26 November 2010

Jawaban UTS Evaluasi Pembelajaran PAI

Nama               : Indra Kurniawan
NPM                : 08.03.1803
Prodi/SMT       : Pendidikan Agama Islam (PAI) / V A
Fakultas           : Tarbiyah
Mata Kuliah     : Evaluasi Pembelajaran PAI
Dosen              : Titin Yuniartin, S.Th.I., M.Pd

1.      Definisi Evaluasi, Penilaian, Pengukuran dan Test :
  • Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai “the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.
  • Penilaian (assessment) adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka atau deskripsi verbal), analisis, dan interpretasi untuk mengambil keputusan. Sedangkan penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan.
  • Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), dan pengukuran bersifat kuantitatif. Jika dikaitkan dengan masalah pembelajaran maka pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu.
  • Test adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas.
2.      Pengetahuan mengenai daya serap begitu penting dalam pelaksanaan evaluasi karena daya serpa siswa merupakan aspek dasar yang harus diktahui oleh guru sebelum melanjutkan pada materi sebelumnya, hal ini agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu jauh antar siswa dan hal ini pun sangat penting dalam melanjutkan materi pembelajaran. Jika saja seorang guru lebih menitikberatkan pada penyelesaian kurikulum dibandingkan dengan daya serap siswa maka sangat dimungkinkan akan terjadi kesenjangan yang signifikan antara siswa yang memiliki daya serap tinggi dan siswa yang memiliki daya serap rendah. oleh karena itu, untuk menghindari kesenjangan tersebut sebagai salahsatu alternative dalam penentuan langkah kebijakan dalam evaluasi pendidikan adalah dengan mengubah metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru, yaitu melibatkan siswa yang mempunyai daya serap tinggi menjadi tutor bagi teman sekelasnya yang mempunyai daya serap tinggi. Sehingga dengan metode ini diharapkan setiap siswa memiliki pengalaman belajar yang berbeda serta menerapkan system belajar social learning dan memudahkan dalam pengambilan kebijakan ketika dilaksanakan evaluasi.

3.      Perbedaan antara Evaluasi dan Akreditasi dalam Pendidikan : jika dilihat dari definisi sederhana Evaluasi dan akreditasi memiliki arti dan arti yang sama, hanya saja jika lebih spesifik keduanya memiliki makna yang berbeda. Jika evaluasi adalah upaya untuk menggambarkan, merumuskan serta mengolah informasi untuk dijadikan sebagai bahan pengambilajn keputusan atas sebua kebijakan, maka akreditasi yang dilakukan pada sebuah lembaga pendidikan merupakan upaya penilaian yang telah ditetapkan standarnya untuk mengumpulkan informasi, mengolah dan membuat laporan atas standar penilaian yang telah ditetapkan. Secara lebih jelasnya akreditasi berfungsi untuk memberikan penilaian kepada lembaga pendidikan dimana penilaian tersebut meliputi seluruh aspek, seperti tenega pendidik, media pembelajaran, program pembelajaran, administrasi pendidik dan kependidikan, sarana dan sarana, dan lainnya dalam rangka penetapan nilai dari lembaga pendidikan tersebut.

4.      Evaluasi harus dilakukan secara berkesinambungan karena evaluasi merupakan rangkaian dari proses pendidikan yang dilaksanakan, evaluasi tidak boleh dilaksanakan hanya sementara, jika evaluasi dilaksanakan sementara dan tidak ada tindak lanjut maka tidak akan diketahui sejaumana perkembangannya dan sejauhmana prospek serta program yang telah berjalan sesuai dengan harapan dan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi yang dilaksanakan secara berkesinambungan berfungsi pula untuk meningkatkan kualitas kinerja serta kualitas proses pembelajaran baik bagi siswa, tenaga pendidik dan sebagai landasan untuk menetukan kebijakan bagi Pimpinan Lembaga Pendidikan/Kepala Sekolah.

5.      Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Evaluasi merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran. Dengan melakukan evaluasi, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik.

6.      Model-Model Evaluasi dalam Pendidikan :
  • Measurement Model; Measurement Model merupakan model yang tertua dibanding model-model evaluasi yang lain, tokoh-tokoh pengembang model ini antara lain R. Thorndike dan R. L. Ebel. R. Thorndike, misalnya, berkeyakinan: if anything exists, it exists in quantity, and if it exists in quantity it can be measured. Menurut model ini, penilaian pendidikan adalah “pengukuran” terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individu atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah.
  • Congruence Model; Model ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama, Tokoh model ini Raph W. Tyler, John B. Carrol, dan Lee J. Cronbach. Menurut Tyler, mengingat tujuan-tujuan pendidikan mencerminkan perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan pada peserta didik, maka yang penting dalam proses penilaian adalah memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan tersebut telah dicapai peserta didik. Penilaian adalah usaha untuk memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan, dan hasil belajar yang telah dicapai. Ruang lingkup evaluasi menurut model ini adalah memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan dan hasil belajar, maka yang dijadikan objek penilaian adalah tingkah laku siswa. Secara lebih khusus, yang dinilai adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan (intended behavior) yang diperlihatkan oleh siswa pada akhir kegiatan pendidikan.
  • System Model; Hakikat evaluasi menurut sistem model adalah untuk membandingkan performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria tertentu, akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgment mengenai sistem yang dinilai tersebut.
  • Illuminative Model; Nama Illuminatif, oleh pengembangnya didasarkan atas alasan bahwa penggunaan berbagai cara evaluasi di dalam model ini bila dikombinasikan akan help illuminative problems, issues, and significant program features. Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan di bidang antropologi. Salah satu tokoh yang paling menonjol dalam pengembangan model ini adalah Malcolm Parlett. Tujuan penilaian menurut model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Studi difokuskan pada permasalahan bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah, tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan, kelemahan, serta pengaruhnya terhadap proses belajar siswa.
  • Discrepancy Model; Evaluasi kesenjangan program, begitu orang menyebutnya. Kesenjangan program adalah sebagai suatu keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang dihasilkan dalam pelaksanaan program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standard yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program tersebut.

7.      a. Fungsi mata kuliah Evaluasi Pembelajaran PAI secara teoritis adalah memberikan gambaran kepada para mahasiswa tentang definisi, metode dan media yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi pembelajaran khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), sehingga dengan mengetahui teori tentang evaluasi pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mengetahui dan memahi tentang ragam evasluasi pembelajaran serta dapat memilih mana yang paling tepat dan efektif dari beberapa evaluasi pembelajaran yang telah disajikan pada setiap perkuliahan.
b. Adapun secara praktis dimana mahasiswa diharapkan mampu membuat beberapa jenis formulir atau administrasi pembelajaran yang telah digambarkan atau yang telah disajikan dalam setiap perkuliahan Evluasi Pembelajaran PAI, sehingga dengan hal tersebut dapat membuat administrasi pembelajaran secara efektif dan mengembangkannya sesuai dengan situasi dan kondisi dimana lembaga pendidikan tersebut berada.

8.      Contoh kisi-kisi soal yang sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (terlampir).

9.      Kriteria Ketuntasan Minimal merupakan bentuk penilain yang memiliki standar tertentu pada suatu pada mata pelajaran yang senantiasa disesuaikan dengan kemampuan atau daya serap siswa terhadap materi yang diajikan dalam proses pembelajaran ini. Dalam menentukan KKM biasanya terdapat beberapa hal yang perlul diperhatikan oleh pendidik, diantara adalah; tingkat pemahaman siswa, bobot materi dan soal, waktu pembelajaran, aspek-aspek penilaian, dan penilaian tersebut merupakan akumulasi dari penilaia terhadap domain afektif, kognitif dan psikomotor. Jadi, ketika menentukan KKM ini yang paling penting adalah daya serap siswa terhadap materi yang disajikan oleh guru serta usaha siswa dalam memahami materi tersebut (self assessment).

10.  Menyikapi kontroversi Ujian Nasional yang berkembang, saya piker program Ujian Nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah bertujuan baik, hanya saja ketika berada pada tataran tekhnis di lapangan hal ini menjadi permasalahan, dimana guru dan murid merasa tertekan dengan beban moral dan mental terhadap Ujian Nasional tersebut. Jadi, secara pribadi saya sepakat jika Ujian Nasional tetap dilaksanakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam proses pembelajaran, hanya saja saya tidak sepakat jika Ujian Nasional dijadikan sebagai Standar Kelulusan seorang siswa, karena hal inilah yang menjadi akar permasalahan dalam Ujian Nasional ini. Dengan demikian, siswa yang melaksanakan Ujian Nasional tidak perlu merasa tertekan dengan adanya standar kelulusan dan mereka merasa enjoy dalam melaksanakan Ujian Naional tersebut karena tidak dibarengi dengan Lulus atau Tidak Lulus ketiak mereka mendaptkan nilai yang sudah dijadikan standar.

Tidak ada komentar: