17 September 2010

Pesan dan Hikmah Para Da'i Sejati

Bagi seorang muslim ghairah (kecemburuan) sangat dibutuhkan agar tetap dalam kebaikan. Dialah gelora panas yang secara naluriah menyebar ke selutruh anggota tubuh. Kecemburuan mengeluarkan segala sesuatu yang dapat mengotori kesucian hati seseorang sehingga ia menjadi pribadi yang mulia. Sementara itu, yang paling kuat azzamnya adalah yang paling besar kecemburuannya terhadap diri, ama dan masyarakatnya. Itulah sebabnya Rasulullah Saw. Mengatakan bahwa ia adalah manusia yang paling cemburu terhadap ummatnya,dan Allah Swt. Lebih tinggi cemburu-Nya daripada Rasulullah Saw. Sebagaimana disebutkian dalam hadits shahih, Apakah engkau kagum dengan kecemburuan Sa’ad ? Ketahuilah, aku lebih cemburu darinya dan Allah lebih cemburu dariku. ( Umar Tilmitsani, Mursyid ‘Am ke-3 Ikhwanul Muslimun)

Para tiran yang hidup diatas bumi, di setiap ruang dan waktu, akan senantiasa berusaha keras meluluhlantakkan dakwah ini dan memadamkan cahaya Allah di bumi-Nya. Akan tetapi, Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, meneguhkan eksistensi agama-Nya, dan semakin mengokohkan atas ideologi yang lain walaupun orang-orang Dzalim, thagut, imperealis, dan para perusak itu membencinya dan saling bekerjasama untuk meruntuhkannya. (Syeikh Abdul Qodir Audah)

Konstruksi internal bangunan jama’ah ini terbangun dengan jeli, teliti, akurat dan sempurna. Bangunan jama’ah inilah yangterbukti paling kuat kejeniusan sistem dalam membangun. Pembangunan ruhani merupakan sistem yang mengikat dan menyatukan setiap anggota usroh, pasukan dan anggota masyarakat. Menciptakan kebersamaan dalam segala hal : pengajaran, shalat, emosi, arahan, jaulah, kepanduan, dan akhirnya adalah munculnya kebersamaan dalam merespon segala hal. Emosi yang saling mengikat inilah yang membuat aturan jama’ah ioni menjelma sebagai keyakinan yang bekerjadalam diri setiap anggotanya, sebelum ia menjadi informasi, instruksi dan aturan. (Ust. Sayyid Quthb)

Seorang da’i bukanlah sekedar sarana yang berfungsi untuk memindahkan pengetahuan dan informasi, seperti layaknya mobiol kontainer yang membawa barang dagangan dan memindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain. Tugasnya juga bukan hanya mentrasfer nash-nash yang terdapat dalam Al-Qura’n dan Sunnah Rasulullah Saw. Kepada telinga manusia, kemudian selesai sampai disitu.
Ketika kita melepaskan anak panah dari busurnya menuju sasaran yang dikehendaki, kita berusaha menarik tali busur itu dengan kekuatan penuh. Namun, jika lontarannya jauh dari sasaran, mereka yang menjadi sasaran bidikan hanya akan menjauh. Maksudnya, betapa banyak da’i yang menyampaikan kata hikmah dan ajakankepada kebaikan melalui lisan mereka, seperti peluru yang menuju sasaran tembak, namun tidak mengenai sasaran disebabkan ketidaktahuannya dalam membidik.
Oleh karena itu, kita harus membangun jiwa ini dalam ketaatan kepada Allah serta memerangi prilaku israf dan kemewahan dengan cara berhemat dan bersungguh-sungguh untuk itu. Ummat ini harus mengetahui bahwa kebahagiaan hidup akan muncul seiring lahirnya keberanian menyambut cobaan. Semua itu dapat terlaksana dengan kokohny dukungan yagn berasal dari kekuatan dengan Allah, bahkan rintanganpun dapat dilalui dengan do’a ini “Ya Tuh kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir” (Q.S. Al-Baqarah : 250) dan kemenangan itu berawal dari sini. (Syeikh Muhammad Al-Ghazali)

Sesungguhnya pedang itu terselip dipinggang semua orang. Tapi, tidak semua yang memiliki cakar adalah binatang buas.

Islam sesungguhnya telah membentuk karakter orang-orang besar dengan tipikal khusus dan istimewa yang tidak dikenal dalamsejarah umat manusia lainnya. Mereka (para generasi) dididik dengan cahaya tarbiyah ruhaniyah dan keimanan yang kokoh. Keuda kekuatan ini tidak terpisahkan. Mereka memiliki kesadaran yang tinggi atas realitas kehidupan dan rahasia alam ini. Keikhlasan dalam pemikiran, kesiapan dalam mengorbankan segalanya guna meraih tujuan, dan kecintaan yang dalam kepada sesamanya walaupun mereka memiliki kecenderungan dan kebiasaan yang berbeda.
Mereka tidak melakukan itu selain karena mengharap ridha Allah semata. Tidak mengharapkan apapun selain pahala dari-Nya. Tidak takut kepada siapapun selain kepada hisab-Nya. Tidak meminta kedudukan yang tinggi kecuali yang ada di sisi-Nya. Tidak menghendaki kenyamanan dan kemuliaan kecuali pada rengkuhan-Nya. Tak ada celah dalam jiwa mereka untuk nafsu kehormatan dan jabatan.
Tidak mungkin agama ini mengutus manusia yang memiliki beragam keinginan dan syahwat pribadi untuk berkarya dalam kehidupan ini. Mereka adalah cahaya yang datang dari langit untuk menyingkap kegelapan yang menyelimuti manusia. Cahaya itu akan tetap berada diatas langit, tidak menyatu dengan materi atau tanah diatas bumi, sebagaimana cahaya mentari menyinari dasar dan puncak sebuah istana. (Dr. Musthafa As-Siba’i)

Salahsatu peran yang harus dilakonkan oleh setiap da’i dan pejuang kebaikan adalah merangkul seluruh manusia sepanjang masa sebelum kematian menjempuntunya dan sebelum sejarawan menuliskan seluruh sisi kepribadiannya yang unik dan muncul sebagai sumber kekuatan dan cahaya penerang dalam perjalanan. Itulah yang membuat setiap orang rela mempersembahkan penghargaan baginya. Ibarat menara mercusuar menyortkan cahayanya dan menerangi jalan panjang manusia. Itulah sejarah. Ia adalah kumpulan informasi dan kita tak kan dapat memahami berbagai peristiwa penting dan spektakuler yang diciptakan oleh manusia kecuali pada saat yang tepat.
Sejarah juga akan selalu terlambat memberi kesaksian terhadap para du’at dan pejuang kebaikan. Ikatan mereka yang masih tetap terjalin erat dengan para pendukung dan anak-anak generasinya terbentang di sepanjang masadalam setiap kehidupan mereka. Merasuk kedalam jiwa dan meninggalkan jejak pengaruh yang dalam pada pemikiran dan emosi mereka serta menjadi kenangan indah pada masa-masa berikutnya. Jejak itu akan bertahan lama atau singkat dalam jiwa generasi berikutnya sesuai dengan peran, motivasi, dan daya dorong yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Penyejarahan seseorang dan peristiwa akan selalu membatasi mereka dalam sebuah bingkai yang jelas. Namun, kita akan sangat sulit mencoba meletakan seseorang dalam sebuah bingkai dengan batasan yang sangat jelas, sedangkan ia seakan masih hidup menghiasi hati, perasaan, dan pendengaran kita meskipun ia telah menjemput syahadahnya. (Ust. Muhammad Farid Abdul Khaliq)

Tidak ada komentar: