4 Januari 2012

Media Pembelajaran


I.             PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN
A.   Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media berarti perantara (wasaail) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.[1] 

B.   Media berasal dari bahasa latin merupakan jamak dari “Medium” yang secara harifah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan, (Nurjanah, 2007:7) (Ika Kumilaila)
C.   Gerlach & Ely seperti dikutif Arsyad mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. [2]
D.  AECT (Association of Education and Communication Technology) memberi batasan tentang media yaitu sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.
E.   Menurut Fleming, media (yang sering diganti dengan kata mediator) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya.[3]
F.   Latuheru(1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna (Ika Kumilaia).
G.  NEA (National Education Association) memaknai media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut. (Ika Kumilailla)
H.  Menurut Gagne media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. [4]
I.     Briggs sebagaimana dikutip Sadiman dkk, berpendapat bahwa media pembelajaran adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, dan film bingkai adalah contoh-contohnya.[5]
J.   Menurut Rossi dan Breidle (1966), media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya. Menurut Rossi, alat – alat semacam radio dan televisi apabila digunakan dan diprogram untuk pendidikan, maka merupakan media pendidikan.(diambil dari buku perencanaan desain sistem pembelajaran : Deti lestari)
K.   Menurut Schram sebagaimana dikutip Rudi Susilana, media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.[6]
L.   Menurut Miarso, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar. [7]
M.  Menurut Brown media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadaf efektivitas pembelejaran.
Karena pada awal mulanya media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat pembantu bagi guru untuk mengajar ketika dikelas.
N.   Selain pengertian media yang telah diuraikan di atas, masih terdapat pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu:
1.   Sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran seperti buku, film, video, slide dan sebagainya.
2.   Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar, termasuk teknologi perangkat kerasnya.
Media pembelajaran terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (message atau software). Hardware adalah alat untuk mengantar pesan seperti Over Head Projector, radio, televisi. Sedangkan  software isi program yang mengandung pesan seperti informasi atau buku dan bahan-bahan cetakan lainnya, cerita yang terkandung dalam film atau materi yang disajikan dalam bentuk bagan, grafik, diagram dan lain sebagainya. Dengan demikian media pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan, akan tetapi hal yang terpenting bukanlah peralatan itu, melainkan pesan atau informasi yang dibawakan oleh media tersebut. (Deti Lestari)
Istilah media sangat popular dalam bidang komunikasi. Proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi. Kata pembelajaran juga dipakai sebagai padanan kata dari kata instruction. Kata intrucion mempunyai pengertian yang lebih luas dari pengajaran, jika kata pengajaran dalam konteks guru dan siswa di kelas (ruang) / formal maka  pembelajaran mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri guru secara fisik. Dalam hal ini yang ditekankan adalah proses belajar mengajar dan adanya usaha-usaha terencana dalam memanipulasi sumber-sumber agar terjadi proses belajar pada diri siswa.[8] Salah satu usaha dalam proses belajar mengajar adalah dengan penggunaan media. Adapun media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran.
Dari keseluruhan pengertian di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa substansi dari media pembelajaran adalah: 1) bentuk saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan, informasi atau bahan pelajaran kepada penerima pesan atau pembelajar; 2) berbagai jenis komponen dalam lingkungan pembelajar yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar; 3) bentuk alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang pembelajar untuk belajar; dan 4) bentuk-bentuk komunikasi, baik cetak maupun audio, visual, dan audio visual, yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar.

II.           LANDASAN TEORITIS PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN

A.   Menurut Bruner, ada tiga tahapan utama belajar[9], yaitu:
a)    pengalaman langsung (enactive), adalah mengerjakan. Misalnya arti kata ‘simpul’  dipahami dengan langsung membuat ‘simpul’.
b)   pengalaman pictorial/ gambar (iconic), artinya gambar atau image. Kata ‘simpul’ dipelajari dari gambar, lukisan, foto atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk membuat ‘simpul,’ mereka dapat mempelajari dan memahaminya dari gambar, lukisan foto atau film.
c)    dan pengalaman abstrak ( symbolic), artinya siswa membaca atau mendengar kata ‘simpul’ pada image mental atau mencocokkannya dengan pengalamannya membuat simpul.

B.   Menurut Edgar Dale.[10]
Dia menggambarkan tingkat pengalaman dan alat-alat yang diperlukan untuk memperoleh pengalaman. Menurutnya, pengalaman berlangsung dari tingkat yang konkret menuju ke tingkat yang lebih abstrak. Pada tingkat yang konkret, seseorang dapat belajar dari kenyataan atau pengalaman langsung yang bertujuan dalam kehidupan kita. Kemudian meningkat ke tingkat yang lebih atas menuju ke puncak kerucut, dalam tingkat yang abstrak bentuk simbol-simbol. Pembagian tingkatan-tingkatan itu, semata-mata membantu melihat pengalaman belajar. Kerucut pengalaman yang dikemukakan Edgar Dale, (lihat gambar dengan pola berpikir dari konkret sampai abstrak) adalah sebagai berikut:
1)   Pengalaman langsung dan bertujuan, yaitu pengalaman yang diperoleh dengan jalan hubungan langsung dengan benda-benda atau kejadian dan pembelajar bekerja sendiri, mengalami sendiri, memecahkan masalah sendiri. Semua yang dilakukan berdasarkan pada tujuan yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya.
Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai hasil dari aktifitas sendiri. Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Siswa behubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan pelantara. Karena pengalaman langsung inilah, maka ada kecenderungan hasil yang diperoleh siswa menjadi konkret sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi. ( Deti Lestari)

2). Pengalaman tiruan yang diatur, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui benda-benda atau kejadian tiruan dari yang sebenarnya atau penciptaan kembali benda-benda tersebut. Alasan penciptaan, karena:
(a) mungkin sulit didapatkan,
(b) terlalu kecil atau terlalu besar, dan
(c) tempatnya terlalu jauh.
Faedah dari usaha penciptaan kembali benda-benda tersebut, adalah:
(a) memberi kesan yang mendalam,
(b) memberi arti yang sebenarnya,
(c) memberi pengertian, dan
(d) menghilangkan verbalisme
             Contoh:
Model             : benda buatan dalam ukuran kecil
Objek             : benda yang sebenarnya
Specimen        : bagian dari benda sebenarnya. Misalnya, bagian depan mobil, komplit, dll.
3). Pengalaman dramatisasi, yaitu penyajian dalam bentuk drama, dari berbagai gerakan sampai ke permainan yang lengkap dengan pakaian dan dekorasi. Manfaatnya:
a) banyak menarik perhatian,
b) para pelaku menyelami watak yang diperankan,
c) mempunyai nilai penyembuh,
d) melatih kerjasama, dan
e) melatih penguasaan bahasa, sikap, suara, mimic dan gaya meliputi:
o    The Play, dilakukan di panggung atau seolah-olah di panggung
o     The Pageant, pertunjukkan sejarah berdasarkan sejarah setempat dan dilakukan di alam terbuka.
o    Pantomin, sandiwara bisu, hasilnya tergantung pada gaya sang pelaku.
o    Tablo, permainan yang merupakan skenario yang terdiri dari orang-orang beserta dekorasinya dan tidak ada gerakan atau suara.
4). Demonstrasi, yaitu percontohan atau pertunjukkan cara membuat atau cara melayani suatu proses. Misalnya, percontohan memandikan jenazah, wudhu, shalat, dan lain-lain. Dalam proses pembelajaran, demontrasi juga memerlukan alat-alat, bahasa yang sederhana, persiapan yang baik, waktu yang cukup, tempat yang memadai dan minat dari pemirsa.
5). Karyawisata, yaitu membawa pembelajar ke obyek luar dengan maksud memperkaya dan memperluas pengalaman pembelajar. Kegiatan yang dilakukan pembelajar dalam karyawisata adalah: a) pembelajar aktif melakukan observasi; b) tanya-jawab; c) mencatat; dan d) membuat laporan.
6). Pameran, tujuannya untuk mempertunjukkan hasil pekerjaan pembelajar, perkembangan dan kemajuan sekolah kepada warga sekolah dan masyarakat pada umumnya. Pengalaman melalui pameran, pameran adalah usaha untuk menunjukkan hasil karya. Melalui pameran siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari, seperti karya seni baik karya seni tulis, seni pahat, atau benda-benda bersejarah dan hasil teknologi modern dengan berbagai cara kerjanya. Pameran lebih abstrak sifatnya dibandingkan dengan wisata, sebab pengalaman yang diperoleh hanya terbatas pada kegiatan mengamati wujud benda itu sendiri. Namun demikian, untuk memperoleh wawasan, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pemandu.(Deti Lestari)
7). Televisi, yaitu suatu media untuk menyampaikan pesan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak dan masyarakat. Program televisi pendidikan dinilai selain menarik minat yang lebih besar dan juga memberikan informasi yang autentik. Pengalaman melalui televisi merupakan pengalaman tidak langsung, sebab televisi merupakan pelantara. Melalui televisi siswa dapat menyaksikan berbagai peristiwa yang ditayangkan dari jarak jauh sesuai program yang dirancang, misalnya televisi program pendidikan. (Deti Lestari)
8). Gambar hidup (film), yaitu rangkaian gambar yang dapat diproyeksikan ke layar dengan kecepatan tertentu. Rangkaian suatu gambar dan suara yang menampilkan cerita dan gambar yang mudah dipahami.
9). Radio, yaitu dengan siaran radio dapat disampaikan pengajaran secara efektif, dan akan menambah pengalaman, pengetahuan, dan menimbulkan motivasi belajar. Programnya berupa cerita, ceramah, wawancara, sandiwara, dan sebagainya.
10). Gambar, yaitu segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi dan sebagai curahan perasaan dan pikiran. Lukisan, dapat berbentuk ilustrasi, karikatur, kartun, poster, gambar seri, slide dan filmstrip.
11). Lambang visual, yaitu gambar yang secara keseluruhan dari sesuatu yang   dijelaskan ke dalam suatu bentuk yang dapat divisualisasikan, misalnya:
a). sketsa, yaitu hasil lukisan yang bentuknya belum lengkap atau tidak lengkap;
b). bagan, yaitu kombinasi garis atau tulisan dengan gambarnya yang dijelmakan secara logis untuk menerangkan fakta dan ide;
c). grafik, yaitu gambit memberi keterangan tentang angka-angka dan hubungannya;
d). poster gambar, berfungsi sebagai pemberitahuan atau peringatan dan hubungannya;
e). komik, yaitu gambar gambar atau lukisan bersambung yang merupakan cerita;
f) kartun gambar, digunakan untuk menghibur, mengkritik, dan menganjurkan;
g) diagram, yaitu kombinasi antara garis dan gambar yang menunjukkan hibungan intern dan  bersifat abstrak; dan
h) peta gambar, melukiskan lambang keadaan yang sebenarnya.
12). Lambang kata (verbal), yaitu lambang kata yang dapat dijumpai dalam buku dan bahan-bahan bacaan lainnya, seperti majalah,  koran, dan lain-lain. Pengalaman melalui lambang verbal, merupakan pengalaman yang sifatnya lebih abstrak. Sebab, siswa memperoleh pengalaman hanya melalui bahasa baik lisan maupun tulisan. Kemungkinan terjadinya verbalisme sebagai akibat dari perolehan pengalaman melalui lambang verbal sangat besar. Oleh sebab itu, sebaiknya penggunaan bahasa verbal harus disertai dengan penggunaan media lain. (Deti Lestari)
Gambar 1: Kerucut Pengalaman Dale (Cone of experience Dale)
Dari kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh melalui pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Semakin langsung objek yang dipelajari, maka semakin konkrit pengetahuan diperoleh, semakin tidak langsung pengetahuan itu diperoleh, maka semakin abstrak pengetahuan siswa. (Deti Lestari)

3. Menurut Levie & Levie dan Paivio[11]
Setelah membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus kata atau visual serta verbal, Levie & Levie menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenal, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep.  Di lain pihak, stimulus verbal memberi hasil belajar yang lebih apabila pembelajaran itu melibatkan ingatan yang berurut-urutan (sekuensial). 
Hal ini merupakan salah satu bukti dukungan atas konsep dual coding hypothesis (hipotesis koding ganda) dari Paivio. Konsep itu mengatakan bahwa ada dua macam sistem ingatan manusia, satu untuk mengolah simbol-simbol verbal  kemudian menyimpannya dalam bentuk proposisi image, dan yang lainnya untuk mengolah image nonverbal yang kemudian disimpan dalam bentuk proposisi verbal.
Belajar dengan menggunakan indra ganda—pandang dan dengar—berdasarkan konsep di atas akan memberikan keuntungan bagi siswa. Siswa akan belajar lebih banyak jika materi pelajaran disajikan hanya dengan stimulus pandang atau hanya dengan stimulus dengar.


[1] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 3
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 6
[5] Ibid
[6] Rudi Susilana, Sumber Belajar Dalam Pendidikan dalam buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Bandung: Pedagogiana Press, 2007), h. 550
[7] Partiyah, Efektifitas Penggunaan Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN Krapyak 2 Ngemplak Kabupaten Sleman, (Skripsi UII Yogyakarta), h. xix
[8] Arief  S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 7
[9] Azhar Arsyad, Op. Cit.  h. 8
[10] Hujair Sanaky, Media Pembelajaran, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2009), h. 42
[11]Azhar Arsyad, Op. Cit, h. 9 

Tidak ada komentar: