19 Januari 2014

Menjadi Ayah



8 bulan 11 hari sudah kami mengarungi bahtera rumah tangga, tak terlalu banyak masalah keluarga yang dihadapi, jikapun ada hanyalah kesalahfahaman pribadi yang bias diselesaikan dengan komunikasi yang menyenangkan dan berujung dengan senyum bahagia atau bahkan berkahir dengan gelak tawa sebagai tanda bahwa kami saling mengakui kesalahan kami dan menertawan kebodohan yang sudah kami lakukan.

Setelah selama itu pula, Allah mengkaruniai kami seorang janin dalam rahim istriku yang diprediksikan akan terlahir tanggal 26 Maret 2014 dan berjenis kelamin perempuan, kata dokter. Dan inilah amanah kedua yang harus saya jalani. Amanah pertama adalah menjadi seorang suami bagi istri dan kelahiran seorang anak tentu sesuatu yang membanggakan, mengharukan, menggetarkan, sekaligus beban yang harus sitanggung dengan segenap kesabaran dan kasih sayang yang tercurah.

Ini merupakan fitrah manusia, namun tentu saja bukan hal biasa bagiku. Karena saya akan memiliki makhluk baru yang akan memanggil saya dengan sebutan ‘Ayah’ atau “papih’ kalau permintaan istri saya. Inilah momen yang mengagumkan. Salahsatu momen yang luar biasa. Allau Akbar, Maha Agung Allah yang telah menciptakan kita dengan sebaik-baik makhluk dan bentuk, inilah keajaiban yang harus ditafakuri.

Tiada yang kekal di dunia ini melainkan perubahan. Ya, inilah yang akan saya alami pada hari-hari yang akan dijelang. Menjadi manusia atau seorang lelaki yang menyandang status baru. Sebagai seorang pengemban amanah anak manusia baru yang dititahkan untuk saya jaga, saya didik, saya bombing, saya bina dan saya arahkan sesuai dengan perkembangannya.

Menjadi seorang ayah adalah perkara gampang-gampang susah. Gampang karena kita diberikan modal atau potensi untuk menjadi pemimpin, adapun mudah adalah adalah menyelaraskan kehendak yang kita miliki dengan kondisi lingkungan. Ya, semua bermuara pada kita sebagai orang tua. Jika ingin memiliki anak yang shaleh, maka upaya pertama yang harus dilakukan adalah menjadikan diri kita sebagai pribadi yang shaleh pula.

Akhirnya, tinggal menghitung hari untuk perubahan status ini. Menjadi seorang ayah. Tugas pertamaku adalah memberikannya nama yang baik, karena nama adalah bentuk Tafa’ul (optimis) akan harapan kepada anak yang kelak akan kita didik dan besarkan. Selanjutnya adalah memberikannya nutrisi yang baik pula, entah itu nutrisi jasmani maupun rohani.

Semoga Allah memberikan kami kekuatan atas hadirnya manusia baru yang akan memanggil istriku “Mamih’ dan akan menyebutku “Papih”. Mengagumkan sekaligus mengharukan. Namun masih saja ini terasa mimpi. Mimpi yang indah.

Tidak ada komentar: