11 Desember 2010

Tarikh Tasyri'a Periode Rasul

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
1.1.1.  Fakta
Islam memiliki banyak ilmu yang sangat menarik untuk dikaji, salah satunya yakni fiqih Islam. Dalam fiqih Islam materi-materinya diambil dari al-Qur'an al-Karim, sabda-sabda dan perbuatan Rasulullah SAW yang menjelaskan al-Qur'an dan menerangkan maksud-maksudnya. Itulah yang dikenal dengan as-Sunnah. Selain itu fiqih Islam juga mengambil materi dari pendapat para fuqaha'. Pendapat-pendapat itu meskipun bersandar kepada al- Qur'an dan as-Sunnah namun merupakan hasil pemikiran yang telah terpengaruh oleh pengaruh yang berbeda-beda sesuai dengan masa yang dialami dan pembawaan-pembawaan jiwa (naluri) bagi setiap faqih.
Dalam hal ini penulis sejarah fiqih (sejarah hukum Islam) dan para fuqaha' ragu antara menjadikan sejarah itu berdasarkan masa yang berbeda-beda dan berdasarkan atas pribadi-pribadi para mujtahid dengan mengikuti perbedaan naluri kejiwaan mereka. Adapun jiwa para fuqaha' maka jelaslah bahwa hal itu bukanlah perbedaan yang hakiki, lebih-lebih bagi orang-orang yang hidup dalam satu masa.
1.1.2.  Normatif
Teori hukum Islam telah mengenal berbagai sumber dan metode yang darinya dan melaluinya hukum Islam itu diambil. Sumber-sumber yang darinya hukum diambil adalah al-Qur'an dan  Sunnah Nabi. Sedangkan yang melaluinya hukum berasal adalah metode-metode ijtihad dan interpretasi atau pencapaian sebuah consensus (ijma').


1.2.  Identifikasi Masalah
Untuk mengetahui kegunaan mempelajari sejarah hukum Islam, terlebih dahulu kita mengetahui latar belakang munculnya suatu hukum baik yang didasarkan pada al-Qur’an dan Sunah maupun tidak. Kalau tidak, maka akan melahirkan pemahaman hukum yang cenderung ekstrim bahkan mengarah pada merasa benar sendiri. Oleh karena itu memahami hukum Islam dengan mengetahui latar belakang pembentukan hukumnya menjadi sangat penting agar tidak salah dalam memahami hukum Islam itu.
Misalnya fiqh adalah hasil produk pemikiran ulama baik secara individu maupun kolektif. Oleh karena itu mempelajari perkembangan fiqh berarti mempelajari pemikiran ulama yang telah melakukan ijtihad dengan segala kemampuan yang dimilikinya.
Dengan demikian mempelajari sejarah hukum Islam berarti melakukan langkah awal dalam mengkonstruksikan pemikiran ulama klasik dan langkah-langkahijtihadnya untuk diimplementasikan sehingga kemaslahatan manusia senantiasa terpelihara.
Di antara kegunaan mempelajari sejarah hukum Islam adalah agar dapat melahirkan sikap hidup toleran dan untuk mewarisi pemikiran ulama klasik dan langkah-langkah ijtihadnya agar dapat mengembangkan gagasan-gagasannya.

1.3.      Rumusan Masalah
1)      Apakah pengertian Tarikh Tasyri itu?
2)      Bagaimana pendapat para tokoh Islam mengenai pengertian Tarikh Tasyri'?
3)      Apa saja ruang lingkup dan macam-macam Tarikh Tasyri'?
4)      Bagaimana Tarikh Tasyri' pada periode Rasul?

1.4.      Tujuan
1)      Mengetahui pengertian Tarikh Tasyri’
2)      Mengetahui pendapat tokoh-tokoh Islam tentang Tarikh Tasyri’
3)      Mengetahui ruang lingkup dan macam-macam Tarikh Tasyri’
4)      Mengetahui Tarikh Tasyri’ pada zaman Rasul


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Tarikh Tasyri'
Pengertian Tarikh Tasyri' secara bahasa berasal dari kata Tarikh yang artinya catatan tentang perhitungan tanggal, hari, bulan dan tahun. Lebih populer dan sederhana diartikan sebagai sejarah atau riwayat. Serta dari kata syariah adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan (diwahyukan) oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk manusia yang mencakup tiga bidang, yaitu keyakinan (aturan-aturan yang berkaitan dengan aqidah), perbuatan (ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tindakan hukum seseorang) dan akhlak (tentang nilai baik dan buruk).
Tarikh Tasyri' memiliki banyak pengertian yang disebutkan oleh beberapa tokoh Islam diantaranya yaitu :
Tarikh al-Tasyri’ menurut Muhammad Ali al-sayis adalah “Ilmu yang membahas keadaan hukum Islam pada masa kerasulan (Rasulullah SAW masih hidup) dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya, (membahas) keadaan fuqaha dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut”.
Tasyri’ adalah bermakna legislation, enactment of law, artinya penetapan undang-undang dalam agama Islam.[1]

2.2. Ruang Lingkup dan Pendapat Para Tokoh Islam
Ruang lingkup Tarikh Tasyri' terbatas pada keadaan perundang-undangan Islam dari zaman ke zaman yang dimulai dari zaman Nabi SAW sampai zaman berikutnya, yang ditinjau dari sudut pertumbuhan perundang-undangan Islam, termasuk didalamnya hal-hal yang menghambat dan mendukungnya serta biografi sarjana-sarjana fiqh yang banyak mengarahkan pemikirannya dalam upaya menetapkan perundang-undangan Islam.
Namun bagi Kamil Musa dalam kitab al-Madhkal ila Tarikh at-Tasyri' al-Islami, mengatakan bahwa Tarikh Tasyri' tidak terbatas pada sejarah pembentukan al Qur'an dan As-Sunnah. Ia juga mencakup pemikiran, gagasan dan ijtihad ulama pada waktu atau kurun tertentu. Diantara ruang lingkup Tarikh Tasyri', adalah :
1. Ibadah
Bagian ini membicarakan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Hukum-hukum yang berhubungan dengan lapangan ibadah bersumber pada nash-nash dari syara' tanpa tergantung pemahaman maksudnya atau alasan-alasannya. Hukum-hukum tersebut bersifat abadi dengan tidak terpengaruh oleh perbedaan lingkungan dan zaman.
2. Hukum Keluarga
Hukum keluarga ini meliputi: pernikahan, warisan, wasiat dan wakaf.
3.  Hukum Privat
Hukum Privat disini adalah apa yang biasa disebut dikalangan fuqoha dengan nama fiqh Mu'amalat-kebendaan atau hukum sipil (al Qonunul-madani). Hukum ini berisi pembicaraan tentang hak-hak manusia dalam hubungannya satu sama lain, seperti haknya si penjual untuk menerima uang harga dari si pembeli dan haknya si pembeli untuk menerima barang yang dibelinya, dan sebagainya.
4.  Hukum Pidana
   Hukum pidana Islam ialah kumpulan aturan yang mengatur cara melindungi dan menjaga keselamatan hak-hak dan kepentingan masyarakat (negara) dan anggota-anggotanya dari perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan. Para fuqoha Islam membicarakan lapangan hukum pidana dalam bab "Jinayat" atau "Huud".
5. Siyasah Syar'iyyah
Siyasah Syar'iyyah ialah hubungan antara negara dan pemerintahan Islam, teori-teori tentang timbulnya negara dan syarat-syarat diadakannya, serta kewajiban-kewajibannya. Hubungan antara rakyat dengan penguasa dalam berbagai lapangan hidup.
6.  Hukum Internasional
Hukum ini ada dua, yaitu pertama hukum perdata internasional ialah kumpulan aturan-aturan yang menerangkan hukum mana yang berlaku, dari dua hukum atau lebih, apabila ada dua unsur orang asing dalam suatu persoalan hukum, seperti orang Indonesia hendak menikah dengan orang Jepang dan perkawinan dilakukan di Amerika. Kedua hukum publik internasional, lapangan hukum ini mengatur antara negara Islam dengan negara lain atau antara negara Islam dengan warga negara lain, bukan dalam lapangan keperdataan.

      2.3. Macam-macam Tasyri'
. Secara umum Tasyri' dibagi menjadi dua, yaitu dilihat dari al-tasyri al-Islam min jihad al-nash yaitu dilihat dari sumbernya dan dari al-tasyri’ al-Islami min jihad al-tawasuh wa al-syumuliyah, yaitu dilihat dari sudut keluasan dan kandungan Tasyri'. Ditinjau dari sudut sumbernya dibentuk pada periode Rasulullah SAW, yakni al-Qur'an dan Sunnah.[2]
Para fuqaha' (muslim jurists) dan sarjana-sarjana modern setuju bahwa al-Qur'an terdiri dari sekitar 500 ayat hukum. Jika dibandingkan dengan keseluruhan materi al-Qur'an, ayat-ayat hukum sangatlah kecil, dan hal itu memberi kesan yang salah bahwa al-Qur'an memperhatikan aspek-aspek hukum karena kebetulan belaka. Pada saat yang sama, banyak dicatat oleh para ahli Islam bahwa al-Qur'an seringkali mengulang-ulang baik secara tematis maupun harfiah.[3]
Gerakan Tasyri kedua yamg dilihat dari kekuatan dan kandunganya mencakup ijtihad sahabat, tabi’in  dan ulama sesudahnya. Tasyri tipe kedua ini  dalam andangan Umar Sulaiman al- Asyqar dapat dibedakan menjadi dua bidang. Pertama bidang ibadah kedua bidang muamalat. Dalam bidang ibadah, Fiqh dibagi menjadi beberapa topik, yaitu: “taharah, salat, zakat, puasa i’ tikad, merawat jenazah, jumrah, sumpah, nazar, jihad, makanan, minuman, kurban, dam sembelihan”.
Bidang muamalat di bagi menjadi beberapa topik, diantaranya perkawinan dan perceraian, uqubat (hudud, qishas, dan ta’zir), jual beli, bagi hasil(qiradl), gadai, musyaqah, muzara’ah, upah, sewa, memindahkan hutang (hiwallah), syuf’ah wakalah, pinjam meminjam(arriyah), barang titipan, luqathah (barang temuan), jaminan (kafalah), sayembara (fi’alah), perseroan  (syirkhah), peradilan, waqaf, hibah, penahanan dan pemeliharaan (al- hajr), wasiat dan faraid (pembagia harta warisan).
Akan tetapi ulama Hanafiah seperti Ibnu Abiddin berbeda pendapat dalam pembagian fiqh. Dia membagi fiqh menjadi tiga bagian, yaitu ibadah, muamalat dan uqubat. Cakupan fiqh ibadah dalam pandangan mereka adalah shalat, zakat, puasa, haji dan jihad. Cakupan fiqh muamalat adalah petukaran harta seperti jual beli, titipan, pinjam meminjam,perkawinan, mukhasammah (gugatan), saksi, hakim dan bersifat duniawi (muamallat), Fiqh yang berhubungan denngan masalah keluarga peradilan, sedangkan cakupan fiqh uqubat dalam pandangan ulama Hanafiah adalah qishas, sanksi pencurian, sanksi zina, sanksi menuduh zina dan sanksi murtad.

2.4. Tarikh Tasyri’ Periode Rasul
2.4.1. Pada Masa Awal Islam
Islam datang untuk manusia secara keseluruhan, tetapi dimulai dengan memperbaiki keadaan orang-orang Arab yang telah Allah pilih sebagai penopang dan penyerunya. Keadaan orang-orang Arab dahulu terdiri dari dua perkara, yaitu berhalaisme dalam agama dan kekacauan dalam tatanan masyarakat. Penyelamat dari kebiadapan dan membebaskan mereka agar menyokong agama Allah diperlukan untuk memperbaiki kedua perkara yang ada dikalangan mereka. Selain menyelamatkan juaga mengarahkan mereka kepada akidah tauhid yang benar, seperti ikhlas beribadah kepada Dzat Yang maha tinggi, melepas akhlaq yang tercela dari jiwa mereka, menghapus adat istiadat yang buruk, mencetak mereka berakhlak mulia, berperangai terpuji, meletakkan aturan yang jitu yang mencangkup seluruh permasalahan mereka, agar mereka berjalan diantara petunjuk Allah dalam segala aspek kehidupan.
Periode ini berlangsung hanya beberapa tahun saja, yaitu tidak lebih dari 22 tahun dan beberapa bulan saja. Tapi walaupun demikian periode ini membawa pengaruh dan kesan yang besar dan penting sekali sebab periode ini telah meninggalkan beberapa ketetapan hukum dalam al-Qur’an dan as- Sunnah, dan juga telah meninggalkan berbagai dasar atau pokok Tasyri’ yang menyeluruh dan juga sudah menunjuk berbagai sumber dan dalil hukum yang untuk mengetahui hukum bagi suatu persoalan yang belum ada ketetapan hukumnya. Dengan demikian periode Rasulullah ini telah meninggalkan dasar pembentukan  undang-undang yang sempurna. Pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam Periode I (Pada Masa Rasulullah) situasi masyarakat Arab pra Islam sebelum Nabi SAW diutus, orang-orang Arab adalah umat yang tidak memiliki aturan dan mereka dikendalikan oleh kebiadaban, dinaungi oleh kegelapan dan kejihiliahan, serta tidak ada agama yang mengikat dan undang-undang yang yang harus mereka patuhi. Hanya sedikit saja dari mereka yang berjanji dengan aturan yang dapat menyelesaikan perselisihan mereka, adat yang dianggap baik serta langkah yang mulia. Bangsa Arab pra Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis Arab srategis, membuat Islam mudah tersebar ke berbagaii wilayah. Hal lain yang mendorong cepatnya laju perluasan wilayah adalah berbagai upaya yang dilakukan umat Islam. Adapun ciri-ciri utama tatanan Arab pra Islam adalah sebagai berikut  :
1.      Menganut paham kesukuan (kailah)
2.      Memiliki tata sosial polotik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas
3.      Mengenal hierarki sosial yangg kuat
4.      Kedudukan perempuan cenderung direndahkan.
Periode ini terdiri dari dua fase atau masa yang masing-masing mempunyai corak yang berbeda-beda, yaitu fase Makkah dan Madinah.
Pada fase Makkah ini Islam datang untuk memperbaiki keadaan masyarakat Arab. Pada waktu itu penduduk Arab kerap kali terjadi perselisihan, hal ini dikarenakan pada masa itu penduduknya masih dalam kebodohan. Maka dengan hadirnya Islam dikalangan masyarakat Arab dapat merubah pola pikir masyarakat Arab, meskipun pada awalnya terjadi perselisihan.
Setelah Islam mulai berkembang dan maju dalam beberapa aspek, maka dengan cepat Islam menyebar ke berbagai wilayah di sekitar Arab. Pada periode ini terdiri dari dua fase, yaitu fase Makkah dan fase Madinah. Yang mana pada fase Makkah ini bermula semenjak Rasul masih menetap di Makkah, yakni selama 12 tahun 15 bulan dan 3 hari. Pada fase ini umat Islam masih terisolir, karena pada waktu itu umat Islam masih sangat sedikit jumlahnya, sehingga tidak memungkinkan untuk berdakwah secara terang-terangan, karena dalam catatan sejarah kala itu masyarakat Quraisy memusuhi dan menolak akan adanya Islam sebagai agama mereka. Mereka meyakini bahwa Islam adalah agama yang bertentangan dengan keyakinan yang telah mereka anut secara turun-temurun dari nenek moyangnya. Pada masa itu masyarakat Quraisy masih meyakini bahwa berhala menjadi sesembahan mereka dan bisa mengabulkan semua yang mereka inginkan. Sehingga untuk merubah tradisi yang semacam ini butuh pendekatan yang cukup halus, hingga pada akhirnya sebagian dari mereka mulai meninggalkan keyakinan mereka selama ini dan berpindah untuk mengikuti ajaran Islam. Fase Makkah yakni semenjak Rasul Allah masih menetap di Makkah, selama 12 tahun 15 bulan dan 3 hari yaitu dari 18 Ramadhan tahun 41 sampai dengan wal bulan Rabi’ul wal tahun 54 dari kelahiran beliau. Dalam fase Makkah ini umat islam masih terisolir, jumlahnya masih sedikit, keadaan masih lemah , belum bisa membentuk suatu umat yang mempunyai pemerinntahan yang kuat. Oleh karenanya perhatian Rasul Allah pada periode ini dicurahkan semata-mata kepada penyebaran/penanaman da’wah untuk mengakui keEsaan Allah serta berusaha memalingkan perhatian umat manusia dari menyembah berhala dan patung. Di samping beliau membentengi diri dari abeka rupa gangguan orang-orang yang sengaja menghentikan/menghalang-halangi da’wah beliau dan pertentangan mereka terhadap orang-orang yang memberdayakan beliau, serta orang yang sudah beriman kepada beliau.
Sedangkan pada fase yang kedua adalah fase Madinah, yakni dimulai semenjak Rasulullah hijrah ke Madinah. Dalam catatan sejarah fase ini berjalan selama kurang lebih 9 tahun 9 bulan 9 hari yaitu tepatnya pada awal bulan Rabi’ul Awal tahun 54. Hal ini bermula karena adanya tekanan dari masyarakat Quraisy yang benci terhadap Islam yang sangat kuat, sehingga pada akhirnya Nabi memutuskan untuk berhijrah ke Madinah beserta para pengikutnya. Nabi tinggal di Madinah selama 10 tahun yaitu dimulai dari waktu hijrah hingga wafatnya. Ada beberapa ciri dari faase ini, diantaranya adalah :
a.       Islam tak lagi lemah, karena jumlahnya yang kian banyak
b.      Menghilangkan permusuhan dalam rangka mengesakan Allah
c.       Adanya ajakan untuk bermasyarakat
d.      Membentuk aturan damai dan perang
Maka dengan kondisi masyarakat yang demikian, yang disyariatkan pada fase Madinah adalah hukum kemasyarakatan yang mencakup muamalah, ijtihad, jinayat, mawaris, wasiat, talak, sumpah dan peradilan.
     
      2.4.2. Pemegang Kekuasaan Tasyri’ Pada Periode Nabi
Sumber atau kekuasaan Tasyri’ pad periode ini dipegang oleh Rasulullah sendiri dan tak seorangpun dari umat Islam selain beliau boleh menyendiri dalam menentukan hukum pada suatu masalah baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Sebab dengan adanya Rasul ditengah-tengah mereka serta dengan mudahnya mereka mengembalikan setiap masalah kepada beliau maka tak seorangpun dari mereka berani berfatwa dengan hasil ijtihadnya sendiri.
Bahkan jika mereka dalam menghadapi suatu peristiwa atau terjadi persengketaan maka mereka langsung mengembalikan persoalan itu kepada Rasulullah dan beliaulah yang selanjutnya akan memebrikan fatwa kepada mereka, menyelesaikan sengketa, menjawab pertanyaan dari masalah yang mereka tanyakan kepada Rasul.

             2.4.2. Sumber Perundang-undangan Pada Periode Rasul
Penentuan hukum pada masa Rasul mempunyai dua macam sumber, yaitu :
1.       Wahyu ilahi (Al Qur’an)
2.       Ijtihad Rasul sendiri
Jika terjadi sesuatu yang menghendaki adanya pembentukan hukum yang disebabkan karena munculnya suatu perselisihan atau masalah diantara umat Islam maka pemintaan fatwanya itu kepada Rasul serta Rasul menfatwakannya kepada mereka berdasarkan wahyu (al-Qur’an) yang turun kepada Rasul pada waktu itu. Disamping itu Rasul juga mempunyai wewenang untuk berijtihad, namun hal ini terbatas pada masalah muamalah saja. Sedangkan pada masalah ubudiyyah Rasul menfatwakannya berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya.

2.4.3. Perundang-undangan Pada Masa Rasul
Yang dikehendaki garis perundang-undangan adalah sistem atau jalan yang ditempuh oleh pemuka-pemuka Tasyri’ dalam mengembalikan permasalahan pada sumber-sumber Tasyri’. Oleh sebab itu periode ini merupakan periode hukum dan penempatan perundang-undangan Islam. Sumber pertama perundang-undangan itu adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul yang menghasilkan ayat-ayat Hukum dalam al-Qur’an. Dan perundang-undangan yang ke dua adalah berasal dari Ijtihad Rasul yaitu yang biasa disebut dengan Sunnah Rasul.
2.4.4. Jumlah Ayat-ayat Hukum Dalam al-Qur’an
Jumlah materi ayat-ayat hukum dalam Al Qur’an yang berhubungan dengan ibadah dan hal-hal yang berkaitan dengan jihad ada sekitar 140 ayat, jumlah ayat yang berkaitan dengan muamalah, ahwal as Syahsiyah, Jinayah, Peradilan dan kesaksian berjumlah kurang lebih 200 ayat. Sedangkan jumlah hadits hukum dalam berbagai macam hukum berjumlah sekitar 4500 hadits.

BAB III
PENUTUP

         3.1. Simpulan
a. Tarikh Tasyri’ secara bahasa berasal dari kata tarikh yang artinya catatan
tentang perhitungan tanggal, hari, bulan dan tahun. Dan kata tasyri’ yaitu
peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Allah kepada nabi Muhammad
untuk manusia, yang mencakup kaykinan, perbuatan dan akhlaq.
b. Tarikh Tasyri’ menurut Muhammad Ali al-Sayyis adalah ilmu yang membahas keadaan hukum Islam pada masa kerasulan dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya untuk membahas keadaan fuqaha dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut.
c. Secara umum Tasyri' dibagi menjadi dua, yaitu dilihat dari al-tasyri al-Islam min jihad al-nash yaitu dilihat dari sumbernya dan dari al-tasyri’ al-Islami min jihad al-tawasuh wa al-syumuliyah, yaitu dilihat dari sudut keluasan dan kandungan Tasyri'.
d. Menurut catatan sejarah, pada periode Rasul ini adalah dasar dan awal dari perkembangan dan munculnya Tarikh Tasyri’ Islam. Karena Rasul adalah sebagai pembawa perdamaian bagi seluruh umat. Oleh karena itu tidak mustahil bila sejak periode ini sudah mengalami perkembangan antusias tinggi bagi umat Islam sendiri maupun non-Islam.

3.2  Saran
Dari beberapa pemaparan yang telah tersebut di atas maka dapat disimpulkan  bahwa sejarah itu selalu berkembang seiring bergantinya zaman. Oleh karena itu hendaknya kita selalu mengikuti perkembangan tersebut agar umat Islam tak tertinggal sedikitpun dari berlalunya waktu. Hendaknya pembaca memperkaya wawasan dalam hal sejarah dengan selalu membuka wawasan dengan membaca.

DAFTAR PUSTAKA

Djafar, Muhammadiyah. 1993. Pengantar Ilmu Fiqih. Jakarta : Kalam Mulia
Hallaq, Wael. 2001. Sejarah Teori Hukum Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
http://yogiikhwan.wordpress.com
Karim, Khali Abdul. 2003. Historisitas Syari'at Islam. Yogjakarta : Pustaka Alief
Kholaf, Abdul Wahab. 1974. Khulashoh Tarikh Tasyri’ Islam. Solo : Ramadhani
Mubarok, Jaih. 2003. Sejarah Dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya
Muhammad, Mustofa. Tarikh al-Tasyri’ al-Islam. Surabaya : al-Hidayah
Zuhri, Mohammad. 1980.  Tarikh Tasyri' Al-Islami (Sejarah Pembinaan Hukum Islam). Semarang : Daarul Ihya-Indonesia


[1] http://yogiikhwan.wordpress.com/2009/03/20
[2] Mubarok, Jaih. 2003. Sejarah Dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya
[3]Hallaq, Wael B, Sejarah Teori Hukum Islam, 2001. PT RajaGrafindo Persada, hal. 5

Tidak ada komentar: