
Roger Bacon (1214-1294 M), dari Inggris yang menuntut ilmu di Oxford dan Paris dan mendapat gelaran doktor di bidang Theologi. Ia menterjemahkan buku berbahasa Arab berjudul Mir'at al-Kimia pada tahun 1251 M.14

2. Faktor-faktor Munculnya Orientalisme
Di antara faktor-faktor munculnya orientalisme,15 yaitu:
a. Faktor Agama
Faktor inilah yang menjadi asas kepada kemunculan dan pertumbuhan orientalisme yang berlangsung begitu lama. Sasarannya antara lain ialah :
1) Menimbulkan keraguan atas kerasulan Muhammad s.a.w dan menganggap hadis Nabi sebagai amal perbuatan umat Islam (bukannya dari Nabi) selama tiga abad pertama.
2) Menimbulkan keraguan terhadap kebenaran al-Qur'an dan memutar balikannya
3) Memperkecil nilai fiqh Islam dan menganggapnya sebagai saduran dari hukum Romawi.
4) Menganaktirikan bahasa Arab dan menjauhkannya dari ilmu pengetahuan yang semakin berkembang.
5) Memperkenalkan teori bahwa Islam adalah berasal dari agama Yahudi dan Nasrani
6) Mengkristenkan ummat Islam.
7) Menggunakan hadis-hadis dha'if dan maudhu' untuk menyokong pendapatnya dan mengembangkan teorinya

b. Faktor ekonomi dan penjajahan
Institusi-institusi keuangan, industri-industri mega dan pihak pemerintah sendiri telah mengeluarkan banyak modal untuk kajian-kajian bagi mengenal pasti keadaan negara-negara Islam dengan lebih mendalam. Kajian tersebut sangat digalakkan terutama pada masa sebelum penjajahan Barat dalam abad 19 dan 20 M.

c. Faktor politik
Di antara hal-hal yang masuk ke dalam faktor politik adalah:
1) Melemahkan semangat ukhuwah Islamiyah dan memecah belah umat untuk membolehkan mereka (orang-orang Islam) dikuasai.
2) Menghidupkan bahasa Arab 'amiyyah (bahasa pasar) dan mengubah adat istiadat yang diamalkan.
3) Para pegawai di negara-negara Islam diarahkan untuk mempelajari bahasa asing (yaitu bahasa penjajah) agar memahami kebudayaan dan agama penjajah. Tujuannya agar mereka mudah dipengaruhi dan dikuasai.

d. Faktor keilmuan
Sebagian orientalis ada yang mengarahkan kajian dan analisanya semata-mata untuk menambah ilmu dan pengetahuan. Sebagian mereka ada yang memahami asas-asas dan roh Islam malah ada yang memeluk Islam, seperti Thomas Arnold yang mempunyai peranan yang besar dalam menyadarkan kaum muslimin dengan bukunya ‘The Preaching in Islam’, dan Dinet yang telah memeluk Islam dan tinggal di Algeria. la menulis buku Sinar Khusus Cahaya Islam. Ia meninggal di Perancis dan dikebumikan di Algeria.

3. Gugatan Orientalis Terhadap hadist
Orientalis merupakan studi yang dilakukan intelektual Barat untuk mempelajari situasi Timur; khususnya yang menyangkut sejarah, agama, bahasa, etika, seni, tradisi dan adaptasi kebiasaannya. Walaupun terkesan ilmiah dan canggih, orientalisme sebenarnya merupakan salah satu sarana yang dimanfaatkan Barat untuk melakukan penjajahan terhadap Dunia Islam.
Lebih lanjut Amien Rais menjelaskan bahwa Imperialisme juga menjadi semangat orientalisme, maka fungsi studi orientalis adalah untuk “ memahami “ dalam banyak hal untuk menguasai, dan bahkan menggabungkan apa yang kelihatannya sebagai Dunia Lain. Yang dimaksud dunia lain adalah dunia Timur Fungsi seperti itu mengakibatkan adanya kenyataan bahwa orientalisme itu ibarat kaca yang mencerminkan kekuatan Barat dan nafsu angkara mereka imperialismenya 16.
Mengutip pendapat Ali Husny al-Kharbuthly (Guru Besar di Ain Syams, Mesir), Hamka menyebutkan, bahwa ada tiga tujuan orientalisme di dunia Islam, yaitu:
a Untuk penyebaran agama Kristen ke negeri-negeri Islam
b Untuk kepentingan penjajahan
c Untuk kepentingan ilmu pengetahuan semata.
Carl Heinrich Becker (meninggal tahun 1933 M) adalah yang bertanggung jawab menumbuhkan majalah Islam di Jerman. Ia melakukan kajian tentang Timur untuk kepentingan penjajah di Afrika.
Barthold (meninggal tahun 1930 M), penggagas majalah The Muslim World Rusia, telah menjalankan kajian untuk menjaga kepentingan Rusia di Asia Tengah.
Snouck Hougronje dari Belanda (1857—1936 M) pernah menziarahi Mekah pada tahun 1884 dengan nama Abdul Ghaffar. Ia tinggal di Mekah selama lebih kurang setengah tahun. Kemudian dia kembali ke Belanda dengan laporan-laporan untuk kepentingan penjajahan di dunia Islam bagian Timur. Sebelumnya ia pernah tinggal di Indonesia selama 17 tahun.18
Institut bahasa-bahasa Timur di Paris, ditumbuhkan dalam tahun 1885 M, bertugas sebagai pengumpul data dan maklumat tentang negara-negara Timur dan Timur Jauh untuk memudahkan penjajah mengukuhkan cengkramannya di kawasan-kawasan tersebut.
Sebenarnya orientalisme adalah hasil pergeseran yang terjadi antara Timur yang Islam dan Barat yang Nasrani pada masa Perang Salib dengan melalui delegasi-delegasi resmi ataupun melalui perjalanan-perjalanan.
Pendorong utamanya ialah ajaran Nasrani yang bercita-cita menghancurkan Islam dari dalam dengan cara tipu daya dan pembelotan. Tetapi pada akhir-akhir ini, orientalisme nampaknya mulai mancoba melepaskan diri dari belenggu tersebut dan beralih mendekati semangat ilmiah.
Melihat kejadian orientalisme terhadap islam, ternyata sangat luas termasuk sirah Hadits Nabawiyah dan Sejarah perkembangannya. Tidak ada kepastian Sejarah siapa orientalis pertama yang mengkaji Hadits Nabawiyah. Namun menurut perkiraan MM. Azami, Sarjana Barat yang pertama kali melakukan kajian hadist adalah Ignaz Goldzither, Orientalis Yahudi kelaahiran Hongaria (1850 – 1920 M ) yang menerbitkan hasil kajiannya dalam buku berjudul Muhammadaniche Studies. Hal tersebut di bantah oleh A.J.Wensick melalui tulisannya The Importance of Tradition for Study of Islam ( 1921 ) yang menegaskan bahwa Snouck Hougronje, adalah orang pertama kali mengkaji otensitas hadis, bukan Goldziher. Menurutnya snouck lah orang yang pertama kali mengaplikasikan teori hadits dalam kajiannya tentang Zakat dan imam Mahdi .
Ignaz Goldziher dapat dikategorikan sebagai sarjana barat pertama yang mengkaji hadits. Menurut Fazlur Rahman, Ignaz mengemukakan bahwa fenomena hadits berasal dari zaman islam paling awal akan tetapi karena kandungan hadits yang terus membengkak pada masa-masa selanjutnya dan karena dalam setiap generasi muslim materi hadits berjalan paralel dengan doktrin aliran fiqih dan teologi yang sering kali bertabrakan, maka Goldziher menilai sangat sulit menentukan hadits-hadits yang orisinil berasal dari Nabi.
Sebagian materi hadits, menurutnya lebih merupakan hasil perkembangan religius, historis, dan sosial Islam selama dua abad pertama, atau refleksi dari tendensi-tendensi yang muncul dalam komunitas muslim selama masa-masa tersebut. Konsekuensi logisnya Goldziher menyimpulkan bahwa produk-produk kompilasi hadits yang ada dewasa ini tidak dapat dipercaya secara keseluruhan sebagai sumber ajaran dan perilaku Nabi sendiri.
Tentang sunah ia mengemukakan bahwa konsep ini telah ada pada masa Arab pra Islam dengan makna tradisi-tradisi adat istiadat dan kebiasaan nenek moyang bangsa Arab yang menjadi panutan. Tetapi dengan datangnya Islam, Konsep ini berubah menjadi model perilaku Nabi, dan idealitas Sunah orang Arab pra Islam berakhir.
Pendapat Goldziher di amini juga oleh sarjana terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje, dalam “Early Depelopment Of Islam“. H. Lemmens Joseph Schacht hanyalah mengikuti atau memperluas penjelasan dari Goldziher, tetapi subtansinya sama bahwa hadits atau sunah merupakan hasil rekayasa ulama-ulama Islam abad II dan III yang menjustifikasi rekayasa tersebut kepada Nabi. Untuk menyanggah pendapat sesat tersebut, setidaknya dapat dibantah dengan metode pengumpulan hadits yang selektif dan menempuh proses yang panjang.
Berikut ini bukti-bukti keandalan sunnah, yaitu :
1) Keandalan Sumber
2) Keaslian data dan keaslian kata-kata / ajaran
3) Pemeliharaan ajaran asli pada periode-periode kemudian dan alat untuk memahaminya.
Keandalan sumber dapat dilihat yaitu tidak mungkin hadits direkayasa ulama pada abad pertengahan karena dalam pengumpulan hadits semua informasi harus diperoleh melalui orang yang hidup bersama Nabi dan menyaksikan peristiwa itu. Informasi ini harus melewati para sarjana yang dapat dipercaya tanpa terputus mata rantainya (sanad). Salah satu sifat yang paling penting dari proses ini adalah bahwa informasi tidak akan diterima sebagai hadits apabila ucapan itu bertentangan dengan akal sehat, orang yang menyampaikannya terpercaya, dan sumber akhir haruslah dilaporkan melalui seseorang yang merupakan sahabat Nabi.
Dari sudut kata-kata dan ajaran yang asli hadits Nabi menggunakan Bahasa Arab sebagai ungkapannya. Dan bahasa arab hingga kini dapat dipelihara keasliannya.
Pengumpulan dan pemeliharaan pengajaran-pengajaran asli pada zaman kemudian, ini terbukti dari informasi ini (Hadits), disampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan nama orang-orang yang bertanggung jawab dalam menyampiakan pengetahuan itu. Dalam hal ini memberikan landasan kuat untuk melakukan penelitian dan rujukan, mengingat hal ini menjadi jelaslah bahwa suatu metode yang unik telah diilhamkan kepada masyarakat Islam dan tak seorang pun telah mengembangkan suatu metode yang lebih baik.

C. Inkar Sunnah
1. Sejarah lahirnya Inkar Sunnah
Pada zaman Nabi Muhammad SAW (632 H0, umat Islam sepakat bahwa sunnah merupakan sumber ajaran Islam di samping Al-Quran. Belum atau tidak ada bukti sejarah yang menjelaskan bahwa pada zaman Nabi ada dari kalangan umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Bahkan pada masa al-Khulafa' al-Rasyidun (632-661 H) dan Bani Umayyah (661-750 M) belum terlihat secara jelas adanya kalangan umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Barulah pada awal masa Abbasiyah (750-1258 H), muncul secara jelas sekelompok kecil umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Mereka itu kemudian dikenal sebagai orang-orang yang berfaham "Inkar Sunnah". Hal itu dapat dipahami dari uraian al-Syaf'I dalam kitabnya, Al-Umm. Mereka itu oleh al-Syafi'I dibagi mejadi tiga golongan, yaitu:
a. golongan yang menolak seluruh sunnah
b. golongan yang menolak sunnah kecuali apabila sunnah itu memiliki kesamaan dengan petunjuk Al-Quran
c. golongan yang menolak sunnah yang berstatus ahad, dan mereka menerima sunnah yang berstatus mutawatir.
Sesudah zaman al-Syafi'I sampai saat ini, baik secara terselubung maupun secara terang-terangan, mereka yang befaham inkar sunnah, muncul diberbagai tempat misalnya di Mesir antara lain Taufik Sidqy (1920 M), di Malaysia antara lain Kasim Ahmad (Ketua Partai Sosialis Rakyat Malaysia), dan di Indonesia antara lain Muhammad Ircham Sutarto.
Dalam pada itu, ulama yang membela sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam, mulai zaman nabi sampai saat ini, tetap banyak jumlahnya. Dalam upaya melestarikan sunnah mereka telah melakukan penelitian yang mendalam, menyusun berbagai kitab, membuat berbagai itilah, kaidah, metode, dan disipilin ilmu. Kesungguhan usaha mereka telah embuahkan berbagai karya monumental yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

2. Konsep Sunnah Menurut Aliran Inkar Sunnah
Sunnah adalah perkataan, perbuatan dan taqrir (ketetapan/persetujuan/ diamnya) ( ما أضيف الى النبي من قول او فعل او تقرير او وصف خَلْقي او وصف خُلُقي) Rasulullah SAW terhadap sesuatu hal atau perbuatan seorang shahabat yang diketahuinya. Sunnah merupakan sumber syariat Islam yang nilai kebenarannya sama dengan Al-Qur’an karena sebenarnya Sunnah juga berasal dari wahyu. Firman Allah SWT:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى  اِنْ هُوَ اِلَّا وَحْيٌ يُوْحَى
“(Dan) Tiadalah yang diucapkannya (oleh Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm 3-4)

Makna ayat di atas bahwasanya apa yang disampaikan Rasulullah SAW (Al-Qur’an dan Al-Sunnah) hanyalah bersumber dari wahyu Allah SWT, bukan dari dirinya maupun kemauan hawa nafsunya. Sebagaimana firman Allah SWT:
قُلْ.....إِنْ َأتَّبِعُاِلَّا مَا يُوْحَى اِلَيَّ
“(Katakanlah Muhammad) ... aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (QS. Al-An’am 50)

Ayat ini bermakna bahwa Rasulullah SAW tidak melakukan suatu tindakan kecuali berdasarkan wahyu dari Allah SWT dan agar manusia mengikuti apa yang disampaikannya.
Al-Qur’an telah menegaskan bahwa selain dari Al-Qur’an, Rasulullah SAW juga juga menerima wahyu yang lain, yaitu Al-Hikmah yang pengertiannya sama dengan Al-Sunnah, baik perkataan, perbuatan ataupun ketetapan (diamnya). Pengertian Al Hikmah yang bermakna Al-Sunnah dapat ditemukan dalam QS. Ali Imran 164, QS. Al-Jumu’ah 3, dan QS. Al-Ahzab 34.
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami dan diyakini bahwa kehujjahan Al-Sunnah sebagai sumber hukum/syariat Islam bersifat pasti (qath’i) kebenarannya ; sebagaimana Al-Qur’an itu sendiri.

3. Tanggapan Ahlu Inkar Sunnah Terhadap Kehujjahann Hadist
Berikut adalah merupakan 2 hujah dasar (Primary Argument) yang dikemukakan oleh Golongan Anti Hadis untuk menolak hadis-hadis Rasulullah SAW dari sisi syari’at Islam. Sekalipun kelihatan dalam situs/web mereka, terutamanya www.ropelist.com dan www.submission.org seolah-olah mereka memiliki banyak hujah dan alasan untuk menolak hadis, namun semua argumentasi tersebut rapuh dan tidak berdasar kuat pada kebenaran.
Dasar yang pertama inkar sunnah adalah beranggapan bahwa Al-Qur’an adalah lengkap, terperinci dan sempurna, maka kenapa perlu rujukkan lagi kepada hadis-hadis Nabi SAW? Bukankah Allah SWT telah berfirman di dalam al-Qur’an:
...مَا فَرَّطْنَا فِى الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
"Tiada Kami tinggalkan sesuatu pun di dalam kitab (Al-Quran) ini." [al-An’aam 6 :38]
أَفَغَيْرَاللهِ اَبْتَغِيْ حَكَمًا وَهُوَ الَّذِيْ اَنْزَلَ اِلَيْكُمْ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا
(Katakanlah) : Patutkah aku hendak mencari hakim selain dari Allah, padahal Dia lah yang menurunkan kepada kamu kitab Al-Quran yang jelas nyata kandungannya satu persatu ? [al-An’aam :114]
الر. كِتَبٌ اُحْكِمَتْ اَيَتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْرٍ
"Alif, Laam, Raa’. (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci. Yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.[Hud 11:01]
Jawaban dari hal tersebut adalah bahwa yang dimaksudkan oleh Allah SWT apabila Dia menyatakan kesempurnaan, kelengkapan dan perincian kitab suci-Nya, al-Qur’anal- Karim, adalah merujuk kepada peranan yang dimiliki oleh al-Qur’an sebagai “kitab induk” yang telah mengusulkan berbagai kaedah dan cara bagi umat manusia menerima dan mempraktikkan risalah Allah dalam kehidupan harian mereka sehingga ke Hari Akhirat.
Al-Qur’an adalah lengkap dan sempurna dalam konteks ia meletakkan asas-asas mentauhidkan Allah dan kaedah-kaedah menjalankan syari’at-Nya. Demikian juga, apabila dikatakan bahwa kitab al-Qur’an tidak meninggalkan atau terlupa apa-apa, ia berarti bahwa al-Qur’an tidak leka atau lengah dari menggariskan berbagai kaedah serta prinsip penukilan hukum dan ajaran yang diperlukan umat untuk melaksanakan syari’at Allah dalam semua suasana dan keadaan.
Dalam suasana kelengkapan dan keterperincian inilah, al-Qur’an meletakkan dasar serta prinsip yang tepat bahwa hadis serta sunnah Rasulullah SAW wajib dijadikan salah satu dari sumber syari’at yang ditaati, dirujuki dan dipegangi. Apabila hadis dan sunnah Rasulullah disisihkan, maka ia berarti menyisihkan sebagian dari dasar dan prinsip penting yang digariskan oleh al-Qur’an; dan apabila hadis dan sunnah Rasulullah ditentang, ia berarti menentang sebahagian dari ajaran al-Qur’an itu sendiri.
Adalah merupakan tindakan yang amat bodoh apabila seseorang memahami ayat-ayat di atas secara zahir (face value) sehingga mereka berkata segala yang berkaitan dengan agama dan kehidupan di dunia ini telah diperincikan satu-persatu di dalam al-Qur’an. Jika inilah pemahaman mereka, maka penulis bertanya – jika pagi tadi kita bersarapan Mie Goreng dan ingin mengetahui hukumnya, bolehkah kita mencarinya di dalam al-Qur’an ? Pastinya kita tidak akan menemui keterangan tentang Mie Goreng. Maka apakah dengan itu Mie Goreng tersebut menjadi sesuatu yang halal, atau haram, atau sesuatu yang dilewatkan oleh al-Qur’an ?
Sebaliknya jika difahami ayat-ayat di atas sebagai yang menerangkan peranan al-Qur’an dalam meletakkan dasar serta prinsip syari’at dan kehidupan, pasti kita akan ketahui bahawa Mie Goreng tersebut adalah halal dan baik untuk dimakan, karena al-Qur’an telah menggariskan beberapa prinsip asas makanan, di antaranya semua yang ada di muka bumi ini adalah halal untuk dimakan (Yunus 10:59) . Asalkan disembelih atas nama Allah (al-An’aam 6:121) atau dari sembelihan Ahli Kitab (al-Maidah 5:05) dan ia bukan bangkai atau daging khinzir (al-Maidah 5:03); dan bahwa umat Islam sangat dianjurkan makan (al-An’aam 6:142) asalkan mereka tidak berlebih-lebihan (al-A’raaf 7:31). Inilah maksud dan cara yang benar dalam menggunakan ayat-ayat di atas yang menjadi dasar pembicaraan.
Bantahan kedua dari penganut inkar sunnah adalah Tugas Rasulullah SAW hanyalah sebagai seorang postman (pengantar) yang membawa surat dari seorang pengirim untuk diserahkan kepada penerimanya. Demikian juga Rasulullah, beliau hanya ditugaskan membawa al-Qur’an dari Allah untuk diserahkan kepada manusia. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

مَا عَلىَ الرَّسُوْلِ اِلَّا الْبَلَغُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَمَاتَكْتُمُوْن

“Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan . [al-Maidah 5:99]
...اِنْ عَلَيْكَ اِلَّا الْبَلَغُ
“Kewajibanmu (Wahai Muhammad) tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah)”. [asy-Syura 42:48]
Ayat-ayat di atas dan beberapa lain yang senada sebenarnya menerangkan bahwa Rasulullah SAW tidak dipertanggung-jawabkan untuk memastikan setiap orang menerima risalah Islam. Rasulullah hanya dipertanggung-jawabkan untuk menyampaikan risalah tersebut. Terima atau tidak, ia adalah berkaitan dengan hidayah dan petunjuk Allah SWT. Dalam arti kata lain, seseorang itu menerima atau menolak Islam, itu bukan urusan Rasulullah tetapi adalah urusan mutlak AllahSWT. Penjelasan ini akan lebih difahami dengan merujuk kepada ayat-ayat berikut:
قُلْ يَاَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِيْ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَاِنّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا اَنَا عَلَيْكُمْ بِوَكِيْلٌ
“Katakanlah: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran (al-Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya kesesatan itu untuk kecelakaan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah penjaga terhadap dirimu ”. [Yunus 10:108]
اِنَّكَ لَا تَهْدِىْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ وَ هُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada Allah orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petuujuk kepada orang yang dikehendakiNya. Dan Allah lebuh mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” . [al-Qasas 28:56]
Dakwaan bahwa tugas Rasulullah SAW hanya membawa al-Qur’an juga dapat ditolak dengan merujuk kepada ayat-ayat lain di dalam al-Qur’an yang menerangkan pelbagai tugas dan tanggung-jawabRasulullah. Berikut adalah 10 tugas dan tanggung-jawab Rasulullah SAW:.
a. Mengajar manusia untuk mentauhidkan Allah
Antara tugas pertama yang diamanahkan kepada Rasulullah SAW adalah mengajar manusia untuk mentauhidkan Allah SWT. Allah menurunkan ayat berikut kepada Rasulullah untuk beliau katakan dan ajarkan kepada manusia:
قُلْ هُوَ الله ُ اَحَدٌ اللهُ الصَّمَدُ  لَمْ َيِلدْ وَ لَمْ يُوْلَد ْ وَ لَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًااَحَدٌ
Katakanlah (wahai Muhammad): Dialah Allah Yang Maha Esa; Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tiada beranak, dan tiada pula diperanakkan; Dan tidak ada sesiapapun yang setara dengan-Nya. [al-Ikhlas 111:1-4]
b. Membawa al-Qur’an untuk manusia.
Firman Allah SWT:
اِنَّا أًنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَبَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al-Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran.” [az-Zumar 39:41]
c. Membacakan al-Qur’an kepada manusia.
Firman Allah SWT:
لَقَدْ مَنَّ اللهَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اَيَتِهِ....
“Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah “. [‘Ali Imran 3:164]
Membaca di sini berarti menyampaikan secara lisan ayat-ayat al-Qur’an. Sebagaimana diketahui, al-Qur’an dibawa oleh malaikat Jibril AS kepada Rasulullah SAW saja. Setiap kali Jibril turun membawa ayat atau ayat-ayat, Rasulullah akan membacakan ayat tersebut kepada umat. Di kalangan mereka ada yang mencatatnya manakala yang lain menghafalnya.
d. Membersihkan manusia dari dosa dan kemungkaran.
Firman Allah SWT:
لَقَدْ مَنَّ اللهَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اَيَتِهِ وَيُزَكِّيْهِمْ....
“Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah , memebrsihkan jiwa mereka“. [‘Ali Imran 3:164]
Membersihkan berarti menyucikan roh dan jiwa manusia yang dipenuhi dosa akibat dari kekotoran syirik, mempertuhankan taghut – yakni segala yang dijadikan tuhan selain dari Allah, keyakinan khurafat, tahayul dan pelbagai lagi yang menjadi akidah dan pegangan umat di zaman jahiliyah dahulu. Termasuk juga dalam pembersihan ini adalah pendidikan rohani, pembentukan akhlak murni, mendisiplinkan nafsu dan syahwat, menghindari maksiat dan kemungkaran dan pelbagai lagi kotoran yang menguasai manusia pada saat itu.
e. Mengajar dan menerangkan al-Qur’an.
Firman Allah SWT:
لَقَدْ مَنَّ اللهَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اَيَتِهِ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ....
“Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab “. [‘Ali Imran 3:164]
Maksud mengajar al-Qur’an bukanlah cara-cara membaca dan mentilawahkannya kerana orang-orang ketika itu telah mengetahui bahasa Arab, tetapi adalah mengajarkan maksud ayat-ayat dan cara-cara mengamalkan serta mempraktikkannya.
f. Menerangkan, menguraikan dan memperincikan al-Qur’an.
Firman Allah SWT:
..وَأَنْزَلْنَا اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلَّناسِ مَانُزِّلَ اِلَيْهِمْ
Dan Kami turunkan kepadamu (wahai Muhammad) al-Quran, supaya engkau menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka. [an-Nahl 16:44]
Perkataan supaya engkau menerangkan adalah terjemahan dari perkataan litubayyina yang berasal dari kata al-Bayan. Ia bermaksud menerangkan, menghuraikan dan memperincikan sesuatu dari pokoknya. Maka apabila Allah menugaskan Rasulullah sebagai mubayin al-Qur’an, ia berarti beliau ditugaskan untuk menerangkan, menguraikan dan memperincikan al-Qur’an. Contohnya al-Qur’an memfardhukan shalat maka tugas Rasulullah adalah menerangkan apakah itu shalat, menguraikan hukum-hukumnya dan memperincikan sifat-sifatnya.
Ayat ini juga jelas menolak dakwaan bahwa tugas Rasulullah adalah hanya sekadar seorang pengantar karena Allah telah menggunakan istilah Litubayyina dan bukannya Balagh atau Mubaligh yang bererti sampaikan atau penyampai.
g. Mengajar al-Hikmah, yaitu segala ilmu-ilmu dan perincian agama yang tidak terkandung dalam al-Qur’an.
Terdapat dua ragam dan pola susunan perkataan al-Hikmah dalam al-Qur’an. Ragam pertama adalah apabila perkataan al-Hikmah berdiri dengan sendirinya. Ia memiliki beberapa arti seperti sifat-sifat kenabian (nubuwah), kebijaksanaan dan syari’at agama, setiapnya bergantung kepada konteks perbincangan ayat. Berikut dikemukakan beberapa contoh:
وَأَتَهُ اللهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ
“Dan Allah memberikan kepadanya (Nabi Daud) kuasa pemerintahan, dan Hikmah (pangkat kenabian-nubuwah) serta mengajarkan kepadanya apa yang dikehendakiNya.” [al-Baqarah 2:251]

وَلَمَّا جَاءَ عِيْسَى بِالْبَيِّنَتِ قَالَ قَدْ جِئْتُكُمْ بِالْحِكْمَةِ وَلِاُبَيِّنَ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِيْ تَخْتَلِفُوْنَ فِيْهِ فَاتَّقُوْااللهَ وَاَطِيْعُوْنَ
“Dan tatkala Isa datang membawa keterangan, dia berkata: “Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa Hikmah, dan untuk menjelaskan kepadamu: sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya. Maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah (kepada)ku”. [az-Zukhruf 43:63]
Jenis kedua adalah apabila perkataan al-Hikmah disandingkan dengan al-Kitab, iaitu al-Kitab dan al-Hikmah. Contohnya ialah ayat-ayat berikut:
فَقَدْ اَتَيْنَا ال اِبْرَهِيْمَ الْكِتَبَ وَالْحِكْمَةَ وَاَتَيْنَهُمْ مُلْكًا عَظٍيْمٌا
“Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar”. [an-Nisaa’ 4:54]
لَقَدْ مَنَّ اللهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِِِمْ رَسُوْلًا مِنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اَيَتِهِ وَيُزَكِّيْهِمْ وَ يُعَلِّمُهُمُ الْكِتَبَ وَ الْحِكْمَةَ
“Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman, ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah dan membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan mereka al-Kitab dan al-Hikmah”. [‘Ali Imran 3:164]
Dalam jenis kedua ini, perkataan al-Hikmah berarti segala sumber syari’at, ilmu dan perincian agama yang tidak terkandung dalam kitab suci (al-Kitab). Ini adalah karena Allah tidak akan membicarakan dua perkara yang sama dengan dua istilah yang berbeda melainkan yang dimaksudkan oleh-Nya adalah dua perkara yang berbeda juga. Demikian juga, al-Qur’an dengan segala kemukjizatan dan kekayaan bahasanya tidak akan merujuk kepada dua objek yang sama dengan dua istilah yang berlainan melainkan yang dirujuki adalah dua subjek yang berlainan juga.
Oleh itu al-Hikmah bukanlah bererti al-Kitab atau kitab suci yang diturunkan oleh Allah dari langit kepada para RasulNya tetapi ia adalah segala sumber syari’at, ilmu, dan perincian agama yang tidak terkandung dalam kitab suci. Segala apa yang disampaikan oleh para Rasul Allah tentang ¬al-Hikmah, baik ia dalam bentuk lisan, praktikal atau pengiktirafan, itulah yang dikenali sebagai al-Sunnah.
Para Rasul Allah yang diberikan al-Kitab juga diberikan al-Hikmah (al-Nisaa’ 4:54) dan ini termasuklah Rasul Allah yang terakhir Muhammad SAW (al-Nisaa’ 4:113). Rasulullah bukan saja diberi al-Hikmah tetapi ditugaskan untuk mengajar al-Hikmah tersebut kepada umatnya (‘Ali Imran 3:164).
h. Mengajarkan perkara-perkara baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Firman Allah SWT:
كَمَا اَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلًا مِّنْكُمْ يَتْلُوْاعَلَيْكُْم اََيَتِنَا وَيُزَكِّيْكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَالَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ
“Sebagaimana Kami mengutuskan kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu, dan mensucikan kamu, dan yang mengajarkan kepadamu al- Kitab serta Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. [al-Baqarah 2:151]
Selain diamanahkan mengajar umat berkenaan urusan-urusan agama dalam al-Kitab dan al-Hikmah, selanjutnya Allah SWT mengamanahkan Rasulullah SAW mengajar umat hal-hal duniawi yang belum mereka ketahui. Maksudnya adalah seperti yang diterangkan oleh Sa’id Hawa (1989M): Dahulu di zaman jahiliyah mereka (masyarakat Arab) adalah orang-orang bodoh, lalu dengan berkat risalah Muhammad – mereka menjadi orang-orang yang pintar dan berpengetahuan. Bahkan menjadi orang yang paling dalam pengetahuan, berhati lembut dan berbahasa paling jitu.
Sayid Quthb (1966M) juga mengulas bahwa Islam telah mengangkat mereka (umat Islam) dari lingkungan masyarakat Arab yang tidak mengetahui kecuali hal-hal yang sedikit dan berserakan yang hanya layak untuk kehidupan berkabilah di tengah padang Sahara. Kemudian Islam menjadikan mereka sebagai umat yang memimpin manusia dengan penuh bijaksana, terarah, sangat piawai, tepat dan berpengetahuan. Malah dengan risalah Islam bersama didikan serta pimpinan Rasulullah inilah masyarakat Arab dapat membangun, jika tidak mereka akan tertinggal seperti masyarakat Eskimo di Kutub Utara dan masyarakat Zulu di benua Afrika hari ini.
i. Merangsang umat untuk senantiasa berjihad menegakkan Islam.
Firman Allah SWT:
فَقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ لَا تُكَلَّفُ اِلَّا نَفْسَكَ وَ حَرِّضِ الْمُؤْ مِنِيْنَ عَسَى اللهُ اَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَاللهُ اَشَدَّ بَأْسًا وَّاَ شَدُّ تَنْكِيْلًا
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah; tidaklah kamu dibebani kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafirs itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaanNya.” [an-Nisaa’ 4:84]
Ayat ini sekaligus menerangkan dua tugas Rasulullah. Pertama, berjihad menegakkan agama Islam. Berdasarkan ayat ini diketahui baawa Rasulullah tidak hanya ditugaskan sekadar mengajar al-Qur’an dan mendakwahkan Islam kepada manusia tetapi beliau juga ditugaskan dengan sesuatu yang lebih berat lagi, yaitu mengangkat senjata di medan perang menegakkan Islam.
Kewajiban berperang yang diperintahkan kepada Rasulullah dalam ayat ini sekali-lagi menafikan dakwaan bahwa Rasulullah hanya memiliki peranan sebagai seorang postman yang menyampaikan al-Qur’an saja. Malah ayat ini secara jelas menonjolkan kegagahan diri Rasulullah sebagaimana yang diterangkan oleh al-Fakh-ur-Razi: Ayat ini menunjukkan bahawa Rasulullah sallallahu-alaihi-wasallam adalah seseorang yang memiliki sifat yang gagah lagi yang paling bijaksana dalam urusan peperangan (kerana) tidaklah (Allah) akan memerintahkan demikian melainkan Rasulullah sallallahu-alaihi-wasallam memang memiliki sifat-sifat tersebut (gagah dan bijaksana).
Tugas kedua yang diwajibkan ke atas diri Rasulullah dalam ayat di atas adalah mengarah dan mengajak umat Islam agar turut berperang.
k. Memberi Petunjuk hukum.
Firman Allah SWT:
..يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَ يَنْهَهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمَ الْخَبَئِثَ وَ يَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلَلَ اَّلتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْ
“Dia (Muhammad) menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang burukdan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada pada mereka.” [al-A’raaf 7:157]
Dalam ayat ini Allah menerangkan tugas dan kekuasaan Rasulullah mengubah hukum-hukum seperti menghalalkan apa yang baik dan mengharamkan apa yang memudaratkan.
Demikianlah 10 tugas Rasulullah yang diberikan oleh Allah dalam al-Qur’an. Terdapat beberapa lagi tugas Rasulullah yang diterangkan oleh al-Qur’an seperti menunjuki umat ke arah jalan yang lurus, menerangi mereka cahaya Islam, mengkabarkan berita gembira kepada orang yang beriman akan balasan surga bagi mereka, memberi perintah kepada orang yang ingkar akan balasan neraka, menjadi saksi kepada umat di akhirat dan pelbagai lagi. Yang paling utama dari tugas Rasulullah tidaklah hanya sekadar membawa al-Qur’an saja.

D. Kesimpulan
Orientalisme dan inkar sunnah merupakan dua hal yang berusaha merongrong keabsahan hadits Rasulullah. Orientalisme merupakan permasalahan yang muncul dari luar Islam yang bertujuan menghancurkan Islam. Sedangkan inkar sunnah merupakan permasalahan laten yang datang dari diri kaum Muslimin sendiri.
Orientalis beranggapan bahwa hadits bukan orisinil dari Nabi. Akan tetapi hanya merupakan produk ulama abad ke-2 dan 3 Hijriyah. Di antara tokohnya adalah Ignaz Goldziher dan Josep Schact.
Adapun Inkar Sunnah, antara lain berpandangan bahwa hanya hadits mutawatir yang boleh diterima. Adapun yang selainnya tidaklah dapat diterima. Di antara tokohnya adalah Taufiq Sidqy.


DAFTAR PUSTAKA

Al- Nabhani, Taqiyuddin. 1994. Syakhsiyah Islamiyah juz III. Beirut. Darul Ummah.
Al-Syafi'I , Muhammad ibn Idris. Tt. al-Umm Juz.7 . ttp: tp.
Al-Shiba'I , Musthafa. 1966. al-Sunnah wa Makanutuha fi al-Tasyri al-Islamy (ttp: al-Dar al-Qaumiyah.
Al-Ulwany, Toħa Jabir Fayadl. 1987. Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam. (Washington.: The International Institute Of Islamic Thought.
Darmalaksana, Wahyudin. 2004. Hadis dimata Orientalis: Telaah atas Pandangan Ignaz Golziher dan Joseph Schacht. Bandung. Benang Merah Press.
Hamka. 1985. Studi Islam. ttp: tp.
HT. 1997. Miitsaaqul Ummah. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah
Khalaf, Abdul Wahab. 1987. Ilmu Ushul Fiqh .Kairo: Dar al-Qalam.
Maufur, Mustafa. 1995. Orientalisme : Serbuan Ideologis dan Intelektual. Jakarta. Pustaka al-Kausar.
Rais, Amien. 1987. Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta. Bandung. Mizan.
Sou'yb Joesuf . 1985. Orientalisme dan Islam.Jakarta. Bulan Bintang.
Said, Edward. 1994. Orientalime. Bandung. Pustaka Salman Tim Penulis. 2002. Menegakan Syariat Islam. Hizbut Tahrir Indonesia.
Tim Penulis. 1995. Mukzijat Al-Qur’an Dan Sunnah tentang Iptek . Jakarta. GIP.
Archivmail.com
www.al-ahkam.net