31 Juli 2012

Landasan Pendidikan dari Buya Natsir


Indonesia masih punya harapan untuk bangkit, ketika para generasi penerus bangsanya masih memiliki rasa kebanggaan terhadap tanah airnya. Mengenal kisah perjalanan para pejuang adalah salah satu cara untuk menumbuhkan rasa bangga terhadap Indonesia. Rasa bangga akan membentuk pribadi yang optimis, berjiwa besar, dan berpikir besar.
Rahim ibu pertiwi telah banyak melahirkan pejuang–pejuang sejati, salah satunya adalahMohammad Natsir. Bagi umat Islam, Buya Natsir adalah tokoh kebangkitan Islam yang fenomenal. Buya Natsir tak hanya pahlawan bagi Indonesia, dunia Islam pun mengakui peran dan pemikiranya.
Banyak orang lebih mengetahui Buya Natsir sebagai tokoh politik, dan juru dakwah. Sebenarnya pada  masa–masa awal perjuangan beliau, Buya Nastir bergerak di bidang pendidikan terlebih dahulu. Pada tahun 1930 Buya Natsir mendirikan sekolah di Bandung yang ia namai “ Pendidikan Islam” (Pendis).
Motivasi Buya Natsir terjun kelapangan pendidikan adalah keinginan beliau membangun sistem pendidikan yang lebih sesuai dengan hakikat ajaran Islam. Di tengah dominasi sekolah–sekolah kolonial Pendis berusaha eksis dalam mencerdaskan rakyat Indonesia dikala itu.
Menurut Buya Natsir, pendidikan Islam ditujukan untuk membentuk manusia yang seimbang. Keimanan terhadap Allah dan Rasulullah harus di seimbangi oleh kecerdasan otak. Seimbang pula ketajaman akalnya dengan kemahiran tanganya untuk bekerja. Manusia yang percaya pada kekuatan sendiri, akan mampu berdiri sendiri dan tidak akan selalu bergantung pada harga ijazah untuk “makan gaji” sebagai pegawai.
Kenyataan hari ini manusia lebih menghargai kecerdasan di atas kertas (rapot, ijazah, sertifikat, dll) dibandingkan dengan kenyataan yang mereka lihat. Realita hari ini telah menggeser pemahaman masyarakat dalam menuntut ilmu menjadi lebih sempit.
Pendis memiliki metode pendidikan tersendiri, para murid tidak di ajarkan dengan cara menghafal. Murid–murid diajarkan untuk aktif, tidak pasif dan hanya menerima semuanya dari guru. Sekolah Pendis mempelopori pelaksanaan shalat berjamaah di sekolah. Untuk menjadi khatib, ditunjuklah murid–murid kelas tinggi kweekschool secara bergiliran sebagai ajang latihan bagi mereka.
Buya Natsir memang sangat mengedepankan praktik di lapangan, beliau tidak ingin ilmu itu hanya sebatas teori tanpa aplikasi. Ilmu akan membawakan manfaat jika kita mengamalkanya, dan agar dalam pengamalanya bisa sempurna tentu kita perlu banyak latihan. Untuk memberikan wadah kepada para murid, setiap setahun sekali Pendis mengadakan acara “Malam Ibu Bapak”. Pada acara tersebut para siswa akan menunjukkan hasil belajarnya selama ini, mulai dari penampilan teater, musik, tari–tarian, hingga berbagai macam kerajinan tangan. Banyak orang tua murid yang membeli hasil kerajinan tangan murid–murid Pendis.
Pendis hari ini memang tinggal sejarah, namun hasil karya Buya Natsir senantiasa menjadi pondasi dasar pendidikan di Indonesia. Pendis, Muhammadiyah, Pesantren, Taman Siswa, dan Sekolah Rakyat adalah warisan intelektual para pendiri bangsa ini. Semuanya telah teruji menghasilkan generasi hebat yang membawa Indonesia menjadi negara yang merdeka.
Lalu kenapa hari ini kita takut menjadi diri sendiri, dan mengimport sistem serta kurikulum pendidikan dari negara lain. Indonesia justru harus bisa menemukan kekuatan sendiri, dengan berlandaskan pada kebudayaannya, termasuk dalam pelaksanaan pendidikan (Prof HAR Tilaar). Jika bukan kita yang melestarikan hasil karya mereka , lalu siapa lagi ?
Oleh: Muhamad Ihsan, Bekasi
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta
Facebook
 - Blog – twitter

30 Juli 2012

sesuatu yang ku pelajari


·         bahwa orang-orang yang Kamu sayangi dalam hidup sebagian besar diambil dari mu terlalu cepat ...
·         bahwa persahabatan sejati terus tumbuh bahkan lebih dari jarak terpanjang, begitu juga untuk cinta sejati ...
·         bahwa dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membangun kepercayaan dan hanya beberapa detik untuk menghancurkannya ...
·         bahwa Kamu tidak dapat membuat seseorang mencintai mu.Semua yang dapat kamu lakukan adalah menjadi seseorang yang dapat dicintai.Sisanya terserah kepada mereka ...
·         bahwa tidak peduli seberapa Kamu mencoba untuk melindungi orang yang Kamu sayangi , mereka akhirnya akan terluka dan Kamu juga akan terluka ...
·         bahwa tidak selalu cukup untuk diampuni oleh orang lain, kadang-kadang Kamu harus belajar untuk memaafkan diri sendiri ...
·         bahwa tak peduli seberapa baik sahabat terbaik adalah mereka akan menyakiti Kamu sekali-sekali dan Kamu akan selalu menemukan itu dalam hatimu untuk mengampuni mereka ...
·         bahwa tak peduli betapa aku peduli, beberapa orang hanya tidak peduli sama sekali ...
·         bahwa hanya karena seseorang tidak mencintaimu seperti yang Kamu inginkan bukan berarti bahwa mereka tidak mencintai mu dengan sepenuh hati....

Kehidupan Adalah Guru


SAYA sangat percaya jika Anda pernah mendengar ungkapan ini: Kehidupan adalah guru.Ya, kehidupan ini sesungguhnya guru yang selalu mengajarkan banyak ilmu, hikmah juga pengalaman. Perjalanan hidup seseorang, siapa pun dia, sangat ditentukan oleh pemahaman dan lakonnya dalam kehidupan ini. Itulah gurunya.
Setiap orang tentu memiliki alur hidupnya masing-masing. Apakah terencana atau tidak, semuanya memiliki jalan hidupnya. Itulah kenyataan hidup yang terpampang nyata dalam kehidupan ini. Bagi mereka yang memiliki rencana hidup yang jelas tentu menjalani kehidupannya secara teratur, sedangkan mereka yang hidup asal hidup menjalani kehidupannya begitu adanya saja. Keduanya memperoleh hasil yang tentu saja berbeda.
“Mereka yang memiliki rencana hidup akan memperoleh hasil yang maksimal juga memuaskan, apa pun bentuknya. Mereka siap menerima apa pun hasil dari rencana hidup yang mereka susun. Sebaliknya, mereka yang asal hidup akan frustasi dengan kehidupannya. Apa yang mereka peroleh dirasa seperti hukuman yang kadang membuat mereka bertambah gersang dan bingung menjalani kehidupan.”
 Sebagai awalan, saya ingin berbagi cerita. Sejak SMP hingga kuliah saya tidak hidup bersama orangtua juga keluarga saya. Karenanya tak sedikit tantangan dan kendala hidup yang saya hadapi. Dalam mengarungi kehidupan yang kaya tantangan tersebut, tak sedikit pengalaman yang saya dapatkan. Saya semakin tertantang untuk banyak belajar mandiri. Bahkan saya juga terinspirasi untuk belajar di luar sarana pendidikan formal. Belajar bagaimana melakoni kehidupan, bagaimana menjadi seorang yang tahan banting dan berbagai hal yang bermakna belajar.
Dari pengalaman belasan tahun tersebut, saya terpahamkan bahwa sekolah atau universitas memang tempat menuntut ilmu atau orang mengenalnya sebagai gudang ilmu. Sekolah, universitas atau sarana sejenisnya bisa membentuk kepribadian siapa pun menjadi kuat dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia. Selain itu, sarana-sarana tersebut juga mampu menaikan derajat seseorang, mengingkatkan keahlian, prestasi dan status sosial.
Namun, itu tak cukup. Saya termasuk yang menyaksikan betapa perkembangan dan perubahan zaman telah mendistorsi beberapa manfaat sarana formal tersebut. Bahkan pada kasus tertentu pendidikan formal tidak memberi apa-apa dan tak bermanfaat apa-apa jika seseorang menjalani kehidupan ini hanya berpegang pada sarana-sarana formal yang sering hanya formalitas.
Ada banyak orang yang sibuk mencari gelar atau titel demi mendapatkan penghargaan dan penghormatan dengan segala cara yang kadang tidak halal. Namun apa yang mereka peroleh adalah kenestapaan. Betul mereka mendapatkan apa yang mereka kejar, tapi tak sedikit di antara mereka yang hanya mendapatkan simbol-simbol yang tak bermanfaat bagi kehidupan mereka. Bahkan kadang mereka menjadi orang yang “bodoh” dan “ngawur” menghadapi kehidupan nyata.
Dari situ, saya tersadarkan bahwa ujian sesungguhnya ada dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan nyata dimana dinamika kehidupan terjadi, bukan sekadar ujian dalam jalur pendidikan formal. Pada situasi zaman yang terus berubah ini, manusia tidak lagi hanya dituntut belajar secara teori melainkan dengan parktik nyata. Terlepas dari apakah sarana-sarana pendidikan itu penting atau tidak, relevansinya dalam kehidupan tidak terlalu mampu mengubah manusia ke arah yang lebih baik, apalagi manusia sudah tak memiliki rencana dan prinsip hidup.
 “Sadarlah bahwa yang mengubah kehidupan ini sesungguhnya adalah kemampuan manusia berkompetesi dalam perjuangan hidup dalam kehidupan nyata. Hidup tidak lagi sekadar mengikuti anjuran, tidak lagi berdasarkan rumusan kaku, tapi mesti diujicoba dalam kehidupan nyata.”
 Sahabat dahsyat! Masa kini lebih fleksibel, lebih berdinamika dan lebih menantang. Ingat bahwa dunia ini telah maju lebih cepat ketimbang 50 tahun sebelumnya. Sekarang seorang anak kecil saja sudah amat akrab dengan internet, HP, laptop dan semacamnya. Perubahan telah mengajak kita ke sebuah dimensi ruang-waktu yang nyaris tanpa batas. Waktu sudah dihitung 24 jam sehari—tujuh hari sepekan.
Waktu berlalu begitu cepat dengan dimensi dunia tanpa batas yang ditunjukkan oleh perkembangan teknologi, terutama internet. Surat dari Indonesia bisa diterima dalam hitungan detik di Eropa, Mesir dan lain-lain. Apa yang terjadi di luar angkasa sana dapat diketahui secara cepat di dunia. Itulah kecepatan, perubahan dan kemajuan. Dunia lama telah ditinggalkan dan diganti dengan perkembangan baru.
Kehidupan nyata adalah ujian sesungguhnya dari proses perubahan menuju kehidupan, sayangnya sarana-sarana pendidikan seperti yang disebutkan di awal tidak selalu mengantisipasinya secara dini. Dengan begitu, tak sedikit orang yang memiliki banyak gelar tapi minus peran alias kosong karya. Alih-alih mendulang kinerja, mereka justru bingung dengan dirinya sendiri.
“Orang yang tak memahami apa yang tidak dia ketahui takkan pernah paham apa yang mesti dia pahami. Dengan begitu, dia pun hanya menjadi onggokan kosong yang tak memberi manfaat apa-apa untuk diri juga lingkungannya.”
Ada satu pengalaman yang sepertinya perlu saya ceritakan kepada Anda. Setelah—bahkan ketika—menuntaskan studi di berbagai jalur atau strata pendidikan, saya mencoba untuk mencari sekaligus membuat pekerjaan untuk kebutuhan hidup saya. Selain mengajar di beberapa tempat, saya juga bekerja sebagai tim redaksi di beberapa penerbitan buku, di samping menyalurkan kesukaan saya menulis berbagai makalah, artikel dan semacamnya untuk berbagai seminar, pelatihan dan workshop di beberapa kota serta media sosial. Dari berbagai aktivitas tersebut saya mendapatkan banyak hikmah dan pelajaran yang tidak pernah saya temukan di bangku pendidikan formal.
Beberapa waktu kemudian, tepatnya pada 4 Oktober 2010, saya memilih untuk menyempurnakan kehidupan saya dengan menikah. Saya menikah dengan Mba Uum Heroyati, seorang aktivis pendidikan sekaligus pengajar di salah satu sekolah di Cirebon-Jawa Barat. Pada momentum ini saya mendapatkan begitu banyak hal yang nyaris tak terlupakan.
Sebelum menikah saya mengabarkan kepada keluarga akan niat saya, mengenai akad dan walimahan nikah saya kelak. Sebagai bagian dari keluarga besar saya tentu sangat membutuhkan dukungan juga bantuan keluarga, termasuk dana untuk membiayai akad dan walimahan nikah kelak.
Namun, apa yang saya dapatkan? Apa yang saya harapkan tak kunjung tiba. Kesabaran saya diuji di sini, ya sebagian nafas kehidupan saya diuji. Walau begitu, setelah mendapatkan konfirmasi, saya sadar bahwa keluarga saya pada waktu itu dalam keadaan sulit. Apalagi Ayah dan Ibu saya masih dalam proses penyembuhan.
Tak putus asa, saya pun tetap melanjutkan rencana saya. Singkat cerita, saya pun menikah tanpa kehadiran kedua orangtua dan keluarga besar saya. Untuk pembiayaan, saya ambil dari sisa uang yang saya gunakan untuk biaya kehidupan sehari-hari sebelumnya. Ya, saya membiayai acara akad dan walimahan nikah saya dari kantong saya sendiri.
Jujur, waktu itu saya sempat bertanya pada diri saya, apakah saya masih punya keluarga? Namun, pertanyaan itu hanya lewat seketika. Mengapa? Karena saya sadar bahwa kondisi ekonomi keluarga belum memungkinkan. Lagi-lagi, saya mesti maklum, paham dan sabar menghadapi semua ini.
Lebih jauh, saya menjadi paham bahwa kehidupan ini adalah tempat belajar sekaligus guru. Dari kehidupan nyata saya belajar mandiri, menata dan melakoni kehidupan berdasarkan rencana yang telah saya susun sejak lama. Tak ada yang perlu dipungkiri bahwa pada episode kehidupan ini selalu dan mesti ada kendala dan tantangan hidup. Ya, saya sadar bahwa hanya mereka yang berani mengarungi tantangan hidup saja yang bisa bertahan dalam hidup, selebihnya hanya akan menjadi pemangsa kehidupannya.
“Manusia hidup bukanlah mereka yang hanya bisa bernafas, tapi mereka yang berani melakukan sesuatu dan mampu mengambil hikmah dari seluruh kejadian, peristiwa dan tantangan hidup yang mereka lalui.”
Selama menjalani kehidupan di Bandung, saya menyaksikan tak sedikit sahabat-sahabat saya yang mandiri dalam hidup. Mereka begitu sukses melakoni kehidupan dengan rencana yang matang. Uniknya, tak sedikit di antara mereka yang sukses dalam karir pendidikannya karena usaha sendiri. Ada yang mendirikan penerbitan, menjadi pedagang buku dan baju kaos, menjual bakso, dan beberapa jenis aktivitas yang sedikit-banyak telah membantu mereka dalam menjalani kehidupan—termasuk membiayai kuliah mereka.
Yang tak kalah dahsyatnya, di antara mereka ada yang menjual pulsa, mengajar, mendirikan lembaga pelatihan, menjaga warnet dan menjadi karyawan rentalan komputer. Uang hasil usaha dan aktivitas ini mereka gunakan untuk kehidupan sehari-hari mereka, untuk biaya kuliah juga untuk berbagai aktivitas sosial seperti membantu yayasan yatim piatu, anak-anak berekonomi lemah dan lain-lain.
Untuk siapa pun Anda, saya ingin berbagi kepada Anda. Baca dan renungi pernyataan berikut ini:
“Mari melakukan penyadaran ulang untuk mengetahui bahwa dunia ini telah berubah dan berkembang. Zaman sekarang semuanya tidak bisa dilihat hanya sebelah mata, tidak bisa dilakoni tanpa tujuan yang jelas. Perubahan zaman dan pola hidup telah membawa manusia berada pada tingkatan hidup yang lebih makmur, tentu dengan berbagai tuntutannya. Perkembangan zaman telah memaksa manusia sehingga mau tidak mau mesti terlibat di dalamnya bahkan harus menjadi pelaku utamanya.”

            Sahabat dahsyat! Berubah adalah bertumbuh. Bertumbuh adalah berkembang. Bertumbuh adalah berjalan menuju kehidupan yang lebih baik, lebih bermakna bagi diri sendiri dan orang lain, lebih memberi makna untuk keberhasilan atau kesuksesan kehidupan. Ruang-ruang itulah yang biasanya kosong dalam kehidupan manusia, sehingga tak sedikit oarng yang tidak melihat dan enggan memahami esensi perubahan dalam kehidupan yang sesungguhnya.
            Persoalan lain adalah, tak sedikit orang yang tidak mengetahui di bagian mana kehidupannya yang harus dirubah, pada sisi mana dia harus tumbuh. Minimnya kesadaran akan perubahan telah menjadi sebuah dilema kehidupan yang mengakar dan membudaya sehingga jangankan mengubah sebuah negara, dirinya sendiri belum bisa.
            Siapa pun Anda, saat ini adalah kesempatan terbaik untuk mengetahui di bagian mana dari kehidupan Anda yang mesti Anda ketahui, dengan demikian kekurangan dan kelemahan diri Anda bisa diketahui. Selanjutnya, akan dengan mudah bagi Anda untuk memperbaikinya, melakukan perubahan yang mendasar bagi kehidupan Anda. Berikutnya akan mudah bagi Anda untuk mendeklarasikan bahwa diri bahwa Anda telah berubah dan bersiap sedia melakoni kehidupan ini secara maksmial.
“Kehidupan ini selalu memberi banyak kenangan yang sulit dilupakan. Ada banyak cerita dan pengalaman yang membuatnya menjadi lebih indah. Mereka yang sukses memahami kehidupan sebagai perjalanan yang mesti dilakoni dengan kesungguhan adalah di antara pemenang. Sebab merekalah yang bersedia menjadi murid atau siswa terbaik bagi kehidupannya. Karena mereka sadar bahwa kehidupan ini adalah guru.”
Akhir kata, tanpa bermaksud menggurui Anda, saya ingin mengingatkan bahwa apa pun profesi Anda, di mana pun Anda bekerja serta apa pun jabatan Anda, percayalah bahwa kehidupan ini adalah guru paling bijak. Tempat belajar yang selalu terbuka dan gratis bagi siapa pun yang ingin belajar sepanjang masa. Mari menjadi murid atau siswa terbaik baginya, semoga dengan begitu kehidupan ini semakin bermakna dan indah untuk dikenang!

29 Juli 2012

Kepompong Ramadhan



"Semua amal anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu kecuali shaum. Maka sesungguh shaum itu semata-mata untuk-Ku dan Aku sendiri yg akan membalas"
{Hr. Bukhari Muslim}

Pernahkan Anda melihat seekor ulat bulu? Bagi kebanyakan orang ulat burlu memang menjijikkan bahkan menakutkan. Tapi tahukah Anda kalau masa hidup seekor ulat ini ternyata tak lama. Pada saat nanti ia akan mengalami fase dimana ia harus masulk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu ia pun akan keluar dalam wujud lain : ia menjelma menjadi seekor kupu-kupu yg sangat indah. Jika sudah berbentuk demikian siapa yg tak menyukai kupu-kupu dgn sayap yg beraneka hiasan indah alami? Sebagian orang bahkan mungkin mencari dan kemudian mengoleksi bagi sebagai hobi ataupun utk keperluan ilmu pengetahuan.

Semua proses itu memperlihatkan tanda-tanda Kemahabesaran Allah. Menandakan betapa teramat mudah bagi Allah Azza wa Jalla mengubah segala sesuatu dari hal yg menjijikkan buruk dan tak disukai menjadi sesuatu yg indah dan membuat orang senang memandangnya. Semua itu berjalan melalui suatu proses perubahan yang sudah diatur dan aturan pun ditentukan oleh Allah baik dalam bentuk aturan atau hukum alam maupun berdasarkan hukum yg disyariatkan kepada manusia yakin Al Qur’an dan Al Hadits.

Jika proses metamorfosa pada ulat ini diterjemahkan ke dalam kehidupan manusia maka saat dimana manusia dapat menjelma menjadi insan yg jauh lbh indah momen yg paling tepat utk terlahir kemabli adl ketika memasuki Ramadhan. Bila kita masuk ke dalam ‘kepompong’ Ramadhan lalu segala aktivitas kita cocok dgn ketentuan-ketentuan “metamorfosa” dari Allah niscaya akan mendapatkan hasil yang mencengangkan yakni manusia yg berderajat muttaqin yg memiliki akhlak yang indah dan mempesona.
Inti dari badah Ramadhan ternyata adl melatih diri agar kita dapat menguasai hawa nafsu. Allah SWT berfirman “Dan adapun orang-orang yg takut kepada kebesaran Tuhan dan menahan diri dari keinginan hawa nafsu maka sesungguh syurgalah tempat tinggalnya.”

Selama ini mungkin kita merasa kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu. Kenapa? Karena selama ini pada diri kita terdapat pelatihan lain yg ikut membina hawa nafsu kita ke arah yang tak disukai Allah. Siapakah pelatih itu? Dialah syetan laknatullah yg sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita. Akan tetapi memang itulah tugas syetan. apalagi seperti hal hawa nafsu syetan pun memiliki dimensi yg sama dengan hawa nafsu yakni kedua-dua sama-sama tak terlihat. 

“Sesungguh syetan itu adl musuh yg nyata bagimu maka anggaplah ia sebagai musuhmu karena syetan itu hanya mengajak golongan supaya menjadi penghuni neraka yg menyala-nyala”
{QS. Al Fathir (25) : 6}

Akan tetapi kita bersyukur krn pada bulan Ramadhan ini Allah mengikat erat syetan terkutuk sehingga kita diberi kesempatan sepenuh utk bisa melatih diri mengendalikan hawa nafsu kita. Karena kesempatan seperti ini tak boleh kita sia-siakan. Ibadah shaum kita harus ditingkatkan. Tidak hanya shaum atau menahan diri dari hawa nafsu perut dan seksual saja akan tetapi juga semua anggota badan kita lain agar mau melaksanakan amalan yg disukai Allah. Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan maka ketika syetan dipelas kembali mereka sudah tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian hidup kita pun sepenuh dapat dijalani dengan hawa nafsu yg berada dalam keridhaan-Nya. Inilah pangkal kebahagiaan dunia akhirat. Hal lain yg paling utama harus kita jaga juga dalam bulan yg sarat dgn berkah ini adl akhlak. Barang siapa membaguskan akhlak pada bulan Ramadhan Allah akan menyelamatkan dia tatkala melewati shirah di mana banyak kaki tergelincir demikianlah sabda Rasulullah SAW.

Pada bulan Ramadhan ini kita dianggap sebagai tamu Allah. Dan sebagai tuan rumah Allah sangat mengetahui bagaimana cara memperlakukan tamu-tamu dgn baik. Akan tetapi sesungguh Allah hanya akan memperlakukan kita dgn baik jika kita tahu adab dan bagaimana berakhlak sebagai tamu-Nya. Salah satu yakni dgn menjaga shaum kita sesempurna mungkin. Tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga belaka tetapi juga menjaga seluruh anggota tubuh kita ikut shaum.

Mari kita perbaiki segala kekurangan dan kelalaian akhlak kita sebagai tamu Allah krn tak mustahil Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir yg dijalani hidup kita jangan sampai disia-siakan.
Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan senantiasa melimpahkan inayah-Nya sehingga setelah ‘kepompong’ Ramadhan ini kita masuki kita kembali pada ke-fitri-an bagaikan bayi yg baru lahir. Sebagaimana seekor ulat bulu yg keluar menjadi seekor kupu-kupu yg teramat indah dan mempesona amiin.

Sumber: Rahmat

Ingin Segera Berlabaran denganmu ...



Sungguh akan terasa nikmat dan sangat nikmat jika dapat membersamaimu dalam setiap malam-malam panjang, dalam do'a yang larut, dalam sujud yang dalam dan dalam kepanikan jiwa yang menikam. Karena bersamamu aku menemukan ketenangan dalam meniti setiap tangga kehidupan.

Dalam setiap sajian perjalanan waktu, aku hanya ingin kau mendampingiku. Dan itu lebih adri cukup bagiku.

Begitupun, ketika Ramadhan yang ku rasa kali ini. Alangkah indah jika melewati hari-harinya yang berlimpah pahala dan berlipat ganda keutamaan ini denganmu. 

Kau akan mebangunkanku dengan suara lembutmu saat akan sahur,
Kau akan menuangkan nasi diatas piringku dengan sepenuh ikhlas,
Dan kita bersantap dengan iringan do'a untuk mengharap berkah Nya.

Siang-siangku tak mungkin lelah, karena disisimu adalah perjuangan yang amat menyenangkan. Seterjal apapun hari-hari yang akan kujalani.

Senjaku dalam perenungan bersamamu, akan menorehkan panorama anggun saat mentari terbenam dan gelap menjelma.
Aku berbuka denganmu dalam luapan kegembiraan,
dan Aku menyimpan kurma dimulutmu dengan tiupan basmallah.

Yah ...
Aku ingin segera merayakan kemenangan hari-hari Ramadhan bersamamu.
Menggenapkan keindahan Ramadhan denganmu
Menghimpun sejuta anugerah berkah Ramadhan bersamamu
Melimpahkan segudang rindu, kasih dan ketulusan denganmu

dan mengakhiri Ramadhan, Berlebaran bersamamu ...



Seputar Hadits Doa Buka Puasa yang Shahih



Doa puasa yang sering kita dengar bahkan mungkin juga sering kita baca, adalah:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Ya Allah, untuk Mu aku puasa, kepada Mu aku beriman, dan dengan rezeki Mu aku berbuka. Hilanglah rasa dahaga, tenggorokan pun basah, dan sudah pasti berpahala jika Allah menghendaki.”
Catatan
Doa buka puasa yang masyhur ini adalah gabungan dari dua hadits, yaitu:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

dan,

 ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Adapun kalimat “ وَبِكَ آمَنْتُ ” adalah tambahan yang sama sekali tidak ada dasarnya, meski maknanya bagus.
Hadits Pertama
Apabila Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam buka puasa, beliau berdoa,

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Ya Allah, untuk Mu aku puasa, dan dengan rezeki Mu aku berbuka.”
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Ath Thabarani dalam Al Ausath (7762) dan Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan (1756)  dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu.
Ibnu Abi Syaibah (109/1) dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu.
Abu Dawud (2011), Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab (3747), Al Baghawi (1761), Adh Dhabbi dalam Ad Du’a` (67), dan Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd (1390); dari Mu’adz bin Zuhrah At Tabi’i.
Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat Al Kubra pada biografi Abul Ahwash dari Ar Rabi’ bin Khutsaim At Tabi’i.
Derajat Hadits: Dha’if
Al Haitsami berkata,”Diriwayatkan Ath Thabarani dalam Al Ausath. Di dalam sanadnya ada Dawud bin Az Zibriqan. Dia adalah dha’if.”[1]
Imam An Nawawi berkata, “Demikian diriwayatkan secara mursal.”[2]
Al Burhanfuri dalam Kanzu Al ‘Ummal (18056), “Hadits mursal.”
Ar Rafi’i berkata tentang hadits Abu Dawud, “Dia adalah hadits mursal.” Dan tentang hadits Ath Thabarani, “Sanadnya lemah. Di dalamnya terdapat Dawud bin Az Zibriqan, dia itu matruk (ditinggalkan).”[3]
Al Albani mendha’ifkan hadits ini dalam Dha’if Sunan Abi Dawud (2358) dan Dha’if Al Jami’ Ash Shaghir(9831).
Catatan
Ibnul Mulaqqin berkata, “Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad hasan (bagus) tetapi mursal. Mu’adz bin Zuhrah adalah seorang tabi’in.”[4]
Al Albani menghasankan hadits ini dalam Misykat Al Mashabih (1994).
Syaikh Abdul Qadir Al Arna`uth berkata, “Mursal, namun ia mempunyai syawahid (beberapa penguat) yang menguatkannya.”[5]
*   *   *
Hadits Kedua
Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma mengatakan, jika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam buka puasa, beliau membaca:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Hilanglah rasa dahaga, tenggorokan pun basah, dan sudah pasti berpahala jika Allah menghendaki.”
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Abu Dawud dari Abdullah bin Muhammad dari Ali bin Al Husain dari Al Husain bin Waqid dari Marwan bin Salim Al Muqaffa’ dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.[6]
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam An Nasa`i dalam As Sunan Al Kubra (3329), Al Baihaqi dalamSyu’ab Al Iman (3748), Ad Daraquthni (2302), Al Hakim (1484), Ibnu As Sunni dalam ‘Amal Al Yaum wa Al Lailah (477), dan Ibnu Abi Ad Dunia (29); juga dari Ibnu Umar.
Derajat Hadits: Hasan
Al Hakim (1484) berkata, “Ini adalah hadits shahih sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim.”
Al Albani menghasankan hadits ini dalam Mukhtashar Irwa` Al Ghalil (920), Misykat Al Mashabih(1993), Shahih Sunan Abi Dawud (2357), dan Shahih Al Jami’ Ash Shaghir (8807).
*   *   *
Kesimpulan
Doa buka puasa pada hadits pertama, meski ada yang mendha’ifkan, namun juga ada yang menghasankan. Artinya, derajat kedha’ifannya tidaklah “terlalu.”
Sebaiknya doa buka puasa yang dibaca cukup hadits yang kedua saja. Selain lebih ringkas, ialah yang paling shahih di antara hadits hadits doa buka puasa yang lain.
Jika hendak menggabungkan doa buka puasa, sebaiknya tidak menyertakan kalimat “ وَبِكَ آمَنْتُ ”, karena ia hanyalah tambahan dan tidak termasuk dalam hadits doa buka puasa ini. Wallahu a’lam bish shawab.
_______________________________
[1] Ma’jma’ Az Zawa`id (4892).
[2] Al Adzkar (545).
[3] At Talkhish Al Habir (912).
[4] Khulashatu Al Badr Al Munir (1126).
[5] Raudhatu Al Muhadditsin (4729).
[6] Sunan Abi Dawud, Kitab Ash Shaum, Bab Al Qaul ‘Inda Al Ifthar, hadits nomor 2010.
Sumber: Fimadani

27 Juli 2012

Panjang Bacaan Shalat Malam Rasulullah Saw. di Malam Ramadhan



Hudzaifah bin Al Yaman Radhiyallahu ‘Anhu berkata,

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَقَامَ يُصَلِّي فَلَمَّا كَبَّرَ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ ذُو الْمَلَكُوتِ وَالْجَبَرُوتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ ثُمَّ قَرَأَ الْبَقَرَةَ ثُمَّ النِّسَاءَ ثُمَّ آلَ عِمْرَانَ لَا يَمُرُّ بِآيَةِ تَخْوِيفٍ إِلَّا وَقَفَ عِنْدَهَا ثُمَّ رَكَعَ يَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ مِثْلَ مَا كَانَ قَائِمًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِثْلَ مَا كَانَ قَائِمًا ثُمَّ سَجَدَ يَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى مِثْلَ مَا كَانَ قَائِمًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي مِثْلَ مَا كَانَ قَائِمًا ثُمَّ سَجَدَ يَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى مِثْلَ مَا كَانَ قَائِمًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَامَ فَمَا صَلَّى إِلَّا رَكْعَتَيْنِ حَتَّى جَاءَ بِلَالٌ فَآذَنَهُ بِالصَّلَاةِ .


“Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada suatu malam di bulan Ramadhan. Maka, beliau pun berdiri untuk shalat. Ketika takbir, beliau membaca; ‘Allaahu akbar, dzul malakuuti wal jabaruuti wa kibriyaa`i wal ‘azhamah.’[1] Kemudian beliau membaca surat Al Baqarah, lalu surat An Nisa`, lalu Ali Imran. Beliau tidak melalui ayat ancaman melainkan berhenti sejenak. Kemudian beliau ruku’. Beliau membaca; ‘Subhaana Rabbiyal ‘Azhiim’[2] (yang lamanya) seperti saat berdiri. Lalu beliau mengangkat kepalanya dan membaca; ‘Sami’allaahu liman hamidah, rabbanaa lakal hamd,’[3] seperti saat berdiri. Kemudian beliau sujud dan membaca; ‘Subhaana Rabbiyal a’laa,’[4] seperti saat berdiri. Lalu beliau mengangkat kepalanya dan membaca; ‘Rabbighfirlii,’[5] sama seperti ketika berdiri (lamanya). Kemudian beliau sujud lagi. Beliau membaca; ‘Subhaana Rabbiyal a’laa,’ seperti saat berdiri. Lalu beliau mengangkat kepalanya dan berdiri. Beliau tidak shalat selain hanya dua rakat sampai datang Bilal yang mengumandangkan adzan untuk shalat.”

Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Ahmad dari Khalaf bin Al Walid dari Yahya bin Zakariya dari Al ‘Ala` bin Al Musayyab dari Amr bin Murrah dari Thalhah bin Yazid Al Anshari dari Hudzaifah bin Al Yaman Radhiyallahu ‘Anhu.[6]
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Al Hakim (1147) dan An Nasa`i dalam As Sunan Al Kubra (1378); juga dari Abu Hudzaifah Al Yaman.
Hadits senada tanpa keterangan Ramadhan,[7] yakni tanpa menyebutkan kejadiannya pada malam bulan Ramadhan atau malam selain Ramadhan, diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Abi Syaibah dari Abdullah bin Numair dan Abu Muawiyah dari Zuhair bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim dari Jarir bin Hazim dari Sulaiman bin Mihran Al A’masy dari Sa’ad bin Ubaidah dari Al Mustaurid bin Al Ahnaf dari Shilah bin Zufar dari Hudzaifah bin Al Yaman.[8]
Hadits tentang hal ini yang tanpa penyebutan kata “Ramadhan” atau yang senada dengan riwayat Muslim, juga diriwayatkan Imam Abu Dawud (740), An Nasa`i (1121), Al Baihaqi dalam Al Ma’rifah (1163), Ibnu Hibban (2661), Abu Awanah (1442), Ath Thabarani dalam Al Ausath (4475), Abdurrazaq (2842), dan Ibnu Abi Syaibah (142/5); semuanya dari Hudzaifah Al Yaman.

Derajat Hadits: Shahih
Imam Al Hakim berkata, “Ini adalah hadits shahih sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim, namun mereka tidak mengeluarkannya.”[9]
Setelah menyebutkan sejumlah riwayat tentang hal ini dan menganalisa beberapa perawi dalam hadits Ahmad, Al Hakim dan An Nasa`i, Syaikh Al Albani berkata, “Sekiranya sudah jelas bahwa orang tersebut adalah Shilah (bin Zufar), maka sanad hadits ini adalah shahih dan bersambung. Semua rijalnya tsiqah. Abu Hamzah dimaksud yaitu Thalhah bin Yazid Al Anshari yang disebutkan dalam thariq (jalur periwayatan) Ibnu Majah.”[10] [11]

Hikmah dan Ibrah
·         Hadits yang menceritakan panjangnya shalat malam Nabi bukan hanya dari Hudzaifah, melainkan dari sejumlah sahabat Radhiyallahu ‘Anhum.
·         Sejatinya, panjangnya atau lamanya shalat malam Nabi bukan hanya pada bulan Ramadhan, melainkan juga pada hari hari lain di luar Ramadhan.
·         Boleh membaca beberapa surat yang berbeda tanpa urut mushaf dalam dalam satu rakaat.
·         Panjang ruku’ dan sujud Nabi kurang lebih sama dengan lama beliau berdiri.
·         Bisa juga bermakna, bahwa lamanya ruku’ dan sujud, serta i’tidal dan duduk di antara dua sujud Nabi ini adalah lebih lama daripada (ruku, i’tidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud) saat shalat wajib. Bukan lama dari arti kata sama lamanya dengan berdiri. Ada tiga alasan untuk hal ini. Pertama; Dari segi waktu, tidak logis jika semua gerakan shalat Nabi (selain berdiri) sama dengan lamanya berdiri. Sebab, secara normal saja membutuhkan waktu sangat lama untuk membaca surat Al Baqarah, Ali Imran, dan An Nisa`.[12] Kedua; Doa yang dibaca Nabi dalam ruku’ dan sujud (sebagaimana disebutkan dalam hadits ini) adalah Subhaana Rabbiyal a’laa dan Subhaana Rabbiyal ‘azhiim yang diulang ulang. Bisa jadi, karena teramat banyaknya Nabi mengulang bacaan ini, Hudzaifah menyangka panjangnya sama seperti lama berdiri. Padahal, mengulang Subhaana Rabbiyal ‘azhiim sebanyak 1000 kali pun, mungkin masih tetap lama membaca surat Al Baqarah. Apalagi surat Al Baqarah, Ali Imran, dan An Nisaa`. Dan ketiga; Dalam shalat, selama lamanya ruku’, i’tidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud, tetap saja masih lama berdiri.[13] Hal ini kurang lebih sama seperti kasus shalat dan khutbah Jum’at, dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
·          
إِنَّ طُولَ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلاَةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ .

“Sesungguhnya panjangnya shalat (Jum’at) seseorang dan pendeknya khutbah adalah tanda kefaqihannya. Oleh karena itu, panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah.”[14]

Imam An Nawawi berkata, “Dibandingkan khutbahnya, shalat Jum’at ini tidak lebih lama. Sebab, lamanya shalat  Jum’at akan memberatkan kaum mukminin. Jadi, panjang shalat dan khutbah Jum’at ini ditempatkan sesuai proporsinya.”[15] Wallahu a’lam.
·         Shalat malam Nabi tidak selalu selama ini. Sebab, Hudzaifah mengatakan, “Beliau tidak shalat selain hanya dua rakat.” Sedangkan hadits hadits shahih yang lain menyebutkan bahwa Nabi shalat malam sebanyak sebelas rakaat.
·         Nabi biasa shalat malam pada tengah malam atau sepertiga malam terakhir dan baru selesai saat adzan berkumandang.
__________________________________
[1] Artinya, “Allah Mahabesar, Yang memiliki kerajaan agung, kekuasaan mutlak, kesombongan, dan keagungan.”
[2] Artinya, “Mahasuci Tuhanku Yang Mahabesar.”
[3] Artinya, “Allah mendengar orang yang memuji Nya. Ya Tuhan kami, hanya kepada Mu segala pujian.”
[4] Artinya, “Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi.”
[5] Artinya, “Tuhanku, ampunilah aku.”
[6] Musnad Ahmad, Kitab Baqi Musnad Al Anshar, Bab Hadits Hudzaifah ibn Al Yaman ‘An An Nabiyy,hadits nomor 22309.
[7] Hanya disebut “pada suatu malam” saja.
[8] Shahih Muslim, Kitab Shalati Al Musafirin, Bab Istihbab fi Tathwil Al Qira`ah fi Shalati Al Lail, hadits nomor 1850.
[9] Al Mustadrak (1147).
[10] Irwa` Al Ghalil (326).
[11] Yang dimaksud Syaikh Al Albani rahimahullah dengan jalur periwayatan Ibnu Majah adalah sekadar jalurnya saja, bukan haditsnya, karena Ibnu Majah tidak meriwayatkan hadits ini. Ringkas kata, ketika Ibnu Majah meriwayatkan hadits Hudzaifah tentang bacaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di antara dua sujud (Sunan Ibni Majah/887), jalur yang dipakai adalah jalur riwayat Al Hakim dan An Nasa`i yang didha’ifkan oleh sebagian ulama dalam hadits ini. Analisa Syaikh Al Albani tentang dua perawi majhul dalam jalur Al Hakim dan An Nasa`i menunjukkan ketelitian dan kapasitas beliau sebagai pakar hadits.
[12] Terlepas dari apakah hal ini terjadi sebelum surat Al Baqarah turun secara lengkap 286 ayat, yang jelas dibutuhkan waktu sekitar satu seperempat jam sendiri untuk membaca surat Al Baqarah.
[13] Sebagian ulama tidak menyukai orang yang lama sujud, tetapi sebentar berdiri, karena bisa dipertanyakan keikhlasannya. Setidaknya, kadar lama sujud dan berdiri kurang lebih sama.
[14] HR. Muslim (2046) dan Ahmad (17598) dari Ammar bin Yasir Radhiyallahu ‘Anhum.
[15] Syarh Shahih Muslim, Imam An Nawawi, Jilid 3, Hlm 249. Program Al Maktabah Asy Syamilah.

25 Juli 2012

Menjadi Bupati ...


Adakah diantara sahabat semua yang bermimpi menjadi "Bupati" pada usia muda ???


Ya, itulah saya yang di-'takdir'-kan menjadi "Bupati" di "Kabupaten Galuh Sangga Bhuana" pada kegiatan Raimuna ke-13 dan Kanira ke-5 Pramuka Penegak dan Pandega Kwartir Cabang Kabupaten Ciamis yang digelar tanggal 24-30 Juni 2012 di Bumi Perkemahan Majaprana, Kec. Cijeungjing Kab. Ciamis. Jadi, saya diamanahi menjadi Bupati selama satu minggu.


Ya, layaknya seorang Bupati, saya didampingi oleh Wakil Bupati, seorang Sekretaris Daerah (Sekda), dan beberapa Ketua Bidang yang setingkat dengan Kepala Dinas jika dianalogikan dalam sistem pemerintahan sekarang ini.


Saya diberikan amanah untuk mengelola dan mengakomodir penduduk Kabupaten Galuh Sangga Bhuan yang jumlah penduduknya hampir mencapai 1000 jiwa.


Ada sedikit kebanggaan di hati, namun beban moral lebih kental dirasa. Menjadi Bupati perkemahan saja sudah cukup menyita waktu, tenaga dan pikiran, apalagi jika menjadi Bupati sesungguhnya. Inilah media pembelajaran yang sangat efektif yang saya rasakan di Dunia Pramuka, dimana kita belajar untuk menjadi pemimpin, belajar untuk berbuat, belajar untuk berkarya, belajar untuk mengayomi, belajar untuk mendengarkan keluhan, belajar untuk memfasilitasi setiap aspirasi dan belajar untuk menjadi seorang yang memikul tangggungjawab yang dilandasi sukarela.


Meskipun jabatan yang adalah Bupati, tapi disini tak diberi Upah, alis FREE. Namun, pengalaman jauh lebih penting dan jauh lebih berharga dibandingkan gaji atau honor belaka.


Ya, saya dihadapkan pada perkara-perkara yang diluar dugaan. Allahu Akbar, betapa sangat kompleks menjadi seorang pemimpin. Ia tidak hanya dituntut sabar tapi juga tegas dalam mengambil sikap. Ia tidak hanya mampu berjanji, tapi menunjukan bukti.


Semoga, ini menjadi bekal berharga bagi saya, juga bagi sidang pembaca blog ini.


Jika ada yang bertanya, apa Jabatan tertinggi yang pernah kamu rasakan ??
maka, dengan bangga akan saya katakan bahwa saya pernah menjadi seorang "BUPATI" selama satu minggu.


oh ya, sebagai catatan bahwa saya adalah "Bupati Pertama" di Keluarga Besar Galuh Sangga Bhuana. Karena beberapa Ketua DKC T&D Ciamis sebelumnya menjabat sebagai "Camat" Perkemahan.


Ini photo beberapa Mantan Ketua DKC T&D Ciamis yang pernah menjadi Camat Galuh Sangga Bhuana :

Kika: Kak Baim Setiawan, Kak Iing Kuswandi, Kang Indra 'Uchu' Maulana, Kak Sarip 'Abah' Hidayat dan saya