“Barangsiapa ingin membuat bangunan yang tinggi menjulang maka dia harus mengokohkan pondasinya, membuat dengan tepat serta memperhatikan betul-betul kekuatannya. Karena sesungguhnya bangunan yang tinggi butuh pondasi kuat dan kokoh. Amal perbuatan serta derajat kemuliaan manusia adalah sebuah bangunan sedangkan pondasinya adalah iman.”. (kitab Al Fawaid, Tahqiq Syaikh Salim bin ‘Id Al Hilaly, cetakan Maktabah Ar Rusyd, hal 229)
Demikianlah kata Imam ibnu Qayyim al-jauziyyah –rahimahullah- , salah seorang ulama besar Islam di masanya. Tidak bisa disangkal, apa yang disampaikan di atas benar adanya. Jika kita analogikan dengan sebuah bangunan, maka pondasi adalah pusat perhatian kita dalam mengukur dan memastikan bangunan tersebut memiliki nilai lebih. Pondasi haruslah menjadi bagian yang pertama kali dikuatkan dan dikokohkan hingga bangunan yang megah dan menjulang tinggi hingga mencakar langit indah dipandang mata dan bermanfaat untuk banyak hal.
Maka, begitu pula dengan diri kita, yang telah resmi menyandang ‘mahasiswa’. Memasuki bangku kuliah adalah awal mula kita untuk menyusun setiap elemen yang akan menemani perjalanan keberhasilan kita di kampus pilihan, pilihan kita ataupun pilihan Allah. Tidak bisa dipungkiri, pasti kita sudah membuat berbagai planning paling lama satu jam setelah pengumuman kelulusan dibaca di koran atau via situs lain. Ada banyak harapan, angan, cita-cita, dan ide-ide kreatif yang bermunculan di kepala dalam upaya menghadirkan hari-hari yang bersahabat di masa perkuliahan nanti.
Kita pun lalu terpikir akan orangtua bekerja untuk kebutuhan kuliah kita. Maka menjadi hal yang wajar jika kita ingin memberikan berbagai prestasi kepada mereka walau kita yakin itu semua tidak akan mampu membalas semua jasa mereka.
Untuk mencapai prestasi itu tentunya ada hal mendasar yang harus dilakukan oleh seorang mahasiswa baru. Membahas soal? Menghubungi kakak kelas? Mulai membiasakan diri untuk lebih rapi? Belajar manajemen? Kesemuanya itu adalah penting menyangkut persiapan menyambut sebuah kemenangan. Namun, sebelum melangkah lebih jauh dan lama di koridor kampus, mari kita tanyakan terlebih dahulu pada diri kita. Apa sebenarnya yang menjadi pondasi hidup kita? Mari duduk sejenak, berfikir cerdas, bagaimana membuat sebuah pondasi yang kokoh dan kuat, hingga kita bisa menyelesaikan perkuliahan ini dengan damai tak kurang suatu apapun.
Pondasi bagi diri seorang muslim adalah iman. Kekuatan pondasi diri berbanding lurus dengan kekuatan iman, jika lurus dan bersih aqidah dan iman seseorang, maka kokoh dan kuat pula pondasi bangunan dirinya. Sedangkan diri yang penuh dengan kotoran noda-noda perusak aqidah, maka rapuh dan lemah pula pondasi diri. Hati yang di liputi oleh iman dan aqidah yang benar dan lurus akan sangat berpengaruh di dalam aktivitas kehidupannya sehari-hari, layaknya seorang kusir bagi sebuah delman. Hati yang penuh dengan iman kepada Allah Ta’ala dan RasulNya akan mempunyai arah dan pandangan yang jelas di dalam hidupnya, ia tak mudah terombang-ambing di dalam deras gemerlapnya dunia. Jika kita merasa cerdas, berhentilah meyakini bahwa kita akan sukses akan sukses, sebelum kita melihat isi hati dan keimanan kepada Dzat Yang memberi kecerdasan kepada kita. Betapa banyak orang yang cerdas namun tanpa ditopang dengan pondasi iman yang kokoh, akhirnya terjerumus di dalam penentangan yang sangat keras kepada Allah Ta’ala, dan akhirnya ia binasa bersama kesombongannya.
Iman dan Aqidah islamiyah, hendaknya di ambil dari sumber yang murni, sebagaimana mata air jernih yang di ambil dari sumbernya. Sumber aqidah yang murni tersebut adalah aqidah yang di bawa oleh Rasulullah dan di sampaikan kepada para sahabatnya. Mari kita perhatikan bagaimana Rasulullah – selama 13 tahun di Mekah, apa dakwah yang beliau utamakan selama itu kepada para sahabat beliau? Tidak lain tidak bukan jawabannya adalah pemantapan Aqidah dan membersihkan hati dari noda-noda perusak aqidah. Beliau mengajarkan tauhid, yang memurnikan ketaatan dan ibadah hanya kepada Allah, dan membersihkannya dari kesyirikan dan peribadahan kepada selain Allah. Mengajarkan kepada para sahabat bagaimana cinta, takut, harap, cemas, dan seluruh ibadah dan ketaatan hanya di peruntukkan bagi Allah, Penguasa seluruh alam.
Mengingat betapa urgennya hal aqidah ini, Rasulullah terus mewanti-wanti hingga lima hari sebelum akhir hayatnya agar tetap menjaga pondasi keimanan umatnya dengan wasiatnya: “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara, mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”, kemudian beliau bersabda kembali: “Janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah” (HR. Bukhari dan Muslim). Beginilah didikan yang di ajarkan oleh Rasulullah kepada para murid-muridnya. Dan hasilnya? Tidak tanggung-tanggung, di masa khalifah Umar bin Khaththab, sekitar sepertiga dunia berada di bawah naungan Islam yang mulia. Inilah buah dari pondasi yang kokoh dan kuat, yang di imbangi dengan kecerdasan dan kedisiplinan yang tinggi. Dengan izin dan kehendak dari Allah, Kejayaan di dunia maupun di akhirat akan bisa di raih.
Sebelum meninggi, Mari kokohkan pondasi! Wallahua’lam.
Sumber: dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar