4 Maret 2012

Milikilah Jiwa Militansi


      Masih banyak kah diantara kita yang hampir luntur semangat dan motivasinya, merasa dalam kebingungan tiada tara, merasa bimbang atas apa yang harus dilakukan ? kita ingin melakukan sesuatu tapi kita merasa takut, takut yang diada-adakan oleh diri kita sendiri. Semangat dibutuhkan bagi yang dirinya merasa lunglai didera ujian, dan motivasi dibutuhkan bagi dirinya yang merasa telah hampa pada sebuah harapan. Semangat dan motivasi pun dibutuhkan bagi para pemalas, diantaranya mungkin adalah saya.

Seperti halnya Ponsel, ia bisa bertahan selama energi yang terdapat dalam baterenya masih ada, setelah itu, ia ‘mati suri’. Ia akan hidup kembali setelah di charge dalam sekian waktu, semakin lama kita mengechargenya maka semakin lama pula energi itu akan terisi, namun jika Ponsel itu di charge dalam waktu yang singkat, maka energi yang diserap pun akan singkat dan ketika digunakan pun akan singkat.
Tidak jauh berbeda dengan ponsel, diri kita perlu di charge, pribadi kita butuh penyegaran, jiwa kita butuh sentuhan yang mampu mengantarkan kita sesuatu yang baru. Ya, sentuhan motivasi dan semangat itulah yang harus kita rutinkan. Mencari orang-orang yang mampu menyemangati kitalah yang mesti didawamkan, dan selalu belajar dari orang-orang yang telah bangkit dari keterpurukan adalah cara tepat untuk diwiridkan agar kita mampu bangkit kembali dari keadaan yang kita rasakan belum begitu baik, terseok-seok atau bahkan memburuk.
Militansi itu ada ketika memiliki semangat. Militansi itu hadir ketika disisipi motivasi. Layaknya Sang Adam,  dengan gigih berlari sang tambatan hati Ibunda Hawa. Laksana Nuh sang pembuat perahu yang tak kenal henti ketika di gunjing dengan gelar orang gila, dan laykany Sang Muhammad mulia yang begitu mencintai ummatnya, mengadu dan menangis dihadapan Allah, rela berdarah dan tanggal gerahamnya hingga asma Nya berkumandang di penjuru dunia. Lalu, apa akhir dibalik semua yang mereka alami itu, mereka kembali kepada Sang Pemilik Jiwa untuk memenuhi undangan-Nya dengan senyum indah. Inilah jiwa-jiwa militansi yang semestinya menjadi pedoman bagi perindu kejayaan.
Sebuah sumber yang pernah saya baca, dalam rihlah dakwiyah (perjalanan dalam rangka dakwah) yang dilakukan Imam As-Syahid Hasan Al Banna selama kurun waktu 9 tahun beliau telah mengunjungi sebanyak 900 kampung, dari setiap kampung tersebut beliau kunjungi sebanyak 3 sampai 9 kali. Maka dari rihlahnya tersebut, beliau mampu memahami setiap dialek kampung-kampung di Mesir, beliau hafal sandi para penyamun dan beliau faham mebaca keadaan alam. Sungguh luar biasa bukan ? dan hingga kini, organisasi yang dibentuk olehnya, Ikhwanul Muslimin telah tersebar luas ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Dan buah yang paling mengejutkan atas perjuangannya itu adalah bahwa kelompok ikhwan telah mengambil alih kursi parlemen di Mesir tahun ini (2012) setelah era rezin Husni Mubarak tumbang.
Mereka tidak banyak berbicara tentang militansi, tetapi mereka menjadi contoh atas perjuangan yang sarat dengan kerja keras. Waktu yang terasa singkat untuk kita gunakan diisi dengan semangat amal, dan tempat sejauh apapun akan dituju bagi pemilik jiwa militansi. Semua serba mungkin, semua serba bisa dan semua serba jadi bagi para pemikul amanah yang diliputi militansi.
 Jiwa militansi adalah keniscayaan bagi kita semua yang memimpikan sukses dalam pelukan, militansi membuka ruang yang lebih luas dari yang semula sempit, membongkar yang terkunci, melintasi ketidak mungkinan, menjadi obat kaum pesakitan, menggali yang tersembunyi, meluluh lantakan benteng yang sulit ditaklukan, dan mampu menggenggam dunia dalam kepal tangan kita.
Jika saja Thomas Alfa Edison berhenti pada percobaannya yang ke 999, maka kita tidak akan bisa menikmati indahnya hidup dalam limpahan cahaya. Apakah percobaan yang dilakukannya selam 999 kali tersebut sebuah kegagal, ia berkata dengan ‘TIDAK’, dia banyak belajar dari setiap percobaan yang dilakukan dan setiap percobaan yang dilakukannya sebanyak itu telah terbayar lunas dengan menerangi dunia.
Tak ada waktu lagi untuk menunggu, saatnya berbuat, saatnya bekerja. Tulisan ini hanyalah sampah jika tidak diterjemahkan kedalah perbuatan, karena agama ini, Islam, adalah agama perbuatan yang bersumber dari pemahaman yang dalam.
Tunjukan bahwa kita mampu meriah semua harapan yang telah dituliskan, bisa mewujudkan setiap mimpi tentang masa depan dan militansi akan memudahkan jalan kita menuju tempat tertinggi yang kita idamkan itu, cita-cita.
Wallahu A’lam ...

Tidak ada komentar: