30 Maret 2010

4. Muhammad Hamid Abu An-Nasr, Mursyid Am Ke empat Ikhwanul Muslimin

Muhammad Hamid Abu An-Nasr, lahir pada tanggal 25 Maret 1913, di kota Manfaluth, propinsi Asyuth, Mesir. Sebuah daerah yang tumbuh di dalamnya Muhammad Hamid Abu An-Nasr, yang didirikan oleh kakeknya yang bernama Abu An-Nasr; seorang yang alim, Azahriy (ulama al-Azhar), penyair dan penulis dan merupakan salah satu pencetus kebangkitan kesusasteraan di Mesir di era Khadiwi Ismail, ikut juga berpartisipasi dalam penyusunan revolusi Arab, dan akhirnya Al-khadiwi Taufiq memutuskan untuk menentukan tempat tinggalnya di Manfelot , namun kemudian disingkirkan dengan cara diracun dan pada akhirnya meninggal pada akhir 1880.
Muhammad Hamid Abu Nasr hidup dalam keluarga yang kuat dengan kehidupan agama, sastra, dan politik. Dan hal tersebut diterjemahkan dalam partisipasinya mendirikan asosiasi keagamaan, dan forum kesusasteraan dan berpartisipasi dalam sistem politik; sehingga beliau dipercaya menjabat sebagai Amin mali (bendahara) Asosiasi Pemuda Islam, dan Ketua Asosiasi Reformasi Sosial Masyarakat dan anggota Komite Sentral delegasi di Manfelot.

Pada tahun 1933 menerima sertifikat kompetensi, dan menjadi anggota dari Asosisasi Reformasi Sosial Masyarakat di Manfalout tahun 1932, dan anggota dari Syubbanul Muslimin tahun 1933, dan Pada 1934 – 1935 M melallui temannya al-marhum ustadz Mohamed Abdul Dayem mendapat kabar bahwa mursyid pertama Ikhwanul Muslimin Hassan al-Banna akan berkunjung ke Jam’iyyah Syubbanul Muslimin di Asyuth, lalu beliau berbicara melalui telepon dengannya dan memintanya untuk untuk mengunjungi Manfalut untuk menyampaikan pidatonya disana. Dan setelah menyampaikan pidatonya mereka bertemu dan berdikusi bagaimana caranya mengembalikan umat Islam kepada Islam yang benar, dan saat itu beliau berkata kepada Imam Hasan Al-Banna berkata; namun hal ini bukanlah cara yang tepat untuk mengembalikan umat Islam pada masa keemasan dan kemuliaan masa lalu, beliau -Hasan Al-Banna- berkata kepadanya: jadi menurutmu bagaimana? Dan pada saat itu Muhammad Hamid Abu Nashr, berkata:” Saya pada waktu itu sangat berjiwa muda, dan senjata tidak pernah lepas dari saya seperti dalam menyambut pengunjung yang mulia yang saya cintai sebelum saya melihatnya. Saya berkata kepadanya: jadi satu-satunya cara untuk kembali kepada kemuliaan umat seperti masa lalu adalah ini… saya menunjukkan kepadanya senjata. Lalu beliau beliau turun dari tempat tidurnya seakan mendapatkan jawabannya, dan mendapatkan apa yang diinginkan, dan beliau berkata kepada saya: kemudian apa lagi? … bicaralah… lalu saya mendapatkan ucapan sebagai jawaban darinya dengan jelas, sambil mengeluarkan mushaf dari kopernya. Beliau berkata: apakah kamu mau berjanji dengan dua ini; mushaf dan senjata? Saya berkata: ya, dengan penuh kekuatan dan perasaan… dan saya tidak mensifatinya, kecuali karena karunia Allah yang berlimpah, dan kebahagiaan yang abadi yang di inginkan Allah melalui ilmu-Nya. Dan setelah selesai berbaiat dengan bentuk seperti tadi. Secara santai imam Hasan Al-Banna berkata: selamat, semoga Allah memberkahi, inilah awal kemenanganmu”.

Dakwah beliau

- Ustadz Muhammad Hamid bertemu dengan imam Syahid Hasan Al-Banna, pendiri dakwah Ikhwanul Muslimin di akhir tahun 1933, dan membaiatnya untuk bekerja di jalan Allah di bawah bendera dakwah yang penuh berkah ini.
- Ustadz Muhammad Hami adalah orang yang pertama kali bergabung pada barisan dakwah Ikhwanul Muslimin di daerah perkampungan Mesir.
- Menjadi ketua cabang di Manfaluth hingga menjadi anggota dalam lembaga pendiri (majelis syura), kemudian setelah itu menjadi anggota maktab Irsyad umum jamaah.
- Menghadapi penangkapan dan penjara serta dijatuhi hukuman pada tahun 1954 dengan hukuman kerja paksa selama 25 tahun, dan berlalu hukuman padanya 20 tahun di penjara Mesir dalam keadaan tegar dan kuat tidak pernah luntur dan gentar dalam berdakwah dan tidak pernah lunak walau terus berhadapan dengan rintangan, cobaan dan fitnah, sehingga beliau keluar dari penjara pada tahun 1974 untuk melanjutkan kontribusi dan jihadnya untuk meninggikan bendera Islam.
- Beliau terus melakukan dakwah dan kepemimpinannya hingga beliau diangkat menjadi mursyid am Ikhwanul muslimin menggantikan ustadz Umar At-Tilimsani pada tahun 1986.
Ustadz Muhammad Hamid adalah orang pertama yang selalu menemani pendiri jamaah Ikhwanul Muslimin, dan menjadi penopang harakah pada tahun 30-an, hidup bersamanya dalam penuh ujian bahkan berbagai rintangan dengan penuh kesabaran dan ikhlas, tidak pernah luntur azimahnya walau harus hidup di penjara, dan tidak pernah melemah walau harus berhadapan dengan kerasnya fitnah dan cobaan, sehingga beliau menjadi qudwah dalam keikhlasan dan kejujuran iman.

Beliau memenuhi janjinya dalam berbaiat, bersungguh-sungguh dalam ide dan pikirannya, membawa dengan gigih amanah risalah sekalipun telah berumur 80 an tahun..
Salah seorang penulis Islam berkata: “Saya melihatnya beliau adalah sosok yang memiliki fanatisme keimanan, berjiwa dan semangat muda, berani seperti pahlawan, bijaksana laksana syeikh, kaya akan pengalaman, penuh dengan cahaya iman, memiliki kasih sayang laksana orang tua, kecintaan laksana seorang al-akh, interaksi yang jujur laksana seorang sahabat, memiliki bimbingan laksana seorang guru, kebaikan yang memberikan teladan, keikhlasan sang murabbi, selalu memberi dengan penuh wibawa dan kharisma, akhlaq yang mulia, seakan sosok yang memiliki kesempurnaan, tampak pada wajahnya menghadapi kegamangan dakwah dengan penuh kesungguhan dan optimisme, dengan akhlaq yang mulia, penuh kasih sayang, cinta, wibawa, dermawan, ikhlas dan kebapakan”.
Beliau adalah saksi sejarah pada masanya yang secara sempurna menceritakan peristiwa dan kejadian yang dialami, dan bagaimana berpegang teguh pada dakwah di tengah masyarakat dan politik terakhir kali hingga masuk pada dewan kota dan desa, di bawah kehidupan parlemen, hidup pada masa yang penuh tipu daya, fitnah, mengada-ada dan penuh rekayasa, berhadapan dengan vonis dan tuduhan-tuduhan lainnya. Beliau adalah teladan dalam berbagai sikap walau tubuhnya semakin melemah oleh karena banyaknya ujian, siksaan dan usia, hingga akhirnya beliau kembali kepada yang Maha Kuasa, bertemu dengan Rabb-nya setelah memberikan pengorbanan dengan jiwa dan ruh dengan penuh jihad, gigih, sabar dan memenuhi janji dalam dakwah.

Jamaah Ikhwanul Muslimin pada masa kepemimpinannya

Jamaah Ikhwanul Muslimin di bawah kepemimpinan ustadz Muhammad Hamid berhadapan dengan banyak peristiwa terutama dalam kancah politik, secara kongkret pada masa beliau tokoh-tokoh yang muncul dalam pemilihan persatuan profesi, club-club pendidikan pada universitas dan lembaga-lembaga sosial lainnya.
Jamaah Ikhwanul Muslimin pada masa kepemimpinannya ikut turun dalam pemilu anggota dewan tahun 1987 dan berkoalisi dengan partai al-amal dan al-ahrar, sehingga berhasil memasukkan 36 orang anggota Ikhwan menjadi anggota parlemen. Dan untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Ikhwanul Muslimin masuk ke DPR dan menjadi pemimpin oposisi dalam bentuk yang kongkret, sebagaimana saat itu jamaah ikut dalam melakukan perbaikan majelis syura pada tahun 1989, dan mengikuti pemilu parlemen pada tahun 1990 dan bersama-sama ikut menjadi oposisi dengan partai-partai lain dalam menentang terus diterapkannya undang-undang darurat dan tidak adanya jaminan yang cukup untuk dilangsungkannya pemilu yang bersih… dan pada tahun 1992 jamaah Ikhwanul Muslimin juga ikut dalam pilkada yang ada di Mesir.

Dan pada tahun 1993 pemimpin jamaah menolak pengangkatan presiden Husni Mubarak untuk yang ketiga kalinya sehingga membuat marah pemerintah saat itu, dan memasukkan 82 orang dari pimpinan Ikhwanul Muslimin pada daftar yang akan diajukan ke mahkamah militer pada tahun 1995, dan menjatuhkan hukuman penjara terhadap 54 orang dari mereka dalam persidangan ilegal. Kemudian Ikhwanul muslimin juga ikut dalam pemilihan majelis syura (MPR) yang dilaksanakan pada tahun 1995.

Aktivitas politiknya.

Abu An-Nasr pada awal kehidupannya telah ikut serta dalam amal sosial dan amal-amal Islami lainnya, sehingga beliau dapat mencapai berbagai jabatan penting, seperti sebagai:
- Anggota dalam jam’iyah Islah ijtima’i di Manfaluth, tahun 1932
- Anggota jam’iyah syubbanul muslimin, tahun 1933
- Anggota jamaah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1934
- Anggota maktab irsyad jamaah Ikhwanul Muslimin.
- Mursyid am Ikhwanul Muslimin setelah meninggalnya Umar At-Tilimsani, tahun 1986

Berada dalam penjara

Abu Hamid Abu An-Nasr bersama dengan kawan-kawannya dari maktab Irsyad serta yang lainnya dari anggota jamaah Ikhwanul Muslimin ditangkap pada tahun 1954 saat terjadi bentrokan revolusi Mesir dengan jamaah Ikhwanul Muslimin dan dijatuhi vonis dengan hukuman kerja paksa seumur hidup. Dan beliau tetap ditahan hingga akhirnya dibebaskan pada masa presiden Anwar Sadat.

Kembali dalam kancah politik dan dakwah

Setelah keluar dari penangkapan, beliau kembali pada aktivitas dakwah dalam jamaah Ikhwanul Muslimin, dan kemudian dipilih menjadi mursyid Ikhwanul muslimin setelah ustadz Umar At-Tilimsani meninggal pada tahun 1986. Dan pada masa kepemimpinannya banyak anggota Ikhwan yang masuk dalam parlemen dan menjadi anggota dewan Mesir, dan jamaah menyaksikan akan perkembangan dan kemajuan yang gemilang pada masa kepemimpinannya.

Wafatnya:

Muhammad Hamid Abu An-Nasr wafat dalam usia 83 tahun, yaitu tepat pada hari sabtu pagi tanggal 20 Januari 1996.
Buku-buku karangan beliau:
- Hakikat al-khilaf baina “Al-Ikhwan al-muslimin” wa Abdul Nasser.

Tidak ada komentar: