Tampilkan postingan dengan label Shahabat Nabi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Shahabat Nabi. Tampilkan semua postingan

13 Agustus 2012

Berbuka Puasa Bersama Bidadari



Hisyam bin Yahya al-Kinaniy berkata, “Kami berperang melawan bangsa Romawi pada tahun 38 H yang dipimpin oleh Maslamah bin Abdul Malik. Dalam pertempuran itu ada di antara kami seorang lelaki yang bernama Sa’id bin Harits yang terkenal banyak beribadah, berpuasa di siang hari, dan shalat di malam hari.
Saya melihat orang itu adalah orang yang sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah, baik siang maupun malam hari. Jika dia tidak sedang melakukan shalat atau ketika kami berjalan-jalan bersama, saya lihat dia tidak pernah lepas dari berdzikir kepada Allah dan membaca Al-Qur’an.
Pada suatu malam ketika kami melakukan pergantian jaga (saat mengepung benteng Romawi), sungguh saat itu kami dibuat bingung olehnya. Saat itu saya katakan kepadanya, ‘Tidurlah sebentar karena kamu tidak tahu apa yang akan terjadi pada musuh. Jika terjadi sesuatu agar nantinya kamu dalam keadaan siaga.’
Lalu dia tidur di sebelah tenda sedangkan saya berdiri di tempatku berjaga. Di saat itu saya mendengar Said berbicara dan tertawa, lalu mengulurkan tangan kanannya seolah-olah mengambil sesuatu kemudian mengembalikan tangannya sambil tertawa. Kemudian ia berkata, ‘Semalam.’ Setelah berkata seperti itu tiba-tiba ia melompat dari tidurnya dan terbangun  dan bergegaslah dia bertahlil, bertakbir, dan bertahmid.
Lalu saya bertanya kepadanya, ‘Bagus sekali, wahai Abul Walid (panggilan Sa’id), sungguh saya telah melihat keanehan pada malam ini. Ceritakanlah apa yang kau lihat dalam tidurmu.’
Dia berkata, ‘Aku melihat ada dua orang yang belum pernah aku lihat kesempurnaan sebelumnya pada selain diri mereka berdua. Mereka berkata kepadaku, ‘Wahai Sa’id, berbahagialah, sesungguhnya Allah swt. telah mengampuni dosa-dosamu, memberkati usahamu, menerima amalmu, dan mengabulkan doamu. Pergilah bersama kami agar kami menunjukkan kepadamu kenikmatan-kenikmatan apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu.’
Tak henti-hentinya Sa’id menceritakan apa-apa yang dilihatnya, mulai dari istana-istana, para bidadari, hingga tempat tidur yang di atasnya ada seorang bidadari yang tubuhnya bagaikan mutiara yang tersimpan di dalamnya. Bidadari itu berkata kepadanya, “Sudah lama kami menunggu kehadiranmu.” Lalu aku berkata kepadanya, “Di mana aku?” Dia menjawab, “Di surga Ma’wa.” Aku bertanya lagi, “Siapa kamu?” Dia menjawab, “Aku adalah istrimu untuk selamanya.”
Sa’id melanjutkan ceritanya. “Kemudian aku ulurkan tanganku untuk menyentuhnya. Akan tetapi dia menolak dengan lembut sambil berkata, ‘Untuk saat ini jangan dulu, karena engkau akan kembali ke dunia.’ Aku berkata kepadanya, “Aku tidak mau kembali.” Lalu dia berkata, “Hal itu adalah keharusan, kamu akan tinggal di sana selama tiga hari, lalu kamu akan berbuka puasa bersama kami pada malam ketiga, insya Allah.”
Lalu aku berkata, “Semalam, semalam.” Dia menjawab, “Hal itu adalah sebuah kepastian.” Kemudian aku bangkit dari hadapannya, dan aku melompat karena dia berdiri, dan saya terbangun.
Hisyam berkata, “Bersyukurlah kepada Allah, wahai saudaraku, karena Dia telah memperlihatkan pahala dari amalmu.” Lalu dia berkata, “Apakah ada orang lain yang bermimpi seperti mimpiku itu?” Saya menjawab, “Tidak ada.” Dia berakta, “Dengan nama Allah, aku meminta kepadamu untuk merahasiakan hal ini selama aku masih hidup.” Saya katakan kepadanya, “Baiklah.”
Lalu Sa’id keluar di siang hari untuk berperang sambil berpuasa, dan di malam hari ia melakukan shalat malam sambil menangis. Sampai tiba saatnya, dan sampailah malam ketiga. Dia masih saja berperang melawan musuh, dia membabat musuh-musuhnya tanpa sekalipun terluka. Sedangkan saya mengawasinya dari kejauhan karena saya tidak mampu mendekatinya. Sampai pada saat matahari menjelang terbenam, seorang lelaki melemparkan panahnya dari atas benteng dan tepat mengenai tenggorokannya. Kemudian dia jatuh tersungkur, lalu dengan segera aku mendekati dia dan berkata kepadanya, “Selamat atas buka malammu, seandainya aku bisa bersamamu, seandainya….”
Lalu ia menggigit bibir bawahnya sambil memberi isyarat kepadaku dengan tersenyum. Seolah-olah dia berharap ‘Rahasiakanlah ceritaku itu hingga aku meninggal’. Kemudian dari bibirnya keluar kata-kata, “Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kami.” Maka demi Allah, dia tidak berucap kata-kata selain itu sampai dia meninggal.
Kemudian saya berteriak dengan suaraku yang paling keras, “Wahai hamba-hamba Allah, hendaklah kalian semua melakukan amalan untuk hal seperti ini,” dan aku ceritakan tentang kejadian tersebut. Dan orang-orang membicarakan tentang kisah itu dan mereka satu sama lain saling memberikan teguran dan nasihat. Lalu pada pagi harinya mereka bergegas menuju benteng dengan niat yang tulus dan dengan hati yang penuh kerinduan kepada Allah swt. Dan sebelum berlalunya waktu Dhuha benteng sudah bisa dikuasai berkat seorang lelaki shaleh itu, yaitu Sa’id bin Harits. Allahu a’lam


Sumber: Dakwatuna

9 Agustus 2012

Sa’id bin Harits Berbuka Puasa Bersama Bidadari



Hisyam bin Yahya al-Kinaniy berkata, “Kami berperang melawan bangsa Romawi pada tahun 38 H yang dipimpin oleh Maslamah bin Abdul Malik. Dalam pertempuran itu ada di antara kami seorang lelaki yang bernama Sa’id bin Harits yang terkenal banyak beribadah, berpuasa di siang hari, dan shalat di malam hari.
Saya melihat orang itu adalah orang yang sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah, baik siang maupun malam hari. Jika dia tidak sedang melakukan shalat atau ketika kami berjalan-jalan bersama, saya lihat dia tidak pernah lepas dari berdzikir kepada Allah dan membaca Al-Qur’an.
Pada suatu malam ketika kami melakukan pergantian jaga (saat mengepung benteng Romawi), sungguh saat itu kami dibuat bingung olehnya. Saat itu saya katakan kepadanya, ‘Tidurlah sebentar karena kamu tidak tahu apa yang akan terjadi pada musuh. Jika terjadi sesuatu agar nantinya kamu dalam keadaan siaga.’
Lalu dia tidur di sebelah tenda sedangkan saya berdiri di tempatku berjaga. Di saat itu saya mendengar Said berbicara dan tertawa, lalu mengulurkan tangan kanannya seolah-olah mengambil sesuatu kemudian mengembalikan tangannya sambil tertawa. Kemudian ia berkata, ‘Semalam.’ Setelah berkata seperti itu tiba-tiba ia melompat dari tidurnya dan terbangun  dan bergegaslah dia bertahlil, bertakbir, dan bertahmid.
Lalu saya bertanya kepadanya, ‘Bagus sekali, wahai Abul Walid (panggilan Sa’id), sungguh saya telah melihat keanehan pada malam ini. Ceritakanlah apa yang kau lihat dalam tidurmu.’
Dia berkata, ‘Aku melihat ada dua orang yang belum pernah aku lihat kesempurnaan sebelumnya pada selain diri mereka berdua. Mereka berkata kepadaku, ‘Wahai Sa’id, berbahagialah, sesungguhnya Allah swt. telah mengampuni dosa-dosamu, memberkati usahamu, menerima amalmu, dan mengabulkan doamu. Pergilah bersama kami agar kami menunjukkan kepadamu kenikmatan-kenikmatan apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu.’
Tak henti-hentinya Sa’id menceritakan apa-apa yang dilihatnya, mulai dari istana-istana, para bidadari, hingga tempat tidur yang di atasnya ada seorang bidadari yang tubuhnya bagaikan mutiara yang tersimpan di dalamnya. Bidadari itu berkata kepadanya, “Sudah lama kami menunggu kehadiranmu.” Lalu aku berkata kepadanya, “Di mana aku?” Dia menjawab, “Di surga Ma’wa.” Aku bertanya lagi, “Siapa kamu?” Dia menjawab, “Aku adalah istrimu untuk selamanya.”
Sa’id melanjutkan ceritanya. “Kemudian aku ulurkan tanganku untuk menyentuhnya. Akan tetapi dia menolak dengan lembut sambil berkata, ‘Untuk saat ini jangan dulu, karena engkau akan kembali ke dunia.’ Aku berkata kepadanya, “Aku tidak mau kembali.” Lalu dia berkata, “Hal itu adalah keharusan, kamu akan tinggal di sana selama tiga hari, lalu kamu akan berbuka puasa bersama kami pada malam ketiga, insya Allah.”
Lalu aku berkata, “Semalam, semalam.” Dia menjawab, “Hal itu adalah sebuah kepastian.” Kemudian aku bangkit dari hadapannya, dan aku melompat karena dia berdiri, dan saya terbangun.
Hisyam berkata, “Bersyukurlah kepada Allah, wahai saudaraku, karena Dia telah memperlihatkan pahala dari amalmu.” Lalu dia berkata, “Apakah ada orang lain yang bermimpi seperti mimpiku itu?” Saya menjawab, “Tidak ada.” Dia berakta, “Dengan nama Allah, aku meminta kepadamu untuk merahasiakan hal ini selama aku masih hidup.” Saya katakan kepadanya, “Baiklah.”
Lalu Sa’id keluar di siang hari untuk berperang sambil berpuasa, dan di malam hari ia melakukan shalat malam sambil menangis. Sampai tiba saatnya, dan sampailah malam ketiga. Dia masih saja berperang melawan musuh, dia membabat musuh-musuhnya tanpa sekalipun terluka. Sedangkan saya mengawasinya dari kejauhan karena saya tidak mampu mendekatinya. Sampai pada saat matahari menjelang terbenam, seorang lelaki melemparkan panahnya dari atas benteng dan tepat mengenai tenggorokannya. Kemudian dia jatuh tersungkur, lalu dengan segera aku mendekati dia dan berkata kepadanya, “Selamat atas buka malammu, seandainya aku bisa bersamamu, seandainya….”
Lalu ia menggigit bibir bawahnya sambil memberi isyarat kepadaku dengan tersenyum. Seolah-olah dia berharap ‘Rahasiakanlah ceritaku itu hingga aku meninggal’. Kemudian dari bibirnya keluar kata-kata, “Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kami.” Maka demi Allah, dia tidak berucap kata-kata selain itu sampai dia meninggal.
Kemudian saya berteriak dengan suaraku yang paling keras, “Wahai hamba-hamba Allah, hendaklah kalian semua melakukan amalan untuk hal seperti ini,” dan aku ceritakan tentang kejadian tersebut. Dan orang-orang membicarakan tentang kisah itu dan mereka satu sama lain saling memberikan teguran dan nasihat. Lalu pada pagi harinya mereka bergegas menuju benteng dengan niat yang tulus dan dengan hati yang penuh kerinduan kepada Allah swt. Dan sebelum berlalunya waktu Dhuha benteng sudah bisa dikuasai berkat seorang lelaki shaleh itu, yaitu Sa’id bin Harits. Allahu a’lam


Sumber: Dakwatuna

8 Agustus 2012

Merindukan Rasulullah



Asyhadu anna Muhammadarrasulullah…
Seketika sayup suara terhenti, ia tak mampu mengangkat lagi suaranya.. Rindu.. Rindu
“Sungguh aku tak ingin adzan umtuk seorang pun sepeninggal Rasulullah!” Itulah pintanya kepada Abu Bakar ra agar hatinya tak terkoyak moyak saat melantunkan nama sang kekasih. Ia pun meninggalkan kota penuh kenangan tersebut dan berjihad ke wilayah syam.
Suatu ketika, ia, Bilal Ibn Rabah, bermimpi bertemu dengan kekasihnya, Rasulullah saw. Rasulullah meyatakan kerinduan padanya. “Wahai Bilal, apakah gerangan yang menghalangimu untuk mengunjungiku?”
Selepas itu ia terbangun dari tidurnya , berangkat ke Madinah dengan hati yang gulana dirundung rindu. Kemudian ia menceritakan perihal mimpi tersebut kepada sahabat lainnya. Bak pesan berantai, cerita itupun tersebar dari mulut kemulut hingga menjelang sore. Nyaris seluruh penduduk mengetahui berita itu.
Penduduk bersepakat memintanya untuk melantunkan adzan maghrib dihari itu. Di tengah kerinduan yang dalam, ia pun tak kuasa menolak kehendak para sahabat dan penduduk Madinah.
Ditengah senja merah, sepoi angin dan langit yang bersih dari mega, dari suara itu terlantun adzan, memecah tangis warga madinah yang tercekat kerinduan. Rasa dalam dada membuncah, saat-saat bersama Rasulullah saw tercinta masih terekam, membayang kembali dipelupuk mata. Tentu saja bilal dan penduduk madinah lainnya diharu biru kerinduan.
Itulah sepenggal kisah Bilal ibn Rabah ra dan para sahabat. Betapa rindu mereka pada kekasihnya , nabi akhir zaman itu. Kisah ini meninggalkan kita sebuah tanda tanya besar. Adakah rasa rindu itu dihati kita? Rindu Untuk berjumpa dengannya? Bercengkrama dengannya di telaga Kautsar?
Jikalah mungkin, kenankah Rasulullah mengakui kita sebagai umatnya di hari perhitungan kelak? Patutkah beliau memberi kita syafaat di hari kiamat kelak?
Bahkan ketahuilah bahwa Rasulullah saw sangat merindukan perjumpaan dengan kita. Betapa mulia beliau yang merindui umatnya sekalipun belum pernah beliau lihat. Rasulullah ungkapkan rasa rindunya itu didepan para sahabat.
Rindu ini terungkap ketika sepulang Rasulullah saw dari mengunjungi syuhada Uhud, Rasulullah saw pulang dengan menangis sehingga para sahabat bertanya, “Apa yang membuat engkau menangis ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Aku merindukan saudara-saudaraku seiman.”
“Bukankah kami saudaramu seiman wahai Rasulullah?” Tanya sahabat.
Kemudian beliau bersabda, “Kalian adalah sahabat-sahabatku, adapun saudara-saudara seimanku adalah suatu kaum yang datang setelahku, mereka beriman kepadaku sedang mereka belum pernah melihatku, aku sungguh rindu hendak bertemu dengan mereka.”
Subhanallah, semoga kita termasuk dalam kaum yang diceritakan rasulullah tersebut. Kita Yang tulus merindukannya, mejadikannya kekasih, yang mulai kembali menyusuri jembatan sirohnya, yang memesrai perjalanan hidupnya, yang senantiasa bershalawat padanya dan yang menghidupkan sunnah sunnahnya.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa’ala alihi wa shahbihi ajma’in
Oleh: Sarah Kurniati, IMUSKA, Korea Selatan
Sumber: Fimadani

22 Mei 2012

Salman Al Farisi, Khandaq, dan Kemenangan Dakwah


fimadani.com - Khandaq itu melegenda. Mulanya, muslimin akan dijepit oleh musuh dari dua kubu. Kafir Quraisy dan Yahudi Madinah. Dalam peta makar musuh, muslimin sudah pasti kalah. Muhammad mulia dan sahabat-sahabatnya akan hancur. Maka, monumentallah seorang Salman Alfarisi, sang pencari kebenaran dari Persia. Mulanya ia hanya penjaga api sebagai sesembahan, lantas berkelana hingga melewati Mosul, Asibin, Amuria dan sampailah di tanah diantara bebatuan hitam yang ditumbuhi kurma (Madinah).

4 Mei 2012

SALAMAH BIN AL AKWA’


Pahlawan Pasukan Jalan Kaki

Puteranya Iyas ingin menyimpulkan keutamaan bapaknya dalam suatu kalimat singkat, katanya:
“Bapakku tak pernah berdusta … !” Memang, untuk men­dapatkan kedudukan tinggi di antara orang-orang shaleh dan budiman, cukuplah bagi seseorang dengan memiliki sifat-sifat ini! Dan Salamah bin al-Akwa’ telah memilikinya, suatu hal yang memang wajar baginya.
Salamah salah seorang pemanah bangsa Arab yang terke­muka, juga terbilang tokoh yang berani, dermawan dan gemar berbuat kebajikan. Dan ketika ia menyerahkan dirinya menganut Agama Islam, diserahkannya secara benar dan sepenuh hati, hingga ditempalah oleh Agama itu sesuai dengan coraknya yang agung.

ZUBAIR BIN AWWAM

Pembela Rasulullah Saw.

Setiap tersebut nama Thalhah, pastilah disebut orang nama Zubair! Begitu pula setiap disebut nama Zubair, pastilah disebut orang pula nama Thalhah. Maka sewaktu Rasulullah saw. mempersaudarakan para shahabatnya di Mekah sebelum Hijrah, beliau telah mempersaudarakan antara Thalhah dengan Zubair.
Sudah semenjak lama Nabi saw. memperkatakan keduanya secara bersamaan, seperti kata beliau: “Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di dalam surga”. Dan kedua mereka berhimpun bersama Rasul dalam kerabat dan keturunan.

4 Maret 2012

JA’FAR BIN ABI THALIB

Jasmani Maupun Perangainya Mirip Rasulullah

Perhatikan kemudaannya yang gagah tampan serta berwibawa. Perhatikan warna kulitnya yang cerah bercahaya Perhatikan kelemah lembutannya, sopan santun, kasih sayangnyaj kebaikannya, kerendahan hati serta ketaqwaannya.
Perhatikan keberaniannya yang tak kenal takut, kepemurahannya yang tak kenal batas. Perhatikan kebersihan hidup dan kesucian jiwanya. Perhatikan kejujuran dan amanahnya.

2 Maret 2012

Thalhah bin 'Ubaidillah

Pahlawan Perang Uhud

“Di antara orang-orang Mu’min itu terdapat sejumlah laki­-laki yang memenuhi janji-janji mereka terhadap Allah. Di antara mereka ada yang memberikan nyawanya, sebagian yang lain sedang menunggu gilirannya. Dan tak pernah mereka merubah pendiriannya sedikit pun juga.”
Setelah Rasulullah saw. membacakan ayat yang mulia ini, beliau menatap wajah para shahabatnya sambil menunjuk kepadaThalhah sabdanya:
“Siapa yang suka melihat seorang laki-laki yang masih berjalan di muka bumi,  padahal ia telah memberikan nyawanya, maka hendaklah ia memandang Thalhah.

1 Maret 2012

Imran bin Husain

‘Menyerupai Malaikat’

Di tahun perang Khaibarlah ia datang kepada Rasulullah saw. untuk bai’at. Dan semenjak ia menaruh tangan kanan­nya di tangan kanan Rasul, maka tangan kanannya itu mendapat penghormatan besar, hingga bersumpahlah ia pada dirinya tidak akan menggunakannya kecuali untuk perbuatan utama dan mulia.
Ini pertanda merupakan suatu bukti jelas bahwa pemiliknya mempunyai perasaan yang amat halus.
‘Imran bin Hushain r.a. merupakan gambaran yang tepat bagi kejujuran, sifat zuhud dan keshalehan serta mati-matian dalam mencintai Allah dan mentaati-Nya. Walaupun ia mendapat taufik dan petunjuk Allah yang tidak terkira, tetapi ia sering menangis mencucurkan air mata, ratapnya:  ”Wahai, kenapa aku tidak menjadi debu yang diterbangkan angin saja”

HAMZAH BIN ABDUL MUTHALLIB

Singa Allah dan Panglima Syuhada

Kota Mekah masih mendengkur dalam tidur nyenyaknya, yakni setelah Siang yang penuh dengan usaha dan kesibukan dengan ibadat dan aneka permainan. Orang Quraisy tidur lelap dan membalik-balikkan diri mereka di atas ranjang, tetapi di sana ada seorang insan yang resah geliaah dan matanya tak hendak terpejam. Ia cepat masuk kamar tidur dan beriatirahat dalam waktu singkat, lalu bangkit dengan penuh kerinduan karena rupanya ada janji dengan Allah. Ia menuju tempat shalat yang terletak di biliknya, lalu munajat kepada Allah dan berdu’a dengan tekunnya.

25 Februari 2012

THUFAIL BIN ‘AMR AD DAUSI

‘Suatu Fithrah Yang Cerdas’

Di bumi Daus, dari keluarga yang mulia dan terhormat, muncullah tokoh kita ini. la dikaruniai bakat sebagai pe­nyair, hingga nama dan kemahirannya termasyhur di kalangan suku-suku. Di musim ramainya pekan ‘Ukadh, tempat berkumpul dan berhimpunnya manusia, untuk mendengar dan menyaksikan penyair-penyair Arab yang datang berkunjung dari seluruh pelosok serta untuk menonjolkan dan membanggakan penyair masing-masing, maka Thufeil mengambil kedudukannya di barisan terkemuka. Walaupun bukan pada musim ‘Ukadh, ia Sering pula pergi ke Mekah.

24 Februari 2012

USAMAH BIN ZAID


‘Kesayangan, Putera dari Kesayangan’

Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab r.a. sedang duduk membagi-bagikan uang perbendaharaan negara kepada Kaum Muslimin. Ketika datang giliran Abdullah bin Umar, khalifah pun memberikan bagiannya. Dan tatkala tiba giliran Usamah bin Zaid, Umar memberinya bagian dua kali lipat dari bagian puteranya Abdullah.
Karena biasanya Umar mengeluarkan pemberian kepada orang-orang itu sesuai dengan kelebihan dan jasa mereka terhadap Islam, maka Abdullah khawatir kalau-kalau kedudukannya dalam Islam itu berada pada urutan terakhir padahal ia amat mengharapkan agar dengan ketaatan dan perjuangannya, dengan sifat zuhud dan keshalehannya, ia akan tercatat di sisi Allah sebagai salah seorang dari angkatan pelopor dan barisan depan.

22 Februari 2012

TSABIT BIN QEIS

Juru Bicara Rasulullah

Hassan adalah penyair Rasulullah dan penyair Islam. Dan Tsabit adalah juru bicara Rasulullah dan juru bicara Islam. Kalimat dan kata-kata yang keluar dari mulutnya kuat, padat, keras, tegas dan mempesonakan.
Pada tahun datangnya utusan-utusan dari berbagai penjuru semenanjung Arabia, datanglah ke Madinah perutusan Bani Tamim yang mengatakan kepada Rasulullah saw.:  ”Kami datang akan berbangga diri kepada anda, maka idzinkanlah kepada penyair dan juru bicara kami menyampaikannya … !” Maka Rasulullah, saw. tersenyum, lalu katanya; “Telah ku­idzinkan bagi juru bicara kalian, silakanlah . . !”

ZAID IBNUL KHATTHAB

‘Rajawali Pertempuran Yamamah’

Pada suatu hari Nabi saw. duduk dikelilingi sejumlah orang­-orang Islam. Selagi pembicaraan berlangsung, tiba-tiba Rasulullah terdiam sejenak, kemudian beliau menghadapkan bicaranya kepada semua yang ada di sekelilingnya dengan ucapan:
“Sesungguhnya di antara kalian ada seorang laki-laki, gerahamnya di dalam neraka, lebih besar dari gunung Uhud. . . !”

21 Februari 2012

UTSMAN BIN MAZH’UN


‘Yang Pernah Mengabaikan Kesenangan Hidup Duniawi’

Seandainya anda hendak bermaksud menyusun daftar nama shahabat Rasulullah saw. menurut urutan masa masuknya ke dalam Agama Islam, maka pada urutan keempat belas tentulah da akan tempatkan Utsman bin Mazh’un.
Anda ketahui pula bahwa Utsman bin Mazh’un ini seorang muhajirin yang mula pertama wafat di Madinah, sebagaimana ia adalah orang Islam pertama yang dimakamkan di Baqi’.
Dan akhirnva ketahuilah bahwa shahabat mulia yang sedang anda tela’ah riwayat hidupnya sekarang ini, adalah seorang suci yang agung tapi bukan dari kalangan yang suka memencil­an diri, ia seorang suci yang terjun di arena kehidupan. dan kesuciannya itu berupa amal yang tidak henti-hentinya dalam menempuh jalan kebenaran, serta ketekunannya yang pantang menyerah dalam mencapai kemashlahatan dan ke­baikan.

20 Februari 2012

USAID BIN HUDHAIR


Pahlawan Hari Saqifah

Ia mewarisi akhlaq mulia dari nenek moyangnya turun­ temurun. Ayahnya Hudlairul Kata’ib adalah seorang pe­mimpin Aus dan termasuk salah seorang bangsawan Arab di zaman jahiliyah, dan salah seorang hulubalang mereka yang perkasa, seorang penyair pernah berpantun mengenai ayahnya ini:
“Andainya maut mau menghindar dari orang perkasa niscaya ia akan membiarkan Hudlair ketika ini menutupkan pintunya Ia hanya akan berkeliling, sampai malam datang menjelma Lalu mengambil tempat duduk dan berdendang dengan asyiknya”.

18 Februari 2012

SUHEIL BIN ‘AMAR


‘Dari Kumpulan Orang yang Dibebaskan, Masuk Golongan Para Pahlawan’

Tatkala ia jatuh menjadi tawanan Muslimin di perang Badar, Umar bin Khatthab r.a. mendekati Rasulullah saw. katanya:  ”Wahai Rasulullah, biarkan saya cabut dua buah gigi muka Suheil bin ‘Amar hingga ia tidak dapat berpidato men­jelekkan anda lagi setelah hari ini”
Ujar Rasulullah saw.:  ”Jangan wahai Umar! Saya tak hendak merusak tubuh seseorang, karena nanti Allah akan merusak tubuhku, walaupun saya ini seorang Nabi” Kemu­dian Rasulullah menarik Umar ke dekatnya, lalu katanya:  ”Hai Umar! Mudah-mudahan esok, pendirian Suheil akan berubah menjadi seperti yang kamu sukai”
Hari-hari pun berlalu, hari berganti hari dan nubuwat Rasulullah muncul menjadi kenyataan . . . .

17 Februari 2012

UMEIR BIN SA’AD

Tokoh Yang Tak Ada Duanya

Masih ingatkah anda sekalian akan Sa’id bin Amir ? Yaitu seorang zahid dan abid yang selalu melindungkan dirinya kepada Allah, yang telah diminta oleh Amirul Mu’minin Umar untuk menjadi gubernur dan kepala daerah Syria ?
Pada bagian pertama dari buku ini telah kita bicarakan dan kita saksikan hal-hal mena’ajubkan mengenai keshalehan, ketinggian akhlak dan sifat zuhudnya.
Nah, sekarang pada lembaran-lembaran ini kita akan ber­temu pula dengan saudara, bahkan saudara kembarnya, baik dalam keshalehan, maupun dalam ketinggian akhlak dan sifat zuhud itu, begitupun dalam kebesaran jiwa yang jarang tan­dingannya.

16 Februari 2012

UBADAH BIN SHAMIT

‘Tokoh yang Gigih Menentang Penyelewengan’

Ubadah bin Shamit termasuk salah seorang tokoh Anshar. Mengenai Kaum Anshar, Rasulullah saw. pernah bersabda:
“Sekiranya orang-orang Anshar menuruni lembah atau celah bukit pasti aku akan mendatangi lembah dan celahbukit orang-orang Anshar, dan kalau bukanlah karena hijrah, tentulah aku akan menjadi salah seorang warga Anshar.
Dan di samping ia seorang warga Kaum Anshar, Ubadah bin Shamit merupakan salah seorang pemimpin mereka yang dipilih Nabi saw. sebagai utusan yang mewakili keluarga dan kaum kerabat mereka.

14 Februari 2012

UTBAH BIN GHAZWAN

“Esok Lusa Akan Kalian Lihat Pejabat-Pejabat Pemerintahan yang Lain Daripadaku”

Di antara Muslimin yang lebih dulu masuk Islam, dan di antara muhajirin pertama yang hijrah ke Habsyi, kemudian ke Madinah, dan di antara pemanah pilihan yang tak banyak jumlahnya yang telah berjasa besar di jalan Allah, terdapat seorang laki-laki yang berperawakan tinggi dengan muka ber­cahaya dan rendah hati, namanya Utbah bin Ghazwan.
la adalah orang ketujuh dari kelompok tujuh perintis yang bai’at berjanji setia, dengan menjabat tangan kanan Rasulullah dengan tangan kanan mereka, bersedia menghadapi orang-orang Quraisy yang sedang memegang kekuatan dan kekuasaan serta gemar menuruti nafsu angkara.