15 Mei 2010

Beberapa Definisi dalam Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGANTAR
Lembaga Pendidikan adalah merupakan suatu wadah lembaga yang menghantarkan seseorang kedalam alur berfikir yang teratur dan sistematis. Dalam pengertiannya Pendidikan adalah “usaha sadar dan direncanakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara”.[1] Dalam pelaksanaannya sebuah lembaga pendidikan kerap-kali dihadapkan pada problem-problem sistem pembelajaran, mulai dari penyiapan sarana dan prasarana, materi, tujuan bahkan sampai pada penyiapan proses.
Dalam perkembangannya lembaga pendidikan sebagai sebuah lembaga yang bergerak dibidang non-profit oriented, memaksa pelaksana pendidikan menggunakan teori-teori yang sebelumnya sudah berkembang dalam dunia ekonomi. Maka tak heran ketika kita mendengar adanya teori manajemen pendidikan, yang pada dasarnya itu diambil dari teori-teori manajemen dalam dunia bisnis. Bukan berarti setelah meminjam teori manajemen ekonomi sebuah lembaga pendidikan menjadi komersial, tetapi semata-mata hanyalah digunakan sebagai landasan yang sistematis untuk mengelola sebuah lembaga pendidikan. Sehingga hasilnya pun tidak bisa seperti yang diharapkan kalau seseorang menerapkan teori manajemen dalam bidang bisnis.
Dari kondisi yang semacam itulah, maka kita sebagai seorang yang nantinya akan mengemban amanah untuk megembangkan potensi anak didik (manusia) dalam dunia pendidikan sesuai yang diharapkan dari makna pendidikan itu sendiri, setidaknya memahami bagaimana proses sebenarnya terntang perkembangan teori manajemen yang dikembangkan dalam dunia pendidikan. Oleh sebab itu apa yang kami sampaikan dalam tulisan ini adalah mengenai perkembangan teori manajemen dari masa klasik sampai masa kontemporer yang nantinya akan kita olah dalam dunia pendidikan.

B. HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN MANUSIA
Bila dimensi ini dikembangkan dalam kajian pendidikan, maka dalam proses mempersiapkan generasi penerus estafet kekhalifahan yang sesuai dengan nilai-nilai Ilahinya, pendidikan yang ditawarkan harus mampu mempersiapkandan membentuk pribadi peserta didiknya dengan acuan nilai-nilai Ilahinya. Dengan penanaman ini, akan menjadi panduan bagian dalam melaksanakan amanat Allah di muka bumi. Kekosongan akan nilai-nilai ilahinya, akan mengakibatkan manusia akan bebas kendali dan berbuat sekehendaknya. sikap yang demikian akan berimplikasi timbulnya nilai egoistic yang bemuara kepada tumbuhnya sikap angkuh dan sombong pada dri manusia. Sikap ini akan berbias kepada tumbuhnya sikap memandang rendah orang lain.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa untuk merealisasikan tugas dan kedudukan manusia tersebut dapat ditempuh manusia lewat pendidikan. Dengan media ini, diharapkan manusia mampu mengembangkan potensi yang diberikan Allah SWT secara optimal, untuk merealisasikan kedudukan, tugas, dan fungsinya.
Namun tidak semua pendidikan dapat mengemban tugas dan fumgsi manusia tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penataan ulang konsep pendidikan yang ditawarkan sehingga lebih berperanbagi pengembangan manusia yang berkualitas, tanpa menghilangkan nilai-nilai fitri yang dimilikinya.
Dan nampaknya satu-satunya konsep pendidikan yang dapat dikembangkan adalah konsep pendidikan Islam. Dengan pendidikan islam manusia sebagai khalifah tidak akan berbuat sesuatu yang mencerminkan kemungkinan kepada Allah, dan bahkan ia berusaha agar segala aktivitasnya sebagai khalifah harus dilaksanakan dalam rangka ‘ubudiyah kepada Allah Swt.

Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Maka dari itu ada bebrapa hal mengapa pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia, yaitu antara lain :
a Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri.
c Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.

C. KEPRIBADIAN MANUSIA DAN PENDIDIKAN
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup yg sudah ribuan abad lamanya menghuni bumi. Sebelum terjadi proses pendidikan di luar dirinya, pada awalnya manusia cenderung berusaha melakukan pendidikan pada dirinya sendiri,di mana manusia berusaha mengerti dan mencari hakikat kepribadian tentang siapa diri mereka sebenarnya. Dalam ilmu mantiq,manusia di sebut sebagai hayawan al-nathiq (hewan yang berpikir). Berpikir disini maksudnya adalah berkata-kata dan mengeluarkan pendapat serta pikiran (Anshari,1982:4).
Dalam prosesnya, peran efektif pendidikan terhadap pembinaan kepribadian manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan di dukung oleh factor pembawaan manusia sejak lahir. Dalam kaitan ini, perlu di tinjau kembali tentang teori nativisme, empirisme, dan konvergensi. Pada dasarnya, tujuan pendidikan secara umum adalah untuk membina kepribadian manusia secara sempurna. Kriteria ini ditentukan oleh masing-masing pribadi, masyarakat, bangsa, tempat, dan waktu. Pendidikan yang terutama di anggap sebagai transper kebudayaan, pengembangan ilmu pngetahuan akan membawa manusia mengerti dan memahami lebih luas tentang masalah seperti itu. Dengan demikian, ilmu pengetahuan memiliki nilai-nilai praktis didalam kehidupan, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PENDIDIKAN

Sebelum lebih jauh membahas tentang seluk beluk pendidikan, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai batasan atau definisi pendidikan.Dengan pemahaman yang utuh, kita akan lebih mudah memasuki pembahasan-pembahasan yang lebih dalam tentang pendidikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:232), pendidikan berasal dari kata “didik’, lalu diberikan awalan kata “me” sehinggan menjadi “mendidik” yang artinya memelihara dan memberi latihan. dalam memeliahara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pemikiran.
Hartoto – Beberapa definisi pendidikan, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Definisi Pendidikan Menurut Para Tokoh
a) Menurut John Dewey Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia.
b) Menurut M.J. Longeveled Pendidikan adalah usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anaka agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
c) Menurut Thompson Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
d) Menurut Frederick J. Mc Donald Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia.
e) Menurut H. Horne Pendidikan adalah proses yang terus-menerus dari penyesuaian yang berkembang secara fisik dan mental yang sadar dan bebas kepada Tuhan.
f) Menurut J.J. Russeau Pendidikan adalah pembekalan yang tidak ada pada pada saat anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada saat dewasa.
g) Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
h) Menurut Ahmad D. Marimba Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
i) Insan Kamil Pendidikan adalah usaha sadar yang sistematis dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
j) Menurut Ivan Illc Pendidikan adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
k) Menurut Edgar Dalle Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
l) Menurut Hartoto Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis, dan terus-menerus dalam upaya memanusiakan manusia.
m) Menurut Ngalim Purwanto Pendidikan adalah segala urusan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.
n) Menurut Driakara Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia.
o) Menurut W.P. Napitulu Pendidikan adalah kegiatan yang secara sadar, teratur, dan terencana dalam tujuan mengubah tingkah laku ke arah yang diinginkan. Definisi Pendidikan menurut undang-undang dan GBHN 16. UU No. 2 tahun 1989 Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

2. Definisi Pendidikan Menurut Undang-Undang
a) Undangg-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
b) Menurut Garis-Garis Besar haluan Negara, Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
3. Definisi Pendidikan Dalam Pandangan Islam
a) Tinjauan Etimologi
Dalam bahasa Arab pendidikan diartikan menjadi At-Tarbiyyah, meskipun dalam al-Qur an tidak ditemukan kata at-Tarbiyyah. Dalam kamu Mu’jam kata at-Tarbiyyah memiliki 3 akar kebahasaan, yaitu :
  1. yang memiliki arti tambah (zad) dan berkembang (nama). Pengertian ini didasarkan pada Q.S. al-Rum : 39.
  2. yang memiliki arti tumbuh (nasya’), dan menjadi besar (tara’ra a).
  3. yang memiliki arti memperbaiki (ashlaha), menguasasi urusan, memelihara, merawat, menunaikan.
Menurut Abul A’la al-Maududi, kata Rabbun terdiri dari huruf “ra” dan “ba” tasydid yang merupakan pecahan dar kata tarbiyyah yang berarti pendidikan, pengasuhan dan sebagainya. Selain itu kata ini mencakup banyak arti seperti kekuasaan, perlengkapan pertanggungjawaban, perbaikan, penyempurnaan, dan lain-lain. Kata ini juga mempunyai predikat bagi suatu kebesaran, keagungan, kekuasaan dan kepemimpinan.
Istilah lain untuk pendidikan adalah at-Ta’lim, merupakan mashdar dari kata ‘Allama yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyeampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan. Definisi ini pun berarti hanya sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan kea rah pembentukan kepribadian yang disebabkan pemberitahuan pengetahuan.
Kata ta’dib menurut kamus Bahasa Arab al-Mu’jam al-Wasith bisa diterjemahkan dengan pelatihan atau pembiasaan dan mempunyai arti sebagai berikut:
1) Ta’dib berasal dari kata dasar “adaba-ya’dubu” yang berarti melatih, untuk berprilaku yang baik dan sopan santun.
2) Ta’dib berasal dari kata dasar “adaba-ya’dibu” yang berarti mengadakan pesta atau perjamuan yang berarti berbuat dan berprilaku sopan.
3) Kata Addaba sebagai bentuk kata kerja ta’dib mengandung pengertian mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplinkan dan memberi tindakan.
b) Tinjauan Terminologi
1) Tarbiyyah, Al-Abrasyi memberikan pengertian bahwa tarbiyyah adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan smpurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mshir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan ataupun tulisan.
2) Ta’lim, menurut Rasyid Ridha adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasandan ketentuan tertentu. Hal ini berarti Ta’lim mencakup aspek kognitip belaka, belum mencapai domain lainnya.
3) Ta’dib, menurut Al-Naquib al-Attas, adalah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segal sesuatu yang didalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, membimbinga kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan didalam tatanan wujud dan keberadaannya.
4) Ar-Riyadhah, al-Ghazali yang menawarkan konsep ini, baginya al-Riyadhah memiliki arti proses pelatihan individu pada masa kanak-kanak. Berdasarkan pengertian tersebut al-Ghazali mengkhususkan pengertian al-Riyadhah untuk fase kanak-kanak sedang fase lainnya tidak tercakup didalamnya.

Adapun batasan pendidikan dalam pandangan Islam adalah :
a. Batasan yang luas, merupakan segala pengalaman belajar yang dilalui peserta didik dengan segala lingkungan dan sepanjang hayat. Karakteristik pendidikan dalam arti luas adalah : (1) pendidikan berlangsung sepanjang hayat, (2) lingkungan pendidikan adalah semua yang berada diluar peserta didik, (3) membentuk kegiatan dari yang mulai yidak disengaja samapai kepada yang terprogram, (4) tujuan pendidikan berkaitan dengan setiap pengalaman belajar, dan (5) tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
b. Batasan yang sempit, merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan di lembaga pendidikan formal (madrasah/sekolah). Mempunyai karakteristik: (1) masa pendidikan terbatas, (2) lingkungan pendidikan hanya berlangsung di sekolah/madrasah, (3) bentuk kegiatan sudah terprogram, dan (4) tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar (sekolah/madrasah).
c. Batasan yang luas terbatas, merupakan segala usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah/madrasah, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan yang diselenggarakan dilembaga pendidikan formal (sekolah), non-formal (masyarakat) dan informal (keluarga) dan dilaksanakan sepanjang hayat, dalam ragka mempersiapkan peserta didik agar berperan dalam berbagai aspek kehidupan. Mempunyai karakteristik: (1) masa pendidikan sepanjang hayat namun kegiatan pendidikan terbatas pada waktu tertentu, (2) lingkungan pendidikan jug terbatas, (3) bentuk kegiatan pendidikan berbentuk pendidikan, pengajaran dan pelatihan, (4) dan tujuan pendidikan merupakan kombinasi antara pengembangan potensi peserta didik dan social demand.
Dari beberapa definisi pendidikan di atas, pada dasarnya pengertian pendidikan yang dikemukakan memiliki kesamaan yaitu usaha sadar, terencana, sistematis, berlangsung terus-menerus, dan menuju kedewasaan.

B. DEFINISI SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum dan sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum. Sedangkan Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu menyelidiki suatu aspek kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya: sosiologi masayarakat desa, sosiologi masyarakat kota, sosiologi agama, sosiolog hukum, sosiologi pendidikan dan sebagainya.Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus.
Beberapa defenisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:
1. Menurut F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.
2. Menurut H.P. Fairchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology” dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.
3. Menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
4. Menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
5. Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
6. Menurut Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.

C. DEFINISI FILSAFAT PENDIDIKAN
Manusia memiliki keistimewaan ketimbang makhluk yang lain. Manusia diciptakan oleh Allah Swt. Begitu sempurna, yang dengan kesempurnaan itu manusia dapat meningkatkan kehidupannya. Berpikir atau bernalar, misalanya, merupakan bentuk kegiatan akal manusia melalaui pengetahuan yang kita terima melalui panca indera diolah dan ditunjukan untuk mencapai kebenaran.
Berbicara ilmu, maka kita tidak bisa lepas dengan eksistensi pendidikan, eksistensi pendidikan dari yang sifatnya umum sampai ke yang khusus. Hubungan filsafat dan ilmu pendidikan ini tidak hanya incidental, tetapi juga satu keharusan. John Dewey, filsuf Amerika, mengatakan, bahwa filsafat itu merupakan teori-teori umum dari pendidikan, atau landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Lebih dari satu, filsafat memang mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki factor-faktor realita dan pengalaman yang banyak terdapat dilapangan pendidikan.
Filsafat pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan dalam memahami dan memecahkan persoalan-persoalan yang mendasar dalam pendidikan, seperti dalam menentukan tujuan pendidikan, kurikulum, metode pemebelajaran, manusia, masyarakat, dan kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan itu sendiri. Namun, ada sementara kalangan, filsuf, atau Negara semisal Amerika Serikat, yang meletakan filsafat pendidikan atas dasar pengkajian beberapa aliran filsafat tertentu, seperti pragmatisme, realisme, idealisme, dan eksistensialisme, lalu dikaji bagaimana konsekuensi dan implikasinya dalam dunia pendidikan. Dalam konteks ini, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari aliran filsafat yang melandasinya.
Untuk memahami suatu aliran filsafat tidak dapat dilepaskan dari pemikiran tokoh sentralnya. Memahami filsafat fenomenologi, misalnya, tentunya harus memulai dari pemikiran filosofis Edmuned Husserl. Demikian juga untuk mengerti apa arti dan makna instrumentalisme, pragmatisme, atau progrevisme harus menelaah pemikiran John Dewey terlebih dahulu, dan begitu juga dengan aliran-aliran filsafat yang lain. Dalam hubungannya dengan pendidikan, dari ragam pemikiran filosofis tersebut dapat dilanjutkan dengan mencari terapan-terapannya dalam pendidikan. Atau, paling tidak kita dapat melihat dari sisi bagaimana seorang filsuf itu berusah memahami masalah-masalah kependidikan dengan menggunakan analisis filosofis tertentu, misalnya strukturalisme, positivisme atau hermeneutic. Sementara untuk memamhami dasar filsafat pendidikan Islam dapat didekatkan secar normative mauoun histories. Secara normative, dasar-dasar filsafat pendidikan Islam dapat dirujuk langsung dari sumber primernya, yaitu nash (Al-Qur an dan hadits). Kemudian, dalam aspek historisitas, filsafat pendidikan Islam dapat difahami dari berbagai pemikiran para tokoh pendidikan muslim yang secara serius telah mencurhkan pemikirannya dalam dunia pendidikan Islam. Dan selanjutnya dapat diteruskan dengan melihat kerangka filosofis berbagai lambing pendidikan Islam seperti sekolah, madrasah dan pesantren.
Namun demikian, pada sisi tertentu tidak dapat disalahkan jika dalam memahami berbagai permasalahan pendidikan Islam dewasa ini didekati dengan model-model pemikiran filosofis yang berkembang di dunia Barat. Ini bukan berartiu bahwa Islam itu identik dengan aliran-aliran filsafat di Barat sehingga kita umat Islam menolak secara “membabi buta” segala pemikiran filosofis yang berkembang di dunia Barat sebagai hal yang berad diluar Islam. Namun, hal ini harus difahami sebagai suatu upaya metodologis dan analisis kelimuan dalam rangka mengembangkan kerangka keilmuan pendidikan Islam dan juga untuk memecahkan persoalan yang sekarang ini melilit bangunan pendidikan Islam, seperti masalah “kebekuan” dalam keilmuan dan sikap yang kuarang responsip dalam membaca dan mengantisipasi dinamika perkembangan zaman yang pada gilirannya memposisikan pendidikan Islam itu sendiri pada garis belakang kemajuan ilmu dan tekhnologi yang secara cepat terus melahirkan temuan-temuan baru.
Manusia merupakan objek pendidikan dan sebagai subjek pendidikan, karena itu manusia memiliki sikap dididik dan siap untuk mendidik. Namun demikian berhasil tidakannya usaha tersebut banyak tergantung dari jelas tidaknya tujuannya. Karena itu, pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan pendidikan yang berlandaskan pada filsafat bangsa Indonesia, yaitu Pancasila yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha pendidikan dalam keluarga, masyarakat, sekolah, dan perguruan tinggi.
Manusia merupakan mahluk social dan juga mahluk budaya. Sebagai makhluk social dan juga mahluk budaya. Sebagai makhluk social, tentunya manusia selalu hidup bersama: dalam interaksi dan interpendensi dengan sesamanya. Oleh karena itu, manusia tidaklah mungkin dapat memenuhi kebutuhannya tanpa adanya kebutuhan dari orang lain. karena pada dasarnya manusia pasti membutuhkan sesuatu dari orang lain, baik berupa jasmaniyah (segi-segi ekonomis) maupun rohani (segi spiritual). Dan dalam rangka mengembangkan sifat social-nya tersebut manusia selalu menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan nilai-nilai (Ahmadi, 1990 : 12). Nilai-nilai internal itu berhubungan erat dengan hubungan antar social tersebut, sebagaimana dikatakan calcius, ubisosietas, ibius, dimana ada suatu masyarakat, disana pasti ada hukum. Dengan kata lain, sebagaimana pandangan aliran progresifisme nilai itu timbul dengan sendirinya, tetapi ada factor-faktor lain dari masyarakat saat nilai itu timbul (Muhammad Noor Syam, 1986 : 127).

BAB III
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Tak ada gading yang tak retak, itulah ungkapan yang cukup bijak untuk mengilustrasikan segala bentuk perbuatan manusia. Dimana manusia adalah makhluk yang sempurna dengan segala keterbatasan dan kekurangannya. Manusia dikategorikan sebagai makhluk yang mempunyai peradaban, dan sebuah peradaban tidak bisa dipisahkan dari apa yang diwariskan oleh nenek moyangnya, salahsatunya adalah warisan sejarah, ideology dan bahasa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa mernghargai sejarah dan jasa para pahlawaannya, itulah peribahasa bangsa Indonesia yang hingga saat ini dan semoga pada masa yang akan datang akan tetap ada.
Sejarah akan terus berputar hingga pada akhirnya melalui proses yang alamiah akan menemukan jalur atau system dengan sendirinya untuk menentukakan arah yang terbaik bagI peradaban umat manusia, dan hal ini sangat perlu didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki kepribadian tangguh dan mempunyai komitmen yang tinggi untuk menjunjung tinggi cita-cita dan keyakinannya.
Adminsitrasi Pendidikan bukanlah hanya salahsatu dari mata kuliah yang harus dipelajari secara tekstual belaka, akan tetapi adalah untuk direalisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan semoga dengan tetap dipelajari tentang Pendidikan akan menjadi motivator untuk perubahan terhadap degradasi moralitas bangsa.
Rasulullah Saw. Bersabda dalam sebuah Hadits qudsi “Aku jadikan pada manusia itu ada istana (qashr), didalam istana itu ada dada (shadr), dalam shadr itu ada qalbu, diadalam qalbu itu ada fu’ad, didalam fu’ad itu ada syaghaf, didalam syaghaf itu ada lubb, didalam lubb itu ada sirr, dan didalam sirr itu ada Aku (ANA)”. Hadits ini menjelaskan bahwa Aku adalah inti. Aku dalam hadits ini adalah Allah. Jadi, pada intinya manusia adalah sesuatu yang bersifat ilahiyah.
Jadi, pada dasarnya, seseorang dikatakan sebagai manusia jika ia mampu meletakan keimanan diatas segala keinginannya (nafsu). Manusia yang sempurna ialah manusia yang bisa menyeimbangkan potensi yang dianugrahkan Allah atas dirinya, yakni menyeimbangkan potensi akal, jasmani dan ruhani dan mengembangkannya secara proporsional.
Sejenak marilah kita merenung dan bermuhasabah diri, melihat keadaan sekitar kita yang terus berkembang, dan hal ini perlu ada benteng yang kokoh untuk membendung arus budaya luar yang dapat merobohkan semangat, idealisme bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini. Dan salah satu benteng itu adalah dengan membekali para pemuda Indonesia dengan berbagai pemahaman cultural ke-Indoneisa-an serta penanaman jiwa nasionalisme.

B. EPILOG PERENUNGAN

Hanya kepada Allah kita berserah diri, dalam kekuasaan dan genggaman -Nya kita bukanlah apa-apa. Pengetahuan yang kita miliki hanyalah setitik air disamudra-Nya yang Maha Luas, dan terkadang kita sering merasa berbangga diri pada apa yangkita peroleh dan apa yang kita miliki meskipun kita sadar didunia ini hanyalah persinggahan, karena akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya. “Wal akhirotu khoirun limanit taqa” dan akhirat itu lebih utama bagi orang yang bertaqwa.
Fungsi dan tanggung jawab mendidik dalam masyarakat merupakan kewajiban setap warga masyarakat. Setiap warga masyarakat sadar akan nilai dan peranan pendidikan bagi generasi muda, khususnya anak-anak dalam lingkungan keluarga sendiri. Secara kodrati, apa pun namanya, tiap orangtua merasa berkepentinagn dan berharap supaya anak-anaknya menjadi manusia yang mampu berdiri sendiri. Oleh karena itu, kewajiban mendidik ini merupakan panggilan sebagai moral tiap manusia.
Ilmu akan membawa kita pada peradaban yang lebih tingi, dengan ilmu akan membawa seseorang untuk mewujudkan berbagai mimpi yang musykil dan mustahil, dan dengan pelbagai potensi yang diangugerahkan Tuhan kepada kita semua, semoga dapat dijadikan sebagai media untuk bersyukur pada-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

H. Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (http://www.fatamorghana. wordpress.com, diakses 20 Maret 2008).
Arief, Armai, Dr., 2007. Reformulasi Pendidikan Islam, Ciputat: CRSD Press.
Hasan, M. Thalchah., 2007. Dinamika Kehidupan Religius, Jakarta: Listafariska Putra.
Jalaludin, Prof. Dr. H & Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
Ramayulius, Prof. Dr. H., 2007. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Tafsir, Ahmad, Prof. Dr., 2006. Filsafat Pendidikan Islami (integrasi jasmani, rohani, dan kalbu memanusiakan manusia), Bandung : Remaja Rosdakarya.
Tholkhah, Imam, Dr., 2008. Profil Ideal Guru Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Titian Pena.
Titus, Harold H. dkk., 1984. Persoalan-persoalan Filsafat, terj. H. M. Rasjidi, Jakarta: Bulan Bintang.
Widodo, Ardi, Dr., 2007. Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Jakarta: Nimas Multima.
http://menaraislam.com/content/view/75/40/

Tidak ada komentar: