10 Februari 2014

20 Menit Untuk Selamanya

Tuhan adalah penentu segala yang terjadi di kehidupan. Beliau sangat mudah membuat seorang anak Adam bahagia luar biasa padahal beberapa waktu sebelumnya baru saja menangis haru. Tuhan juga dengan mudah menjatuhkan seorang yang sedang di atas awan ke permukaan kemudian hancur secara berkeping-keping. "Only God can take our failures and turn them into victories," sebuah quote dari Evinda Lepins yang menjelaskan segalanya.

Sama seperti sepak bola. Menang kalah akhirnya adalah hal biasa. Tetapi, bagaimana cara menang dan bagaimana cara kalah yang membuat olahraga ini semakin menarik. Sepak bola seperti kehidupan, tak bisa ditebak. Ketika Liverpool melawan Arsenal akhir pekan lalu, tak ada yang mampu menebak hasil akhirnya. Sebagian besar prediksi adalah skor tipis kemenangan bagi masing-masing tim.

Tuhan secara khusus duduk di singgasananya untuk menonton laga ini. Laga antara pemimpin klasemen sekaligus tim yang paling lama berada di peringkat satu. Melawan tim yang mencoba bangkit dan sangat impresif di kandangnya. Sayangnya, pencipta semesta alam itu memutuskan hasil terlalu cepat.

Anda tak akan mengira The Reds hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk memenangkan laga secara keseluruhan. Per Mertesacker dan Laurent Koscielny, salah satu pasangan bek yang dikatakan terbaik di Premier League saat ini, dibuat tak berkutik oleh para penggawa tuan rumah.

Anak Muda, Tato, dan Dansa. Siapa bilang Tuhan tak suka pesta? Dia menjadikan Martin Skrtel, seorang tokoh Metal Head yang berbadan penuh tato sebagai pahlawan kepagian. Bek tengah ini mencetak dua gol hanya dalam waktu 10 menit. Dua gol yang membuat mental pemimpin klasemen jatuh dan pecah secara berkeping-keping. Skrtel, sesosok yang sempat ingin dijual dan acap dicerca karena blundernya, dengan mudah dibuat menjadi pahlawan. God Effect.

Steven Gerrard kembali menunjukkan tajinya sebagai salah satu eksekutor bola mati terbaik, setelah absen membuat assist dari proses ini beberapa pekan. Dua assistnya ke kepala Skrtel menjadi bukti sahih.

Raheem Sterling. Sesosok yang baru 19 tahun Desember lalu. Tak terhitung lagi hinaan kepada winger muda Inggris ini pada setengah musim pertama Premier League. Tak memiliki efek saat dipercaya, hanya mampu berlari lurus, dan acap membuat tekel tak penting. Tapi apa yang terjadi sekarang?

Cederanya Daniel Sturridge selama beberapa pekan menjadi Blessing in Disguise bagi Sterling. Dia berkembang pesat dan semakin dewasa. Dia mampu lari bagai cheetah dari daerah pertahanan sendiri ke kotak penalti lawan. Body Balancenya luar biasa, sampai-sampai Brendan Rodgers menyebutnya Man of Steel. Dua gol yang dicetak ke gawang Arsenal menjadi bukti. Setidaknya bocah berdarah Jamaika itu memiliki poin FPL lebih besar ketimbang Luis Suarez dan Daniel Sturridge pada akhir pekan lalu. Jah Effect.

Anda pasti sadar ada yang kurang dari Sturridge dalam dua laga sebelum melawan Arsenal ini. Meski mencetak brace ke gawang Everton dan satu gol ke jala West Bromwich Albion, tak ada selebrasi itu. Selebrasi dansa ciri khasnya. Selebrasi yang menjadi favorit di game FIFA 14. Dansa ala-ala tersebut akhirnya muncul saat Studger menceploskan bola dengan mudah ke gawang Wojciech Szczesny.

Laga ini juga membuktikan ada tukang sihir yang overrated. Namanya Mesut Ozil. Sihir-sihir Ozil sama sekali tak terlihat pada laga tersebut. Dia dikalahkan oleh bocah Brasil bernama Philippe Coutinho, yang lebih bersemangat dan berlari kesana kemari. Magic-Magic Cou terbukti efektif lewat umpan terobosan menawan. Umpan membelah buminya berhasil menjadi kunci gol Sturridge. Bahkan dia nyaris membuat dua assist jika Jordan Henderson bisa memanfaatkan peluang lebih baik. Ingat, Coutinho memiliki harga 34 juta pounds lebih murah dari Ozil. Manusia berusaha, Tuhan yang menentukan. Uang berbicara, belum tentu menghasilkan.

Manajer Brendan Rodgers menjadi sosok yang paling pantas dipuji. Tactical Ability dia yang membuat The Reds mampu memborbardir Arsenal. Pun disiplin setelah 20 menit pertama tersebut. Bagaimana Coutinho memarking line antar lini Arsenal, Jack Wilshere. Bagaimana Ozil dan Santi Cazorla tak terlihat bermain. Hingga membuat Aly Cissokho terlihat 10 kali lebih tampan karena tampil menawan.

Terlepas dari itu, The Reds harus anti pada kata jemawa. kemenangan ini bukan berarti mereka jadi over pe-de. Liverpool terkenal sebagai tim yang inkonsisten dan kehilangan poin dari tim-tim yang lebih kecil. Apapun bisa terjadi pada laga melawan Fulham tengah pekan nanti. Merseyside Red harus move-on dari kebahagiaan akhir pekan dan mulai menyiapkan diri melawan tim yang harus kecewa karena ditahan imbang Manchester United 2-2 itu.

20 menit untuk selamanya. Hanya butuh 20 menit dari total 90 menit bagi Liverpool untuk membuat Arsenal kembali berpijak ke bumi dan tidak jemawa. Liverpool dikatakan bermain sepak bola terbaik di 20 menit pertama sepanjang musim ini. Sampai-sampai pelatih AS Monaco, Claudio Ranieri, memaksa para pemainnya menonton 20 menit pertama laga Liverpool vs Arsenal, sebelum mereka menghadapi laga pamungkas Ligue 1 melawan pemimpin klasemen, Paris Saint-Germain. Tak lupa kapten tim, Gerrard mengungkapkan, 20 menit tersebut tak akan bisa dia lupakan dalam 15 tahun ke depan, serta menjadi momen tak terlupakan sang kapten di Anfield.

Simpulan yang didapatkan sebenarnya mudah. Tuhan dengan mudah membuat sesuatu yang terlihat tak mungkin menjadi mungkin. Semua kembali kepada perjuangan. Pun dia dengan mudah membolak-balikkan situasi. “God is a circle whose center is everywhere and circumference nowhere,” ucap Voltaire.

Ditulis oleh : Redzi Arya Pratama (@redzkop)
Sumber: bolatotal

Tidak ada komentar: