1 Februari 2014

Puisi dari Anfield

Mungkin, Anfield adalah salah satu tempat di mana sepakbola dinarasikan dengan indah. Jangan heran jika kemudian Liverpool begitu mahsyur dengan kata-kata indah pembakar semangat.

Lihat saja bagaimana Bill Shankly kerap diceritakan. Berbagai kisah yang Anda dengar akan terkesan begitu heroik hingga seolah-olah Shankly adalah pahlawan dalam legenda, yang kata-katanya diserap dalam-dalam dan jadi bahan penuntun hidup.

Shankly-lah yang meletakkan dasar dan falsafah bagaimana seharusnya Liverpool berjalan. Ketika dia datang, Liverpool bukanlah apa-apa. Dia lantas membuat The Reds melegenda tidak hanya lewat caranya melatih, tetapi juga bersikap.

Anda tentu tahu mengenai kutipan termahsyur Shankly, yang gaungnya bahkan sampai ke ruang-ruang di dunia maya --dunia yang tidak nyata--, mengenai pentingnya menjadi yang pertama. Kalau tidak ingat, demikian bunyinya: "If you’re first, you’re first, and if you’re second you’re nothing".

Ini yang paling gampang diingat. Ada juga kutipan mengenai pendapatnya soal sepakbola yang lebih penting daripada hidup dan mati. Beberapa boleh berpendapat bahwa kutipan yang satu ini agak berlebihan, mengingat mau apapun alasannya nyawa jelas lebih berharga untuk ditukar dengan hal manapun.

Namun, apa mau dikata, yang dikatakan Shankly sudah kadung menggema di hayat pendukung Liverpool. "He made the People happy," demikian tulisan yang tertera di bawah patung perunggunya di luar tribun The Kop. Patung itu meregangkan tangan lebar-lebar, seolah-olah angkuh, seolah-olah menunjukkan penolakan, sekeras penolakannya terhadap bos-bos Liverpool dulu, yang puas melihat klub dalam keadaan biasa-biasa saja.

Kalimat lainnya yang tidak kalah puitis adalah ketika dia menjabarkan nyanyian yang dikumandangkan The Kop, yang kemudian tertera di salah satu buku yang dijual di toko merchandise Liverpool:

"Forget the Beatles and all the rest. This is the Liverpool sound. It's real singing, and it's what the Kop is all about."

Anda boleh mengingat Liverpool sebagai kota tempat lahirnya The Beatles. Tapi, bagi Shankly, irama musik terindah adalah nyanyian yang mungkin nadanya tak karuan yang dihasilkan oleh para pendukung di tribun.

Ada cerita yang mengatakan bahwa Shankly menunjukkan karakteristik khas manajer-manajer klasik Skotlandia. Di Manchester United, Matt Busby juga demikian. Mereka hidup dan mati bersama klub. Ketika klub berada dalam keadaan sekarat, mereka memilih untuk ikut susah bersama.

Hidup dan nyawa Liverpool --juga United-- sebagai sebuah identitas besar pertama kali dihembuskan lewat mulut dan sikap kedua manajer tersebut.

Shankly-lah yang mencetuskan kalimat "This is Anfield" pada sebuah lorong sempit yang mengarah ke lapangan. Baginya itu adalah sebuah statement. Tidak ada keramahan sama sekali untuk lawan, jika urusannya sudah pertandingan. Bagi Shankly, tidak boleh ada yang berani macam-macam dengan Liverpool di Anfield.

Jika Anda berkesempatan untuk mengunjungi Anfield suatu hari nanti, ikutlah tur ke dalamnya. Anda akan mengetahui bahwa banyak syarat dan ajaran dalam klub itu diletakkan oleh Shankly. Mulai dari falsafah bermain sampai hal paling kecil seperti luas ruang ganti pemain.

Ruang ganti para pemain Liverpool tidaklah besar apalagi mewah. Jangan harap ada televisi atau alat-alat modern seperti komputer di dalamnya. Ruang ganti itu juga sederhana dan relatif sempit untuk ukuran klub sebesar dan se-mendunia Liverpool.

Alasannya gampang: Jika sudah masuk ke dalam stadion, para pemain diharuskan lepas dan tertutup dari hal-hal di luar lapangan. Yang harus ada di benak hanyalah pertandingan, pertandingan, dan pertandingan.

Di dalam ruang ganti itu hanya ada bangku panjang tanpa sekat, tempat para pemain duduk setengah melingkar. Ruang di hadapan mereka diperuntukkan untuk manajer sebagai pemimpin, berdiri memberikan instruksi. Benda-benda lainnya di ruangan itu hanyalah meja pijat biasa dan sebuah papan tulis dengan kertas untuk menjabarkan formasi dan taktik.

Shankly tidak ingin ruang ganti yang terlalu besar. Dia ingin para pemainnya berdekatan satu sama lain karena sedemikian pentingnyalah kebersamaan dalam sebuah tim. Oleh karena itu, jangan heran ketika memasuki ruang ganti tersebut ada sebuah foto berbingkai besar dengan gambar para pemain Liverpool merayakan gol. Foto itu menekankan pentingnya sebuah team work.

"Coming together is a beginning, keeping together is progress, working together is a success," demikian bunyi kalimat yang tertera di foto tersebut.

Tidak heran jika kemudian Shankly begitu diagung-agungkan. Dia lebih dari sekadar manajer. Kalau boleh digambarkan, dia lebih mirip seperti seorang nabi yang mencetuskan sebuah ajaran.

Ajaran-ajarannya inilah yang kemudian menurun kepada manajer-manajer setelahnya dan juga para pemain yang bermain setelah eranya. Jangan heran jika kemudian di tembok-tembok di dalam Anfield penuh dengan kutipan-kutipan bagus, baik dari para manajer, bekas pemain, hingga seorang Johan Cruyff yang terkenal filosofis itu.

"There's not one club in Europe with an anthem like You'll Never Walk Alone. I sat there watching the Liverpool fans and they sent shivers down my spine. A mass of 40,000 people became one force behind their team. That's something not many teams have. For that I admire Liverpool more than anything," demikian ucapan Cruyff yang dipajang besar-besar.

Tembok-tembok di Anfield adalah kumpulan puisi yang menarasikan kebesaran klub itu sendiri. Tembok-tembok itu membuat kutipan-kutipan penuh pengharapan a la Paulo Coelho tak lebih dari sekadar tips murahan di majalah mingguan.

Liverpool, 29 Januari 2014

====

* Penulis adalah wartawan detiksport, pemilik akun twitter @rossifinza.


Sumber: detikinsider 

Tidak ada komentar: