I. PENDAHULUAN
A. PENGANTAR
Masuk dan menyebarnya Islam di Spanyol menjadi fakta sejarah yang membantah kesan bahwa dakwah Islam disampaikan dengan kekerasan. Tak hanya itu, Islam di Spanyol juga telah mengantarkan wilayah ini mencapai kejayaannya dengan sejumlah penemuan ilmiah revolusioner. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa di kalangan orientalis Barat berkembang persepsi, dalam dakwahnya para tokoh Islam ibarat menggenggam Al-Qur’an di tangan kanan dan menghunus sebilah pedang di tangan kiri.
Seolah-olah, demikian dikesankan para orientalis, satu-satunya pilihan bagi mereka yang tidak menerima Islam adalah: mati! Penilaian tersebut untuk menstigma bahwa Islam adalah ajaran kejam dan pengikutnya tidak lebih dari seorang jagal. Padahal peperangan yang dilakukan Islam di masa Rasul dan sahabatnya ataupun masa sesudahnya, jauh dari kesan kejam dan brutal. Syari’at Islam menjelaskan perang dalam Islam terdiri dari dua jenis. Pertama adalah perang defensif karena diserang dan dalam rangka mempertahankan diri atau mempertahankan wilayah kaum muslimin. Kedua, perang ofensif dengan tujuan menghancurkan penghalang dakwah. Biasanya penghalang dakwah berupa digelarnya pasukan oleh penguasa kafir yang menolak wilayahnya dimasuki ajaran Islam dan kaum muslimin. Karena menyebarkan dakwah adalah kewajiban syara’, maka peperangan menjadi metoda yang absah dalam konteks syari’at Islam dan sejarah perkembangan Islam.
Lagipula perang dalam Islam untuk menghidupkan umat manusia, bukan memusnahkan. Oleh karena itu, ketika kaum muslimin menang perang dan menguasai wilayah, tidak bertujuan menjajahnya.
Islam sendiri, jelas mengutamakan perdamaian. Perjalanan sejarah masuk dan menyebarnya Islam di Spanyol, menjadi salah satu buktinya. Dalam proses yang memakan waktu relatif singkat, tiga tahun, Islam berhasil menyebar ke seantero Spanyol. Hebatnya lagi, para pendakwah yang memperkenalkan Islam di Spanyol dari tahun 711 hingga 714 Masehi itu, hanya mengalami satu kali peperangan.
Peperangan itu pecah pada awal masuknya Islam ke sana, yaitu sekitar tahun 709 Masehi di Guadelete, sebuah kota terkemuka dekat Cadiz. Peperangan itu sebenarnya bermula dari pertikaian antara sesama umat Kristen Spanyol. Raja Roderick yang berkuasa saat itu memaksakan keyakinan trinitas Kristen yang dianutnya kepada umat Nasrani Aria. Berbeda dengan para pendukung Roderick yang meyakini Nabi Isa sebagai Yesus, yaitu Allah Bapak, Anak Tuhan, dan Ruh Kudus, kaum Nasrani Aria meyakini Nabi Isa semata sebagai Rasulullah. Pemaksaan keyakinan Trinitas oleh Raja Roderick ini menimbulkan penindasan di kalangan Nasrani Aria. Lantas pimpinan merekapun mendukung pasukan Muslim pimpinan Thariq bin Ziyad, sesaat setelah memasuki wilayah Andalusia melalui selat Giblatar. Maka pecahlah perang antara pasukan Raja Roderick dengan pasukan Muslim pimpinan Thariq bin Ziyad. Sejarawan Barat yang beraliran konservatif, W. Montgomery Watt dalam bukunya Sejarah Islam di Spanyol mencoba meluruskan persepsi keliru para orientalis Barat yang menilai umat Islam sebagai yang suka berperang. Menurutnya, “Mereka (para orientalis) umumnya mengalami mispersepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah seorang muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara Islam atau pedang. Padahal bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli kitab, mereka bisa saja tidak masuk Islam meski tetap dilindungi oleh pemerintahan Islam”.
Itulah yang terjadi sepanjang perjalanan sejarah masuknya Islam ke Spanyol. Islam tak hanya masuk dengan damai, namun dengan cepat menyebar dan membangun peradaban tinggi hingga Spanyol mencapai puncak kejayaannya. Kota-kota terkemuka Spanyol seperti Andalusia dan Cordova menjadi center of excellent peradaban dunia.
Montgomery menganalisa, ini karena Islam tak mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain dijalankan dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syari’at Islam sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah.
B. PERGANTIAN SITEM KHILAFAH KEPADA SITEM KERAJAAN
Menurut Ibn Taimiyyah, para nabi Allah dibedakan atas tiga kategori dalam kaitannya dengan kekuasaan (al-mulk). Pertama, nabi yang didustakan dan tidak diikuti oleh kebanyakan kaumnya, dimana dia merupakan seorang nabi yang tidak dianugerahi kekuasaan oleh Allah (nabi tanpa singgasana), seperti Nuh, Ibrahim, Musa, ‘Isa. Kedua, nabi yang sekaligus penguasa (nabiyy malik), seperti Dawud, Sulaiman, dan Yusuf. Indikasi keberkuasaannya ialah bahwa mereka memerintahkan hal-hal yang sifatnya mubah. Ketiga, nabi yang tidak dianugerahi kekuasaan namun ditaati dan diikuti oleh kebanyakan kaumnya, yakni Muhammad saw. Indikasi ketidakberkuasaannya ialah bahwa beliau tidak akan memerintahkan sesuatupun kecuali dengan perintah Allah (wahyu). Ketika Rasulullah saw. ditanya oleh Allah, ”Pilihlah, apakah engkau ingin menjadi hamba dan rasul (‘abd rasul), ataukah engkau ingin menjadi nabi sekaligus raja (nabiyy malik)”. Maka beliau memilih menjadi hamba dan rasul, dengan meninggalkan kerajaan. Jadi, Nabi Muhammad bukanlah seorang raja, namun beliau adalah pemimpin umat. Kepemimpinan Rasulullah yang demikian ini disebut sebagai khilafat al-nubuwwat (kepemimpinan Nabi). Dengan posisi inilah beliau telah memimpin Negara Madinah.
Karena kita adalah umat Muhammad yang harus ber-uswah kepada beliau, maka kita dituntut untuk bisa mewujudkan kembali kepemimpinan model Rasulullah sepeninggal beliau. Kepemimpinan ini sering disebut sebagai khilafat al-nubuwwat atau khilafat ‘ala minhaj al-nubuwwat, atau biasa disingkat dengan sebutan khilafah saja.
Durasi khilafah segera sepeninggal Nabi dinyatakan dalam banyak hadits. “Khilafah Nabi berlangsung selama tiga puluh tahun, kemudian (setelah itu) Allah memberikan kerajaan (al-mulk) kepada siapa yang dikehendakinya” (HR. Abu Dawud, dari Abdul Warits dan Al-‘Awwam).
“Khilafah berlangsung selama tiga puluh tahun, kemudian akan berubah menjadi kerajaan (al-mulk)" (hadits masyhur riwayat ahlu Sunan dan dijadikan pegangan oleh Imam Ahmad).
Nabi saw. wafat pada Rabi’ul Awwal tahun 11 H. Genap tiga puluh tahun sesudahnya bertepatan dengan peristiwa Tahun Persatuan (‘Aam al-Jama’ah) yaitu pada Jumadil Awwal tahun 41 H dimana Hasan ibn Ali menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah. Jadi pemerintahan Muawiyah merupakan awal dari masa kerajaan (al-mulk).
Nabi juga telah memberikan prediksi mengenai periodisasi kekuasaan sepeninggal beliau sampai datangnya hari kiamat.
“Akan datang khilafah Nabi bersama dengan rahmat, kemudian disusul dengan kerajaan (mulk) bersama dengan rahmat, kemudian disusul dengan kerajaan bersama dengan otoritarianisme (jabbariyyat), kemudian disusul dengan kerajaan yang ‘menggigit’ (lalim)” (HR. Muslim).
Riwayat lain yang sangat masyhur mengurutkan periodisasi kepemimpinan tersebut dimulai dengan kepemimpinan Nabi (zaman Nabi), kemudian khilafat ‘ala minhaj al-nubuwwat, kemudian kerajaan yang “menggigit” (mulk ‘adhudh), kemudian kerajaan yang otoriter (mulk jabbariy), dan akhirnya muncullah lagi khilafat ‘ala minhaj al-nubuwwat. Yang menarik pada riwayat yang belakangan ini adalah prediksi Nabi bahwa khilafat ‘ala minhaj al-nubuwwat akan muncul lagi di akhir zaman. Atas dasar hadits prediktif inilah, kebangkitan Islam dan pergerakan Islam semakin menggelora untuk meraih cita-cita yang pasti tersebut. Adapun yang menarik dari riwayat pertama ialah bahwa sebelum tegaknya khilafat ‘ala minhaj al-nubuwwat, akan tegak tiga model kerajaan (bukan dua sebagaimana pada riwayat yang kedua).
Kalau kita amati matan hadits-hadits prediktif tersebut, kita dapati bahwa Nabi selalu menggunakan kata mulk untuk menyatakan model kekuasaan selain khilafat ‘ala minhaj al-nubuwwat. Ini menunjukkan bahwa makna kata mulk dalam hadits-hadits tersebut jauh lebih luas daripada makna kerajaan yang kita pahami dewasa ini (kerajaan monarki atas dasar pewarisan kekuasaan), karena dalam kenyataan sejarah terdapat banyak negara besar yang tidak menerapkan model kerajaan monarkis. Oleh karena itu, makna yang tepat untuk kata mulk tersebut ialah segala jenis model kekuasaan selain khilafat ‘ala minhaj al-nubuwwat.
Terlepas dari kepastian terlaksananya prediksi Nabi diatas, kita akan membahas bagaimanakah hukum menunaikan kepemimpinan dalam bentuk mulk dan khilafah. Ibn Taimiyyah menyatakan bahwa dalam syariat sebelum Muhammad saw, menegakkan mulk itu boleh, sebagaimana yang dilakukan oleh Dawud, Sulaiman, Yusuf, dan Dzul Qarnain. Adapun dalam syariat Muhammad saw, maka pada asalnya, menegakkan mulk itu tidak boleh, sementara menegakkan khilafah itu wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi, “ Wajib bagi kalian melaksanakan sunnahku dan sunnah al-khulafa’ al-rasyidun sesudahku. Berpegang teguhlah dengannya meskipun (untuk itu) kalian harus menggigitnya dengan gigi geraham. Dan jauhilah perkara-perkara yang baru karena setiap bid’ah itu sesat”. Kita baru boleh meninggalkan model khilafah (berarti menegakkan mulk) apabila ada kebutuhan untuk itu, sebatas kebutuhan itu pula. Demikianlah pendapat yang paling moderat menurut Ibn Taimiyyah mengenai penegakan mulk dan khilafah.
Lebih rinci lagi, Ibn Taimiyyah mengatakan bahwa penegakan mulk karena kebutuhan itu bisa terjadi dalam beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, mulk tegak karena ketidakmampuan menegakkan khilafah. Dalam hal ini, hukumnya adalah ma’fuw (dimaafkan). Kemungkinan kedua, mulk tegak sebagai hasil ijtihad. Maksudnya, kemampuan untuk menegakkan khilafah itu ada, namun ijtihad yang dilakukan mengatakan bahwa khilafah itu mustahab saja (tidak wajib) dan mulk itu boleh sebagaimana bolehnya mulk pada syariat sebelum Muhammad. Dalam hal ini, tidak ada dosa apabila sang penguasa (malik) memerintah dengan adil. Perlu diketahui, bahwa pendapat yang demikian ini dikemukakan oleh Ibn Taimiyyah dalam latar diskusi panjang menyikapi kepemimpinan Muawiyah, yang termasuk salah seorang sahabat Nabi.
C. PERBEDAN SISTEM KHILAFAH DAN KERAJAAN
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia. Khilafah bertanggung jawab menerapkan hukum Islam, dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh muka bumi. Khilafah terkadang juga disebut Imamah; dua kata ini mengandung pengertian yang sama dan banyak digunakan dalam hadits-hadits shahih.
1. Sistem pemerintahan Khilafah tidak sama dengan sistem manapun yang sekarang ada di Dunia Islam. Meskipun banyak pengamat dan sejarawan berupaya menginterpretasikan Khilafah menurut kerangka politik yang ada sekarang, tetap saja hal itu tidak berhasil, karena memang Khilafah adalah sistem politik yang khas.
2. Khalifah adalah kepala negara dalam sistem Khilafah. Dia bukanlah raja atau diktator, melainkan seorang pemimpin terpilih yang mendapat otoritas kepemimpinan dari kaum Muslim, yang secara ikhlas memberikannya berdasarkan kontrak politik yang khas, yaitu bai’at. Tanpa bai’at, seseorang tidak bisa menjadi kepala negara. Ini sangat berbeda dengan konsep raja atau dictator, yang menerapkan kekuasaan dengan cara paksa dan kekerasan. Contohnya bisa dilihat pada para raja dan diktator di Dunia Islam saat ini, yang menahan dan menyiksa kaum Muslim, serta menjarah kekayaan dan sumber daya milik umat.
3. Kontrak bai’at mengharuskan Khalifah untuk bertindak adil dan memerintah rakyatnya berdasarkan syariat Islam. Dia tidak memiliki kedaulatan dan tidak dapat melegislasi hukum dari pendapatnya sendiri yang sesuai dengan kepentingan pribadi dan keluarganya. Setiap undang-undang yang hendak dia tetapkan haruslah berasal dari sumber hukum Islam, yang digali dengan metodologi yang terperinci, yaitu ijtihad. Apabila Khalifah menetapkan aturan yang bertentangan dengan sumber hukum Islam, atau melakukan tindakan opresif terhadap rakyatnya, maka pengadilan tertinggi dan paling berkuasa dalam sistem Negara Khilafah, yaitu Mahkamah Mazhalim dapat memberikan impeachment kepada Khalifah dan menggantinya.
4. Sebagian kalangan menyamakan Khalifah dengan Paus, seolah-olah Khalifah adalah Pemimpin Spiritual kaum Muslim yang sempurna dan ditunjuk oleh Tuhan. Ini tidak tepat, karena Khalifah bukanlah pendeta. Jabatan yang diembannya merupakan jabatan eksekutif dalam pemerintahan Islam. Dia tidak sempurna dan tetap berpotensi melakukan kesalahan. Itu sebabnya dalam sistem Islam banyak sarana check and balance untuk memastikan agar Khalifah dan jajaran pemerintahannya tetap akuntabel.
5. Khalifah tidak ditunjuk oleh Allah, tetapi dipilih oleh kaum Muslim, dan memperoleh kekuasaannya melalui akad bai’at. Sistem Khilafah bukanlah sistem teokrasi. Konstitusinya tidak terbatas pada masalah religi dan moral sehingga mengabaikan masalah-masalah sosial, ekonomi, kebijakan luar negeri dan peradilan. Kemajuan ekonomi, penghapusan kemiskinan, dan peningkatan standar hidup masyarakat adalah tujuan-tujuan yang hendak direalisasikan oleh Khilafah. Ini sangat berbeda dengan sistem teokrasi kuno di zaman pertengahan Eropa dimana kaum miskin dipaksa bekerja dan hidup dalam kondisi memprihatinkan dengan imbalan berupa janji-janji surgawi. Secara histories, Khilafah terbukti sebagai negara yang kaya raya, sejahtera, dengan perekonomian yang makmur, standar hidup yang tinggi, dan menjadi pemimpin dunia dalam bidang industri serta riset ilmiah selama berabad-abad.
6. Khilafah bukanlah kerajaan yang mementingkan satu wilayah dengan mengorbankan wilayah lain. Nasionalisme dan rasisme tidak memiliki tempat dalam Islam, dan hal itu diharamkan. Seorang Khalifah bisa berasal dari kalangan mana saja, ras apapun, warna kulit apapun, dan dari mazhab manapun, yang penting dia adalah Muslim. Khilafah memang memiliki karakter ekspansionis, tapi Khilafah tidak melakukan penaklukkan wilayah baru untuk tujuan menjarah kekayaan dan sumber daya alam wilayah lain. Khilafah memperluas kekuasaannya sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya, yaitu menyebarkan risalah Islam.
7. Khilafah sama sekali berbeda dengan sistem Republik yang kini secara luas dipraktekkan di Dunia Islam. Sistem Republik didasarkan pada demokrasi, dimana kedaulatan berada pada tangan rakyat. Ini berarti, rakyat memiliki hak untuk membuat hukum dan konstitusi. Di dalam Islam, kedaulatan berada di tangan syariat. Tidak ada satu orang pun dalam sistem Khilafah, bahkan termasuk Khalifahnya sendiri, yang boleh melegislasi hukum yang bersumber dari pikirannya sendiri.
8. Khilafah bukanlah negara totaliter. Khilafah tidak boleh memata-matai rakyatnya sendiri, baik itu yang Muslim maupun yang non Muslim. Setiap orang dalam Negara Khilafah berhak menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan-kebijakan negara tanpa harus merasa takut akan ditahan atau dipenjara. Penahanan dan penyiksaan tanpa melalui proses peradilan adalah hal yang terlarang.
9. Khilafah tidak boleh menindas kaum minoritas. Orang-orang non Muslim dilindungi oleh negara dan tidak dipaksa meninggalkan keyakinannya untuk kemudian memeluk agama Islam. Rumah, nyawa, dan harta mereka, tetap mendapat perlindungan dari negara dan tidak seorangpun boleh melanggar aturan ini. Imam Qarafi, seorang ulama salaf merangkum tanggung jawab Khalifah terhadap kaum dzimmi: “Adalah kewajiban seluruh kaum Muslim terhadap orang-orang dzimmi untuk melindungi mereka yang lemah, memenuhi kebutuhan mereka yang miskin, memberi makan yang lapar, memberikan pakaian, menegur mereka dengan santun, dan bahkan menoleransi kesalahan mereka bahkan jika itu berasal dari tetangganya, walaupun tangan kaum Muslim sebetulnya berada di atas (karena faktanya itu adalah Negara Islam). Kaum Muslim juga harus menasehati mereka dalam urusannya dan melindungi mereka dari ancaman siapa saja yang berupaya menyakiti mereka atau keluarganya, mencuri harta kekayaannya, atau melanggar hak-haknya.”
10. Dalam sistem Khilafah, wanita tidak berada pada posisi inferior atau menjadi warga kelas dua. Islam memberikan hak bagi wanita untuk memiliki kekayaan, hak pernikahan dan perceraian, sekaligus memegang jabatan di masyarakat. Islam menetapkan aturan berpakaian yang khas bagi wanita – yaitu khimar dan jilbab, dalam rangka membentuk masyarakat yang produktif serta bebas dari pola hubungan yang negatif dan merusak, seperti yang terjadi di Barat.
11. Menegakkan Khilafah dan menunjuk seorang Khalifah adalah kewajiban bagi setiap Muslim di seluruh dunia, lelaki dan perempuan. Melaksanakan kewajiban ini sama saja seperti menjalankan kewajiban lain yang telah Allah Swt perintahkan kepada kita, tanpa boleh merasa puas kepada diri sendiri. Khilafah adalah persoalan vital bagi kaum Muslim.
Khilafah yang akan datang akan melahirkan era baru yang penuh kedamaian, stabilitas dan kemakmuran bagi Dunia Islam, mengakhiri tahun-tahun penindasan oleh para tiran paling kejam yang pernah ada dalam sejarah. Masa-masa kolonialisme dan eksploitasi Dunia Islam pada akhirnya akan berakhir, dan Khilafah akan menggunakan seluruh sumber daya untuk melindungi kepentingan Islam dan kaum Muslim, sekaligus menjadi alternatif pilihan rakyat terhadap sistem Kapitalisme.
II. PEMBAHASAN
A. PENDIRIAN DINASTI UMAYYAH DI ANDALUSIA
Andalusia adalah nama di semenanjung Iberia pada zaman kejayaan Umayyah. Andalusia berasala dari Vandal yang berarti negeri bangsa Vandal; karena Semenanjung Iberia pernah dikuasai oleh bangsa Vandal sebelum terusir oleh bangsa Ghotia Barat (abad V Masehi). Ummat Islam mulai menaklukan Semenjung Iberia pada zaman Khalifah Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M).
Penaklukan Semenanjung Iberia diawali dengan undangan salahsatu Raja Ghotia Barat (Kristen) untuk membantunya melawan raja lainnya. Khalifah mengirim 500 orang pasukan yang dipimpin oleh Tharif bin Malik pada Tahun 91 H/710 M dan mendarat disuatu tempat yang kemudian diberinama Tarifa. Ekspedisi ini dianggap berhasil dan Tharif kembali ke Afrika Utara dengan membawa banyak harta rampasan pada Tahun 91 H/711 M., Musa Bin Nushair (Gubernur Afika Utara pada waktu itu) mengirim pasukan sebanyak 700 orang dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad. Akhirnya Thariq bin Ziyad berhasil menguasai hampir seluruh kota yang berada di semenanjung Iberia atas bantuan Musa bin Nushair. Akhirnya Musa bin Nushair mendeklarasikan semenanjung Iberia sebagai bagian dari kekuasaan Umayyah yang berpusat di Damaskus. Ketika Daulah Umayyah di Damaskus dihancurkan oleh Bani Abbas , Abdurrahman bin Muawiyah berhasil meloloskan diri dan menginjakan kakinya di Andalusia pada tahun 132 H/750 M. ia diberi gelar Ad-Dakhil, karena beliau adalah Pangeran dinasti Umayyah pertama yang menginjakan kakinya di semenanjung Iberia. Beliau berhasil menyingkirkan Yusuf bin Abdurrahman al-Fihri yang menyatakan diri tunduk kepada Dinasti Abbas pada tahun 138 H/756 M. Abdurrahman Ad-Dakhil memproklamirkan bahwa Andalusia lepas dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas dan ia memakai gelar Amir (Bukan Khalifah).
Selama 32 tahun berkuasa, Abdurrahman Ad-Dakhil berhasil mengatasi berbagai ancaman, baik dari dalam maupun dari luar. Karena kesungguhannya, kemudian ia diberi gelasr Saqar Quraisy yang berarti Rajawali Quraisy. Karena kekuasaan Dinasti Abbas sepeninggal Al-Mutawakkil (247 H/861 M) semakin merosot, Abdurrahman ad-Dakhil memproklamirkan diri sebagai khalifah dan memakai gelar Amirul Mukminin.
Berikut adalah nama-nama khalifah Dinasti Umayyah yang berkuasa di Andalusia selama kurang lebih 9 abad;
1. Abdurrahman I (139-172 H/756-786 M)
2. Hisyam I (172-180 H/786-796 M)
3. Al-Hakam I (180-207 H/796-822 M)
4. Abdurrahman II (207-238 H/822-852 M)
5. Muhammad I (238-273 H/852-886 M)
6. Al-Mundzir (273-275 H/886-888 M)
7. Abdullah (275-300 H/888-912 M)
8. Abdurrahman III (300-350 H/912-961 M)
9. Al-Hakam II (350-366 H/961-976 M)
10. Hisyam II (366-391 H/976-1001 M)
11. Muhammad II (400-401 H/1009-1010 M)
12. Sulaiman (400-401 H/1009-1010 M)
13. Hisyam II (401-404 H/1010-1013 M)
14. Sulaiman (404-407 H/1013-1016 M)
15. Abdurrahman IV (404-407 H/1013-1016 M)
16. Abdurrahman V (409 H/1018 M)
17. Muhammad III (414-416 H/1023-1025 M)
18. Hisyam III (418-423 H/1027-1031) M
B. PERIODISASI ISLAM DI SPANYOL
Prof. Dr. Badri Yatim membagi periodisasi Islam di Andalusia (Spanyol) menjadi 6 peiode, dan Kekuasaan Dinasti Umayyah Andalusia hanya sampai pada tahap periode yang ketiga, selebihnya ialah Negara-negara kecil yang saling berebut kekuasaan hingga keruntuhan peradaban Islam di Spanyol.
1. Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada dibawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan Gubernur di Afrika Utara. Yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (Gubernur).
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari negeri Spanyol.
Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musih dari luar, maka alam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan dibidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman Ad-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/775 M.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada dibawah pemerinatahan seorang Amir (panglima atau Gubernur) tetpai tidak tunduk pada pemerintahan Islam, ketika itu dipegang oleh Dinasti Abbasiyyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M. dan diberi gelar Ad-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil menaklukan Bani Umayyah di Damaskus. Pada selanjutnya ia berhasil mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah : Abdurrahman Ad-Dakhil, Hisayam I, Hakam I, Abdurrahman Al-Ausath, Muhammad bin Abdurrahman, Mundzir Ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dibidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abdurrahman Ad-Dakhil mendirikan Masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam berjasa dalam menegakan hukum Islam, dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam kemiliteran. Sedangkan Abdurrahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.
Namun demikian, berbagai kerusuhan terjadi pada masa ini. Diantaranya ;
a) Munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan (martyrdom). Namun gereja lainnya di Spanyol tidak mendukungnya karena penvuasa Islam memberikan hak beragama yang sama kepada setiap ummat beragama.
b) Golongan pemberontak Toledo yang membentuk Negara Kota yang berlangsung selama 80 tahun.
c) Pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga.
d) Perselisihan antara orang arab dan bar-bar masih sering terjadi.
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nashir” yang dikenal dengan Muluk at-Thawaif. Pada periode ini penguasa dikenal dengan gelar Khalifah. Penggunaan gelar Khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kamelut. Dan saat itu dipandang paling tepat untuk menyandang gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah yang berkuasa pada periode ini ada 3 orang, yaitu Abdurrahman An-Nashir, Hakam II dan Hisyam II.
Pada periode ini ummat Islam Spanyol mencapai puncak kejayaan menyaingi kemajuan daulat Abbassiyah di Baghdad. Abdurrahman An-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustaqkaannya memiliki ratusan ribu buku. Hakam II juga meruapakan seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Masyarakat menikmati kesejahteraan dan pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran Dinasti Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta pada usia 11 tahun. Oleh karena itu yang berkuasa adalah para pejabat. Pada tahun 981 M, khalifah menunjuk Ibn Abi ‘Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak, yang kemudian hari mendapat gelar Al-Manshur. Karena ambisiusnya, ia berhasil melakukan perluasan wilayah kekuasaan dan mengalahkan para pesaingnya. Setelah ia wafat pada tahun 1002 M, digantikan oleh anaknya Al-Mudzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi setelah wafat, ia digantikan oleh adiknya yang tidak sesuai dalam kapasitas memikul amanah, sehingga negara yang asalnya makmur menjadi carut marut dan hancur.
Akhirnya, pada tahun 1013 M, Dewan menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan Khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
4. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah lebih dari 30 negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Muluk At-Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Sevilla, Cordova, Toledo, Granada dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abadiyah di Sevilla. Pda periode ini ummat Islam Spayol kembali memasuki masa prikaian intern. Ironisnya, jika terjadi perang saudara, ada yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen, sehingga secara tidak langsung Kristen mengambil kekuasaan Islam yang ada di Spanyol.
Meskipun demikian, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, meskipun ummat Islam terpecah kedalam bebrapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan dominan yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).
Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuag gerakan keagamaan yang didirikan oleh Yusuf ibn tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1602 M ia berhasil mendirikan sebuah kerjaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk mke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam disana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Namun pada akhirnya pada tahun 1143 kerajaan ini berakghir dan digantikan oleh Dinasti Muwahidun.
Pada tahun 1146 penguasa Dinasti Muwahidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah Saragosa yang diduduki oleh Kristen. Muwahidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128 M). dinasti ini datang ke Spanyol dibawah pimpinan Abdul Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1115 M, kota-kota muslim penting seperti Cordova, Almeria dan Granada jatuh kebawah kekuasaannya. Namun pada akhirnya Dinasti Muwahidun di Spanyol runtuh oleh serangan Kristen, dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. dan yang tersisa hanyalah Kota Granada yang tidak bisa ditaklukan oleh Kristen.
6. Perriode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini Islam hanya berkuasa didaerah Granada, dibawah Dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). peradaban kembali mengalami kemajuan seperti pada zaman Abdurrahman An-Nashir. Akan tetapi secara politik dinasti ini hanya berkuasa diwilayah yang kecil. Karena kamelut internal kerajaan yang terjadi, yaitu perebutan kekuasaan, maka Dinati Bani Ahmar pun kembali tumbang dibawah kekuasaan Kristen yang dipimpin oleh Ferdinand dan Isabella.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. ummat Islam setelah itu dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi ummat Islam diwilayah ini.
C. KEMAJUAN PERADABAN DINASTI UMAYYAH DI ANDALUSIA
1. Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakt Majemuk yang erdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (Ummat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
a. Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada Abad ke-12 M. minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama masa pemerintahan Penguasa bani Umayyah yang ke-5, yaitu Muhammad ibn Abdurrahman (832-886 M).
Atas inisiatif Al-Hakam, Pada abad IV H/X M. para pelajar Andalusia banyak yang pergi ke Baghdad untuk belajar Filsafat. Diantara mereka adalah Abul Qasim Maslamah ibn Ahmad al-Majriti (w. 397 H/1007 M). ia mempelajari manuskrip-manuskrip Arab dan Yunani, kemudian ia mengembangkan ilmu yang diperolehnya di Andalusia. Ia berjasa dalam bidang ilmu matematika, astronomi, kedokteran dan kimia; dan ia merupakan ulama pertama yang memperkenalkan ajaran Rasail Ikhan al-Shafa di Eropa.
Beberapa tokoh filsafat muslim yang lahir di Andalusia ketika maih dalam kekuasaan Islam, yakni setelah Bani Umayyah berkuasa, yaitu :
1) Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal sebagai Ibnu Bajjah, masalah yang dibahasnya ialah mengenai Etiak dan Eskatologis, Magnum Opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid.
2) Abu Bakar ibn Thufail, ia menulis masalah kedokteran , astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
3) Ibn Rusyd (Averous di Eropa) dari Cordova, ia adalah seorang filsuf yang mengikuti jejak filsafat besar Aristoteles. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan Agama. Dia juga ahli Fiqih dengan karyanya Bidayah al-Mujatahid. Dan ia dianggap tokoh yang mengispirasi Renaissance di Eropa.
b. Sains
Perkembangan filsafat mendorong berkembangnya ilmu eksakta, antara lain matematika. Ilmu pasti yang dikembangkan orang Arab berpangkal dari buku India, yaitu Sinbad, yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab oleh Ibrahim Al-Fazari pada tahun 154 H/771 M. dengan perantara penerjemahan buku ini, kemudian Naswi (pakar matematika) memperkenalkan angka-ngka India (0, 1, 2, hingga 9); sehingga angka-angka India di Eropa lebih dikenal angka-angka Arab (Arabic number). Disamping itu, ulama Arab telah menciptakan ilmu tumbuh-tumbuhan untuk kepentingan pengobatan, sehingga melahirkan ilmu apotek dan farmasi.
Beberapa tokoh sains yang lahir dalam peradaban Islam di Spanyol diantaranya adalah :
1) Abbas ibn Farnas, tokoh dibidang ilmu kimia dan astronomi, orang yang pertama menemukan pembuatan kaca dari batu.
2) Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash, tokoh dibidang astronomi, ia dapat menentukan terjadinya gerhana matahari dan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.
3) Ahmad ibn Abbas, ahli dalam bidang obat-obatan.
4) Umm al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Adapun tokoh-tokoh dalam bidang sejarah dan geografi melahirkan tokoh-tokoh sebagai berikut :
1) Ibn Jubair dari Valencia , penulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania dan Sicilia.
2) Ibn Bathuthah dari Tangier, dapat menjelajahi wilayah Samudera Pasai dan Cina.
3) Ibn al-Khatib, telah menuyusun riwayat Granada.
4) Ibn Khaldun dari Tunisia adalah perumus filsafat sejarah, salahsatu karyanya dibidang sejarah dan sosiologi ialah Kitab Muqaddimah.
c. Fiqih
Madzhab fiqih yang bekembang adalah Maliki. Madzhab ini diperkenalkan oleh Ziyad ibn Abdurrahman ibn Ziyad al-Lahmi pada zaman Hisyam I ibn Abdurrahman Ad-Dakhil. Beliau adalah murid langsung dari Imam Malik ibn Anas di Madinah. Jejaknya kemudian diikuti oleh Yahya ibn Yahya al-Laitsi, disamping sebagai murid Ziyad ibn Abdurrahman ibn Ziyad al-Lahmi, ia juga berguru langsung kepada Imam Malik. Yahya ibn Yahya al-Laitsi dikenal sebagai mufti Dinasti Umayyah.
Ulama besar dibidang fiqih yang hidup pada zaman Umayyah di Spanyol adalah Abu Muhammad Ali ibn Hazm (w. 455 H/1063 M). Pada awalnya, belaiu adalah pengikut Imam Syafi’I; kemudian ia pindah ke Madzhab Az-Zahiri. Disamping itu, beliau juag memperkenalkan ajaran Asy’ariyah di Eropa. Dalam bidang Fiqih, Ibn Hazm menulis kitab Al-Mahalla; dalam bidang ilmu Ushul Fiqih beliau menulis kitab Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam; dan dalam bidang ilmu kalam beliau menulis kitab Al-fashl Al-Milal Wal-Wa’fi An-Nihal. Menurut catatan sejarah, beliau menulis sekitar 400 buku tentang theology, fiqih, hadits dan puisi.
d. Musik dan Kesenian
Perkembangan sastra dan sy’ir mendorong juga pertumbuhan ilmu musik dan seni suara di Andalusia. Pada zaman Abdurrahman II Al-Ausath, Hasan ibn Nafi’ (dikenal pula dengan nama Ziryab/Zaryab) tiba di Cordova. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya terkenal luas. Keahliannya dibidang musik membekas hingga sekarang dan bahkan ia dianggap sebagai peletak dasar musik Spanyol modern.
Singrid Hunke dan Abdul Mun’im Maguid mengiformasikan bahwa ulama Arablah yang memperkenalkan not lagu : do-re-mi-fa-so-la-si. Not itu diambil dari bunyi-bunyi Arab.
NO NOT ASAL HURUF
1. Do د
2. Re رِ
3. Mi م
4. Fa ف
5. So ص
6. La ل
7. Si س
e. Bahasa dan Sastra
Sebagaimana telah dijelaskan mengenai sifat Dinasti Umayyah di Damaskus, bahwa salahsatu ciri Dinasti Umayyah adalah Arabisasi (Arabize atau pengaraban). Ahmad Syalabi diantaranya menginformasikan bahwa bahasa resmi di Spanyol adalah bahasa Arab. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka.
Oleh karena itu, pada Abad IX Masehi, seorang Pendeta dari Sevilla menerjamahkan Taurat kedalam bahasa Arab, karena hanya bahasa Arab yang dapat dimengerti oleh murid-muridnya; dan diantara mereka hampir tidak ada yang mampu membaca kitab suci mereka yang ditulis dalam bahasa Latin. Assiba’i menjelaskan bahwa sebagian penduduk setempat yang beragama Kristen lebih fasih berbahasa Arab daripada orang Arab sendiri.
Mereka juga banyak yang ahlidan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain : ibn Sayyidih, Ibn mail yang menulis Kitab Alfiyah, ibn Khurf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan ibn Ushfur, dan Abu Hayyan al-Gharnati.
Pada zaman Umayyah, di Cordova tercatat sejumlah ulama yang melahirkan karya-karya besar. Diantaranya ialah :
1) Al-Zabidi (guru Ibn Quthiyah); diantara karyanya adalah Mukhtashar Al-‘Ayn, dan Akhbar An-Nahwyn.
2) Ali al-Qali (tinggal di Cordova atas undangan al-Nashir pada tahun 330 H/941 M), diantara karyanya adalah al-‘Amali dan al-Nawadir.
3) Ibn Quthiyyah Abu Bakar Muhammad ibn Umar (w. 367 H/977 M). diantara adalah al-Af’al dan Fa’ala wa Af’alat.
Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-krya sastra banyak bermunculan, seprti :
1) A-‘Iqd al-farid karya Ibn Abu Rabbih,
2) Al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl jazirah karya Ibn Bassam,
3) Kitab Al-Qalaid karya Al-fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.
2. Kemegahan Pembanguna Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi juga baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier dan jembatan-jembatn air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hydrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hydrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol : Noria). Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman dan taman-taman. Diantara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, Kota al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, Tembok Toledo, Istana Al-Makmun, Mesjid Sevilla, dan Istana Al-Hamra di Granada.
a. Cordova
Kemajuan Dinasti Umayyah di Andalusia dicapai pada zaman Al-Muntashir; pengganti Abdurrahman ad-Dakhil. Kemajuan Cordova ditandai dengan al-Qashr al-Kabir (Kota Satelit yang dibangun oleh Ad-Dakhil dan dilanjutkan oleh penggantinya, yang didalamnya terdapat gedung-gedung istana megah); Rushafat (istana yang dikelilingi oleh taman yang dibangun oleh ad-Dakhil disebelah barat laut Cordova), Masjid Jami’ Cordova (dibangun tahun 170 H/786 M) yang kini berubah fungsi menjadi Gereja setelah Spanyol dikuasai oleh Kristen;
Diantara kebanggan kota Cordova lainnya adalah Masjid jami’ Cordova. Menurut ibn al-Dala’I, terdapat 491 masjid disana. Disamping itu, cirri khusus kota-kota Islam adanya tempat-tempat pemandian, di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Disekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya sekitar 80 Kilometer.
b. Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Disana berkumpul berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada dimasa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal diseluruh Eropa. Istana Alhamra yang mewah dan megah adalah puncak dan pusat ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan istana al-Zahra (Kota Satelit di bukit pegunungan Sierra Morena), nama tersebut diambil dari salah seorang selir (gundik) al-Nashir pada tahun 325 H/936 M. kota ini dilengkapi masjid tanpa atap (kecuali mihrabnya) dan air mengalir ditengah masjid, danau kecil yang berisi ikan-ikan yang indah, taman hewan (margasatwa), pabrik senjata, dan pabrik perhiasan. Di Granada pula terdapat istana Al-Gazar, Menara Girilda dan lain-lain.
3. Faktor-faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mepersatukan kekuatan-kekuatan ummat Islam, seperti Abdurrahman Ad-Dakhil, Abdurrahman Al-Wasith dan Abdurrahman Al-nashir.
Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting diantara penguasa Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad ibn Abdurrahman (852-886 M) dan Al-hakam II Al-Muntashir (961-976 M).
Setidaknya ada beberapa factor yang menjadikan Islam berkembang pesat dari segi pembangunan fisik dan perkembangan intelektual diantaranya adalah :
1) Para penguasa Islam yang memiliki karakter-karakter yang kuat dan berwibawa.
2) Para penguasa Islam yang mempunyai kebijaksanaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi.
3) Toleransi beragama ditegakan oleh para penguasa terhadap non-muslim (Yahudi dan Kristen) di Spanyol.
4) Semangat kebersamaan dan bekerja sama yang ditunjukan oleh masyarakat Spanyol Islam yang majemuk dan dapat menumbangkan kelebihannya masing-masing.
5) Meskipun terjadi persaingan antara Bani Abbas di Baghdad dan Bani Umayyah di Spanyol tidak menyurutkan perhatian ummat untuk tetap tekun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan serta untuk mempertahankan kesatuan budaya Islam.
6) Perpecahan politik pada masa Muluk Al-Thawaif dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian dan kebudayaan Spanyol Islam.
D. KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
1. Proses Kemunduran dan Keruntuhan
Kemunduran Dinasti Umayyah di Spanyol ditandai dngan perebutan kekuasaan secara internal dinasti. Ketidakcakapan khalifah –seperti Hisyam II dengan gelar Al-Muayyad diangkat menjai khalifah pada usia 10 tahun. Oleh karena itu, kekuasaan yang sebenarnya berada ditangan Muhammad Ibn Amir Al-Qaththani (Hakim Agung pada saat itu). Al-Muayyad dipecat oleh para pemuka Umayyah; dan setelah itu perebutan jabatan khalifah senantiasa terjadi.
Selama 22 tahun setelah Al-Muayyad, terjadi 14 kali penggantian khalifah yang pada umumnya melalui kudeta. Khalifah Hisyam III dan Ibn Muhammad III –yang bergelar Al-Mu’tady (418-422 H/1027-1031 M)- dikudeta oleh militer dan Umayyan ibn Abdurrahman dipaksa untuk menjadi khalifah. Akan tetapi, ia pun tidak dapat menjalankan pemerintahan karena berbagai terror. Oleh karena itu, Abu Hazm Ibn Jauhar menghapuskan Khalifah di Andalusia untuk selamanya karena tidak ada lagi yang layak menjadi khalifah. Kehancuran Dinasti Umayyah di Andalusia dilanjutkan oleh Kerajaan Murabithun, Muwahidun dan Bani Ahmar.
Akhirnya tragedi buruk terjadi. Tragedy itu terjadi pada tahun 1499 M. pada waktu itu, Cardinald Ximenez de Cisnores mengunjungi Granada dan diskusi dengan para hakim dan ahli hokum disana. Hasilnya adalah, pada tahun 1502 M. muslim Granada (Spanyol) diberi 2 pilihan : masuk Kristen atau keluar dari Spanyol. Setelah itu, ummat Islam di Spanyol dapat dikatakan tidak ada lagi. Meskipun demikian, pada abad ke-20 M. muslim di Spanyol mulai mendapat sedikit ruang untuk berkembang kembali.
2. Faktor Penyebab Keruntuhan
Diantara penyebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Umayyah serta kemunduran Islam di negeri Spanyol dapat dibedakan kedalam 2 sebab, yaitu sebab yang datangnya dari dalam (factor Internal) dan dari luar (factor eksternal) :
a) Faktor Internal
• Pengangkatan Khalifah Umayyah dalam usia terlalu muda, yaitu Hisyam II yang mendapat gelar Al-Muayyad, yang sebenarnya kekuasaan berada ditangan para pejabt yang ambisius terhadap kekuasaan.
• Terjadinya stratifikasi social antara orang-orang Arab dan non-Arab, walaupun mereka telah memeluk Islam.
• Kesulitan ekonomi, hal ini dikarenakan kerajaan hanya mementingkan pembangunan fisik dan ilmu pengetahun sehingga lalai membina perekonomian, sehingga menyebabkan lemahnya kondisi politik dan militer kekuasaan Islam di Spanyol.
• Perebutan kekuasaan yang terjadi antar dinasti dan kerajaan-kerajaan kecil setelah runtuhnya Dinasti Umayyah, sehingga memudahkan Kristen untuk melumpuhkan kekuatan Islam yang tercerai berai.
• Keterpencilan negara Islam Spanyol mengakibatkan kurangnya bantuan alternative dari pihak muslim lainnya, kecuali dari Afrika Utara. Hal ini menyebabkan tidak ada kekuatan cadangan untuk memulihkan kondisi yang semakin memburuk.
b) Faktor Eksternal
Konflik agama antara Islam dan Kristen, penguasa Islam pada waktu sudah merasa puas dengan mendaptkan upeti tanapa control yang tegas terhadap orang-orang Kristen Spanyol, sehingga dengan adany orang-orang Arab yang ada di Spanyol menyebabkan rasa Kebangsaan Mereka semakin tinggi dan mulai menggerogoti kekuasaan Islam di Spanyol.
• Terjadinya pemberontakan-pemberontakan oleh orang-orang Kristen fanatic, yang ingin menjadikan kemabali Spanyol sebagai Negara Kristen.
• Dengan perpecahan dikalangan para penguasa Islam, sebaliknya para pemimpin Negara-negara Eropa Kristen bersatu padu untuk meruntuhkan kekuasaan Islam dari Spanyol.
E. PENGARUH PERADABAN ISLAM SPANYOL DI EROPA
Kemajuan Eropa yang terus bekembang hingga saat ini banyak berhutang budi pada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang pada periode klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah saluran Spanyol.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, social, maupun perekonomian dan peradaban antar-Negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada dibawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan tetangga-tetangganya di Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains disamping bangunan fisik. Yang terpenting diantaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198 M). Ia melepaskan belennggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan antropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbuk gerakan Avveroueisme (Ibn Rusyd-isme) yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Avveroueisme.
Berawal dari gerakan Avveroueisme inilah Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-17 M. Buku-buku Ibn Rusyd banyak dicetak di Venesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489 dan 1500 M. Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke-16 m di Napoli, Bologna, Lyons, dan Standburg, dan di awal abad 17 M di Jeneva.
Pengaruh peradaban Islam, termauk didalamnya pemikiran ibn Rusyd ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda Kristen yang belajar di Universitas-universitas Islam di Spanyol, Seperti Universitas Cordova, Universitas Sevilla, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M. tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 universitas. Didalam universitas-universitas itu ilmu yang mereka peroleh dari hasil belajar pada univeristas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Pengaruh pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Latin.
Walaupun Islam akhirnya harus terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah : Kebangkitan kemabli kebudayaan Yunani Klasik (renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan Reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan Masa Pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M. serta berbagai gagasan eropa dalam kemajuannya tak lepas dari peradaban Islam yang pernah jaya di Spanyol.
III. P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Persebaran Islam di seluruh dunia adalah sebuah realitas bahwa agama ini diakui dan mendapatkan posisi yang dapat diterima oleh setiap golongan dan lapisan masyarakat yang beragam. Hal itu membuktikan bahwa Islam adalah agama Rahmatan Lil’alaminn (rahmat bagi alam semesta).
Usaha penyebaran Islam keseluruh dunia dilakukan dengan penuh perjuangan, tetes darah dan keringat para syuhada, serta sudah sangat banyak pengorbanan yang dilakukan, baik pada saat Rasulullah Saw. Masih hidup ataupun sepeninggalnya. Karena keagungan risalah ini harus dapat dirasakan oleh setiap orang dimanapun ia berada.
Demikian halnya dengan peradana Islam yang pernah berjaya di Eropa, di Negara Spanyol tepatnya. Sungguh sangat menakjubkan peradaban yang telah dibangun oleh penguasa Islam pada saat itu, sehingga disadari atau tidak, kemajuan Eropa saat ini adalh buah karya pesatnya peradaban dan kebudayaan Islam di Spanyol.
Bangunan peradaban Islam di Spanyol tidaka hanya berpusat pada bidang politik dan kekuasaan belaka, tapi lebih dari itu, para penguasa Islam telah memberikan pencerahan dengan kemajuan dalam segi intelektual, Perekonomian, seni dan budaya. Banyak sekali para pemikir dan ilmuwan muslim yang lahir dari tanah Andalusia, bahkan Andalusia adalah kota ilmu dan pengetahun kedua setelah Baghdad yang pada masa itu dalam kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Kemajuan dari segi pembangunan fisik digambrkan oleh M. Syalabi bahwa ketika Negara-negara di Eropa dalam keadaan gelap gulita, di Andalusia terang benderang dengan berbagai lampu hiasan. Ketika di beberapa Negara di Eropa tenggelam dalam lumpur dan kesulitan dalam air, maka di Andalusia disetiap jalan dapat dijumpai tempat-tempat pemandian, dan banyak sekali saluran-saluran air yang menghubungkan dataran yang tinggi dan rendah, sehingga tak ada satu rakyat Andalusia pada saat itu yang kehausan.
Kemajuan bangsa Eropa dewasa ini tidak lepas dari buah peradaban Islam yang gemilang, karena setelah Islam berkuasa dan diusir dari Spanyol banyak terjadi pergerakan, baik yang bersifat pemikiran, keilmuan dan perubahan sitem kehidupan. Seperti terjadinya Reformasi, Renaissance, Revolusi Industri dan Revolusi Prancis, kesemuanya itu diilhami oleh para pemikir Islam, Ibn Rusyd salah satunya.
Bukankah dunia ini adalah bulat ? maka tak heran jika dalam perkembanganny Islam timbul dan tenggelam. Sebgaimana asal kata dari sejarah yang dalam bahasa Arab berarti syajarah yang mempunyai arti “pohon”. Sebelum menjulang tinggi, ia hanyalah sebutir benih, kemudian ia melengkung menjadi tunas, lalu berkembang menjadi batang-batang dan daun-daun, setelah itu ia akan dewasa, berbunga dan berbuah, dan pada akhirnya pohon itu akn tumbang, apapun dan bagaimanapun alasannya hal itu sudah menjadi ketetapan Nya. Demikian pula dengan sejarh perkembangan kebudayaan dan perkembangan Islam Dinasti Umayyah pada khususnya yang berada di Spanyol, pada akhirnya mengalami kemunduran dan bahkan hancur total. Hanya menyisakan puing sejarah yang indah dan megah. Dan semoga menjadi ibrah untuk kita sekalian selaku generasi penerus Islam, dan menyongsong kembali kebangkitan Islam dalam satu kepemimpinan.
B. EPILOG PERENUNGAN
Berikut adalah sebuah epilog perenungan untuk kita bersama, semoga dapat dijadikan sebagai motivasi untuk senantiasa berkarya dalam kehidupan ini guna mewarnai dunia dengan kreativitas guna mewujudkan generasi Islam yang tangguh dan militant, serta menumbuhkan kecintan kita terhadap tanah Air Indonesia.
1. Pembangunan di era global menghadapi tantangan yang lebih kompleks dan membutuhkan kesiapan yang lebih tangguh dan berkompetisi disegala bidang.
2. Kualitas manusia dan sumberdayanya akan banyak mempengaruhi pelbagai macam masalah pembangunan, mangingat unsure manusia bukan hanya sebagai objek pembangunan tetapi juga sebagai subjek atau mobilisator terhadap pembangunan.
3. Dimensi kualitas manusia dan sumberdayanya, umumnya diukur dengan kepribadian, kreativitas, produktivitas, dan komitmen sosialnya. Untuk itu dibutuhkan rekayasa pembangunan sumber daya manusia.
4. Aspek kepribadian merupakan aspek sentral dalam upaya pembangunan sumberdaya manusia mengingat eksistensinya sebagai pelaku pembangunan yang akan menentukan arah pembangunan dan makna pembangunan.
5. Spiritualitas yang bersumber pada keimanan dan kesadaran religius, akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pengembangan kepribadian dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
Syubbanul Yaum Rijalul Ghad adalah sebuah ungkapan bagaimana para pemuda saat ini diproyeksikan untuk menjadi pemimpin pada masa yang akan dating, dan pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang mampu menyelesaikan pelbagai problemtika ummat saat ini yang tengah dilanda krisis moral dan kepercayaan terhadap par pemimpinnya. Dan marilah kita bersama mempersipkan diri dengan terus berkarya dalam arena dakwah untuk menyongsong kepemimpinan yang akan membawa kepada peradaban yang lebih indah dan mengagumkan.
Oleh karena itu, Imam As-Syahid Hasan Al-Banna memberikan washiyat kepada para kader muda Islam agar memiliki 10 Muwasshafat (karakter dan kualitas diri) untuk menjadi pemimpin Islam yang sejati, yaitu :
1. Salimul ‘aqidah (aqidah yang lurus);
2. Shahihul ‘ibadah (ibadah yang benar);
3. Matinul Khuluq (mempunyai Akhlak yang tangguh);
4. Mutsaqaful Fikri (memiliki wawasan yang luas);
5. Harishun ‘ala waqtihi (senantiasa mampu memenej waktu);
6. Qadirun ‘alal kasbi (bermata pencaharian/ mandiri);
7. Munaddzom fii Syu’unihi (mampu mengatur urusan pribadinya);
8. Qowiyyul Jismi (Jasad yang kuat);
9. Mujahidun Linafsihi (bersungguh-sungguh terhadap dirinya sendiri); dan
10. Naafi’un Lighoirihi (bermanfa’at bagi orang lain).
Siapapun yang mampu merefleksikan 10 muwasshafat diata, atas izin Allah ia akan menjadi pemuda yang senantiasa dipayungi oleh Allah Swt dalam limpahan kaih sayangnya dan Allah akan menuntunnya dalam jalan kebenaran. Dan semoga Allah menjadikan kita makhluknya yang senantiaa bersyukur atas berbagai anugerah yang diberikan Nya dan bisa bersabar atas segala ujian yang ditimpakan oleh Nya kepada kita. Karena yukur dan sabar adalah dua sayap yang akan menerbangkan kita ke angkaa indah Nya.
Wallahu A’lam …
DAFTAR PUSTAKA
Al Usairi, Ahmad., 2008; Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta : Akbar Media Eka Sarana.
Al Maududi, Abul A’la, 2007; Khilafah dan Kerajaan (al-Khilafah wal Mulk), terj. Muhammad al-Baqir, Bandung : Karisma.
Ibrahim, Tatang., Drs. M.Pd., 2004; Sejarah Kebudayaan Islam untuk Kelas VII MTs, Bandung : Armico.
Mubarok, Jaih. Prof. Dr. M.Ag, 2008; Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Islamika.
Syalibi, A. Prof. Dr., 2000; Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2, Jakarta : Al-Huna Zikra.
Yatim, Badri, Dr. M.A., 2000; Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
http://menaraislam.com/content/view/75/40/
http://www.syabab.com/index.php?option=com_content&view=article&id=50:apakah-khilafah-islamiyyah-hanya-berumur-30-tahun-dan-selebihnya-kerajaan&Itemid=55
http://politikana.com/baca/2009/04/14/apa-itu-khilafah
http://www.seruan-global.com/khilafah/apakah-khilafah-islamiyyah-hanya-berumur-30-tahun-dan-selebihnya-kerajaan-.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar