A. PENGANTAR
Sebagian ulama mengatakan bahwa kalau seandainya tidak ada Ahmad bin Hambal, maka semua orang akan menjadi Mu’tazilah. Ditanyakan kepada Bisyr al-Hafi “Kenapa kamu tidak keluar mengatakan sebagaimana Ahmad bin Hambal berkata ?” Maka ia menjawab, “Apakah kalian menginginkan aku berkedudukan sebagaimana kedudukan seorang Nabi ? sesungguhnya Ahmad bin Hambal adalah seorang ulama yang tekun beribadah, ahli fiqih, berlaku zuhud, sabar terhadap cobaan, dan seorang Imam bagi Ahli Sunnah.”
Betapa butuhnya pada murid, ulama dan para da’i untuk mengetahui biografinya. Dia hidup dalam kurun waktu yang penuh fitnah yang besar dimana banyak sekali cobaan dan ujian, seadng orang-orang yang berfaham sekuler dan orang-orang yang munafik ingin menikam Islam dan ummatnya.
Oleh karena itu, tidak cukup bagi orang yang berharap pertolongan Allah dan kebahagiaan di hari Qiyamat dengan beribadah sungguh-sungguh dan mencari ilmu yang bermanfaat saja tanpa disertai upaya untuk memuiakan agama dan menyampaikan kebenaran agar panji-panji Islam berkibar dengan mulia.
Kita sekarang hidup dimasa akhir. Denganmembaca kisahnya saja, hati kita dapat bergetar dipenuhi rasa cinta dan simpati kepadanya, lalu bagaimana orang yang hidup semasa dengan Imam Ahmad bin Hambal yang mana mereka dapat menyaksikan ilmu, zuhud dan kesabarannya ? sudah barang tentu bahwa orang yang hanya mendengar tidak akan sama dengan orang yang menyaksikan.
B. BIOGRAFI IMAM AHMAD
Nama lengkapnya ialah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdilah bin Hayyan bin Abdillah bin Anas bin Auf bib Qasath bin Mazin bin Syaiban bin Dzahl bin Tsa’labah bin Ukabah bin Ukabah bin Sha’b bin Ali bin Bakar bin Wa’il bin Qasith bin Hanab bin Qushay bin Da’mi bin Judailah bin Asad bin Rabi’ah bin Nazzar bin Ma’ad bin Adnan.
Kalau diperhatikan maka garis keturuna Imam Ahmad bin Hambal ini memiliki keutamaan yang agungdan urutan yang mulia dari du arah, yaitu :
Pertama, dalam garis keturunan ini, nashab Imam Ahmad bin Hambal bertemu dengan Rasulullah Saw. Pada Nazzar. Nazzar ini mempunyaiempat anak, dinataranya adalah Mudhor yang menurunkan Nabi Muhammad Saw. Sedang anaknya Nazzar yang lain adalah Rabi’ahyang menurunkan Imam Ahmad bin Hambal.
Kedua, Imam Ahmad bin Hambal adalah orang Arab asli dengan garis keturunan yang shahih.
Ibunya mengandung di Moro, kemudian pergi ke Baghdad lalu melahirkan Imam Ahmad bin Hambal pada awal bulan Rabi’u Awal tahun 164 Hijriyah.
Ayah Imam Ahmad bin Hambal bernama Muhammadadalah seorang Wali Kota daerah Sarkhas dan salah seorang anak penyeru Daulah Abbasiyah. Muhammad meninggal pada usia 30 tahun pada tahun 1970 Hijriyah.
C. PERJALANAN MENUNTUT ILMU
Abu Nu’aim berkata, “Dari Abu fadhl dari ayahku, dia mengatakan, “Aku mulai mencari Hadits ketika aku berumur enam belas tahun. Ketika Husyaim meninggal, makausiaku mencapai dua puluh tahun. Pertamakali aku mendengar Hadits dari Husyaim tahun 179 H. yang pada tahun ini juga, Ibnul Mubarrak datang untuk terakhir kalinya sehingga akupun menghadiri halaqah (majelis) pengajiannya. Orang-orang berkata, “Dia keluar ke Thurthus dan meninggal disana pada tahun 181 H.”
Al Ulaimi berkata yang ringkasanannya sebagai berikut, “Sejak kecil Ahmad bin Hambal sudah menampakan tanda-tanda kelebihannya denga menguasasi berbagai disiplin ilmu dan banyak menghafal hadits. Ketika ia hendak pergi pagi-pagi sekali untuk mencari hadits, ibunya mengambikan baju untuknya sambil berpesan, “Tunggulah samapia terdengar adzan atau sampai orang-orang keluar di waktu pagi.’
Beliau telah menempuh rihlah (perjalanan untuk mencari ilmu) ke berbagai negara, seperti Kufah, Bashrah, Hijaz, Makkah, Madinah, Yaman, Syam, daerah-daerah pesisir, Maroko, Al-Jazair, Persia, Khurasan, daerah pegunungan serta lembah-lembah dan yang lainnya.
Setelah melakukan rihlah yang panjang ini, akhirnya Imam Ahmad pu kembai ke Baghdad hingga pada masanya, dia menjadi ulama terkemuka yang diperhitungkan. Dia abdikan ilmu pengetahuannya untuk agama Allah, sehingga dia menjadi salahsatu tokoh terkemuka dari sekian banyak Imam dalam Islam.
Diasudah mencari hadits sewaktu berusia 16 tahun, dan mauk ke Kufah untuk pertama kali dalam perjalanan rihlahnya pada saat Husyaim meninggal, yaitu pada tahun 183 H. Kemudian dia memasuki Kufah pada tahun 186 H. dana berguru kepada Sufyan bin ‘Uyainah.
Yahya berkata, “Ketika kami akan berguru kepada Abdur Razak di Yaman, maka terlebih dahulu kami menunaikan ibadah haji. Disaat aku sedang Thawaf, tiba-tiba aku melihat Abdurrazak juga sedang berthawaf, sehingga, aku lalu mendekatinya dan mengucaapkan salam kepadanya. Setelah aku perkenalkan Ahmad bin Hambal kepada Abdurrazak, maka Abdurrazak berkata kepada Ahmad bin Hambal, “Semoga Allah memberikan umur panjang dan menetapkan langkahmu dalam kebaikan. Sesungguhnya telah sampai kepadaku kabar tentang dirimu,yang semuanya adalah kabar baik.”
Aku (Yahya) berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal “Allah telah mendekatkan apa yang telaha menjadi tujuan kita, apabila kita meminta hadits riwayat Abdurrazak disini, maka perbekalan kita tentu tersisa banyak daripada kita menemuinya dirumahnya yang akan memakan perjalan satu bulan.”
Ahmad bin Hambal lalu menjawab, “Demi Allah aku tidak akan mengubah niatku, dari Baghdad aku telah berniat mendengarkan hadits dari Abdurrazak di Shana’a. Kita harus menempuh perjalanan untuk bertemu Abdurrazak disana.”
Akibat perjalan yang jauh itu, maka Ahmad akhirnya kehabisan bekal, namun ketika kami diberi uang Dirham dalam jumah yang banyak oleh Abdurrazak, maka Ahmad menolaknya; ketika uang itu diberikan Abdurrazak dalam bentuk pinjaman, Ahmad pun tetap masih tak mau menerimanya; lalukami tawarkanuang bekal kami kepada Ahmad, akan tetapi diapun tidak mau menerima. Pada saat kami memperhatikan bagaimana Ahmad memenuhi kebutuhannya, ternyata kami temukan dia telah bekerja dan makan dari hasil kerja tersebut.”
Ahmad telah melaksanakan ibadah Haji sebanyak lima kali, tiga kai dengan berjalan kai dan dua kali dengan naik kendaraan. Diantara haji yang dilaksanakan tersebut, Ahmad pernah menghabiskan biaya sebesar 20 dirham. Dia adalah salah seorang sahabat yang istimewa bagi Imam Syafi’i. hubungan persahabatan mereka berdua sealu terjalin dengan amat baik sampai Imam Syafi’I meninggalkan Baghdad menuju ke Mesir. Imam Syafi’I sangat menghormati Ahmad bin Hambal dan menemuinya dengan pujian yang bagus sekali.
Harmalah menceritakan bahwa pada waktu Imam Syafi’I bertolak ke Mesir dari Irak, dia berkata, “Tidak aku tinggalkan di Irak orang yang menyerupai Ahmad bin Hambal.”
Ahmad Ad-Dauraqi berkata, “Tatkala Ahmad bin Hambal pulang dari berguru pada Abdurrazak, maka aku melihat Ahmad di Makkah dalam keadaan letih dan pucat. Nampak jelas sekali dia merasa lelah dan letih menempuh perjalanan jauh, sehingga akupun lalu menghampirinya lalu duduk disampingnya untuk berbincang-bincang. Dalam perbincangan kami itu, Ahmad mengeluh dan berkata, “Rendah sekali pelajaran yang kami peroleh dari Abdurrazak.”
D. GURU DAN MURID-MURIDNYA
Sebagaimana disebutkan Al-Khatib diantara guru-gurunya adalah :
1. Isma’il bin Uaynah
2. Husyaim bin Busyair
3. Hamad bin Khalid al-Khayyad
4. Manshur bin Salamah al-Khaza’i
5. Al-Mudzaffar bin Mudrak
6. Utsman bin Umar bin Faris
7. Muhammad bin Yazid
8. Muhammad bin Bakar al-Basyrani
9. Muhammad bin Ja’far Ghundar
10. Yahya bin Sa’id al-Qhatthan
11. Abdurrahman bin Mahdi
12. Abu Sa’id Maula Bani Hasyim
13. Yazid bin Harun Al-Wasithiyin
14. Muhammad bin Idris As-Syafi’i
15. Ruh bin Ubadah
16. Muhammad bin Abi ‘Adi
17. Abu Dawud bin Ath-Tayalassi
18. Abdullah bin Numair
19. Waqi’ bin Al-Jarrah
20. Sufyan bin ‘Uyainah
21. Yahya bin Sulaim Ath-Tha’ifi
22. Ibrahim bin Sa’ad Al-Zuhri
23. Abdurrazak bin Hamman
24. Abu Qurrah bin Thariq
25. Al-Waid bin Muslim
26. Abu Masyar al-Dimasyqi
27. Abul Yaman
28. Ali bin Ayyasy dan
29. Bisyr bin Syu’aib bin Abi Hamzah Al-Himshiyin
Selain mereka, masih banyak lagi guru Ahmad bin Hambal. Untuk menyebutkan semuanya, tentu itu akan emberatkan sekali. Al-Mizzi dalam kitab karyanya Tahdzib Al-Kamal menyebutkan bahwa guru Imam Ahmad itu sebanyak 104 (seratus empat) orang. Walaupun demikian jumlah itu bukanlah keseluruhan. Wallahu A’lam.
Tentang murid-muridnya, Al-Khatib berkata, “Tidak sedikit orang yang telah kami sebutkan sebagai guru-gurunya yang meriwayatkan hadits ari Ahmad bin Hmabal.
Diantara orang yang meriwayatkan hadits dari Ahmad bin Hambal antara lain;
1. Kedua anaknya yang bernama Shaleh dan Abdullah,
2. Seorang anak paman Imam Ahmad yang bernama Hmbal bin Ishaq,
3. Al-Hasan bin Ash-Shabah Al-Bazzar
4. Muhammad bin Ishaq Ash-Shaghani
5. Abbas bin Muhammad bin Ad-Duri
6. Muhammad bin Ubaidillah Al-Munadi
7. Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari
8. Muslim bin Al-Hajjaj An-Naishaburi
9. Abu Zur’ah
10. Abu Hatim Ar-Raziyan
11. Abu Dawud As-Sijistani
12. Abu Bakar Al-Atsram
13. Abu Bakar Al-Mawarzi, dan lain-lain
Al-Mizzi juga menyebutkan dalam Kitab Tahdzib Al-Kamal bahwa terdapat 88 (delapan puluh delapan) diantara murid Imam Ahmad yang merupakan guru-gurunya, yaitu :
1. Muhammad bin Idris As-Syafi’i
2. Waqi’ bin Al-Jarrah
3. Yahya bin Adam, dan
4. Yazid bin Harum
Adapun orang-orang yang seangkatan dengan dirinya adalah :
1. Ali bin Al-Madini
2. Yahya bin Ma’in
3. Duhaim Asy-Syami
4. Ahmad bin Abi Al-Hawari, dan
5. Ahmad bin Shaleh Al-Mashri
Dari AlHusain bin Isma’il dariayahnya, dia berkata, “Dalam halaqah pengajian Imam Ahmad bin Hambal biasanya berkumpul kira-kira 5000 (lima ribu) murid atau lebih. Diantara mereka itu, minimal terdapat 500 (lima ratus) ahli Hadits, sementara yang selebihnya adalah orang-orang yang belajar akjlak dan budi pekerti.”
Abu Bakar Al-Muthawwi’i mengatakan, ‘Aku dengan Abdullah bin Ahmad bin Hambal berselisih umur 12 tahun. Ketika dia mengjarkan kitabnya AlMusnad kepada anak-anaknya, aku tidak pernah menulis satu pun hadits yang dibacanya. Disana, aku hanya belajar dari cara memberipetunjuk, akhlak dan budi pekertinya.”
E. AKHLAK IMAM AHMAD BIN HAMBAL
Al-Khalal berkata kepada kami, “Muhammad bin Husain memberitahukan kepada kami bahwasannya Abu Bakar Al-Mawarzi mengutarakan akhlak Imam Ahmad bin Hambal dengan berkata, “Ahmad bin Hambal bukanlah orang yang tidak tahu. Kalau ada orang yang tidak mengenalinya, maka ia akan bersikap lemah lembut dan bertanggungjawab dengan selalu berkata “Segalanya dari Allah.” Ahmad tidak pendendam, tidak suka tergesa-gesa, sangat sopan, disipin, bersikap santun kepada orang lain, tidak berperangai kasar dan menyukai dan membenci karena Allah. Akan tetapi, untuk hal yang berkaitan dengan urusan agama, dia sangat tegas. Akibatnya, dia sering menderita akibat sikap para tetangganya.”
Abu Dawud As-Sijistani menceritakan bahwa Imam Ahmad bin Hambal tidak pernah turut campur terlalu mendalam ketika memabhas masalah duniawi seperti orang-orang pada umumnya. Akan tetapi, jikadipaparkan dihadapannya dalam masalah agama, maka dia akan angkat bicara dan tidak pernah diam. Halaqah pengajian Imam Ahmad bin Hambal adalah pengajian akhirat yang disana tidak akan dibahas keduniawian. Aku belum pernah melihat, walau sekali saja, Imam Ahmad bin Hambal berbicara masalah dunia.”
Dari Abul Husain Al- Munadi, dia berkata “Aku pernah melihat kakek ku berkata, “Ahmad bin hambal adalah manusia pilihan, yang paling mulia kepribadiannya dan paling baik etikanya dalam bergaul. Dia lebih banyak diam dan menahan pembicaraan menghindar dari perkataan yang tidak baik serta bicara tanpa ada manfaatnya dan tidak pernah terdengar darinya kecuali pelajaran hadits.
Disamping itu, dia suka membahas seputar orang-orang sholeh dan orang-orang zuhud ; suka membuat orang lain senang ketika bertemu dengannya; dan dia juga sangat menghormati dan memuliakan orang-orang tua sehingga mereka juga sangat menghormati dan memuliakannya.
Apa yang dilakukan Ahmad bin Hambal itu adalah sebagaimana yang diakukan Yahya bin Ma’in, waaupun Yahya bin Ma’in lebih tua darinya dan seisih umur kira-kira tujuh tahun. Sewaktu akan memasuki rumahnya dari masjid, dia menghentakan kakinya ke tanah supaya orang yang ada dalam rumahnya mendengar kedatangannya. Terkadang pula dia menggunakan batuk (dehem) sebagai isyarat agar orang di dalam rumah mengetahui kedatangannya.”
Abu Nua’im dengan sanadnya dari Al- Abas bin Muhammad Ad – Duri dari Ali bin Abi Mirarah, dia berkata, “ibuku mengalami lumpuh sekitar dua puluh tahun lamanya. Pada suatu hari, ibuku berkata kepadaku, “pergilah kamu ketempat Ahmad bin Hambal dan mintalah kepadanya agar dia mendoakan kesembuhanku, “ sehingga aku pun lalu pergi kerumahnya. Ketika aku sudah sampai didepan rumahnya, aku lalu mengetuk pintunya, sementara Ahmad bin Hambal yang berada diruangan khususnya dari dalam rumah bertanya, “siapa yang ada dibalik pintu?” aku menjawab, “aku salah seorang tetanggamu,” aku sampaikan kepadanya bahwa ibuku adalah seorang yang lumpuh, ia menyuruh ku agar aku kesini untuk memintakan doa darimu. “
Setelah itu, aku mendengar suara imam Ahmad seperti orang yang sedang marah, dia berkata, “ kami lebih membutuhkan doa darimu. “ karenanya, aku lalu bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Akan tetapi, beum lagi aku beranjak melangkahkan kakiku, tiba-tiba muncul seorang perempuan tua dari rumah berkata, “ Apakah kamu orang yang baru saja berkata dengan Ahmad Bin Hambal? “ aku menjawab, “ benar.“ lalu perempuan tua itu berkata, “ ketika kamu meninggalkannya, dia sudah mendoakan ibumu.“ mendengar ucapan perempuan tua itu, seketika aku pulang kerumah ku. Ketika aku hendak mengetuk pintu, maka aku dapati ibuku sudah bisa berjalan dengan kedua kakinya bahkan sudah bisa membukakan pintu. Ibuku berkata, “Allah benar-benar telah memberiku kesehatan.”
1) Zuhudnya
Shaleh bin Ahmad bin Hambal berkata, “Ahmad bin Hambal seringkali membuat adonan tanpa cuka. Aku seriang melihatnya memakan roti keras dan kasar yangdikibas-kibaskan karena terkena debu. Roti itu lalu diletakan dipanci besar lalu ia menuangkan air kedalamnya agar lembek. Setelah lembek, dia memakannya dengan garam.”
Aku belum pernah melihatnya membeli buah-buahan semisal buah deima maupun nuah safarjal (sejenis apel) kecuai semangka yang dimakan dengan roti atau anggur dan korma. Apabila kami membeli sesuatu, maka kami akan menyembunyikan darinya. Sebab, kalau sampai dia melihatnya, maka dia akan mencela tindakan kami.”
Musa bin Ahmad Al-Barbari berkata, “Al-Hasan bin Abdi Aziz membawa warisannya dari mEsir sebanyak 100.000 (seratus ribu) dinar. Al-Hasan juga membawa untuk Ahmad bin Hambal tiga kantong dengansetiap kantongnya berisi seribu dinar. Al-Hasan berkata kepada Ahmad bin Hambal, “Wahai Abu Abdullah, uang ini adalah dari harta warisan yang halal. Ambillah untuk memenuhi kebutuhanmu !” kemudian Imam Ahmad menjawab, “Aku tidak membutuhkannya karena aku masih berkecukupan.”
Kezuhudan Imam Ahmad bin Hambal senantiasa terjaga dan mampu menjadi benteng bagi dirinya dalam bertindak, dan kerap kali ia menolak pemberian walaupun hanya satu dinar, ia tidak pernah sedikitpun memikirkan harta yang ada pada dirinya, walaupun hartanya dicuri orang. Ia yang kokoh pendiriannya, ia yang tangguh dalam menghadapi kesusahan. Dalam hal ini, Al-Ulaimi berkata, “Gemerlap duniatelah menghampirinya, tetapi dia tidak menghiruakannya, kedudukan ditolak, dan harta benda pun tidak diinginkannya. Imam Ahmad bin Hambal menolak semua itu karena dirinya merasa cukup. Dalam kesederhanaannya dia berkata; “Harta sedikit bisa mencukupi, dan harta yang banyak tidak bisa mencukupi. Sesungguhnya makanan itu bukanlah makanan (kecuai yang dimakan), pakaian bukan pakaian, dan hari-hari di dunia ini teramat sedikit dan pendek sekali.”
2) Kewara’annya
Qutaibah berkata, “kalau tidak karena Ahmad bin Hambal, maka wira’i sudah mati.”
Al-Ulaimi berkata, “Sebagian dari sifat wira’inya Ahmad bin Hambal adalah dia meninggalkan untuk istrinya –ibu dari Abdullah- sebuah rumah, dan mengambil satu Dirham darinya sebagai hak mendapatkan warisan. Ketika Ibu Abdulah sedang membutuhkan biaya untuk memperbaiki rumah tersebut, maka Abdulah pun memperbaikinya. Akibatnya Imam Ahmad tidak mau menempati rumah tersebut lagi karena menyangka Abdullah telah menerima uang dari pemerintah untuk memerpbaikinya.” Imam Ahmad berkata, “Ia (Abdullah) telah ‘merusak’ rumah tersebut sehingga aku tidak bisa memasukinya.” Maksud ‘merusak’ adalah memperbaiki rumah dari uang pemberian pemerintah.
Pada dasarnya anak-anak Imam Ahmad bin Hambal yang lain serta pamannya sudah melarang Abdullah menerima bantuan pemerintah, namun mereka memperbolehkannya ketika ada keperluan mendesak. Akibatnya, Imam Ahmad tidak berkunjung ke rumah kerabatnya selama sebulan.
Ketika dia sedang sakit, dan setelah diadakan rapat yang akan dijadikan pemondokannya, maka keluarganya lalu membawa Imam Ahmad ke rumah Shaleh. Namun Imam Ahmad, dengan isyarat tangannya menyatakan ketidak mauannya dibawa kesana, karena Shaleh telah menerima bantuan uang dari pemerintah. Seperti ini yang terjadi pada diri Imam Ahmad bin Hambal.”
Shaleh bin Ahmad bin Hambal mengisahkan bahwa ayahnya ketika sedang sakit berkata kepadanya, “Keluarkan Kitab Abdulah bin Idris dan bacakan untuk ku hadits dari Laits Ats-Tsamarqandi bahwa Thawus membenci mengaduh ketika sakit.” Oleh karena itu, ketika ayahku sedang menjalani sakitnya, maka aku belum pernah mendengar dia mengaduh sampai menghembuskan nafas terakhir.”
3) Keteguhannya Mengikuti Sunnah
Abu Nua’im menceritakan bahwa imam Ahmad bin Hambal merupakan contoh figur seorang imam yang selalu mengikuti sunnah. Dia merupakan suri tauladan bagi orang-orang sesudahnya yang tidak pernah berpaling dari tuntunan sunnah dan tidak suka mengotak-atik sunnah dengan logika. Hapalnya terhadap hadits beserta illat-illatnya ibarat gunung yang kokoh dan lautan yang sangat dalam.”
Dari Abdul Malik Al-Maimuni, ia berkata, “Mataku belum pernah melihat orang yang sangat mulia dari Ahmad bin Hambal. Aku juga belum pernah melihat dari seorang pun dari para ulama ahli hadits yang lebih mengagungkan perintah Allah, Sunnah Rasulnya dan yang lebih patuh darinya.”
Imam Ahmad berkata, “Aku tidak pernah menulis satupun hadits Rasulullah SAW kecuali hadits itu sudah aku amalkan. Ketika aku menjumpai hadits, “Sesungguhnya Rasullulah pernah berobat dengan berbekam dan memberi upah Abu Thaibah satu Dinar” (HR. Al-Bukhari, 4/380, Muslim, 10/242,Malik 2/974,Ad-Darimi, 2/272 dan Ahmad, 3/100, 174 dan 182, Malik, 2/974, Ad-Darimi, 2/272 dan Ahmad, 3/100, 174 dan 182) Maka, aku pun telah mempraktekkannya dengan memberikan upah satu dinar kepada tukang bekam.”
Abdullah bin Ahmad bin Hambal mengatakan,”Aku tidak pernah melihat ayahku bercerita tanpa kitab kecuali kurang dari seratus hadits. Aku juga pernah mendengar ayahku berkata, “Imam Asy-Syafi’I berkata kepadaku, “Wahai Abu Abdillah, apabila kamu menjumpai hadits yang menurutmu shahih, maka tolong beritahukan kepadaku agar aku mengikutinya, baik hadits itu dari Kuffah, Bashrah maupun dari Syam. Sesungguhnya kamu lebih tahu tentang hadits yang shahih dari pada aku.
Menurut adz-Dzahabi, Imam As-Syafi’i dalam cerita ini tidak menyebut hadits dari Hijaz karena dia sendiri sudah faham. Begitu juga dia juga tidak menyebut hadits dari Mesir, karena di antara keduanya, Hijaz dan Mesir, Imam Asy-Syafi’i lebih faham sendiri.”
F. COBAAN DAN UJIAN YANG MENIMPA IMAM AHMAD BIN HAMBAL
Telah berlaku dalam sunnatullah bagi manusia bahwasannya Allah akan memberikan ujian kepada manusia untuk membuktikan keteguhan keimanan seseorang, sehingga benarlah orang-orang yang benar dan dustalah para pembohong terhadap apa yang mereka katakan. Allah telah berfirman :
“ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “ kami telah beriman, “ sedang mereka tidak di uji lagi? “ Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.” ( Al-Ankabut : 2-3 ).
Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang manusia yang paling hebat dan dahsyat cobaannya, maka beliau bersabda;
“Para nabi kemudian orang yang dibawahnya dan dibawahnya. “ ( HR. At-Tirmidzi, 9/243 dan ibnu Majah No. 4023 ).
Ketika Imam Asy-Syafi’i ditanya tentang manakah yang lebih utama antara orang yang tenang (tidak diberi ujian) dengan orang-orang yang diberi cobaan? Maka dia menjawab, “ Seseorang tidak akan tenang sebelum mendapat cobaan. Cobaan dan ujian yang telah diberikan kepada Imam Ahmad bin Hambal menunjukan kekuatan dan keagungan imannya kepada Allah. Allah telah berfirman,
“Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami. “ ( As-Sajdah : 24 )
Sebagian ulama salaf berkata, “ketika manusia menghadapi pokok permasalahan yang genting, kami dijadikan antara mereka sebagai pemimpin, sehingga dengan keyakinan dan kesabaran, maka seseorang dapat mencapai derajat keimanan dalam agama. Oleh karena itu, Allah telah menjadikan tali yang kuat dari ulama untuk menjelaskan kebenaran kepada para manusia dan tidak menyembunyikan kebenaran tersebut. “
Berangkat dari sini, maka rasululah telah bersabda,
“ Jihad yang paling besar adalah menyuarakan keadilan kepada penguasa yang jahat. “ ( HR. At-tirmidzi, 9/20, dan An- Nasa’I, 7/161 ).
Para ulama berpendapat bahwa menyuarakan keadilan kepada penguasa yang jahat merupakan jihad paling besar atau paling utama, sedang yang disebut jihad adalahmenghadapkan diri pada kebinasaan. Disadari bahwa menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang jahat, besar kemungkinannya jiwa akan binasa. Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi para ulama dan da’i penyeru agama Allah untuk selalu bersikap tegas dalam menyampaikan kebenaran tanpa rasa khawatir dan takut.
Ad-Dzahibi menambahkan, “Menyuarakan kebenaran adalah sesuatu yang mulia, tetapi diperlukan kekuatan dan keikhlasan. Orang yang ikhlas tanpa disertai kekuatan tidak bisa menegakan kebenaran. Sedangkan orang kuat tetapi tidak ikhlas maka ia hanya akan mendapatkan kehinaan orang yang sempurna adalah orang yang bisa menyeimbangkan kedua-duanya. Barang siapa yang lemah, maka dia hanya bisa melakukannya dengan inkar dalam hati dan berserahdiri kepada Allah, Karena tidak ada kekuatan kecuali darinya. “
Secara silih berganti dan berurutan, Ahmad bin Hambal menghadapi cobaan dari empat penguasa sekaligus. Diantara ke empatnya ada yang mengancam dan menteror; ada yang memukul dan memasukannya ke penjara; ada yang menggiring dan berlaku kasar padanya ; dan yang terakhir mengiming-imingi kekuasaan dan harta kekayaan.
Akan tetapi, semua itu justru membuat Ahmad bin Hambal bertambah tegar dan tetap pada pendirian semula serta bertambah kuatlah keimanan dan keyakinannya. Hal ini merupakan indikator iman yang benar kepada Allah sebagaimana difirmankan-Nya.
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “ inilah yang dijanjikan Allah dan Rasulnya pada kita. “ Dan benarlah Alah dan Rasulnya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada meereka kecuali iman dan ketundukan. “ ( Al- Ahzab : 22 ).
Orang-oarang mukmin yang benar imannya akan bertambah kadar iman dan ketundukannya kepada Allah dengan adanya cobaan dan ujian yang menimpanya. Sedangkan orang-orang munafik akan takut dengan cobaan tersebut sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, “Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka.” ( Al-Munafiqun : 4 ).
Imam Ahmad telah menghadapi fitnah dari empat khalifahan, yaitu: Al-Makmun, Al-Mu’tashim, Al-Watsiq dan Al-Mutawakkil. Sebelum bmereka berkuasa, kehidupan ummat Islam masih dibawah panji-panji Ahlus Sunnah. Hal itu sampai pada masa kekhalifahan Harun Ar-Rasyid dimana para ahi bid’ah masih enggan menampkan kebathilan mereka.
Ketika al-Makmun bin Harun Ar-rasyid condong pada pendapat Mu’tazilah, maka dia memaksa para ulama dan para hakim untuk menyuarakan madzhabnya yangb sesat. Kebanyakan ulama yang menerima seruannya itu tidak berdaya, dan yang bertahan dengan keyakinannya banyak yang meninggal dunia.
Dalam fitnah ini, Ahmad bin Hambal mengambil langkah yang tidak akan mampu melakukannya kecualil ia adalah seorang Nabi. Imam Ahmad bersikap seolah-oah gunung yang kokoh bertahan biarpun diterpa ganasnya deru angin fitnah dan riuhnya badai siksaan.
Ketika Khalifah Al-Makmun meninggal dan digantikan oleh Al-Mu’tashim, maka ia berupaya untuk menjinakan Ahmad bin Hambal dengan deraan cambukan disamping terali besi yang lamanya hampir 28 bulan. Ketabahan Imam Ahmad dalam mempertahankan sesuatu yang haq ini semakin menambah simpati ulama dan masyarakat luas yang sebelumnya sudah bersimpati kepadanya. Kalau waktu itu Imam Ahmad berpaling dari mempertahankan yang haq, maka tidak akan terhitung lagi betapa banyak ulama yang akan tergelincir karena mengikutinya.
Sebab-sebab pendirian Imam Ahmad yang kokoh tersebut sudah dipersiapkan oleh Allah Swt. Sehingga sebagian orang berkata kepada Ahmad bin Hambal, “Apabila kamu meninggal ditempat ini, maka kamu pasti akan masuk syurga.” Sedang yang lain berkata, “Kalau kamu meninggal, meninggalah sebagai (seorang yang mati) syahid, dan apabila kamu hidup, maka hiduplah sebagai orang yang mulia.”
Imam Ahmad bin Hambal tetap dalam mempertahankan kebenaran sampai Al-Mu’tashim meninggal yang digantikan oleh Al-Watsiq dan kemudian kemudian Al-Mutawakkil sebagai pembawa udara kebebasan bagi Ahmad bin Hambal, karena Al-Mutawakkil mengikuti ajaran Ahlu Sunnah.
Pada masa Al-Mutawakkil ini, berkibarlan tokoh-tokoh ulama sunnah, disis lain bermuram durjalah tokoh-tokoh penyeru bid’ah.
Allah Swt. Menghancurkan orang-orang yang tergabung menyulut api fitnah terhadap dunia Islam. Walau demikian, bagi Ahmad bin Hambal ujian dan fitnah belumlah usai menerpanya.
Pada masa kekhalifahan Al-Mutawakkil, fitnah jenis baru menerpa Imam Ahmad bin Hambal, yaitu fitnah keduniawian berupa harta, jabatan dan kemewahan lingkaran penguasa. Yang demikian itu karena Al-Mutawakkil berusaha mengaliri harta kekayaan kepada Ahmad bin Hambal, akan tetapi Imam dan guru iniadalah orang yang tidak gentar terhadap cambukan dan siksaan, sehingga diapun tidak tergoda oleh harta dan kedudukan. Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Aku selamat dari ujian mereka sampai usiaku mencapai 60 tahun. Dan sekarang aku diuji dengan ini semua !” akhirnya, Ahmad menjalani hidupnya dengan bersikap zuhud terhadap urusan duniawi dan cinta akhirat.
Akibat sikap dan ketabahannya tersebut, maka ketabahannya semakin agung dihati masyarakat dan berdampak besar terhadap para ulama dieranya dan era setelahnya. Kemudian munculah Madrasah yang diberi nama Madrasah Al-Hanabilah yang pemimpinnya adalah Imam Ahmad bin Hambal.
G. KARYA-KARYA IMAM AHMAD BIN HAMBAL
Adz-Dzahabi menyebutkan yang ringkasannya adalah sebagai berikut ;
Ibnu Al-Jauzi berkata, “Imam Ahmad bin Hambal tidak pernah kelihatan menulis Kitab dan dia juga melarang untuk menulis perkataan dan masalah-masalah dari hasil istimbathnya. Walaupun begitu, dia mempunyai karya yang banyak duisamping menelurkan karya Al-Musnad yang didalamnnya terdapat 30.000 (tiga puluh ribu) hadits. Dia berpesan kepada anaknya Abdulah, “Hafalkanlah hadits-hadits dalam kitab karyaku Al-Musnad ini. Sesungguhnya ia akan menjadi Imam dan rujukan bagi manusia.”
Dia juga mempunyai karya Kitab yang lain semisal;
1. At-Tafsir yang memuat 120.00 (seratus dua puluh ribu) hadits;
2. An-Nasikh wal Mansukh;
3. At-Tarikh;
4. Hadits Syu’bah;
5. AlMuqaddam wal Muakhkhar fil Qur’an;
6. Jawabat Al-Qur’an;
7. Al-Manasik;
8. Al-Kabir Wa Shaghir;
9. Al-Asyribah;
10. Al-Faraidh; dan ain-lain.
Ibnu Al-Jauzi menambahkan, selain kitab-kitab yang disebutkan diatas, Imam Ahmad bin Hambal pun menulis kitab ;
1. Nafyu At-Tasybih,
2. Al-Imamah,
3. Ar-Raddu ‘an Az-Zanadiqah,
4. Az-Zuhd, dan
5. Ar-Risalah.
Meskipun, menurut Adz-Dzahabi semua kitab itu tidak pernah ditulis Imam Ahmad bin Hambal.
H. SEBAGIAN KATA MUTIARA IMAM AHMAD BIN HAMBAL
1) Futuwwah (sifat ksatria) ialah meninggalkan mengikuti nafsukarena taqwa.
2) Segala kebaikan yang bersifat penting, maka lekas-lekaslah kamu kerjakan, sebelum datang pemisah kamu dan kebaikan tersebut.
3) “Jadikanlah taqwa sebagai bekalmu dan arahkan pandanganmu kepada Kmapung Akhirat sebagai akibat” (wasiat kepada Ali bin Al-Madini”
4) Sedikit di dunia, sedikit pula hisabnya.
5) Orang boleh berbangga terhadapku apabila ia menghabiskan hartanya untuk menanamkan Al-Qur’an dalam dadanya.
6) Makanlah makanan ketika bersama teman dengan menunjukan wajah gembira; ketika makan bersama orang-orang faqir dengan perlahan dan prioritaskan mereka; dan ketika dengan orang-orang yang cinta dunia maka perlihatkanlah sikap muru’ah.
7) Teman tidak perlu dipermasalahkan, dan musuh harus diperhitungkan.
I. AKHIR RIWAYAT IMAM AHMAD BIN HAMBAL
Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata, “Aku pernah mendengar ayahku berkata,” Aku sudah menyempurnakan umurku 77 (tujuh puluh tujuh) tahun.”
Malam itu mulut ayahku sudah kelu dan akhirnya meninggal pada hari kesepuluhnya.”
Shaleh berkata, “Ketika hari pertama bulan Rabiul Awal tahun 241 H, hari Sabtu ayahku merasakan demam yan gtinggi ketika sedang tidur dia susah sekali bernafas. Aku sudah mengetahui penyakit yang dikeluhkannya karena selalu merawatnya ketika kambuh.
Aku bertanya kepadanya, ”Ayah kemarin buka puasa dengan apa?” Dia menjawab, ”Aku berbuka dengan air Baqila (sejenis kacang). ”Setelah berkata seperti itu, dia ingin bangun dan berkata, ”Bantulah aku dengan memegang tanganku.”
Lalu, aku pun memegang tangannya dan membimbingnya masuk ke kamar kecil. Belum jauh berjalan, tiba-tiba dia merasakan bahwa kakinya terasa lemas sehingga dia berpegangan dan bersandar ke badanku. Para dokter mengatakan bahwa penyakit yang diderita ayahku adalah penyakit infeksi kulit kepala (favus-ked)
Hati ini adalah hari selasa, sementara dia meninggalnya adalah hari jumat. Ayah berkata kepadaku,”Wahai Shaleh,” lalu aku menjawabnya,”Iya, ada apa ayah!” Dia berkata lagi,”Janganlah kamu berubah menjadi sedih baik di rumahmu maupun di rumah saudaramu.” Kemudian Al-Fath bin Sahl yang ada di depan pintu untuk untuk menjenguknya merahasiakan kedatangannya, lalu juga Ali bin A-Ja’d datang yan gjuga merahasiakan kedatangannya dan akhirnya banyak orang yang datang.
Kemudian, ayahku berkata padaku,”Hai Shaleh, apakah yang kamu inginkan!?” Aku berkata ”Apakah ayah mengizinkan mereka masuk untuk mendoakan ayah?” Dia berkata “Aku mohon petunjuk dari Allah yang terbaik untukku.”
Setelah mendengar hal itu, orang-orang mulai masuk secara bergelombang sehingga memenuhi rumah. Mereka bertanya kabar kesehatannya lalu mendoakan dan keluar, lalu diganti dengan gelombang berikutnya hingga akhirnya jalan menjadi padat.
Waktu itu ada seorang tetangga kami datang membesuk, lalu ayahku berkata,”Sesungguhnya aku melihatnya menghidup-hidupkan sunnah.” Ayahku gembira dengan kedatangannya sehingga di menggerak-gerakan bibirnya. Sampai waktu itu, ayahku masih melakukan shalat dengan berdiridan aku membantunya. Dia laksanakan ruku’, sujud dan juga kembali dari ruku’ dengan sadar betul, karena akalnya masih normal.
Namun pada malam Jum’at, tanggal 12 bulan Rabiul Awal, tepatnya dua jam setelah siang hari tampak, ayahku menghembuskan nafas terakhirnya.”
Al-marwaji berkata, ”Ahmad bin hambal mulai sakit pada hari Rabu bulan Rabiul Awal. Dia sakit selama sembilan hari. Pada saat membolehkan orang-orang membesuknya, orang-orang pun berdatangan secara bergelombang. Mereka mengucapkan salam dan menyentuh tangan lalu mereka ke luar. Sakitnya semakin parah pada hari kamis , sehingga aku memberinya air wudhu dan dia berkata “bersihkan sela-sela jari.” Pada malam jum’at, sakitnya semakin berat dan akhirnya dia di panggil menghadap penciptanya.
Mendengar berita kematian tersebut, manusia pada menjerit histeris. Suara yang terdengar hanya isak tangis seolah-olah bumi ini turut bergoncang dan jalan-jalan pun menjadi ramai di padati manusia.”
Hambal berkata, ”Ahmad bin Hambal meninggal pada hari jum’at bulan Rabiul Awal.” Mathin menceritakan bahwa dia meninggal adalah pada 12 Rabiul Awal. Keterangan yang demukian ini pulalah yang di katakan Abdulah bin Ahmad dan Abbas Ad-Duri.
Imam Al-Bukhari berkata, ”Abu Abdillah mulai sakit dua malam memasuki bulan Rabiul Awal dan meninggal pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awal.” Al-Khallal berkata, ”Al-Mawarzi berkata, Jenazahnya dikeluarkan dari rumah duka setelah orang-orang selesai menunaikan shalat Jum’at.”
Adz-Dzahabi berkata,”Ahmad bin Hambal meriwayatkan dalam kitab karyanya Al-Musnad dari Abu Amir dari Hisyam bin Sa’ad dari Said bin Ibnu Hilal dari Rabi’ah bin Saif dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah SAW, Beliu bersabda, “Tidak meninggal seorang yang berislam pada hari Jum’at kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad, 2/169, At-Tirmidzi,9/195)
Imam At-Tirmidzi berkata.“ Hadits ini adalah hadits gharib. Sanad hadits tidak muttashi, karena Rabi’ah bin Saif tidak dikenal meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Amr kecuali melalui Abu Abdirrahman Al-Habli dari Abdullah bin Amr. Hadits ini mempunyai sanad lain sebagaimana disebutkan As-Sakhawi dalam Al-Maqashid Al-Hasanah yang jalur periwayatan haditsnya dianggap hasan.”
Shaleh berkata, ”Ibnu Thahir selaku perwakilan dari Baghdad menghadap dengan assisten Mudzhafar yang ditemani dua orang yang masing-masing membawa tentengan yang berisi kain kafan dan wangi-wangian. Mereka berkata, ”Amirul Mukminin mengirim salam untuk kamu. ”Shaleh menjawab, “Paduka telah melakukan sesuatu yang apabila Amirul Mukminin datang, dia juga akan melakukannya.” Muhammad bin Abdillah bin Thahir turut menyalati jenazah Imam Ahmad dan hadirpula sekitar seratus orang dair Bani Hasyim.”
Ubaidillah bin Yahya bin Khaqan mengisahkan bahwa ia mendengar Al-Mutawakkil berkata kepada Muhammad bin Abdilah, “Wahai Muhammad sungguh kamu telah beruntung telah bisa menyalati jenazah Ahmad bin Hambal.”
Abu Bakar Al-Khalal berkata, “Aku telah mendengar Abdu Wahab Al-Warraq berkata, “Kami belum pernah tahu ada kumpulan manusia sebanyak ini, baik di masa Jahiliyah maupun setelah masa Islam. Semua tempat penuh dengan manusia. Jumlah mereka yang turut mengiring jenazahnya mencapai sekitar 1.000.000 (satu juta orang). Turut hadir dipekuburannya perempuan sekitar 60.000 (enam puluh ribu orang). Begitu banyaknya manusia, sehingga para penduduk setempat membuka pintu rumah mereka untuk tempat wudhu.”
J. PENUTUP
Itulah sekelumit kisah tentang Imam besar yang merupakan salah satu Imam madzhab Fiqih yang terkemuka yang dimilki Islam dari 4 tokoh atau yang biasa disebut juga dengan Madzahibu al-Arba’ah (4 tokoh Imam madzha Fiqih terbesar). Keteladannya dalam mencari ilmu patutlah diteladai oleh ummat muslim diseluruh dunia, kezuhudannya terhadap kehidupan dunia, kewara’annya dalam beribadah kepada Allah Swt. Keistiqomahannya dalam memegang sunnah Raulullah Saw., kecerdasannya seluas samudra dilautan, namun ia tetap seorang yang tawadhu dan senantiasa mengatakan “Semuanya adalah milik Allah”. Itulah gambaran betapa besar kecintaan seorang Imam terhadap ilmu terutama hadts dan Qur’an.
Semoga Allah ‘Azza Wajalla senantiasa melimpahi keberkahan dan kasih sayang kepadanya, dan kepada kita semua, semoga bisa menjadikan semangat dan motivasi untuk lebih gigih dan bersungguh-sungguh dalm mencari dan mengamalkan ilmu di samudra-Nya yang luas.
Bahkan suatu ketika Imam Ahmad bin Hambal pernah mengatakan, “Laa rohata lid da’I wad da’iyyat la rohata, illa waba’dal mamat, (taka kenal istirahat bagi da’I dan da’iyat, kecuali setelah mati”. Subhanallah, Maha Suci Allah dengan segala keagunggan Nya telah menciptakan sosok yang mengagumkan yang dimiliki Islam untuk meninggikan agama Nya.
Dan benarlah janji-Nya dalam Al-Qur’an, bahwa Allah Swt. Akan menjadikan segolongan ummat dimana mereka mencintai Allah dan Allah pun mencintainya, yang berlemah lembut terhadap orang-orang yang beriman dan berbuat keras terhadap orang-orang kafir. Dan semoga kita semua diberi kekuatan untuk senantiasa menata hati serta jiwa dalam meniti langkah dijalan-Nya, karena kita ketahui, jalan kebenaran selalu ditaburi onak dan duri, sedangkan jalan menuju kebahtilan senatiasa ditaburi bunga dan harum yang mnyegarkan. Dan sebuah sunnatullah dalam perjuangan ialah; jalan yang panjang lagi terjal, teman yang sedikit dan cobaan yang senantiasa menghadang.
Wallahu A’lam …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar