KARYA : DR. H.M. DJASWIDI AL HAMDANI M,Pd
BAB I
PENDAHULUAN
Hakekat dari pendidikan adalah memerangi kebodohan, karena itu sabda Rasulullah s.a.w " Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim". Hadits ini menisbatkan siapa yang dirinya Islam, maka wajib atasnya mencari ilmu pengetahuan (belajar) agar menjadi orang yang pandai sebagaimana firman Allah ’Azza Wajalla Artinya : ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S Al-’Alaq : 1-5).
Pada sisi lain, tanggung jawab lembaga pendidikan (Universitas, Institutt, Sekolah Tinggi, yang berlabel Islam) akan dipertanyakan konsekuensi logisnya, dalam arti sejauh mana urgensi, kiprah dan tanggung jawabnya dalam turut menjawab persoalan umat. Realisasi dari peran Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan Islam dalam mempersiapkan generasi penerus yang pandai, cerdas, beriman, dan berakhlaq mulia yang dibahasakan dalam Al-Qur’an harus terus diupayakan secara berkesinambungan, yakni firman Allah Swt. Artinya : ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Q. S. Ali Imran Ayat 110)
Pada masa kini dan masa yang akan datang kepemimpinan lembaga pendidikan Islam dituntut untuk memiliki kemampuan :
1) Mengidentifikasi diri sebagai agen perubahan,
2) Berani dan teguh,
3) Memiliki kepercayaan kepada orang lain,
4) Dapat berperan sebagai value-driven,
5) Memiliki sikap pembelajar seumur hidup,
6) Mempunyai kemampuan untuk menghadapi kompleksitas dan ketidak pastian, serta
7) Visionaris.
Kepemimpinan degan karakteristik yang demikian juga diyakini akan kondusif bagi lembaga pendidikan Islam, sehingga spirit lembaga mampu berfungsi dalalam :
1) Pengartikulasian suatu visi masa depan organisasi,
2) Penyediaan suatu model yang tepat,
3) Pemelihara penerimaan tujuan kelompok,
4) Harapan terhadap kinerja yang tinggi,
5) Pemberian dukungan individual, dan
6) Stimulasi intelektual.
Spirit atau lembaga pendidikan Islam seperti itulah yang akan memiliki kemampuan mangatasi dan melampaui berbagai tantangan pendidikan di masa kini dan masa depan.
A. Tantangan Umum Pendidikan di Indonesia
Dengan mencermati bebagai eprsoalan yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita, serta yang dihadapi secara umum oleh bangsa Indonesia, diasadari atau tidak secara internal sistem pendidikan yang ada di Indonesia yang perlu segera ditemukan solusinya, diantara permasalahan tersebut yaitu :
- Rendahnya pemerataan kesempatan belajar disertaui dengan banyaknya peserta didik yang putus sekolah dan banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
- Rendahnya mutu akademik terutama dalam penguasaan ilmu pengetahuan alam, matematika serta bahasa, terutama bahasa asing.
- Rendahnya efisiensi internal, terutama banyak murid yang melewati masa studi melampaui masa standar yang ditetapkan.
- Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan atau yang biasa disebut dengan relevansi pendidikan.
- Kecenderungan terjadinya penurunan akhlak pada diri peserta didik.
Berbagai problematika diatas yang merupakan sebuah tantangan yang perlu ada solusi yang tepat sehingga dapat keluar dari problem tersebut, dimana yang harus pertama kali dilakukan adalah mengetahu karakteristik-karakteristik dan tantangan-tantangan dimasa yang akan datang, sehingga dapat dibuat proyeksi mengenai sosok sumberdaya manusia yang dibutuhkan. Terutama pada era perkembangan komunikasi dan telekomunikasi di abad 21 ini, jadi perlu ada upaya yang disesuiakan dengan perkembangan zaman serta mampu menggunakan tekhnologi yang ada sebagai sebuah modal untuk kebangkitan dan kemajuan lembaga pendidikan Islam dimasa depan.
B. Pendidikan Islam Sebagai Alternatif
Dari berbagai permasalahan yang terjadi pada dunia pendidikan di Indonesia maka Islam hadir sebagai solusi alternantif yang menawarkan jalan atau metode supaya problem pendidikan ini bisa terslesaikan karena pendidikan Islam dipandang sebagai pendidikan yang paling ideal. Dalam pendidikan Islam menurut Hasim Amin didalamnya memuat konsep pendidikan yang integralistik, humanistik, pragmatis dan berakar budaya yang kuat.
Pendidikan integralistik mengandung komponen-komponen kehidupan yang meliputi; Tuhan manusia dan alam. Pendidikan humanistik memandanng manusia sebagai manusia, yakni ciptaan Tuhan yang memiliki fitrah dan potensi-potensi dan memiliki kesadaran untuk mengembangkan dan mengoptimalkan fitrah dan potensi yang dimilikinya.
Pendidikan pragmatik memandang manusia sebagai makhluk hidup yang membutuhkan sesuatu untuk kelangsungan dan mempertahankan hidupnya.
Model pendidikan yang berbasiskan pada paradigma Islam tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan generasi yang unggul dalam prestasi akan tetapi yang paling penting adalah membentuk generasi atu insan yang memiliki karakter yang kuat dan teguh serta akhlak mulia, karena tujuan pendidikan Islam tidak hanya sebatas pencapaian dan pemuasan untuk kebutuhan duniawi saja melainkna yang lebih luhur yakni untuk kehidupan di akhirat kelak.
C. Tantangan-tantangan Lembaga Pendidikan Islam
Tantangan yang dihadapi pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan ilmu pengetahuan da tekhnologi jelalah cukup besar, diantara problem yang dihadapi pendidikan Islam yaitu sebagai berikut :
1. Problem yang berkaitan dengan dualisme ilmu. Dualisme antara ilmu-ilmu agama disatu sisi dan ilmu-ilmu sekuler disisi lain, yang pada awalnya terdapat pemisahan antara sistem pendidikan agama dengan sistem pendidikan umum.
2. Problem yang terkait dengan kualifikasi guru dan tenaga pengajar di lingkungan pendidikan Islam yang masih didominasi dari lulusan institusi agama dan kurangnya dari insitusi umum atau yang lebih menekankan pada ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Selain problem yang disebutkan diatas, terdapat tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan Islam di Indonesia, yaitu pertama adalah tantangan yang berkembangan bersamaan dengan krisis yang dialami oleh manusia dan peradaban modern yang terjadi secara mondial. Yang kedua adalah tantangan yang lebih spesifik dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Dari berbagai tantangan diatas maka perlua ada upaya optimaslisasi lemabaga pendidikan Islam, dan merupakan sebuah keniscayaan dalam sebuah lembaga pendidikan Islam dibutuhkan figur pemimpin yang teguh, tangguh mampu memberikan motivasi, dan semangat kerja kepada bawahannya dengan senantiasa menampilkan citra positif yakni menjadi teladan bagi bawahannya.
D. Signifikansi Pengembangan Strategi Kepemimpinan Lembaga Pendidikan Islam
Proses pendidikan di lingkungan lembaga pendidikan Islam secara filosofis merupakan pendidikan yang mengarah kepada dua harapan yakni keseimbangan antara dunia dan akhirat. Hal ini berarti Al-Qur’an dan Al-Hadits dijadikan sebagai pedoman pokok dalam pelaksanaan proses pendidikan pada setiap satuan lembaga pendidikan Islam. Karena pada dasarnya pendidikan Islam berlandaskan pada pembentukan akhlak mulia, senantiasa peka terhadap perkembangan masyarakat dan mampu memecahkan kebuntuan dari persoalan yang melilit bangsa ini.
Harapan tersebut sejalan dengan The International Commission on Education for Twenty- First Century (1996), yang merekomendasikan; education throughout is based on four pillars, learning to know, learning to do, learning to live together and learning to be. Rekomendasi tersebut berimplikasi kepada penyelenggaraan pendidikan diseluruh dunia terutama di Negara berkembang termasuk Indonesia.
Konsekuensi dari pembelajaran yang dapat mengembangkan potensi kapasitas anak didik adalah adanya model sekolah yang mempunyai karakteristik;
(a) Kepemimppinan pendidikan yang professional;
(b) Fokus perkiraan pada masa depan;
(c) Tes sebagai umpan balik berkesinambungan;
(d) Iklim sekolah yang menyenangkan; dan
(e) Pengembangan dasar keahlian.
Adapun beberapa faktor yang sebagai tantangan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam meliputi hal-hal berikut :
a. Manajemen
Beberapa tantangan dalam manajerial lembaga pendidikna Islam diantaranya ialah :
1) Siswa yang masuk ke Madrasah mayoritas memiliki kekurangan finansial;
2) Siswa yang masuk ke lembaga pendidikna Islam mayoritas kurang didukung oleh potensi akademik dibandingkan dengan sekolah umum;
3) Terbatasnya tenaga kependidikan yang mempunyai kualifikasi dan relevansi keilmuan yang memadai; dan
4) Terbatasnya dana pemerintah dan dana masyarakat guna menunjang mutu proses belajar menngajar.
Namun, dibalik kendala-kendala tersebut menyimpan potensi yang besar dan belum diberdayakan secara optimal, antara lain :
1) Sikap rasional da nilai yang dianut masyarakat muslim sebagai pilar motivasi tegaknya pendidikan bercirikan khas Islam;
2) Sikap gotong royong masyarakat muslim sebagai pilar tumbuhnya pendidikan khas islam.
3) Rasa kebanggan memiliki nilai-nilai bagi masyarakat muslim sebagai pilar penyangga efek negatif ekspansi multikultural global.
b. Kepemimpinan Lembaga Pendidikan Islam
Kepemimpinan dalam lembaga pendidikan Islam tidak ada perbedaan dengan peran tugas pokok dan fungsi kepemimpinan pada lembaga pendidikan umum. Akan tetapi dari segi visi dan misi tentu manajerial pada lembaga pendidikan Islam harus lah terdapat sosok pemimpin yang mamu menghadapi tantangan yang kompleks dalam dunia global ini. Dari kondisi itu dapat diidentifikasi secara analisis empirik antara lain sebagai berikut :
1) Krisis kepercayaan terhadap pimpinan yang merupakan salahsatu dasar dalam menurunnya komitmen anggota organisasi.
2) Sistem rekruitmen dalam lembaga pendidikan Islam dipandang dari sudut pengembangan sumber daya manusia kependidikan masa kini, sudah kurang mendukung tuntutan pembaharuan.
3) Terbatasnya otonomi kepemimpinan lembaga pendidikan Islam khususnya pada lingkup madrasah.
4) Tereduksinya nilai-nilai pengawasan yang dilaksanakan oleh tingkat vertikal, baik terkait manajerial madrasah maupun pelayanan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.
Dengan mencermati kondisi diatas, dapat diduga bahwa kinerja madrasah belum memuaskan dan belum sesuai dengan harapan masyarakat, dan tugas kita semua, yang masih memiliki kepdulian untuk memajukan peranan lembaga pendidikan Islam dan senantiasa mepertahankan eksistensi lembaga pendidikan Islam ditengah terpaan dan tantangan global. Salahsatu ki\unci pokok dari proses terbentuknya lembaga pendidikan Islam yang baik adalah dengan memiliki pemimpin yang berkarakter dan imajiner.
BAB 2
KARAKTER LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
A. Hakikat Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan islam ialah terdiri dari beberapa suku kata yang sehingga bisa menjadi suatu pengertian yang sempurna, yakni terdiri dari kata Lembaga, Pendidikan dan Islam. Untuk itu sebelum pada pengertian dari keseluruhan, akan di uraikan dulu dari pengertian per kata. Petama pengertian Lembaga yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : sebagai wadah atau organisasi yang bermaksud melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Kedua pengertian Pendidikan yang sebagian ilmuan ada yang berpendapat bahwa pendidikan itu adalah : bahwa pendidikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas dan kewajiban dan tanggung jawab kepada masyarakat selaku hamba Allah (M. Arifin).
Dari pengertian itu mengisyaratkan bahwa pendidikan islam ialah bersumber pada pendidikan yang diberikan oleh Allah sebagai pendidikan seluruh siptaan-Nya, yang termasuk didalamnya adalah manusia. Pendidikan islam juga sebagai proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitar. Adapun proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat (As-Syaibany).
Dari pecahan pengertian diatas maka munculah suatu pendapat yang menerangkan atau mendepinisikan tentang Lembaga Pendidikan Islam, Yakni ; suatu pendidikan atau layanan kelompok pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan yang didalamnya berlangsung proses pendidikan, pembelajaran dan latihan intelektual mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah SWT.
Dalam pegamatan Hanna Djumhara Basstaman, salah seorang cendikiawan muslim dibidang Pikologi Kepribadian dan Psikodiagnostik, Islamisasi pengetahuan setidaknya memiliki beberapa bentuk mulai dari yang paling superfisial hingga mendasar, yang menurutnya diistilahkan sebagai berikut :
1) Similarisasi, yaitu menyamakan begitu saja konsep-konsep sains dengan konsep-konsep agama, padahal belum tentu sama.
2) Paralelisasi, yaitu menganggap paralel antara konsep yang berasal dari Al-Qur’an dengan konsep yang berasal dari sains karena kemiripan konotasinya, tanpa menyamakan keduanya.
3) Komplementasi, yaitu antara sains dan agama saling mengisi dan saling memperkuat antara satu sama lain, tetapi tetap dapat mempertahankan eksistensi masing-masing.
4) Komparasi, yaitu membandingkan konsep/teori sains dengan konsep/wawasan agama mengenai gejala-gejala yang sama.
5) Induktifikasi, yaitu asumsi-asumsi dasar dari teori-teori ilmiah yang didukung oleh temuan-temuan empirik dilanjutkan pemikirannya secara teoritik/abstak kearah pemikiran metafisik/gaib, kemudian dihubungkan dengan prinsip-prinsip agama menngenai hal itu.
6) Verifikasi, yaitu mengungkapkan hasil temuan-temuan ilmiah yang menunjang dan membuktikan kebenaran-kebenaran Al-Qur’an.
B. Dasar Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam
1. Landasan / Dasar Ideal
a) Al-Qur’an
Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok penyelenggaraan pendidikan Islam dapat difahami dari ayat Al-Qur’an itu sendiri, diantaranya ialah :
- Q. S. An-Nahl : 64 Artinya : ”Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
b) Sunnah (Hadits)
Konsepsi dasar pendidikan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Menurut Ramayulius (2004:56) adalah sebagai berikut :
(1) Disampaikan sebagai rahmatan lil’alamin (Q.S. Al-Anbiya : 107).
(2) Apa yang disampaikannya merupakan kebenaran mutlak (Q.S. Al-Hijr : 9).
(3) Kehadiran Nabi sebagai evaluator atas segala aktivitas pendidikan (Q.S. As-Syura : 48).
(4) Prilaku Nabi Saw. Sebagai suri tauladan (uswah hasanah) bagi ummatnya (Q.S. Al-Ahzab : 21).
c) Perkataan, Perbuatan dan Sikap Para Shahabat
Dari perkataan, perbuatan dan sikap para shahabat dalam pendidikan Islam setidaknya terlihat pada :
(1) Sikap Abu Bakar As-Shidiq yang selalu siap untuk dikoreksi, ditegur dan dikritik apabila perkataan dan perbuatannya keliru.
(2) Umar bin Khotob adalah sosok shahabat yang jujur, adil, cakap berjiwa demokratis yang dapat dijadikan panutan masyarakat.
Menurut Fazlur Rahman, para shahabat Nabi memiliki karakteristik yang berbeda dari kebanyakan orang. Karakteristik yang berbeda itu diantaranya adalah :
(1) Sunnah yang dilakukan para shahabat tidak terpisah dari sunnah Nabi.
(2) Kandungan yang khusus dan aktual sunnah shahabat sebagian besar produk sendiri.
(3) Praktek ibadah shahabat identik dengan ijma’
d) Ijtihad
Ijtihad dipandang perlu untuk dilakukan dan dijadikan sebagai sumber atau landasan penyelenggaraan pendidikan Islam karena memang kompleksitas permasalahan yang terjadi pada saat ini memerlukan tindakan atau pemikiran mendalam dari para tokoh Islam atau para alim ulama yang berkompeten didalamnya untuk menyelesaikan sebuah perkara dalam perkembangan sistem pendidikan Islam
2. Landasan Konstitusional
Yang menjadi landasan konstitusional lembaga pendidikan Islam di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
C. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam
1. Prinsip yang Berangkat dari Hakikat Manusia Menurut Islam
Pendidikan Islam beridiri diatas prinsip yang memandang manusia memiliki tiga hakikat, yaitu : 1) fitrah, 2) kesatuan ruh dan jasad, dan 3) kebebasan berkehendak.
a) Fitrah manusia; kebutuhan manusia tehadap tuhannya adalah sebuah fitrah yang akan tetap tertanam pada diri manusia meskipun manusia telah mengalami berbagai kemajuan diberbagai bidang, terutama dibidang tekhnologi. Pandangan manusia berawal dari tahap mistis, tahap ontologis dan tahap fungsional. Jadi, meskipun dunia sudah modern dan ada kecenderungan manusia untuk meninggalkan tuhannya, namun ternyata dalam dunia modern masih banyak yang lebih menyadari tentang eksistensi Tuhan dalam dirinya, hal ini didasari pada betatapun hebat manusia ia masih memiliki keterbatasan.
b) Manusia tersusun dari dua unsur, yaitu ruh dan jasad. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt dalam Q. S. Al-Hijr : 29 yang berbunyi : Artinya : ”Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
c) Kebebasan dalam berkehendak. Kebebasan merupakan salahsatu karakter manusia yang diberikan oleh Allah, karena Allah telah menganugerahkan akal dan fikiran kepada manusia untuk berfikir dan agagam tidak memberikan batasan berkehendak pada manusia termasuk dalam hal memilih agama. Manusia hanya diberikan potensi untuk menentukan keinginannya dan memilih apa yang disukainya. Namun dalam Islam kebebasan ini harus senantiasa dilandasi dengan tanggungjawab, tidak menghalangi bahkan mengganggu kebebasan orang lain serta tidak melanggar norma dan aturan yang berlaku dalam kehidupan sosial.
2. Prinsip Integral dan Terpadu
Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan atau pengkota-kotakan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, karena dalam pendidikan Islam semua ilmu bersumber dari Allah dan berlandaskan atas hukum Allah dan harus dijadikan dasar dalam prsoses pelaksanaan sistem pendidikan Islam. Adapun jika terjadi perbedaan dan pertentangan dalam pengembangan ilmu penngetahuan yang selanjutnya akan menimbulkan perbendaan pendapat hal itu dimungkinkan karena : (a) penyelidikan ilmiah yaang belum sampai kepada kebenaran ilmiah yang objektif, atau (b) kita keliru memahami ayat yang menyangkut objek penelitian
Implikasinya adalah bawahwa dalam pendidikan Islam tidak ada dikotomi pendidikan yaitu antara pendidikan agama dengan pendidikan umum, atau ilmu-ilmu agam dan ilmu-ilmu umum.
3. Prinsip Keseimbangan (Tawazun)
Pandangan Islam menyeluruh dan menyentuh berbagai aspek kehidupan mewujudkan keseimbangan. Ada beberapa prinsip keseimbangan yang mendasari pendidikan Islam, yaitu :
a) Keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrowi
b) Keseimbangan antara badan dan ruh, dan
c) Keseimbangan antara individu dan masyarakat.
Implikasi dalam dunia pendidikan adalah bahwa dalam pembentukan kepribadian yang harmonis sebagai akhir dari tujuan pendidikan Islam prinsip Islam haruslah diperhatikan. Seseorang memiliki sifat yang harmonis apabila memiliki aspek-aspek pekerjaan yang seimbang.
4. Prinsip Universal
Prinsip universal dalam pendidikan Islam yang dimaksud adalah sebuah pandangan menyeluruh terhadap agama, manusia, masyarakat dan kehidupan. Agama Islam yang menjadi dasar dalam pendidikan Islam itu bersifat universal, baik dalam pendangan dan tafsirannya terhadap wujud. Alam jagat, maupun pandagannya terhadap kehidupan. Berdasarkan prinsip ini menurut As-Syaibani pendidikan Islam haruslah menyentuh dan memandang manusia sebagai pribadi yang menyeluruh yang merupakan unsur jasamani, ruh, dan akal sehingga dapat diformulasikan secara seimbang untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Impilkasinya dalam pendidikan adalah bahwa pendidikan Islam haruslah meliputri seluruh dimensi kehidupan manusia dan tidak boleh hanya memberi penekanan kepada salahsatu aspek saja dan meninggalkan aspek yang lainnya sehingga mampu melahirkan sistem ”one for all system”.
5. Prinsip Dinamis
Prinsip ini menekankan pada dinamika pendidikan khususnya terkeit tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai, kurikulum pendidikan dan metode-metode pembelajarannya. Begitu juga ia memberi respon terhadap kepentingan individu, masyarakat dan syari’at Islam.
Implikasinya dalam pendidikan Islam adalah dengan membentuk suatu sistem kelembagaan kependidikan yang berjenjang dari tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi, yang menggambarkan model dari proses perkembangan manusia setingkat demi setingkat ke arah yang lebih tinggi kemampuan perkembangannya.
D. Tujuan Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam
1. Tujuan Tertinggi/Terakhir
Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku untuk umum dan berlandaskan pada aspek filosofis. Tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam diantaranya adalah :
a) Menjadi hamba Allah (Q. S. Adz-Dzariyat : 56).
b) Mengantarkan subjek didik menjadi khalifah fil ardh (pemimpin da pemelihara di muka bumi) (Q.S. Al-Baqarah:20).
c) Untuk memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat (Q. S. Al-Qashash :77).
2. Tujuan Umum
Tujuan umum bersifat empirik dan realistik. Tercapainya self realization yang utuh merupakan tujuan umum pendidikan Islam yang proses pencapaiannya melalui berbagai lingkungan atau lembaga pendidikan. Baik pendidikan keluarga, sekolah atau masyarakat secara formal, informal dan non formal. Dalam proses penapaian tujuan umum ”reliasasi diri” adalah becoming selama hayat dikandung badan proses pencapaiannya terus berlangsung, dari sinilah kita mengenal bahwa dalam proses pendidikan dikenal dengan long life education.
3. Tujuan Khusus
Tujuan khusus ialah penngkhususan atau opersionalisasi tujuan terakhir/ tertinggi dan tujuan umum (pendidikan Islam). Pengkhususan tujuan tersebut didasarkan pada :
a) Kultur dan cita-cita suku bangsa
b) Minat, bakat dan kesanggupan subjek didik
c) Tuntutan situasi, kondisi dan kurun waktu tertentu
d) Kompetensi dasar yang diharapkan tercapai oleh subjek didik.
4. Tujuan Sementara
Tujuan sementara pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat ialah merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Yang menjadi tujuan sementara dalam pendidikan Islam terutama dalam pembentukan insan kamil ialah bagaimana subjek didik mampu menampilkan sikap ketaqwaannya terhadap manusia.
E. Kurikulum Pendidikan Pada Lembaga Pendidikan Islam
Dewey menyatakan bahwa skema kurikulum harus mengambil kira penyesuaian pembelajaran dengan keperluan sebuah komuniti, ia harus membuat pilihan dengan niat meningkatkan kehidupan yang dilalui supaya masa depan akan menjadi lebih baik dari masa lampau. Di sini, elemen rekonstruksionism social dapat dikesan dengan melihat kea rah mana keperluan masyarakat diletakkan sebagai objektif utama, tanpa menafikan kepentingan individu.
Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Kurikulum mempunyai aspek utama yang menjadi cirri-cirinya sebagaimana yang diungkapkan Hasan Langgulung, yaitu ;
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum itu;
1. Pengetahuan ilmu-ilmu data, aktifitas dan pengalaman dari mana membentuk kurikulum itu;
2. Metode atau cara mengajar yang diikuti murid itu untuk mendorong kearah tujuan yang telah dirancang; dan
3. Metode itu harus dapat mengukur hasil dari proses pendidikan itu.
Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya memerlukan proses yang berkesinambungan serta melaui tahapan-tahapan yang tidak mudah dan setiap tahapnya harus menuju ke sasaran yang sama yaitu pengabdian secara totalitas kepada Allah Swt.
1. Konsep Kurikulum Pendidikan
Perkataan kurikulum berasal dari perkataan Latin yang merujuk kepada ‘laluan dalam sesuatu pertandingan. Berdasarkan kepada konsep tersebut, perkataan kurikulum adalah berkait rapat dengan perkataaan ‘laluan atau laluan-laluan’. Sehingga awal abad ke 20, kurikulum merujuk kepada kandungan dan bahan pembelajaran yang berkembang yaitu ‘apa itu persekolahan’.
Dari segi fungsinya kurikulum dapat diartikan sebagai :
a) Kurikulum sebagai program studi
b) Kurikulum sebagai konten
c) Kurikulum sebagai kegiatan terencana
d) Kurikulum sebagai hasil belajar
e) Kurikulum sebagai reproduksi cultural
f) Kurikulum sebagai pengalaman belajar
g) Kurikulum sebagai produksi
Hasan Langgulung memandang terdapat empat komponen utama dalam kurikulum yaitu :
a) Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu.
b) Pengetahuan (knowledge), informasi, data-data aktivitas dan pengalaman darimana bentuk kurikullum itu.
c) Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi murid.
d) Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum.
2. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Dasar-dasar kurikulum terdapat dua pendapat yang berbeda. Pertama pendapat Herman H. horne yang menyatakan bahwa dasar-dasar kurikulum itu terdiri dari tiga macam, yakni ;
a) Dasar psikologis; untuk mengetahui dan memenuhi kemampuan setiap kebutuhan subjek didik.
b) Dasar sosiologis; yang digunakan untuk mengetahui tuntutan yang sah dari masyarakat.
c) Dasar filosofis; yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup.
Sedangkan dalam persoalan ini al-Syaibani berpandapat bahwa yang menjadi dasar kurikulum itu terdapat empat dasar, yaitu ;
a) Dasar agama; segala sistem dalam pelaksanaan pendidikan senantiasa bersandarkan pada pedoman agama.
b) Dasar falsafah; dijadikan sebagai pedoman dan pandangan hidup sebuah lembaga terhadap kurikulum terebut dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.
c) Dasar psikologis; memberikan landasan bahwa dalam penyusunan dan pelaksanaan senatiasa difokuskan pada perkembanngan dan tugas setiap individu peserta didik.
d) Dasar social; menggambarkan bahwa kurikulum pendidikan Islam mengandung dan bersinggungan dengan kebudayaan masyarakat sekitar dan meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya.
3. Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
As-Syaibani berpandapat tentang prinsip-prinsip yang harus menjadi acuan kurikulum pendidikan islam, yaitu ;
a) Berorientasi pada agama islam termasuk nilai-nilai dan ajarannya,
b) Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan dan kandunga kurikulum,
c) Prinsip keseimbangan yang relative antara tujuan dan kandungan kurikulum,
d) Prinsip-prinsip interaksi antara kebutuhan siswa atau masyarakat,
e) Prinsip pemeliharaan perbedaan individual,
f) Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pada saat itu, dan
g) Prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman, aktivitas yang terkandung didalam kurikulum.
Sedangkan Zakiah Daradjat untuk melengkapai pendapat As-Syaibani bahwa dalam prinsip-prinsip kurikulum menawarkan hal-hal berikut :
a) Prinsip Relevansi; kesesuaian pendidikan dengan lingkungan hidup murid, relevan dengan kehidupan sekarang dan relevan untuk bekal pada masa yang dating.
b) Prinsip Efektifitas; baik efektifitas mengajar guru ataupun efektifitas belajar murid.
c) Prinsip Efisiensi; baik dalam segi waktu, tenaga dan biaya.
d) Prinsip Fleksibilitas; terdapat sebuah ruang gerak dalam bertindak baik yang berurusan dengan pemilihan program pendidikan maupun pengmbangan pembelajaran.
F. Karakteristik Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
1. Asal Usul Pondok Pesantren
Asal usul dan kapan persisnya munculnya pesantren di Indonesia sendiri belum bisa diketahui dengan pasti. Bahkan, peneliti tarekat dan tradisi Islam asal Belanda, Martin Van Bruinessen, menyatakan tidak mengetahui kapan lembaga tersebut muncul untuk pertama kalinya.Namun, memang banyak pihak yang menyebut –dengan berpijak pada pendapat sejarawan yang banyak mengamati kondisi masyarakat Jawa, Pigeud dan de Graaf– pesantren sudah ada semenjak abad ke-16.
Banyak dari kita yang memaknai pesantren dengan bentuk fisik pesantren itu sendiri, berupa bangunan-banguan tradisional, para santri yang sederhana dan juga kepatuhan mutlak para santri pada kyainya, atau disisi lain, tidak sedikit yang mengenal pesantren dari aspek yang lebih luas, yaitu peran besar dunia pesantren dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, begitupula begitu besarnya sumbangsih pesantren dalam membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, politik dan keagamaan.
Potret Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal. Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Biasanya komplek pesantren dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi arus keluar masuknya santri. Dari aspek kepemimpinan pesantren kyai memegang kekuasaan yang hampir-hampir mutlak.
Pondok, Masjid, santri, kyai dan pengajaran kitab-kitab klasik merupakan lima elemen dasar yang dapat menjelaskan secara sederhana apa sesungguhnya hakikat pesantren. Mengapa pesantren dapat survive sampai hari ini Ketika lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional peserti pesantren di Dunia Islam tidak dapat bertahan menghadapi perubahan atau modernitas sistem pendidikannya. Secara implisit pertanyaan tadi mengisyaratkan bahwa ada tradisi lama yang hidup ditengah-tengah masyarakat Islam dalam segi-segi tertentu masih tetap relevan.
2. Pembelajaran di Pesantren
Pembelajaran yang dilaksanakan pada pesantren biasanya disebut dengan mengaji atau pengajian, secara umum pola pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren adalah :
a) Sistem Sorogan; cara-cara belajar yang diterapkan kepada santri yang masih memerlukan bimbingan individual yang dilakukan langsung berhadapan dengan sang guru atau kyai.
b) Sistem Bandongan; Metode belajar dengan menggunakan system ini merupakan metode utama system pendidikan pondok pesantren. Dalam model ini, kelompok santri bisa mencapai 5 sampai 1000 orang, atau bahkan lebih besar lagi jumlahnya, mendengarkan seorang kiai yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulas kitab kuning/klasik. Setiap santri melihat kitabnya masing-masing untuk mencatat keterangan-keterangan yang disampaikan oleh Kyai yang dianggap rumit atau asing.
c) Sistem Musyawarah; System ini merupakan system yang dianggap sulit dalam melaksanakannya, maka dari itu biasanya yang mengikuti system ini hanyalah mereka yang telah menguasai kitab-kitab kuning/klasik dengan baik. Biasanya hanya diikuti oleh para ustadz atau santri senior yang sudah dianggap mampu dalam memahami kitab.
G. Karakteristik Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran. Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
Madrasah mulai didirikan dan berkembang pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M. pada masa itu ajaran agama Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya. Pembagian bidang ilmu pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam, maupun ilmu tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan.
Berdasarkan dengan keterangan di atas, jelaslah bahwa penggunaan istilah madrasah, sebagai lembaga pendidikan Islam maupun sebagai aliran atau mazhab bukanlah sejak awal perkembangan Islam, tetapi muncul setelah Islam berkembang luas dan telah menerima pengaruh dari luar sehingga terjadilah perkembangan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan dengan berbagai macam aliran dan mazhabnya.
Pada awal perkembangan Islam, terdapat dua jenis lembaga pendidikan dan pengajaran, yaitu kuttab yang mengajarkan cara menulis dan membaca al-Qur’an, serta dasar-dasar pokok ajaran Islam kepada anak-anak yang merupakan pendidikan tingkat dasar. Sedangkan masjid dijadikan sebagai tingkat pendidikan lanjutan pada masa itu yang hanya diikuti oleh orang-orang dewasa. Dari masjid-masjid ini, lahirlah ulama-ulama besar yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan Islam, dan dari sini pulalah timbulnya aliran-aliran atau mazhab-mazhab dalam berbagai ilmu pengetahuan, yang waktu itu dikenal dengan istilah madrasah. Kegiatan para ulama dalam mengembangkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat Islam maju dengan pesatnya, bahkan dari satu periode ke periode berikutnya semakin meningkat.
Untuk menampung kegiatan khalaqah yang semakin banyak, sejalan dengan meningkatnya jumlah pelajaran dan bidang ilmu pengetahuan yang diajarkan, maka dibangunlah ruangan-ruangan khusus untuk kegiatan khalaqah atau pengajian tersebut di sekitar masjid. Di samping dibangun pula asrama khusus untuk guru dan pelajar, sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan belajar mengajar setiap hari secara teratur, yang disebut dengan zawiyah atau madrasah yang pada mulanya hanya dibangun di sekitar masjid, tetapi pada perkembangan selanjutnya banyak dibangun secara sendiri.
Sistem pengajaran yang digunakan di madrasah adalah perpaduan antara sistem pada pondok pesantren dengan sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern. Penilaian untuk kenaikan tingkat ditentukan dengan penguasaan terhadap sejumlah bidang pengajaran.tertentu.
Pada perkembangan selanjutnya sistem pondok mulai ditinggal, dan berdirilah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem yang sama dengan sekolah-sekolah modern. Namun demikian pada tahap awal madrasah tersebut masih bersifat diniyah, di mana mata pelajaran hanya agama dengan penggunaan kitab-kitab bahasa arab.
Dalam upaya pemerintah untuk menyediakan guru-guru agama untuk sekolah dan guru-guru umum serta lembaga pendidikan lainnya pada tahun 1951 Kementerian Agama mendirikan Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) dan sekolah Guru dan Hakim Agama Islam (SGHAI) di beberapa tempat. Berdirinya kedua jenis sekolah guru tersebut banyak manfaatnya bagi perkembangan dan pembinaan madrasah, karena kedua jenis sekolah guru ini, memberikan kesempatan bagi para alumni madrasah dengan persyaratan tertentu untuk memasukinya. Hal tersebut telah mendorong penyelenggaraan madrasah untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah. Pada alumni kedua jenis sekolah guru agama tersebut, diperbantukan pada madrasah-madrasah guna mempercepat proses pembinaan dan perkembangannya, menuju kepada pengintegrasian ke dalam sistem pendidikan nasional.
BAB 3
PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM PERSFEKTIF ISLAM
A. Konsepsi Umum Pendidikan
1. Pengertian dan Hakikat Kepemimpinan
Berikut ini beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai definisi kepemimpinan :
a) Tannenbaum, Weschler, & Massarik (1961) Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.
b) Ralp M. Stogdill (1950) Is the process of influencing group activities toward goal setting and goal achievement (proses mempengaruhi kegiatan kelompok, menuju kearah penentuan tujuan dan mencapai tujuan).
c) George R. Terry (yang dikutip dari Sutarto, 1998 : 17) Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d) Rauch & Behling (1984) Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.
e) Katz & Kahn (1978) Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada, dan berada diatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.
f) Hemhill & Coon (1995) Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal).
g) William G.Scott (1962) Kepemimpinan adalah sebagai proses mempengaruhi kegiatan yang diorganisir dalam kelompok di dalam usahanya mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
h) Stephen J.Carrol & Henry L.Tosj (1977) Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang-orang lain untuk melakukan apa yang kamu inginkan dari mereka untuk mengerjakannya.
i) Dr. Thomas Gordon “ Group Centered Leadership”. A way of releasing creative power of groups. Kepemimpinan dapat dikonsepsualisasikan sebagai suatu interaksi antara seseorang dengan suatu kelompok, tepatnya antara seorang dengan anggota-anggota kelompok setiap peserta didalam interaksi memainkan peranan dan dengan cara-cara tertentu peranan itu harus dipilah-pilahkan dari suatu dengan yang lain. Dasar pemilihan merupakan soal pengaruh, pemimpin mempengaruhi dan orang lain dipengaruhi.
j) Tannenbaum, Weschler,& Massarik (1961) Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.
k) P. Pigors (1935) Kepemimpinan adalah suatu proses saling mendorong melalui keberhasilan interaksi dari perbedaan perbedaan individu, mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan bersama.
l) Kartini Kartono (1994 : 48) Kepemimpinan itu sifatnya spesifik, khas, diperlukan bagi satu situasi khusus. Sebab dalam suatu kelompok yang melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, dan mempunyai suatu tujuan serta peralatan-peralatan yang khusus. Pemimpin kelompok dengan ciri-ciri karakteristik itu merupakan fungsi dari situasi khusus.
m) John W. Gardner (1990) Kepimpinan sebagai proses Pemujukan di mana individu-individu meransang kumpulannya meneruskan objektif yang ditetapkan oleh pemimpin dan dikongsi bersama oleh pemimpin dan pengikutnya.
n) Duben (1954) Kepemimpinan adalah aktifitas para pemegang kekuasaan dan membuat keputusan.
Dari beberapa definisi diatas pada dasarnya mengandung kesamaan asumsi yang ebrsifat umum, yaitu :
(1) Didalam suatu dfenomena kelompok melibatkan satu orang atau lebih,
(2) Didalam melibatkan proses mempengaruhi, dimana pengaruh yang sengaja (intentional influence) digunakan oleh pemimpin kepada bawahan.
Sedangkan dalam hal ini penulis berpandangan bahwa kepemimpinan merupakan suatu aktivitas seseorang dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara terintegrasi untuk mencapai tujuan dalam suatu organisasi, melalui proses sistematis dan melibatkan atau adanya dukungan orang lain yang bersifat mengikuti atau melaksanakan perintah, arahan, dorongan serta larangan kepada anggota organisasi
2. Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi Kependidikan
Seorang pemimpin dapat digambarkan sebagai orang yang bekerja sesuai dengan kebutuhan waktu, dan sangat terlatih untuk mencari dan menganalisis informasi secara berkesinambungan. Para manajer yang mempunyai sifat interpreneur membangun sebuah koalisi dari pendukung para rekan sejawat, dan kemudian ditambah dengan para atasan. Para manajer mempunyai cara untuk memperoleh informasi melalui pesan-pesan tertulis, pesan lisan atau pertemuan yang direncanakan.
3. Kepemimpinan dan Masalah Visi/Misi Organisasi
Setiap organisasi harus memiliki visi dan misi, bahkan itulah yang dibuat pertamakali. Misi merupakan alat yang tak ternilai untuk mengarahkan perumusan strategi dan pelaksanaan strategi. Ia adalah common thread yang menyatukan seluruh aktivitas organisasi (Wheelen & Hunger, 1990).
a) Misi
Misi berbeda dengan cita-cita. Cita-cita sangat umum dan sering abstrak, sulit untuk direalisasikan tetapi titik tolak untuk merumuskan misi. Misi yang layak adalah menghindari pernyataan mission imposible. Dengan misi yang penuh inspirasi itu, pihka-pihak terkait akan dapat mendukungnya. Misi hendaknya berbeda dnegan misi organisasi serupa yang lain, sehingga mempunyai khas dan dapat menumbuhkan l’spirit de corps.
b) Misi Organisasi
Dalam merumuskan misi seringkali dianggap mudah, padahal misi sebuah organisasi diperlukan koordinasi yang baik dan mampu memotivasi setiap orang yang akan melaksanakan misi tersebut. Artinya misi organisasi harus senantiasa disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan dan bukan merupakan ekspresi emosionla pimpinan puncak dalam pencapaian suatu tujuan organisasi, melainkan harus masuk kedalam sanubari aetiap pengelola lembaga tersebut.
c) Proses permumusan misi
Bryson (1988) menyarankan misi hendaknya dirumuskan oleh suatu kelompok dan bukan oleh seseorang. Sebelum kelompok mulai bekerja, perlu dilakukan semcam polling atau mengjukan beberap pertanyaan pada orang-orang dilingkungan organisasi. Selanjutnya dilakukan analisis kondisi secara tepat selaras dengan kebutuhan.
Salusu memberikan saran sederhana bagaimana langkah-langkah dalam proses perumusan misi itu adalah :
(1) Tunjuklah seseorang yang bertanggungjawab untuk mengumpulkan semua pesa, hasrat, keinginan baik formal maupun non formal, dari seluruh unsur didalam dan luar organisasi;
(2) Kelompok pembuat analisis harus membuat semacam catatan-catatan yang dapat menjelaskan makna yang tertulis;
(3) Rumuskan secara bersama-sama melalui diskusi dan kesepakatan;
(4) Jika pernyataan misi sudah disepakati, maka pernyataan itu harus dijadikan acuan dalam landasan identifikasi isu-isu strategis, merumuskan strategi yang efektif dan menyiapkan visi keberhasilan dan juga dapat memecahkan konflik diantara anggota kelompok;
(5) Setelah rumusan misi dapat difahami di tingkat tertentu, maka harus dikukuhkan dan disosialisasikan kepada semua anggota organisasi.
d) Visi Organisasi
Hegelson (1991:34) menjelaskan ”Bagaimana rupa yang seharusnya dari suatu organisasi kalau ia berjalan dengan baik. Misis belum menjelaskan bagaimana rupa organisasi itu kalau sudah berhasil, inilah tugas visi”. Untuk menggambarkan visi keberhasilan diperlukan keberanian melihat masa depan yang selalu penuh dengan rintangan.oleh karena itu diperlukan kerja kera, disiplin yang tinggi, dan senantiasa mengomunikasikan misi ke semua pihak organisasi dan hal ini menjadi tugas dan kewajiban pucuk pimpinan organisasi.
Dari pernyataan diatas terdapat satu catatan penting bahwa persepsi berkenaan dengan visi dan misi organisasi harus difahami dan dihayati sehingga setiap komponen organisasi dapat melaksanakan peran dan fungsi tugas yang dilandasi visi tersebut.
4. Kepemimpinan dan Fungsi Memotivasi
Motivasi dalam kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting, karena ini adalah indikator untuk menggambarkan proses keberhasilan atau tercapainya misi dan visi sebuah organisasi. Karena dnegan motivasi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam fungsi kepemimpinan, tidak cukup dengan memberikan intruksi atau arahan saja melainkan harus bisa menjanjikan penghargaan atas setiap kinerja yang telah dilakukan.
Motivasi kerja dapat didefinisikan ”sebagai kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan prilaku” ada tiga hal yang perlu difahami dalam motivasi kerja, yaitu :
a) apakah ada tenaga manusia untuk berprilaku,
b) apakah prilaku itu harus ada penghubung,
c) apakah prilaku tersebut harus dipelihara.
5. Model-model Kepemimpinan
a) Pendekatan ciri terhadap kepemimpinan; Mengidentifikasi cirri kepemimpinan yang dapat diukur, para peneliti pengambil dua pendekatan, yaitu ; (a) mereka berusaha membandingkan ciri-ciri orang yang tampil sebagai pemimpin dengan yang tidak; (b) mereka membandingkanciri pemimpin efektif dengan yang tidak efektif.
b) Pendekatan prilaku terhadap kepemimpinan; Ketika pemimpin yang efektif yang kelihatannya tidak mempunyai ciri-ciri khusus, para peneliti berusaha mengisolasi karakteristik prilaku pemimpin.
c) Pendekatan fungsi kepemimpinan; Supaya dapat beroperasi secara efektif, sebuah kelompok membutuhkan seseorang untuk menjalani dua fungsi utama yang bertalian dengan tugas ( pemecahan masalah), dan fungsi pembinaan kelompok (social), manjamin bahwa para individu merasa dihargai oleh suatu kelompok.
d) Pendekatan kontingensi terhadap kepemimpinan; Ada empat jenis kepemimpinan kontingensi yang terkenal, yaitu ; Teori Situasional, Teori situasi kerja dan Teori alur tujuan terhadap kepemimpinan.
e) Pendekatan kekuatan; French dan Raven mengidentifikasi lima dasar atau type kekuatan, yaitu ; (a) kekuatan yang dilegalisasi; (b) kekuatan penghargaan; (c) kekuatan Paksaan; (d) kekuatan ahli; dan (e) kekuatan rujukan.
6. Berbagai Pendekatan dalam Studi Kepemimpinan
Ada tiga masalh pokok utama kepemimpian, yaitu ; (1) bagaimana seseorang dapat menjadi pemimpin; (2) bagaimana cara pemimpin itu berprilaku; (3) apa yang membuat pemimpin itu berhasil. Hamper seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan kedalam empat macam pendekatan, yaitu :
a) Pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach) yang bersumber dari Legitinate Power, Coersive Power, Reward Power, referent power, dan expert power.
b) Pendekatan sifat (the trait approach)
c) Pendekatan prilaku (the behavior approach), dan
d) Pendekatan situasional (situational approach)
7. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Menurut Ardi fungsi kepemimpinan yaitu :
a) membantu terciptanya suasana persaudaraan,
b) kerjasama dengan penuh kebebasan,
c) saling membatu dalam suatu kelompok,
d) bertanggungjwab dalam mengambil keputusan dan bertanggungjawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.
Sedangkan menurut Wahjosumidjo fungsi-fungsi kepemimpinan ialah :
a) membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan,
b) mengomunikasikan gagasana kepada orang lain,
c) menciptakan perubahan secara efektif didalam penampilan kelompok,
d) menggerakan orang lain
8. Syarat-syarat Kepemimpinan
a) Hal-hal yang menjadi syarat-syarat kepemimpinan yang ada di sini adalah:
(1) Technikal skill, ( kecakapan spesifik dalam proses, prosedur/teknik, atau percakapan khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunan fasilitas.
(2) Human skill, (kecakapan pemimpin secara efektif dan kerjasama), dan
(3) Conceptual skill, yaitu kemampuan seorang pemimpin melihat organisasi sebagai satu kesatuan dari keseluruhan.
b) Adapun yang termasuk pengetahuan professional ialah :
(1) Mengetahui terhadap tugas
(2) Mengetahui hubungan kerja dengan berbagai unit
(3) Mempunyai wawasan khusus organisasi dan bijaksana
(4) Memiliki perasaan rill untuk semangat
(5) Mengetahui lay out fisik bangunan, dan
(6) Mengetahui pelayanan yang tersedia untuk dirinya dan bawahannya.
c) Yang termasuk keterampilan professional ialah :
(1) Mengidentifikasi diri sebagai agen perubahan
(2) Mempercayai kepada orang lain
(3) Memiliki sifat pemberani
(4) Bertindak atas dasar system nilai
(5) Meningkatkan kemampuan secara terus menerus
(6) Memiliki kemampuan menghadapi hal yang rumit, dan
(7) Mamiliki visi ke depan.
d) Pemimpin organisasi yang sukses harus memiliki kriteria-kriteria dibawah ini, yaitu :
(1) Mempunyai kecerdasan yang lebih
(2) Mempunyai emosi yang stabil
(3) Mempunyai keahlian dalam menghadapi manusia
(4) Mempunyai keahlian untuk mengorganisir bawahannya, dan
(5) Mempunyai kondisi fisik yang sehat dan kuat.
9. Gaya Kepemimpinan
Menurut Wahjosumidjo (2002) mengenai gaya kepemimpian, masing-masing memiliki cirri-ciri pokok, yaitu :
a) Prilaku Instruktif (komunikasi satu arah)
b) Prilaku Konsultatif (mempunyai intruksi yang cukup besar)
c) Prilaku Partisipatif (control atas pemecahan masalah)
d) Prilaku Delegatif (pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapi dengan bawahannya).
B. Kepemimpinan dalam Perspektif Islam
1. Konsepsi Umum Kepemimpinan Islam
Pada dasarnya dalam Al-Qur’an dan Hadits tidak pernah membedakan jenis-jenis kepempinan dan atau bentuk-bentuk kepemimpinan, karena idealnya dalam Islam seorang pemimpin suatu organisasi atau masyarakat ia pun bertindak sebagai pemimpin dalam masalah agama. Adapun dalam perkembangannya kita mendengar ada formal leader dan informal leader adalah terdapat dalam teori manajemen modern.
Kendati demikian, dalam beberapa hadits ditemukan beberapa pembedaan antara umara (yang kita kenal sebagai pemimpin formal) dan ulama (yang kita kenal sebagai pemimpin informal). Diantara hadits tersebut ialah : ”Ada dua kelompok manusia, jika keduanya baik maka masyarakat semuanya akan baik, dan jika keduanya rusak, maka rusak pula seluruh masyarakat. Mereka adalah para ulama dan umara.” (H. R. Ibnu Abdillah).
2. Syarat-syarat Kepemimpinan Islam
a) Kuat aqidahnya, sebagaimana firman Allah :
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu angkat jadi pemimpinmu orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan diantara orang-orang yang diberi kitab sebelummu dan orang-orang yang kafir” (Q.S. Al-Maidah : 57)
b) Adil dan Jujur, sebagaimana firman Alloh :
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang menegakkan (kebenaran) karena Allah. Menjadi saksi dnegan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk brelaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (Q.S. Al-Maidah : 8)
c) Mencintai dan mengutamakan kepentingan rakyat sebagaiman sabda Nabi Saw. ”sebaik-baik pemimpin adalah orang-orang yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian. Mereka mendo’akan kalian dan kalian juga mendo’akan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, mereka kalian kutuk dan mereka pun mengutuk kalian”. (H.R. Muslim)
d) Mampu menumbuhkan kerjasama dan soliditas sesama umat
Artinya : ”dan saling tolong menolonglah kalian dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa. Dan janganlah kalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” (Q.S. Al-Maidah: 2)
e) Bersikap terbuka dan sanggup mendengarkan pendapat serta ide orang lain sebagaimana firman Allah :
Artinya: ”Orang-orang yang mendengarkan perkataan orang lain, kemudian mengikuti (pendapat) mana yang lebih baik, mereka itulah yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang berakal.” (Q.S. Az-Zumar :18)
f) Pemaaf dan memiliki jiwa toleransi yang tinggi, Allah berfirman :
Artinya : ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl : 126)
3. Petunjuk Menjadi Pemimpin yang Baik
a) menjunjung tinggi sikap musyawarah Allah berfirman
Artinya : ”Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka” (Q.S. Asy-Syura : 38)
b) Membuat kebijaksanaan dan perintah yang baik dan benar Allah berfirman:
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (Q.S. Annisa : 59).
Dari Nabi saw. beliau bersabda: ”Kewajiban seorang muslim adalah mendengar dan taat dalam melakukan perintah yang disukai atau pun tidak disukai, kecuali bila diperintahkan melakukan maksiat. Bila dia diperintah melakukan maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengar serta taat.” (Shahih Muslim No. 3423)
c) Memiliki pengetahuan yang memadai, sebagaimana dalam Hadits ”Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (H.R. Al-Bukhari).
d) Iklhas, Allah berfirman :
Artinya : ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah : 5)
e) Bertanggungjawab, sebagaimana dalam Hadits ”Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjwaban kepemimpinannya.” (H. R. Bukhari).
f) Tidak berlaku boros dan melampaui batas, Allah berfirman
Artinya : ”Dan janganlah kamu mematuhi pimpinan yang melampaui batas, yang membuat kerusakan dimuka bumi dan tidak mengadakan perbaikan.” (Q.S. Asy-Syu’ara : 151-152).
BAB 4
STRATEGI KEPEMIMPINAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
A. Model-model Kepemimpinan
1. Model Kepemimpinan Transaksional
Pemimpin transaksional adalah layaknya seorang manajer, dan tidak dianggap sebagai pemimpin dalam arti sesungguhnya. Untuk dapat mebedakannya dapat diperhatikan pada tabel berikut ini.
2. Model Kepemimpinan Transformasional
Konsep awal tentang kepemimpinan transformasional telah dimulai sejak Burns (1978) menjelaskan kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada dasarnya ”para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.”
Bass dan Aviolo (1994) mengusulkan empat dimensi dalam kadar kepemimpinahn transfiormasional seseorang dengan konsep ”4 I”, yaitu :
a) Idealizaed influence (Pengaruh idealisme)
b) Inspirational motivation (Motivasi inspirasional)
c) Intellectual stimulation (Stimulasi intelektual)
d) Individualized consederation (Konsiderasi individu)
3. Perbedaan prilaku Transaksional dan Transformasional
Burns membedakan kepemimpinan yang mentransformasi (transforming leadership) dengan kepemimpinan transaksional (transactional leader). Jenis kepemimpinan terakhir memotivasi para pengikut degan menunjuk pada kepentingan diri sendiri. Para pemimpin politik tukar menukar pekerjaan, subsidi dan kontrak-kontrak pemerintah yang menguntungkan untuk memperoleh suara dan kontribusi untuk kampanye. Para pemimpin korporasi saling menukar upah dan usaha transaksional dengan bawahan menyangkut nilai-nilai, berupa nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran, seperti kejujuran, keadilan, dan tanggungjawab. Kepemimpinan adalah sebuah proses bukan sejumlah tindakan yang mempunyai ciri-ciri sendiri.
4. Kepemimpinan Transformasional Versus Kepemimpinan Kharismatik
Burns (1985) membedakan kepemimpinan transformasional dengan kharismatik dalam berbagai aspek. ”kharismatik adalah bagian yang terpenting dari kepemimpinan transformasional, namun kharisma itu sendiri tak cukup bagi proses transformasional.” pemimpin kharismatik memiliki keyakinan terhadap diri sendiri dan memiliki tujuan dan takdir supranatural. Sebaliknya, para pengikut atau bawahannya bukan saja mempercayai dan menghormati pemimpin tersebut, mereka dapat juga memuja dan senantiasa dijadikans ebagai panutan hidup dan simbol dari keberhasilan.
5. Hubungan Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
a) Budaya organisasi
Budaya organisasi merupakan suatu pola kebersamaan yang didasari oleh asumsi-asumsi bahwa kelompok belejar bagaimana mememcahkan problem-problem penyelesaian eksternal dan integrasi internal yang dilakukan secara baik dan benar, dan oleh karenanya akan ditransfer kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk mempersespsi, berfikir dan merasakan dalam hubungannya dengan berbagai problem (Edgar H. Schein1992:12).
b) Karakteristik budaya organisasi
Luthans (1989:320) menggambarkan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut :
(1) Aturan-aturan prilaku
(2) Norma-norma
(3) Nilai-nilai dominan
(4) Filosofi
(5) Peraturan-peraturan
(6) Iklim organisasi
c) Model-model budaya organisasi
Dipandang dari model-model budaya sangat bervariasi sesuai dengan sudut pandang para ahli. Budaya organisasi secara umum juga dapat diklasifikasikan menurut tipe-tipenya meliputi :
(1) Budaya organisasi kekuasaan,
(2) Budaya organisasi peran,
(3) Budaya organisasi tugas, dan
(4) Budaya organisasi suportif
d) Pengaruh budaya pada kinerja
Budaya amat mempengaruhi pada kinerja sebuah organiasasi. Pengaruh budaya kerja terhadap organisasi dapat dibedakan atas tiga aspek pengaruh, yaitu :
(1) pengaruh mengarahkan (direction),
(2) pengaruh merambatkan (pervasiveness), dan
(3) pengaruh menguatkan (strength).
e) Tingkatan budaya organisasi
Tingkatan budaya menurut Killman adalah :
(1) Budaya tingkat pertama, bermanifestasi didalam norma-norma prilaku yang diartikan sebagai seperangkat aturan tak tertulis.
(2) Budaya tingkat kedua, bermanifestasi didalam asumsi-asumsi yang tersembunyi, merupakan kepercayaan mendasar yang berada dibelakang semua tindakan dan keputusan.
(3) Budaya tingkat ketiga, budaya manifestasi kolektif dari sifat dasar manusia.
f) Ruang lingkup budaya organisasi
Budaya organisasi berkenaan dengan semua aturan-aturan organisasi yang berkaitan dengan hubungan antara anggota organisasi dan dengan pihak luar organisasi atau meliputi hubungan intra dan interorganisasi. Adapun budaya kerja merupakan elemen dari budaya organiasasi yang cakupannya lebih sempit berkenaan dengan hubungan atau nilai-nilai, norma yang mempengaruhi setiap anggota organisasi, bagaimana ia akan bertindak atau berprilaku dalam organisasi (Burstein: 1985).
B. Kepemimpinan Transformasional Sebagai Strategi Kepemimpinan Lembaga Pendidikan Islam
Kepemimpinan yang diharapkan saat ini adalah kepemimpinan yang mempunyai visi strategis dan taktis, serta produktif dalam memerankan fungsi manajemen. Adapaun bebrapa alasan mengapa kepemimpinan transformasional menjadi alternatif dalam organisasi pendidikan dapat dikemukakan dalam pandangan berikut ini.
Razik A. Taher., Swanson D. Austin (1995:543), mengulas pendapat Sergiovani 1989) bahwa Organisasi sekolah yang efektif ditunjukan oleh budaya yang ketat / dikendalikan oleh norma-norma adat istiadat kelompok, pola-pola kepercayaan, nilai-nilai sosialisasi, dan kemampuan kontraksi realitas dan struktur yang longgar/ kurang menekankan aturan birokrasi, aturan-aturan manajemen, kecenderungan menjual, dan rasionalisasi. Respon para guru lebih baik dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan dan norma-norma informal daripada sistem manajemen sekolah dengan struktur longgar dan budaya yang ketat memiliki respon yang baik terhadap kepemimpinan transformatif untuk kemajuan sekolah, dimana aturan dan arahan lebih baik untuk membantu koordinasi dan pengembangan nilai-nilai kebersamaan.
Secara spesifik alasan tersebut antara lain :
1. Tuntutan perubahan sosial, budaya dan tekhnologi informasi dunia membawa pengaruh yang luar biasa terhadap perubahan tatanan kehidupan masyarakat secara universal.
2. Tuntutan demokrasi diberbagai belahan bumi adalah ideologi, baik langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh budaya negara adikuasa.
3. Tuntutan moral dan akuntabilitas seorang pimpinan telah dipertanyak oleh masyarakat.
4. Tuntutan pembelajaran organisasi, sudah saatnya menjadi organisasi yang kuat dalam memberikan pelayanan.
5. Tuntutan visi dan misi strategis, sekolah dituntut untuk mampu merencanakan program yang strategis dan taktis dalam pencapaian tujuan pendidikan.
6. Tuntutan budaya organisasi sekolah sebagai pusat kebudayaan bagi lingkungan.
Adapun kelemahan konsep ini dalam penerapannya adalah Kekuatan kualitas dan kompetensipersonel dan adanya perbedaan karakter anggota organisasi.
C. Peran Kepemimpinan Transformatif dalam Pengendalian Pelayanan Lembaga Pendidikan Islam
1. Pengendalian Pelayanan
Definisi konvensional dari mutu biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti : performansi (performance), keandalan (realiability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics). Dalam ISO 8402 (Quality Vocabulary) ” mutu didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kbutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan.” Berdasarkan definisi tersebut Goestch dan Davis (1994:4) membuat definisi bahwa mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
a) Pemikiran Deming
Deming mengemukakan bahwa suatu industri modern merupakan suatu proses yang dipandang suatu perbaikan terus menerus (continous improvement), yang dimulai dari sederet siklus perbaikan sejak adanya ide-ide untuk menhasilkan produk, pengembang nproduk, proses produk, sampai distribusi kepada konsumen.
b) Yosefh M. Juran
Dia menjelaskan bahwa mutu fitness for use yakni tingkat kesesuaian untuk digunakan yang mengandungpengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkanoleh para pemakainya dalam pengertian ini mutu harus mengandung 5 dimensi utama, yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan, dan field use.
c) Philip B. Crosby
Pemikirannya adalah: pertama, mutu adalah sama dnegan persyaratan. Kedua, pencegahan adalah suatu proses proses pencegahan agar tidak tidak terjadi kesalaha, agar out put (produk) dijamin bagus serta hemat biaya dan hemat waktu. Ketiga, sistem mutu adalah pencegahan terhadap orang yang sering terjebak pada persentase. Keempat, ukuran mutu adalah price of conformance, mutu haruslah merupakan sesuatu yang bisa diukur.
2. Prinsip Konsep Pelayanan
Vincent (1992) mengemukakan tentang pengertian konsep pelayanan secar lebih luas, yaitu :
a) sistem kualitas modern berorientasi pada pelanggan.
b) Dari sistem mutu modern ditandai oleh adanya partisifasi aktif manajemen puncak (top management) dalam peningkata mutu secara terus menerus.
c) Mutu modern ditandai oleh adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tanggungjawab secara spesifik untuk kualitas.
d) Sistem mutu modrn ditandai oleh adanya aktivitas yang ditandai oleh adanya aktivitas yang berorientasi pada pencegahankerusakan, bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja.
e) Sistem mutu modern ditandai oleh suatu filosofi yang menganggap bahwa mutu ialah jalan hidup (way of life).
3. Total Quality Management ( T Q M )
Total quality management dapat diartikan sebagai sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.
1) Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver.
2) Obsesi terhadap mutu, penentu akhir mutu pelanggan internal dan eksternal.
3) Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM.
4) Komitmen jangka panjang merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis.
5) Kerjasama tim (team work) dalam organisasi dikelola secara tradisional.
6) Perbaikan sestem secara berkesinambungan pada setiap produk atau jasa yang dihasilkan.
7) Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental.
8) Kebebasan yang terkendali dalam TQM.
Beberapa alasan penting menurut Edward Sallis (1993:107) proses perencanaan dan pelaksanaan TQM adalah :
1) Mutu produksi dan proses pelaksanaannya selalu disesuaikan kaitannya dengan keinginan pelanggan.
2) Perbaikan mutu yang berkesinambungan dalam jangka panjang yang jelas dan penuh konsisten.
3) Membutuhkan strategi-strategi yang tepat dan khas untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan keunggulan.
Pemimpin transformasional selalu mempunyai tujuan untuk menghasilkan suatu hasil yang baik dengan berprilaku sebagai seorang yang dapat menstimulasi intelektual bawahannya, konsiderasi individul, meberikan motivasi yang menjadi inspirasi dan pengaru idelaisme yang kuat. Makla, peningkatan mutu pendidikan di Lembaga Pendidikan Islam dapat diupayakan melalui profil pemimpin yang demikian.
BAB 5
PERAN KEPEMIMPINAN DALAM MEWUJUDKAN MUTU PENDIDIKAN ISLAM
A. Konsepsi Mutu Pendidikan
Keberhasilan lembaga pendidikan dan mengelola mutu menurut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) ditandai oleh bebrapa indikator kunci, yaitu :
1. Lingkungan lembaga pendidikan yang aman dan tertib,
2. Lembaga pendidikan memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai.
3. Lembaga pendidikan memiliki kepemimpinan yang kuat,
4. Adanya harapan yang tingi untuk berprestasi dari semua elemen lembaga pendidikan,
5. Adanya pengembangan sumber daya manusia yang terus menerus sesuai tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi,
6. Adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhada pberbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk persamaan/perbaikan mutu, dan
7. Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari masyarakat.
Bagi lembaga pendidikan Islam non formal seperti Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah konsep mutu manajemen pendidikan ini tidak terlalu berpengaruh besar dalam implementasinya, namun bagi lembaga pendidikan Islam formal seperti Madrasah dituntut untuk memiliki tanggungjawab agar dapat mengembangkan sistem manajerial yang berbasikan konsep peningkatan mutu lembaga pendidikan sebagaimana yang terdapat pada indikator diatas.
Mutu proses dan hasil pendidikan biasanya dilihat melalui :
1) Rentangan pencapaian pengetahuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa,
2) Penerimaan dunia kerja,
3) Nilai-nilai dalam masyarakat,
4) Perubahan kondisi masyarakat, dan
5) Kehidupan masyarakat.
Terlepas dari beragamnya konsep pemahaman tentang mutu, dalam kaitannya dengan dunia pendidikan konsep mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. ’Mutu Proses Pendidikan’ mencakup komponen-komponen :
(1) input
(2) metologi,
(3) sarana dan prasarana lembaga pendidikan,
(4) dukungan administrasi,
(5) dukungan sumberdaya manusia, dan
(6) penciptaan suasanan yang kondusif (academic atmosphere).
Sedangkan ‘Mutu Hasil Pendidikan’ mengacu pada prestasi yang dicapai oleh lembaga pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Baik keberhasilan itu dalam bidang akademis maupun ekstra kurikuler yang meruapakan program dari lembaga pendidikan tersebut.
B. Peran Kepemimpinan dalam Pengendalian Mutu
Kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan memiliki fungsi yang vital dalam pengembangan lembaga pendidikan, dan kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan dijadikan indikator dalam penjaminan mutu dan pengendalian mutu. Proses penjaminan mutu biasanya terdiri dari tujuh langkah, yaitu :
1. penentapan standar,
2. pengujian/audit mengenai sistem pendidikan yang sedang berlangsung,
3. penyimpulan tentang ada tidaknya kesenjangan antara sistem yang ada dengan standar yang ditetapkan,
4. identifikjasi kebutuhan yang memenuhi standar yang ditetapkan,
5. pengembangan sistem perbaikan,
6. memadukan sistem perbaikan dengan sistem yang sedang berlangsung, dan
7. pengkajian ulang kesesuaianstandar dengan sistem secara berkelanjutan.
Namun, efektifitas lembaga pendidikan dalam menjalankan program-program kependidikannya dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah frekuensi penilaian oleh guru dan pimpinan lembaga pendidikan dalam menemukan dan mengolah data atau informasi sebagai bahan mutu perbaikan pendidikan.
C. Kepemimpinan dan Upaya Pengembangan Kerangka Kerja Pengembangan Mutu
Dalam konteks manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, pimpinan lembaga pendidikan dituntut memiliki kerangka kerja dalam mengelola dan mengkoordinasikan berbagai komponen pendidikan yang mencakup :
1. Dapat mengatur dan mongkondisikan sumberdaya sesuai dengan kebutuhan,
2. Pertanggungjawaban (accountability) pimpinan sebuah lembaga pendidikan,
3. Penyusunan dan pengembangan kurikulum yang senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan peningkatan kreatifitas siswa, dan
4. Pengelolaan warga belajar yang aktif dalam setiap proses.
D. Strategi Pengembangan Mutu
Dalam rangka mengimplementrasikan konsep manajemen peningkatan mutu berbasiskan sekolah, lembaga pendidikan dituntut untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penyusunan basis dan profil lembaga pendidikan lebih presentatif, akurat, valid dan secar sistematis menyengkut berbagai aspek akademis, administratif dan keuangan.
2. Melakukan evaluasi diri (self assesment) untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenar sumberdaya, personel, kinerja dan pencapaian target.
3. Brdasarkan analisisis tersebut, kemudian mengidentifikasi kebutuhannya, merumuskan visi dan misi, serta tujuan pendidikan yang berkualitas.
4. Lembaga pendidikan bersama-sama masyarakat merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek tahunan, termasuk anggarannya.
5. Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meyakinkan pencapaian target dan tujuan yang telah dilaksanakan dengan perencanaan yang telah disusun.
Strategi yang dapat ditempuh oleh pimpinan lembaga pendidikan demi terealisasinya mutu pendidikan dapat dilakukan empat usaha mendasar sebagaimana disebutkan ole Slamet (1999), yaitu :
a. Menciptakan situasi ”Menang-Menang” (win-win situation) dan bukan situasi ”menang-kalah” diantara pihak yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders).
b. Perlunya dikembangkan motivasi intrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu.
c. Setiap pimpinan dituntut berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang.
d. Dalam menggerakan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan, haruslah dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu.
BAB 6
P E N U T U P
Tatkala seseorang berposisi sebagai manager lembaga pendidikan Islam, sudah barang tentu di benaknya tergambar bahwa tugas yang harus diemban adalah memajukan lembaganya, dengan cara menggerakkan seluruh potensi yang ada, guna mencapai tujuan yang diinginkan. Cita-citanya, ketika itu, ialah saya harus berhasil dan tidak boleh gagal. Hanya dalam kenyataannya, tidak semua orang mampu meraih keberhasilan itu. Pada umumnya, para manager lembaga pendidikan Islam sudah memahami bahwa lingkup tugas-tugas managerial adalah menyusun perencanaan, mengorganisasi semua kegiatan dan potensi yang ada, menyusun anggaran, mengarahkan, mengontrol dan mengevaluasi. Selain itu, mereka juga memahami bahwa bagian dari tugas pimpinan lembaga pendidikan Islam adalah merumuskan visi, misi secara jelas. Akan tetapi, lagi-lagi, hasil yang diperoleh tampak variatif, sebagian berhasil, sedang sebagian lainnya kurang berhasil dan bahkan ada yang selalu mengalami kegagalan.
Pada sisi lain, tanggung jawab lembaga pendidikan (Universitas, Institutt, Sekolah Tinggi, yang berlabel Islam) akan dipertanyakan konsekuensi logisnya, dalam arti sejauh mana urgensi, kiprah dan tanggung jawabnya dalam turut menjawab persoalan umat. Realisasi dari peran Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan Islam dalam mempersiapkan generasi penerus yang pandai, cerdas,beriman, dan berakhlaq mulia yang dibahasakan dalam Al-Qur"an (Qs: Ali Imran Ayat 110) harus terus diupayakan secara berkesinambungan diantaranya :
Pertama, lembaga pendidikan Islam harus mampu menjadi "agent of change" mampu mencerahkan kehidupan umat dari amsyarakat umum menuju sebuah kondisi yang lebih baik.
Kedua, label Islam pada nama lembaga pendidikan Islam, hendaknya mampu menjadi napas kegiatan akademik menuju tumbuhnya iklim akademik yang islami yang ditandai dengan lahirnya individu yang menguasai ilmu pengetahuan, ketrampilan dan memahami nilai-nilai moral Islam yang berlaku dalam amsyarakat.
Ketiga, out put proses pendidikan melahirkan kader-kader yang profesional, menguasai Iptek, dan mengamalkan Imtaq serta pejuang-pejuang Islam yang tangguh.
Keempat, Lembaga Pendidikan Islam hendaknya menitikberatkan kurikulum pendidikannya pada corak agama dan akhlak disamping pengembangan science dan teknologi tidak kering dari norma / nilai - nilai Islam.
Kelima, Lembaga Pendidikan Islam mampu menjadi pelopor pembaharuan utamanya dalam mencari jalan keluar dari problem umat kecil "miskin" terbelakang dan bodoh, menjadi muslim yang berkualitas dalam segala hal.
Berangkat dari peran Lembaga Pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan diatas, tidak akan mungkin terlaksana tanpa dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan (pimpinan, dosen, karyawan, dan mahasiswa) melalui pengembangan keunggulan akademik (Academic Excellence), dengan mengedepankan ciri-ciri : abis for action, close to the customer, autonomy and enterpreneurship, productivity through people, hands on, value driven and simple form. Insya Allah keinginan besar kita mewujudkan lembaga pendidikan Islam yang handal dan Islami akan menjadi kenyataan.
Dengan demikian pendidikan dalam perspektif Islam tidak hanya akan membicarakan bagaimana keunggulan akademik dapat tercapai juga sejauh mana fungsi pencerahan institusi maupun sumber daya manusia baik sebagai pelaku pendidikan maupun sebagai outcome dari Lembaga Pendidikan itu sendiri, sebagai wujud tanggung jawabnya kepada Allah SWT, masyarakat, bangsa, negara dan diri sendiri.
Memanaj orang sama artinya dengan mempengaruhi hati dan pikiran orang-orang. Pekerjaan mengarahkan hati dan pikiran orang tidaklah mudah. Oleh karena itu seorang manager atau pemimpin lembaga pendidikan Islam harus selalu memohon petunjuk kepada Allah swt. Petunjuk itu sesungguhnya telah terbentang luas, baik yang tertulis maupun yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Petunjuk tertulis berupa kitab suci al Qur’an dan tauladan kehidupan yang diberikan oleh Muhammad sebagai rasul-Nya. Petunjuk yang tidak tertulis tersebar luas di alam atau jagad raya ini. Manusia dengan ketajaman akal, hati dan penglihatannya akan mampu menangkap ayat-ayat Allah ini.
Tokoh nasionalis Bung Hatta juga punya pandangan menarik soal pendidikan Islam yang patut kita renungkan lagi. Ia mengutarakan nasehatnya malah sejak awal Republik, tetapi tidak pernah diaplikasikan secara serius. Sang proklamator mengatakan, agama hidup di masyarakat, sedangkan masyarakat itu sendiri senantiasa mempunyai dinamika dan perubahan. Oleh sebab itu, para pendidik agama pun harus bisa menangkap dan tanggap terhadap “roh” perubahan, agar Islam senantiasa compatible dengan perkembangan masyarakat.
Jika seorang manager mampu membangun watak, kharakter dan perilaku pribadi dan juga semua orang yang menjadi tanggung-jawabnya, sehingga memiliki prinsip-prinsip hidup sebagaimana diurai di muka, maka sesungguhnya sebagian besar tugasnya telah selesai. Selain itu, jika prinsip-prinsip itu pula telah merasuk pada hati sanubari yang mendalam pada seluruh komponen yang ada, maka persoalan apapun yang ada dalam lembaga pendidikan Islam akan dapat diselesaikan dengan mudah. Persoalannya adalah, bagaimana hal itu benar-benar dapat diwujudkan oleh pemimpin dan manager pendidikan Islam di semua tingkatan ?. Itulah yang menjadi persoalan besar kita bersama. Tetapi, Rasulullah pernah memberikan petunjuk, bagaimana menggerakkan orang tatkala kita memimpin atau juga ketika sedang memanage organisasi , ialah sabda Rasulullah, dengan ibda’ binafsika. Wallahu a’lam.