16 Desember 2011

Jawaban UTS Tafsir Shalat


JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) GANJIL
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID) CIAMIS
TAHUN AKADEMIK 2011/2012


Nama             : Indra Kurniawan
NPM               : 08.03.1803
Fak/SMT        : Tarbiyah / VII A
Prodi               : Pendidikan Agama Islam
Mata Kuliah  : Tafsir II
Dosen            : Safruroh, S.Th.I., M.Pd.I



ANALISA TAFSIR AYAT TENTANG MENJAGA SHALAT DAN SHALAT SEBAGAI PENGHAPUS DOSA DALAM TEORI PENDIDIKAN ISLAM SERTA REALITAS SOSIAL

A.     Prolog
Shalat merupakan bel pembangun tidur dan peringatan konstruktif pada malam dan siang hari, yang mengarahkan manusia untuk menjalankan program hidupnya. Shalat mempersembahkan kehidupan bermakna di siang dan malam hari dan mengingatkan manusia dalam setiap gerak-geriknya. Saat manusia lengah akan berlalunya waktu dan umur, shalat akan mengingatkannya untuk bangkit dari kelalaian dan kelengahan. Melalui shalat, manusia yang diliputi rasa cinta dan iman kepada Allah Swt, kembali diingatkan untuk memulai kehidupan baru menuju ke arah kebahagiaan abadi.
Shalat adalah sebuah kota dengan seluas laut yang selalu diliputi dengan kesegaran air dan angin musim semi di tengah kerinduan kepada Allah Swt. Kondisi kota shalat selalu dipenuhi dengan zikir kepada Allah Swt dan diliputi angin segar malakuti yang selalu menyegarkan spirit manusia.
Di awal kota shalat terdapat mata air yang suci dan bening. Melalui berwudhu, kita menyucikan hati dan spirit di kandung badan. Saat membasuh wajah, cahaya langit menyinari wajah kita dan merontokkan segala kotoran bak daun-daun yang berjatuhan di musim semi. Membasuh tangan dan wajah yang kemudian dilanjuntukan dengan mengusap kepala dan kaki, semuanya itu mengandung hikmah yang terselubung. Sebab, kita harus berada dalam kondisi bersih dan suci secara lahir dan batin saat bertemu dengan kekasih sejati.
Prof. Kaufman, dosen Universitas Bristol, mengatakan, "Saat beribadah, manusia merasakan ketulusan yang dapat dirasakan dalam setiap keadaan. Saat beribadah, rasa terbelenggu dapat dimusnahkan dan ruang lingkup yang luas telah terbuka. Dalam kondisi itu, manusia merasakan nilai-nila kemanusiaan, dialog yang bersahabat dan rasa bersukur. Saat beribadah, spirit manusia terbang ke langit dan mencapai puncaknya."
Shalat adalah di antara ibadah yang mempunyai aspek membangun dan mendidik. Untuk itu, shalat sangat dianjurkan, bahkan al-Quran berulangkali mengajak manusia untuk mendirikan shalat. Dalam surat Hud ayat 114, Allah Swt berfirman:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
"Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." 
Ayat itu termasuk ayat al-Quran yang memberikan energi pada manusia. Dengan ungkapan lain, ayat itu merupakan ayat al-Quran yang paling memberikan harapan kepada ummat manusia.

B.      Shalat dalam Konteks Pendidikan
1.      Shalat Sebagai Pembangun Jiwa
Shalat memperkokoh landasan-landasan keimanan manusia dan ketakwaannya. Dzikir-dzikir shalat juga mendorong manusia untuk melakukan kemuliaan-kemuliaan insani. Dengan demikian, polusi dan luka-luka jiwa akibat dosa dapat diatasi melalui shalat. Pada dasarnya, seseorang yang mengerjakan shalat secara benar, akan tersambung dengan alam spritual yang menumbuhkan tunas-tunas kemuliaan yang tertanam dalam spirit manusia. Untuk itu, jika hakekat shalat diperhatikan dengan sebenar-benarnya, ibadah ini akan menjadi sekolah istimewa bagi pendidikan generasi manusia.
Salman Farsi berkata, "Suatu hari, saya duduk di samping Rasulullah Saw di bawah pohon. Rasulullah Saw mematahkan sebuah ranting kering dari pohon tersebut. Kemudian Rasulullah kepada Salman berkata, "Kamu tidak bertanya, mengapa aku melakukan hal ini? Salman pun bertanya, "Ya, mengapa engkau melakukan hal ini?" Rasulullah menjawab, "Ketika seorang muslim berwudhu dengan baik dan melakukan shalat lima waktu, dosa-dosanya akan berguguran seperti daun-daun dari ranting kering ini." Kemudian Rasulullah Saw membacakan surat Hud ayat 114.

2.      Shalat Sebagai Pembentukan Karakter
Hasbi Assidiqy seperti yang dikuti Wawan Susetya mendefinisikan Shalat menjadi empat pengertian, pada definisi kedua ia memaknai Shalat sebgai hakikat Shalat (dalam perspektif batin) yaitu berhadapan hati (jiwa) kepada Allah secara yang mendatangkan takut pada-Nya, serta menumbuhkan di dalam hati jiwa rasa keagungan kebesaranNya dan kesempurnan kekuasaan-Nya. Makna lainya ialah: hakikat Shalat yaitu mendzahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan perbuatan.
Bila kita pahami dalam proses solat terdapat dialog antara Allah dan hambaNya, seperti dalam surat Fatihah terjadi dialaog yang sangat dalam antar hamba dan Allah SWT. Di dalam surat ini manusia memohon perlindugan kepada Allah dari godaan sayithan, menyatakan Allah itu yang Maha Pengasih dan Penyayang, memuji Allah sebagi penguasa mutlak alam semesta, menyatakan bahwasnya Allah penguasa mutlak hari kiamat, manusia mengakui kelemahannya dengan penyataan kepadaMu kami menyembah, hanya kepadaMu kami meminta pertolongan, manusia memohon petunjuk kepada Allah dalam menjalani kehidupan sebagaimana orang-orang yang Allah telah beri nikmat, dan berlindung dari kesesatan.
Metode dialog ini begitu meyadarkan kita akan akan kelemahan dan kekurangan. Dalam pendidikan seorang guru perlu melakukan dialog untuk mengetahui perkembangan siswa dan mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat menjadi factor penghambat belajar. Untuk itu seorang guru harus memiliki sikap bersahabat, kasih sayang kepada peserta didik.
Nurcholis Majid menyatakan lebih jauh makna Shalat dalam kehidupan sehari-hari ialah mengandung ajaran berbuat amal saleh kepada manusia dan lingkungan, sesuai pesan-pesan Shalat sejak takbir hingga salam.
3.      Shalat Membiasakan Berprilaku Positif
Metode pembiasaan atau dalam istilah psikologi pendidikan dikenal dengan istilah operant conditioning. Siswa diajarkan untuk membiasakn prilaku terpuji, giat belajar, bekerja keras, berrtanggung jawab atas setiap tugas yang telah diberikan.
Shalat dilakukan 5 kali sehari semalam ialah membiaskan umat manusia untuk hidup bersih dengan symbol wudhu, disiplin waktu dengan ditandai azan disetiap waktu Shalat, bertanggung jawab dengan simbol pengakuan di dalam bacaan doa iftitah “sesungguhnya Shalatku, ibadahku, hidup dan matiku untuk Allah”, do’a ini memberikan isyarat berupa tanggung jawab atas anugrah yang Allah telah berikan.
Pada saat ruku dan sujud umat muslim diajarkan untuk bersikap rendah hati sikap rendah hati inilah merupakan awal kemulian seseorang. Di dalam hadits Qudsi Allah berfirman: “tidaklah aku menerima Shalat setiap orang, Aku menerima slat dari orang yang merendah demi ketinggianku, berkhusyuk demi keagunganku, mencegah nafsunya demi larangku, melewatkan siang dan malam dalam mengingatku, tidak terus menerus dalam pembangkanagan terhadapku, tidak bersikap angkuh terhadap mahlukku, dan selalu mengasihani yang lemah dan menghibur orang miskin demi keridhoanku. Bila ia memanggilku, aku akan memberinya. Bila ia bersumpah dengan namaku aku akan membuatnya mampu memenuhinya. Akan aku jaga ia dengan kekuatanku dan kubanggakan dia diantara malaikatku. Seandainya aku bagi-bagikan nurnya untuk seluruh penghuni bumi, niscaya akan cukp bagi mereka. Perumpamaannya seperti surga firdaus, bebuahannya tidak akan rusak dan kenikmatannya tidak akan sirna” (H.R. Muslim)
Dari matan hadis ini dapat penulis pahami bahwa, pelaksanaan Shalat tidak hanya sekedar melaksanakan kewajiban pada waktu-waktu Shalat, melainkan tetap memaknai Shalat sepanjang aktivitas sehari-hari.
Imam fachrurrazi menjelaskan kata shalatihim daaimuun ialah orang-orang yang menjaga Shalat dengan menunaikannya diwaktunya masing-masing dan memperhatikan hal-hal yang terkait dengan kesempurnaan Shalat. Hal-hal tersebut baik yang dilakukan sebelum Shalat dan setelah Shalat.
Metode pembiasaan ini perlu diterapkan oleh guru dalam proses pembentukan karakter, bila seorang anak telah terbiasa dengan sifat-sifat terpuji, impuls-impuls positif menuju neokortek lalu tersimpan dalam system limbic otak sehingga aktivitas yang dilakuakn oleh siswa tercover secara positif.
4.      Shalat Menumbuhkan Kedisiplinan dengan Metode Targib dan Tarhib
Metode ini dalam teori metode belajar modern dikenal dengan reward dan punishment. Yaitu suatu metode dimana hadiah dan hukuman menjadi konsekuensi dari aktivitas belajar siswa, bila siswa dapat mencerminkan sikap yang baik maka iaberhak mendapatkan hadiah dan sebaliknya mendapatkan hokum ketika ia tidak dapat dengan baik menjalankan tugasnya sebgai siswa.
Begitupun halnya Shalat, saat seorang melakukan Shalat dengan baik dan mampu ia implementasikan dalam kehidupan sehari-hari maka ia mendapatkan kebaiakn baik dari Allah dan masyarakat sebagaimana yang telah dijelaskan dimuka hadis riwayat Muslim “surga firdaus untuk orang-orang yang dapat mengamalkan Shalat dengan baik dan benar”. Sebaliknya bagi mereka yang melalaikan dan tidak melakasanakan Shalat neraka weil dan Saqor baginya dan alam firman Allah Swt. :
×@÷ƒuqsù šú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ   tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEŸx|¹ tbqèd$y ÇÎÈ  
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”
Metode reward dan punishment ini menjadi motivasi eksternal bagi siswa dalam proses belajar. Sebab, khususnya anak-anak dan remaja awal ketika disuguhkan hadiah untuk yang dapat belajar dengan baik dan ancaman bagi mereka yang tidak disiplin, mayoritas siswa termotivasi belajar dan bersikap disiplin.
Hal ini bisa terjadi karena secara psikologi manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan mendapatkan balasan dari perbuatan baiknya.

C.      Realitas Sosial
Kenyataan bahwa sebagi umat Islam masih melaksanakan ibadah shalat sebatas rutinitas atau formalistic sesungguhnya merupakan tahap awal dari pelaksanaan ibadah shalat yang diharapkan yang sesungguhnya masih harus ditingkatkan agar ibadah shalat tiak hany sekedar formalitas dan seremonial belaka yang cenderung sia-sia atau tiak bernilai. Berkaitan dengan keadaan dan upaya umat Islam dalam memelihara dan melaksanakan ibadah shlatanya Ibnu Qayyim alam Khalid (2005:86-87) telah menjelaskan adanya lima tingkatan shalat dan seseorang tidak akan memahami dan menyadari akan nilai dari tingkatan-tingkatan ini kecuali orang yang berjalan nilai dari tingkatan-tingkatan ini kecuali orang yang berjalan naik atau berusaha untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya perlu adanya upaya pembinaan agar umat Islam dapat melaksanakan ibadah shalatnya dengan baik sebagai kewajibannya sekaligus membina eksistensi diri dan kepribadiannya melalui nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah shalat.
Pentingnya menjaga shalat perlu dilakukan sejak dini, dalam hal ini orang tua dan guru menjadi factor penting dalam upaya menjadikan genersi Islam yang senantiasa menjaga shalat dan memahami betapa pentingnya shalat dalam kehidupan sehari-hari.
Anak-anak sampai umur tujuh tahun biasanya lbh terpengaruh oleh kebiasaan dan didikan orang tuanya. Namun setelah mulai masuk sekolah ia akan terbina oleh gurunya dan terpengaruh oleh teman-temannya di sekolah. Kalau pembinaan guru-gurunya baik dan pengaruh teman-temannya pun baik maka insya Allah jiwa anak terbina dengan baik. Sebaliknya kalau pembinaan dari guru-gurunya hanya sekadarnya dan pengaruh teman-temannya buruk maka si anak terbentuk dalam pola yang kurang baik.
Di saat seperti itu pembinaan ataupun kebiasaan kedua orang tuanya yang ditanamkan kepada si anak selama 7 tahun itu lambat laun terkikis lama-lama bisa habis. Sedang pembinaan dari orang tua belum tentu berlanjut atau setidak-tidaknya tak ada peningkatan. Karena orang tua merasa anaknya sudah disekolahkan pasti telah dibina oleh guru-gurunya di sekolah. Wal hal guru-guru belum tentu membina si anak dengan baik/ intensip. Apalagi kebanyakan pendidikan selama ini kurikulumnya hanya sekadar menyampaikan pelajaran yang sasarannya hanya membekali otak dengan ilmu teori dan itupun sifatnya lbh menjurus kepada materi keduniaan. Sedikit sekali yang menyangkut pembinaan rohani akhlaq jiwa hati keimanan keikhlasan atau akhlaq secara keseluruhan. Sehingga aspek ukhrawi justru terabaikan.
Pincangnya dunia pendidikan itu sendiri sudah menjadi masalah besar lagi berat bagi tiap orangtua Muslim. Masih pula pengaruh dari teman-teman si anak di sekolah yang belum tentu baik. Ditambah lagi kesibukan-kesibukan orang tua hingga tak instensip dalam mengontrol si anak. Belum lagi pengaruh-pengaruh yang kurang baik dari tayangan-tayangan televisi bacaan-bacaan yang merusak moral dan aqidah. Anak yang belum dibina fitrah Islamnya dengan baik itu sudah langsung menghadapi aneka pengaruh negatif yang tidak mendukung fitrahnya alias akan membredel fitrahnya.
Secara Islami anak-anak wajib dibina fitrahnya agar menjadi Muslim yang shalih. Maka ketika anak umur 7 tahun orang tuanya disuruh oleh Nabi ` untuk memerintah anak-anaknya shalat. Nabi ` bersabda “Perintahkanlah anak itu shalat ketika ia telah sampai tujuh tahun. Dan jika telah sampai sepuluh tahun maka pukullah dia”.
Al-’Alqami dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi dalam syarah Al-Jami’ush Shaghir berkata “Hen-daklah mengajarkan mereka hal-hal yang diperlukan mengenai shalat di antaranya tentang syarat-syarat dan rukun shalat. Dan memerintahkan mereka untuk mengerjakan shalat setelah belajar.” Dia katakan juga bahwa “Diperintah-kannya memukul itu hanyalah terhadap yang telah berumur sepuluh tahun krn saat itu ia telah mampu menahan derita pukulan pada umumnya. Dan yang dimaksud dengan memukul itu pukulan yang tidak mem-bahayakan dan hendaknya menghindari wajah dalam memukul.
Faktor-faktor tumbuhnya generasi yang buruk di antaranya telah tertanam di dalam jiwa anak-anak sejak umur tujuh tahun berupa perasaan bahwa shalat itu hanyalah perintah informal tidak dikerjakan toh tidak ada hukuman . Kalau para orang tua dan wali konsekuen maka mereka memperhatikan betul shalat-tidaknya anak-anaknya. Hanya saja rata-rata orang tua kurang memahami perasaan anak yang di dalam jiwanya telah tertanam suatu sikap bahwa shalat itu hanyalah perintah informal keluarga tidak sewajib perintah guru sekolah seperti keharusan mengerjakan PR. Karena tidak memahami sikap dan jiwa anak seringkali orang tua melengahkan bahkan “memaafkan” alias membiarkan anak-anaknya meninggalkan atau melalaikan shalat. Dengan anggapan toh mereka masih anak-anak. Padahal dalam jiwa anak itu sudah tumbuh rasa dan sikap “meremehkan” kewajiban shalat akibat didikan guru sekolah yang rata-rata tidak menghiraukan shalat tidaknya anak-anak murid.
Masalah ini serius tidak bisa dianggap sepele. Hampir tiap anak kini merasakan hal itu. Sedang orang tuanya pun memaafkan dengan longgar tanpa merasa bersalah. Sehingga makin kentallah perasaan si anak bahwa shalat itu hanya urusan kecil tidak ada sangsi tidak ada hukuman tidak ada resiko bagi yang melalaikannya bahkan meninggalkannya. Apalagi kalau si anak melihat ayahnya atau ibunya atau pamannya bibinya dan tetangganya tidak shalat maka perasaan yang meremehkan shalat yang ada pada jiwa si anak itu akan lbh kental lagi.
Anak-anak yang terbebas dari perasaan buruk seperti itu sedikit sekali. Hanyalah anak-anak yang dididik oleh orang tuanya dalam lingkungan Islami yang teguh disekolahkan atau dipesantrenkan di pendidikan yang mendisiplinkan penegakan shalat berjama’ah.
Jalan keluar Setelah kita ketahui betapa seriusnya masalah jiwa anak yang meremehkan kewajiban shalat maka penanggulangannya adalah diadakan kondisi dan situasi bagaimana agar anak-anak tumbuh dengan sikap jiwa yang sadar bahwa shalat itu merupakan kewajiban tiap Muslim bahkan pembeda antara mukminin dan kafirin. Orang tua mengikuti perintah Nabi menyuruh anak-anaknya shalat sejak 7 tahun dengan memberikan kesadaran bahwa perintah itu nilainya justru lbh wajib dibanding sakadar mengerjakan PR tanpa mengajari untuk melengahkan PR.


D.     Epilog Perenungan
Shalat dapat membuka pintu horizon ilahi. Saat suara adzan dikumandangkan, hati pendiri shalat akan merasakan getaran  spritual dan rasa kerinduan kepada Allah Swt yang memuncak. Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa shalat diibaratkan seperti kepala dalam tubuh manusia. Dari ibarat itu dapat disimpulkan bahwa shalat begitu penting dalam kehidupan manusia. Sebab, perumpamaan kepala dalam tubuh manusia menunjukkan peran luar biasa shalat bagi kehidupan manusia.
Shalat yang merupakan pembangun jiwa dan pengubah manusia, sudah sepatutnya menebar semerbak harum bak bunga wangi untuk kehidupan manusia. Menggoyang tembok pembatas yang menjauhkan manusia dari kebaikan, dan mempersembahkan sari kehambaan kepada Allah Swt.
Menurut pandangan para psikolog, kecenderungan akan agama, akhlak dan kondisi religius muncul di masa remaja dan baligh. Mouris Debs yang banyak melakukan riset di bidang psikologi, mengatakan, "Kecenderungan pada agama muncul di masa remaja dan baligh, bahkan hal itu juga dialami bagi orang-orang yang tidak akrab dengan agama. Perubahan ini adalah bagian dari kedewasaan remaja." Dikatakannya pula, "Antara umur 15 dan17, banyak pemuda dipengaruhi  panggilan religius dan keberanian. Mereka berharap dapat merekonstruksi dunia dari awal, memberantas kebatilan dan menerapkan keadilan."
Sebagaimana disinggung  sebelumnya bahwa kondisi religius sarat dengan ketenangan diri dan banyak remaja haus akan kondisi ini. Tentunya, kenikmatan spritual berbeda dengan seluruh kenikmatan di dunia ini. Dalam kenikmatan duniawi, seseorang akan merasa puas dan klimaks setelah mendapatkannya. Akan tetapi berbeda dengan kenikmatan spritual. Dalam kenikmatan spritual, manusia tidak akan merasa puas.
Para penyelenggara pendidikan hendaknya membimbing anak-anak sejak SD kelas satu untuk shalat dan diselenggarakan shalat berjama’ah. Anak kelas satu dan dua yang kini biasa dipulangkan pukul 10-11 hendaknya dialihkan waktunya sampai anak-anak digerakkan untuk shalat berjama’ah dhuhur di masjid atau mushalla terdekat. Syukur-syukur sekolahan itu sendiri memiliki tempat untuk shalat berjama’ah.
Apabila masalah ini tidak dipecahkan bersama-sama antara pihak orang tua dan sekolah maka sulit bagi ummat Islam untuk menurunkan generasi yang taat shalat. Dan itu merupakan ancaman yang benar-benar sudah menghadang di depan mata kita. Tinggal bagaimana tekad kita untuk memecahkannya demi mengamalkan perintah Rasulullah.
Wallahu A’lam …

Tidak ada komentar: