2 Desember 2011

Pengamat Demokrasi Eropa: Ikhwanul Muslimin Ambil Alih Timur Tengah


Madani - Ikhwanul Muslimin mengambil alih kekuasaan di kawasan Timur Tengah. Demikian pendapat Valentine Columbo, pakar dan pengamat dari European Foundation for Democracyyang juga guru besar geopolitik dunia Islam Universitas Eropa di Roma.
Columbo merujuk pada kemenangan partai Islam Ennahda di Tunisia dan kemungkinan kemenangan partai Ikhwanul Muslimin di Mesir, serta peralihan kekuasaan saat ini di Libya. “Abdul Jalil (pemimimpin pemerintahan sementara Libya) itu dari Ikhwanul Muslimin,” katanya kepada The Voice of Rusia.
Menurutnya, hasil pemilu di Tunisia adalah kemenangan besar (big win) Ikhwanul Muslimin. “Dalam pemilu di Mesir mereka juga akan menang,” katanya memprediksi.

Pada era rezim Ben Ali (Tunusia) dan Mubarak (Mesir), Ikhwan dinyatakan sebagai organisasi terlarang. “Rakyat Tunisia, Mesir, dan Libya lulus dari jenis kediktatoran ke Demokrasi Islam yang dijalankan oleh Ikhwanul Muslimin,” katanya.
Columbo mengutip pernyataan Abdul Jalil: “Dalam konstitusi kita, kita akan menempatkan Syariah Islam sebagai dasar hukum”. Ia juga menegaskan, Ennahda adalah gerakan politi Ikhwanul Muslimin Tunisia.
Ia memprediksi, setelah kemenangan di Tunisia, berikutnya Ikhwan akan mengambil alih kekuasaan di Irak, bahkan Arab Saudi. “Ikhwanul Muslimin lahir di Mesir, mereka sangat kuat di sana, sehingga sangat alami,” katanya.
Ikhwan juga hadir di Libya dan Suriah. Menurut Columbo, aktivis kebebasan pers Yaman yang meraih Hadiah Nobel Perdamaian bulan lalu, Tawakel Karman, adalah anggota Ikhwanul Muslimin di Yaman. Di Asia Tenggara ideologi Ikhwanul Muslimin “mewarnai” kader  Partai Islam Se-Malaysia (Malaysia) serta Partai Keadilan Sejahtera (Indonesia). Sementara di Palestina ada HAMAS.
“Jadi, mereka (Ikhwan) bekerja sangat baik dalam, luar, dan di mana pun. Mereka memiliki uang dan mereka sangat terorganisir, sehingga masa depan untuk Timur Tengah adalah Ikhwanul Muslimin.”
Ditegaskannya, Ikhwanul Muslimin keluar sebagai pemenang karena mereka mewakili Islam setelah era kediktatoran-sekuler atau pseudo-sekuler.
“Jangan lupa bahwa Perdana Menteri Turki, Erdogan, telah berkampanye untuk Rachid Ghannouchi –pemimpin Al-Nahda di Tunisia, dia ada di sana. Dan contoh, model, untuk Ikhwanul Muslimin Tunisia adalah Turki, dan Turki adalah sebuah negara yang berusaha untuk membangun kembali kekhalifahan Islam,” terangnya.
“Jangan lupa, Sekretaris Jenderal Organisasi Kerjasama Islam (OKI) adalah orang Turki. Jadi, dalam periode ini kita juga memiliki kebangkitan kembali posisi Turki sebagai pemimpin dunia Islam pasca revolusioner.”
Partai Erdogan, menurut Columbo, terkait dengan Ikhwanul Muslimin juga. Jadi, ia menilai, Ennahda dan AKP Turki hanyalah “kamuflase” atau nuansa yang berbeda dari Ikhwanul Muslimin asli. “Tetapi tujuan akhir mereka, tujuan akhir mereka adalah sama -yaitu negara Islam bersatu,” pungkanya.

Tidak ada komentar: