10 April 2020

Ironi; Memeluk Raganya Tak Mencumbu Hatinya

Bumi dan langit tetap setia dengan menjaga jaraknya
Malam dan siang tetap setia dengan pergantiannya
Fajar dan senja tetap setia pada peraduannya

Lalu, bagaiamana pancaroba?
Ia tetap setia dengan ketidaktetapanya

Adalah sepotong hati
Yang mudah teriris dengan kekalutan bertubi
Pun mudah menggelembung indah dengan berjuta rasa

Adalah sebongkah raga
Yang mempu menyembunyikan pedih dengan tawa, luka dengan senyum manja

Ada manusia yang ditakdirkan memiliki keduanya, hati pun raganya
Tapi tak sedikit yang bernasib hanya dapat menggamit salahsatunya

Ada yang hanya mampu memeluk raganya, namun hatinya berpaling bahkan menikam tajam dengan ejekan 

Ada yang hanya bisa mendiami hatinya, raga tak berpapapasan, jauh dalam pandangan, namun hati tertaut erat bahkan mesra bertelingkah sepanjang masa

Untukmu ...
Yang telah diberkati memiliki hati dan raganya, jiwa dan tubuhnya,
Lambungkan syukurmu, lirihkan pinta pada-Nya agar berketetapan dalam memiliki keduanya

Adapun untukmu
Yang tak teranugerahi memiliki hati pula akalnya, jasad juga hatinya, bersabarlah ...
Jika itu cinta, bertahanlah, untuk bisa mengubah jalur menuju 2 puncak yang hendak kau taklukan itu
Atau, jika mungkin kau tak kuasa menahan beban dalam kepala dan rasamu, meski teramat berat, merelakan adalah jalan termulia untukmu dengannya

Ironi memang ...
Kita dalam pelukannya
Tapi hati bersama lain bidadari;
Kita dalam dekapannya
Tapi hati bersama lelaki pujaan lainnya.

Bertahan atau ikhlaskan
Bersabar atau relakan

Dua pilihan yang akan kau kenagg atau mungkin kau sesali
Tapi, diantara semua kisah yang pernah tercatat dengan tinta apapun
Penghianatan akan musnah dan kelacuran hati akan punah mengoyak diri.

Graha Jatiwangi
02.32

Tidak ada komentar: