11 September 2011

MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN DI PENDIDIKAN TINGGI (1)

BAB  I
TANTANGAN-TANTANGAN YANG DIHADAPI MANAJEMEN

            Secara umum, perguruan tinggi di AS mampu melewati tantangan pertumbuhan pada tahun  1950 -an  dan 1960-an. Kebanyakan mereka mampu  melewati masa transisi pada tahun 1970-an meski beberapa diantaranya gagal untuk bertahan. Pada tahun 1980-an, perubahan fundamental terjadi dalam karakter masyarakat Amerika, temasuk populasi, ekonomi, dan politik yang tentunya memunculkan pengaruh yang besar seperti semakin sedikitnya jumlah mahasiswa yang masuk perguruan tinggi, pengetatan anggaran, serta meningkatnya intervensi pemerintah terhadap pendidikan tinggi. Kondisi ini memberikan tantangan tersendiri bagi para pengelola perguruan tinggi. 
“Masa keemasan “ Pasca Perang Bagi Pendidikan Tinggi
Selama 25 tahun –an antara tahun 1946 hingga tahun 1970 adalah periode yang disebut dengan periode paling kreatif dalam sejarah perguruan tingga di USA (Pusey, 197 ). Setelah masa perangdunia (PD) II, kampus dan perguruan tinggi di Amerika melewati masa seperempat abad masa pertumbuhan pendaftaran mahasiswa baru yang sebelumnya belum pernah terjadi yang didorong oleh ekspansi teknologi, kuatnya ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri, serta sikap publik yang mendorong pembelajaran. Pendaftaran mahasiswa pada tahun 1946 hingga  1970 meningkat lima kali lipat dari 1,7 juta menjadi 8,6 juta dengan rata-rata peningkatan sebesar 10 kali dari populasi umum.
Pendaftaran Mahasiswa baru terus meningkat selama dekade tahun 1970-an, namun tingkat pertumbuhannya menurun dan banyak kampus mengalami kemunduran substansial pada tahun 1980-an. Dalam menghadapi persaingan ekonomi dan prioritas sosial yang dikombinasikan dengan tingginya implasi, pengeluaran uang per mahasiswa pada masa itu menurun hingga 20% selama tahun 1970-an. David Henry dalam Challenges Past, Challenges Present (1975) menegaskan bahwa tak pernah ada masa keemasan dan bahwa tantangan sekarang ini begitu nyata dan selalu ada meski hanya berkedok pertumbuhan yang tanpa henti dan arus uang baru. Apakah masa keemasan atau bukan  era pasca perang bagi pendidikan tinggi telah berakhir.
Berbagai Keterbatasan di Masa Depan
Pada tahun 1992, jumlah anak berusia 18 tahun akan berkurang hingga lebih dari 25% di USA (National Center for Education, 1980). Hal ini tentu berdampak pada semakin menurunnya jumlah mahasiswa baru pada perguruan tinggi di Amerika. Dalam laporan akhirnya The Carnegie Council on Policy Studies in Higher Education menegaskan bahwa “lebih baik merencanakan diri untuk mampu menghadapi masa depan dengan efektif daripada hanya terus mengikuti rasa takut akan kegelapan masa itu” (1980, p.8)
Memahami tantangan di masa depan merupakan langkah awal proses ini. Delapan langkah selanjutnya nampak urgent untuk diperhatikan :
1.   Melindungi dan meningkatkan kualitas lembaga.
Beberapa pihak berpendapat bahwa pendidikan tinggi adalah lembaga yang vital dan kuat dibanding masa terdahulu dalam sejarah. Kepemimpinan berinvestasi sebijak mungkin dalam waktu dan sumber daya yang memungkinkan untuk meraih program akademis yang berkualitas.
2.      Mengelola Viabilitas dan independensi keuangan.
Sejauh ini, baik P.T. Negeri maupun Swasta, telah mampu meningkatkan biaya kuliah tanpa mempengaruhi pendaftaran mahasiswa baru dengan menambah dana bantuan bagi mahasiswa yang utamanya diambil dari dana pemerintah Federal yang pada akhir tahun 1970-an menyediakan sekitar US & 6 juta pertahun bagi bantuan  mahasiswa (U.U. Office of  education, 1979).
3.      Mengelola vitalitas Sumber Daya Manusia  dan Fisik yang Vital
Vitalitas intelektual sebuah kampus tergantung pada keseluruhan minat dan antusiasme staff pengajarnya. Selama era pertumbuhan, tiap tahun vitalitas bertambah bagi kampus orang baru, gagasan baru, pebelajaran baru, serta program baru. Pertumbuhan berarti semakin banyaknya dana dan fasilitas yang dimiliki, dan kesemua itu dikombinasikan untuk menciptakan vitalitas. Rektor dan pemimpin kampus mengakui bahwa dengan semakin lambannya laju pertumbuhan, cara alternatif untuk menyediakan vitalitas penting bagi kampus harus ditemukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengambil kebijakan pensiun bagi staf yang sudah tidak muda lagi.
4.      Meningkatkan  Partisipasi  dan Akses.
Jumlah mahasiswa yang terdaftar pada perguruan tinggi tergantung pada tingginya faktor demografis, kondisi ekonomi, dan kebijakan lembaga serta publik. Dimasa lalu, pertumbuhan pendaftaran mahasiswa berasal dari pertumbuhan populasi penduduk dan jumlah lulusan sekolah menengah. Meski jumlah populasi penduduk berusia kuliah pertumbuhannya lamban dan bahkan semakin menurun, namun tetap terdapat ruang bagi peningkatan partisipasi publik pada pendidikan tinggi, khususnya dikalangan kaum minoritas, mahasiswa berpenghasilan rendah, perempuan dan orang dewasa.
5.      Meningkatkan efisiensi operasional dan produktifitas
Produktifitas fakultas yang di ukur dengan out put  pembelajaran (jam kredit mahasiswa) per jam per orang menunjukkan sedikit atau tidak ada sama sekali peningkatan (O. Neill, 1971). Meski telah banya usaha dilakukan untuk meningkatkan produktifitas dengan menggunakan berbagai teknik seperti televisi, pembelajaran dengan bantuan komputer, dan program self-study, namun hasilnya belum cukup menggembirakan, meski metode-metode tersebut terus dikembangkan.
6.      Meningkatkan pemahaman dan dukungan  dari luar.
Dalam sejarahnya, kampus-kampus di Amerika mampu memperoleh manfaat dari kebijakan kemitraan dengan lembaga lain di masyarakat  ekonomi, budaya, dan pemerintahan. Pertumbuhan mereka pasca PD II di tandai oleh adanya dukungan yang luas dan konsensus dengan para konstituennya tersebut. Konsensus tersebut memburuk dengan tajam pada akhir tahun 1960-an ketika sejumlah mahasiswa mempertanyakan ikatan antra kampus dengan lembaga bisnis dan pemeribntahan, dan banyak legislator serta dermawan mempertanyakan sikap kampus terhadap keresahan mahasiswa tersebut.
7.      Belajar untuk hidup  dengan ketidak pastian
Produktifitas intelektual dan kreatifitas terus menurun ketika hal tersebut dibutuhkan untuk membantu lembaga dan masyarakat melalui periode yang sangat tidak pasti ini. Beberapa kampus menyadari adanya peningkatan dalam ketidak pastian namun mereka lebih memilih menghindarinya, mungkin merasa takut jika mereka dilibatkan dalam kontingensi perencanaan, kontingensi yang akan menjadi pemenuhan diri. Dengan mengambil tindakan tanpa persiapan, mereka nampak bereaksi berlebihan terhadap krisis  dengan tindakan  peredaan jangka pendek yang tidak sesuai dengan tujuan jangka panjang lembaga.
8.      Mengembangkan dan menerapkan proses manajemen yang berkembang.
Melihat ke depan, pemimpin kampus dapat menetapkan proses perencanaan keuangan dan akademis, prosedur alokasi sumber daya, serta tehnik penilaian kinerja guna membantu mencapai tujuan lembaga. Manajemen yang berbeda dapat membantu mengelola kualitas sambil meminimalkan kemungkinan mengurangi anggaran, menghentikan program, dan pemberhentian staff dabn dosen. Di masa lalu, ketika dihadapkan pada permasalahan yang komplek, pengelola sering mengadopsi konsep dan aturan keputusan yang sederhana, seperti memotonmg anggaran atau menghentikan kontrak kerja (Drucker, 1980 )
Elemen-elemen Manajemen Yang Efektif
Komponen utama manajemen yang layak guna mampu memenuhi tyantangan yang di hadapik dunia akademis adalah perencanaan, manajemen sumber daya dan penialaian atas hasil.
Tiga karakteristik utama prosesnya adalah dinamis, teritegrasi dan saling barkaitan.

Tidak ada komentar: