25 November 2010

‘Iedul Adha, Antara Simbol dan Esensi


Beberapa abad lampau syari’at tentang qurban telah ada, dan Nabi Muhammad Saw. Melanjutkannya sebagai generasi Nabi dan Rasul terakhir yang diamanahkan oleh Allah Swt. Untuk melestarikan ibadah Qurban ini dan dijadikan salahsatu hari raya bagi umat Islam. Kita ketahui bersama bahwa pelaksanaan ‘Idul Adha bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji, tentu hal ini menjadi sangat special bagi mereka yang melaksanakan qurban di tanah suci sembari melaksanakan ibadah haji. Namun dalam catatan ini, kami tidak membahas tentang ritual, tentang syarat dan rukun ataupun tatacara pelaksanaan idul qurban atau biasa juga disebut dengan idul adha. Karena hal itu sudah dapat difahami oleh mayoritas umat Islam khususnya yang ada di Indonesia dengan berbagai ragam pelaksanaan yang disesuaikan dengan dalil yang diyakini.
Ibadah yang selama ini kita laksanakan, seperti halnya shalat, puasa, ibadah haji sampai dengan qurban jika tidak berkeberatan kami sampaikan, semua itu adalah symbol. Lalu apa sebenarnya symbol, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa symbol diartikan sebagai lambing, logo atau sesuatu yang mewakili terhadap suatu keadaan, dan symbol ada yang berbentuk pekerjaan serta materi. Symbol yang berbentuk pekerjaan yaitu setiap ritual ibadah yang dilakukan sedangkan symbol yang berbentuk materi seperti lafadz Allah, lambing salib, pemakaian kerudung, dan sebagainya.
Lalu, dimana letak esensi dari semua ritual yang kita lakukan, dan perlu menjadi pertanyaan besar bagi kita semua adalah apakah setiap amaliah ibadah yang kita lakukan adalah hanya sebatas kewajiban dan pemenuhan perintah agama ataukah sudah berdasarkan kepada tanggungjawab dan kesadaran ? silahakan jawab oleh masing-masing, karena masalaha keimanan dan keikhlasan hanya akan diketahui oeh personalnya masing-masing adapun yang Nampak dari luar hanyalah gejala dan hanyalah sebuah symbol. Idul Qurban memiliki esensi keikhlasan dari sebuah pengorbanan, secara historis bagaimana tulus dan dahsyatnya kesabaran yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim As. Penyembelihan hewan kurban hakikatnya adalah menyembelih berbagai sifat kebinatangan yang menempel pada diri kita, bukan untuk ditiadakann tetapi untuk diolah, untuk dikelola sehingga sifat itu sesuai dengan fitrah dan berjalan lurus dengan syari’at, karena tidak semata-mata Allah swt. Menciptakan setiap bentuk, sifat, larangan dan perintah kecuali terdapat ibrah didalamnya untuk kepentingan manusia.
Lalu, seberapa pentingkah symbol dan manakah yang harus didahulukan antara symbol dibandingkan dengan esensi dalam aktulisasi seorang muslm, meskipun terdapat beberapa pendapat atas jawaban tersebut, alangkah lebih baiknya kita mengambil jalan tengah dari permasalahan tersebut. Yakni bagaimana ketika symbol-simbol yang telah ada dan popular sekarang itu tetap ada dan dibarengi dengan penanaman esensi atas symbol-simbol tersebut. Karena apalah artinya jasad jika tanpa ruh, ia hanya seonggok daging yang akan menjadi hina, dan apalah artinya ruh tanpa jasad, karena tak ada tempat untuk merngapresiasikan amalan itu. Maka, sudah saatnya kita menyadari tentang pentingnya pola ritual kita, kita tidak menyembah lafadz ALLAH akan tetapi kita menyembah ALLAH, yakni Dzat yang Tak Terjangkau secara logika, kita tidak menyembah nama akan tetapi beribadah kepada Allah yang Maha Menggenggam setiap keadaan.
Oleh karena itu, sebagai insan muda, sebagai orang yang diamanahi untuk melanjutkan estafeta sejarah dan peradaban bangsa ini serta merebut kejayaan masa depan untuk keagungan Islam sudah saatnya melakukan tindakan penyadaran diri, bahwa setiap ibadah yang kita lakukan berdasarkan motivasi dan hakikat sebenarnya, ketika kita berwudlu bukan saja kita membersihkan anggota badan kita saja akan tetapi membersihkan jiwa kita, ketika kita shalat bukan hanya sebatas gerakan tetapi mendirikan shalat itu dala setiap aspek kehidupan, ketika kita Takbir bukan hanya sebatas lisan, akan tetapi melepaskan kesombongan yang senantiasa melekat pada hati kita dan meluruhkan setiap perbedaan yang seringkali menjadi penyebab perselisihan dan kehancuran Islam. Disisi Allah tak ada yang lebih baik, tak ada yang lebih mulia kecuali orang yang bertaqwa.

Tidak ada komentar: