8 November 2010

PERSIAPAN PENGAJARAN

 A.    PENGANTAR
Persiapan mengajar pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan tentang apa yang dilakukan. Dengan demikian, persiapan mengajar merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, terutama berkaitan dengan pembentukan kompetensi.
Dalam mengembangan persiapan mengajar, terlebih dahulu harus menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat dalam persiapan mengajar. Kemampuan membuat persiapan mengajar merupakan langkah awal yang harus dimiliki guru dan sebagai muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pembelajaran.
Dalam persiapan mengajar harus jelas kompetensi dasar yang akan dikuasai peserta didik, apa yang harus dilakukan, apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta bagaimana guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai kompetensi tertentu. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang secara minimal harus ada dalam setiap persiapan mengajar sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran dan membentuk kompetensi peserta didik.
Majid (2005:95) mengemukakan,  agar guru dapat membuat persiapan mengajar yang efektif dan berhasil guna, dituntut untuk memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan persiapan mengajar, baik berkaitan dengan hakikat, fungsi, prinsip maupun prosedur pengembangan persiapan mengajar, serta mengukur efektivitas mengajar. Rencana pembelajaran yang baik menurut Gagne dan Briggs (1974) dalam Majid (2005:96) hendaknya mengandung tiga komponen yang disebut anchor point, yaitu: 1) tujuan pengajaran; 2) materi pelajaran, bahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media pengajaran dan pengalaman belajar; dan 3) evaluasi keberhasilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Moore (2001: 126) bahwa komposisi format rencana pembelajaran meliputi komponen topik bahasan, tujuan pembelajaran (kompetensi dan indikator kompetensi), materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, alat/media yang dibutuhkan, dan evaluasi hasil belajar.

B.    PRINSIP PENGEMBANGAN PERSIAPAN MENGAJAR
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan persiapan mengajar, diantaranya :
  1. Kompetensi yang dirumuskan dalam persiapan mengajar harus jelas, makin konkrit kompetensi makin mudah diamati, dan makin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut.
  2. Persiapan mengajar harus sederhana dan fleksibel serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik.
  3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar harus menunjang dan sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
  4. Persiapan mengajar yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh serta jelas pencapaiannya.
  5. Harus ada koordinasi antarkomponen pelaksana program di sekolah, terutama apabilapembelajaran dilaksakan secara tim (team teaching) atau moving class.
E. Mulyasa (2003) menyebutkan bahwa guru profesional harus mampu mengembangkan persiapan mengajar yang baik, logis dan sistematis, karena disamping untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran, persiapan mengajar merupakan bentuk dari “profesional accoutability”. Dengan mengutip pemikiran Cythia, E. Mulyasa (2003) mengemukakan bahwa persiapan mengajar akan membantu guru dalam mengorganisasikan materi standar, serta mengantisipasi peserta didik dan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pembelajaran. Sebaliknya, dengan mengutip dari Joseph dan Leonard, dikemukakan bahwa : “ teaching without adequate written planning is sloppy and almost always ineffective, because the teacher has not thought out exactly what to do and how to do it.”

C.    TAHAP PERSIAPAN MENGAJAR

Menurut Suryadi dan Mulyana (1993:21), “program belajar mengajar” tidak lain adalah suatu proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terperinci dijelaskan ke mana siswa itu akan dibawa (tujuan), apa yang harus dipelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana siswa mempelajarinya (metode dan teknik), dan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapainya (penilaian). Selanjutnya Suryadi dan Mulyana mengemukakan, unsur-unsur utama yang harus ada dalam perencanaan pengajaran, yaitu: (1) tujuan yang hendak dicapai, berupa bentuk-bentuk tingkah laku apa yang diinginkan untuk dimiliki siswa setelah terjadinya proses belajar mengajar, (2) bahan pelajaran atau isi pelajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan, (3) metode dan teknik yang digunakan, yaitu bagaimana proses belajar mengajar yang akan diciptakan guru agar siswa mencapai tujuan, dan (4) penilaian, yakni bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui tujuan tercapai atau tidak.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa unsur-unsur yang amat penting masuk dalam rencana pengajaran adalah: 1) apa yang akan diajarkan, pertanyaan ini menyangkut berbagai kompetensi yang harus dicapai, indikator-indikatornya, serta materi bahan ajar yang akan disampaikan untuk mencapai kompetensi tersebut; 2) bagaimana mengajarkannya, pertanyaan ini berkenaan dengan berbagai strategi yang akan dikembangkan dalam proses pembelajaran, termasuk pengembangan berbagai aktivitas opsional bagi siswa dalam menyelesaikan tugas-tugasnya; 3) bagaimana mengevaluasi hasil belajarnya, pertanyaan ini harus dijawab dengan merancang jenis evaluasi untuk mengukur daya serap siswa terhadap materi yang mereka pelajari pada sesi tersebut.
Dengan demikian, dimensi merencanakan  pembelajaran yang dijadikan kajian dalam penelitian ini meliputi indikator, (1) merumuskan tujuan pengajaran, (2) memilih dan mengembangkan bahan pengajaran, (3) merencanakan kegiatan belajar mengajar, termasuk di dalamnya merencanakan pendekatan dan metode pengajaran, langkah-langkah kegiatan belajar mengajar, alat dan sumber belajar serta (4) merencanakan penilaian.

1.     Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Sudirman, dkk.  (1991:53) mengemukakan tujuan pembelajaran merupakan tujuan yang berbentuk tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa setelah proses belajar mengajar. Reece dan Walker (1997:17), menjelaskan guru perlu mengetahui ke mana seharusnya siswa diarahkan dan apa yang akan dipelajari siswa.  Dengan cara ini, guru mengetahui kapan siswa sampai ke sana.  Dalam bahasa pendidikan, hal ini menuntut guru untuk mengidentifikasi hasil pembelajaran.  Hasil pembelajaran tersebut dapat dinyatakan dengan tujuan dan sasaran (aims and objectives).  Pada intinya, tujuan dan sasaran ini merupakan harapan dari apa yang dapat dilakukan siswa pada akhir pembelajarannya. Tujuan pembelajaran ditentukan baik oleh guru maupun perancang kurikulum dalam silabus dan rencana pembelajaran untuk menyatakan apa yang akan dicapai oleh pembelajaran tersebut.  Tujuan pembelajaran dibedakan dengan sasaran pembelajaran.  Sasaran dalam hal ini lebih bersifat spesifik dan lebih dapat diukur secara langsung, sedangkan tujuan tidak begitu dapat diukur secara langsung. Usman (1994:29) menjelaskan hasil belajar yang dicapai siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan pembelajaran yang direncanakan oleh guru. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru sebagai perancang (designer) proses belajar mengajar. Untuk itu guru harus menguasai taksonomi hasil belajar. Bloom (dalam Usman (1994:29) mengelompokkan tujuan pembelajaran ke dalam tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif mencakup tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor).
Dalam tataran praktis, Usman (1994:113) mengungkapkan, rumusan tujuan pembelajaran  perlu memperhatikan lima syarat, yaitu (1) kesesuaian tujuan instruksional khusus dengan tujuan instruksional umum, (2) kelengkapan jumlah TIK, (3) kejelasan rumusan (tidak menimbulkan tafsiran ganda), (4) kelengkapan rumusan TIK (subyek, tingkah laku yang dapat diukur, kondisi pencapaian, dan kriteria pencapaian), dan (5) urutan TIK dari yang mudah kepada yang sukar.  Riwajatna (2003:36) mengemukakan rumusan tujuan pembelajaran perlu memperhatikan empat kriteria, yaitu menggunakan kata kerja yang operasional, tiap tujuan berbentuk hasil belajar, berbentuk tingkah laku, dan tiap tujuan yang menggambarkan satu jenis tingkah laku. Nasution (2003:190) mengemukakan beberapa syarat bagi tujuan pembelajaran yang baik adalah kata kerja hendaknya menunjukkan perbuatan yang dapat diamati, uraian tentang stimulus dan respon siswa, menentukan alat yang digunakan oleh siswa, dan petunjuk tentang sifat jawaban yang diharapkan. Sudirman (1991:70-71) mengemukakan rumusan tujuan pembelajaran perlu memperhatikan kriteria ABCD, yaitu (1) Audience, yaitu yang mendengarkan atau yang mengikuti pelajaran dalam hal ini adalah siswa atau peserta didik, (2) Behavior, yaitu tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai hasil proses belajar mengajar, (3) Condition, yaitu keadaan atau sesuatu yang perlu disediakan sebagai persyaratan untuk dapat melakukan dan mencapai tingkah laku yang diharapkan, (4) Degree, yaitu derajat, kualitas, atau standar minimal dari hasil belajar yang diharapkan dalam rumusan tujuan. Sagala (2003:167) memaparkan tujuan pembelajaran hendaknya (1) spesifik atau khusus, dalam arti bahwa perilaku yang terkandung di dalamnya sudah dibatasi lingkupnya, (2) operasional, dalam arti bahwa perilaku yang terkandung di dalamnya konkret dan dapat diamati, dan (3) dapat diukur dalam arti bahwa terwujud tidaknya perilaku yang dimaksud dalam diri siswa dapat diukur melalui alat ukur yang ada.
Berkenaan uraian di atas, rumusan tujuan yang disusun oleh guru hendaknya tepat, spesifik, operasional, lengkap, dapat diukur dan sistematis.

1.       Memilih dan Mengembangkan Bahan Pengajaran
Materi pengajaran harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Majid (2005:46) materi yang akan diajarkan perlu diidentifikasi apakah termasuk fakta, konsep, prinsip, prosedur atau gabungan lebih dari satu jenis materi.  Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang harus dipelajari siswa, guru akan mendapat kemudahan dalam mengajarkannya. Hal ini disebabkan setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi pembelajaran atau metode, media, dan sistem penilaian yang berbeda-beda.
Usman (1994:112) mengemukakan terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan bahan pengajaran, yaitu berpedoman pada bahan pengajaran yang tercantum dalam kurikulum, memilih dengan tepat bahan sesuai dengan karakteristik murid, dan menyusun bahan pengajaran sesuai dengan taraf kemampuan berpikir murid. Sagala  (2003:162) mengemukakan ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pelajaran, yaitu: materi pelajaran hendaknya sesuai dengan atau dapat menunjang tercapainya tujuan instruksional, materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan dan perkembangan siswa pada umumnya, materi pelajaran hendaknya terorganisir secara sistematik dan berkesinambungan, dan materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual.

2.       Merumuskan Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Majid (2005:24) dalam kaitan ini memberikan penjelasan bahwa kegiatan pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian menurut Puskur (2004:13) dalam Majid (2005:24) kegiatan pembelajaran perlu:
(1) berpusat pada peserta didik, (2)  mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman yang beragam.
Merumuskan kegiatan belajar mengajar menurut Usman (1994:52-53) meliputi kegiatan menentukan metode yang digunakan, langkah-langkah kegiatan belajar mengajar, merencanakan alat dan sumber belajar.

3.       Merencanakan Metode Pembelajaran yang akan Digunakan
Sagala (2003:169) mengemukakan, metode mengajar adalah cara yang digunakan guru dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya. Surakhmad (1979:75) mengemukakan metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Namun menurut Hatimah (2000:10) metode dalam pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk menyampaikan materi saja, melainkan berfungsi juga untuk pemberian dorongan, pengungkap tumbuhnya minat belajar, penyampaian bahan belajar, pencipta iklim belajar yang kondusif, tenaga untuk melahirkan kreativitas, pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, dan pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar.
Kemahiran guru untuk memilih metode yang serasi dengan kebutuhan menurut Riwajatna (2003:51) ditentukan oleh pengalamannya, keluasan pemahaman guru tentang bahan pelajaran, tersedianya media, pemahaman guru tentang karakteristik siswa, dan karakteristik belajar. Surakhmad (1979:76) mengemukakan penggunaan metode dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain tujuan, anak didik, situasi, fasilitas, dan pribadi guru.
Metode apapun yang direncanakan oleh guru menurut Majid (2005:136) hendaknya dapat mengakomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip KBM. Pertama, berpusat pada anak didik (student oriented). Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Suatu kesalahan jika guru memperlakukan mereka secara sama. Gaya belajar (learning style) anak didik harus diperhatikan. Kedua, belajar dengan melakukan (learning by doing). Supaya proses belajar menyenangkan guru harus menyediakan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperoleh pengalaman nyata. Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning to live together). Keempat, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik. Juga mampu memompa daya imajinasi anak didik untuk berpikir kritis dan kreatif. Kelima, mengembangkan kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah.

4.       Merencanakan Langkah-langkah Kegiatan Belajar Mengajar
Sudirman, dkk. (1991:73)  menjelaskan,  menentukan kegiatan belajar merupakan langkah penting yang dapat menunjang keberhasilan pencapaian tujuan. Kegiatan ini harus disesuaikan dengan tujuan.  Dalam menetapkan kegiatan belajar ini guru harus menetapkan kegiatan mana yang perlu dan yang tidak perlu dilakukan.
Dalam kaitan ini Usman (1994:74) menjelaskan langkah-langkah kegiatan belajar hendaknya terintegrasi antara kegiatan siswa dengan kegiatan guru. Setiap langkah hendaknya mempunyai sasaran yang jelas, dipahami siswa, mengembangkan kreativitas, dan memungkinkan penilaian hasilnya.

5.       Merencanakan Media dan Sumber Belajar
Media pengajaran menurut Usman (1994:26) adalah “alat-alat yang digunakan oleh guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa”.
Media pengajaran menurut Encyclopedia of Educational Research dalam Usman (1994:27) memiliki nilai praktis sebagai berikut:
1.     Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir. Oleh karena itu mengurangi verbalisme (tahu istilah tetapi tidak tahu arti, tahu nama tetapi tidak tahu bendanya).
2.     Memperbesar perhatian siswa.
3.     Membuat pelajaran lebih mantap atau tidak mudah dilupakan.
4.     Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan para siswa.
5.     Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu.
6.     Membantu tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan kemampuan berbahasa.
Sudirman, dkk. (1991:213) mengungkapkan agar media pengajaran yang dipilih tepat, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu objektivitas, program pengajaran, sasaran program, situasi dan kondisi, kualitas teknik, keefektifan dan efisiensi  penggunaan.
Burton Usman (1994:27) memberikan petunjuk bahwa dalam memilih media yang akan digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.     Alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok.
2.     Alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan.
3.     Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa lebih dahulu.
4.     Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya seperti dengan diskusi, analisis, dan evaluasi.
5.     Sesuai dengan batas kemampuan biaya.
Hoover dalam Usman (1994:27) memberikan beberapa prinsip merencanakan penggunaan media pembelajaran sebagai berikut:
1.     Tidak ada alat peraga yang dapat dianggap paling baik.
2.     Alat-alat tertentu lebih tepat daripada yang lain berdasarkan jenis, pengertian, atau dalam hubungannya dengan tujuan.
3.     Audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan merupakan bagian integral dari pengajaran
4.     Perlu diadakan persiapan yang seksama oleh guru dan siswa mengenai audiovisual.
5.     Siswa menyadari tujuan alat audiovisual dan merespon data yang diberikan.
6.     Perlu diadakan kegiatan lanjutan
7.     Alat audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan untuk menambah kemampuan komunikasi memungkinkan belajar lebih luas karena adanya hubungan-hubungan.
Sumber belajar menurut Majid (2005:59) dapat didefinisikan sebagai “informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum”. Selanjutnya Majid (2005:59) mengkategorikan sumber belajar sebagai berikut:
1.     Tempat atau lingkungan alam sekitar dimana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses perubahan tingkah laku, maka tempat itu dapat dikategorikan sebagai tempat belajar yang berarti sumber belajar, misalnya perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, dan sebagainya.
2.     Benda, yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dijadikan sumber belajar, misalnya situs, candi, ka’bah dan sebagainya.
3.     Orang, yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu dimana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka orang tersebut dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya guru, ahli geologi, polisi, dan ahli-ahli lainnya.
4.     Buku, yaitu segala macam jenis buku yang dapat dibaca secara mandiri oleh peserta didik, misalnya buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi, dan lain sebagainya.
5.     Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa lainnya yang dapat menjadikan peristiwa itu sebagai sumber belajar.
Sudirman, dkk. (1991:203) mengklasifikasikan sumber belajar terdiri atas, manusia (people), bahan (materials), lingkungan (setting), alat dan perlengkapan (tools), dan aktivitas (activities). Sudirman, dkk. (1991:209) memberikan beberapa patokan yang dapat dijadikan bahan pemikiran bagi guru dalam memilih sumber belajar, yaitu program pengajaran (kurikulum), kondisi lingkungan, karakteristik siswa, dan karakteristik sumber pengajaran.
Sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik maupun guru apabila sumber belajar diorganisir melalui rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Jika tidak, maka tempat atau lingkungan sekitar, benda, orang, atau buku tidak akan bermakna sebagai sumber belajar.

7.       Merencanakan Penilaian
Sudirman (1991:72-73) menjelaskan penilaian berfungsi untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan. Ia menegaskan yang penting dalam penilaian bukan hanya untuk menentukan “angka” keberhasilan, namun juga sebagai feedback bagi guru. Sebagai alat untuk mengukur, penilaian harus sesuai dengan tujuan. Rencana penilaian ini menurut Sudirman meliputi tes awal (pre test) dan tes akhir (post test), jenis tes yang akan digunakan, dan rumusan soal-soal tes. Menurut Majid (2005:187) perencanaan penilaian perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut:
1.     Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not a part from instruction)
2.     Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems) bukan masalah dunia sekolah (school work kind of problem).
3.     Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metode, dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
4.     Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori motorik).
Penilaian yang dilakukan guru menurut Chittenden dalam Majid (2005:1897-188) hendaknya diarahkan untuk mencapai empat tujuan. Pertama, penelusuran (keeping track) yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana. Kedua, pengecekan (checking-up), yaitu untuk mengecek kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran. Ketiga, pencarian (finding-out), yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran. Keempat, penyimpulan (summing-up), yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum atau belum.

Tidak ada komentar: