12 Juni 2011

ABU DARDA'


Seorang Budiman dan Ahli Hikmah Yang Luar Biasa

Selagi balatentara Islam berperang kalah menang di beberapa penjuru bumi, sementara itu di kota Madinah berdiam seorang ahli hikmat dan filosof yang mengagumkan, yang dari dirinya memancar mutiara yang cemerlang dan bernilai.
la senantiasa mengucapkan kata-kata kepada masyarakat sekelilingnya, : “Maukah anda sekalian, aku kabarkan amalan­-amalan yang terbaik, amalan yang terbersih di sisi Allah dan paling meninggikan derajat anda, lebih baik daripada memerangi musuh dengan menghantam batang leher mereka, lalu mereka pun menebas batang leher anda, dan malah lebih baik dari uang, emas dan Perak ?”
Para pendengarnya sama menjulurkan kepala mereka ke muka karena ingin tahu, lalu segera menanyakan: “Apakah itu wahai Abu Darda’ ?” Abu Darda’ memulai bicaranya dengan wajah berseri-seri, di bawah cahaya iman dan hikmat, lalu men­jawab: “‘Dzikrullah” — menyebut Serta mengingat nama. Allah — “Wa-ladzikrullahi akbar” — dan sesungguhnya dzikir kepada Allah itu lebih utama.
Bukanlah maksud ahli hikmat yang mengagumkan ini meng­anjurkan orang menganut filsafat memencilkan diri, dan bukan Pula dengan kata-katanya itu ia menyuruh orang meninggalkan dunia, dan tidak Pula agar mengabaikan hasil Agama yang baru ini, yakni hasil yang telah dicapai dengan jihad atau kerja mati­-matian.
Benar, Abu Darda’ bukanlah tipe orang yang semacam itu, karena ia telah ikut berjihad mempertahankan Agama ber­sama Rasulullah saw. sampai datangnya pertolongan Allah dengan pembebasan dan kemenangan merebut kota Mekah.
Tetapi ia adalah dari golongan orang yang setiap merenung dan menyendiri, atau bersamadi di relung hikmah, dan mem­baktikan hidupnya untuk mencari hakikat dan keyakinan, menemukan dirinya dalam suatu wujud yang padu, penuh dengan sari hayat dan gairah kehidupan. Dan Abu Darda’ r.a. ahli hikmat yang besar di zamannya itu, adalah seorang insan yang telah dikuasai oleh kerinduan yang amat sangat untuk melihat hakikat dan menemukan­nya.
Dan karena ia telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan iman yang teguh, maka ia merasa yakin dan percaya pula bahwa iman ini dengan segala tindak lanjutnya berupa kewajiban dan pengertian, merupakan jalan yang utama dan satu-satunya untuk mencapai hakikat itu.
Demikianlah ia tetap berpegang dan secara bulat menyerah­kan dirinya kepada Allah, dan dengan teguh hati, dengan petun­juk dan kebesaran ditempanya kehidupannya sesuai dengan cetakan dan patokannya. la terus menelusuri jejak hingga akhirnya menemukannya dan berada di atas jalan lurus hingga mencapai tingkat kebenaran yang teguh, dan menempati kedudukan yang tinggi beserta orang-orang yang benar secara sempurna, yakni di saat ia menyeru Tuhannya dengan membaca ayat-Nya: “Sesungguhnya shalatku dan ibadatku, hidup dan matiku, hanya untuk Allah semata, Tuhan alam semesta . . . . “ (Q.S. 6 al-An’am: 162)
Abu Darda’ dalam melawan hawa nafsu dan mengekang dirinya untuk memperoleh mutiara bathin yang sempurna telah mencapai tingkatan yang tertinggi tingkatan tafani rabbani — memusatkan fikiran, perhatian dan amaliahnya kepada pengabdian — menjadikan seluruh kehidupannya semata bagi Allah Rabbul ‘alamin.
Dan sekarang marilah kita mendekati ahli hikmat dan orang suci itu! Tidakkah anda perhatikan sinar yang bercahaya-cahaya di sekeliling keningnya? Dan tidakkah anda mencium bau yang semerbak yang bertiup dari arahnya? Itulah dia cahaya hikmat dan harumnya iman.
Dan sesungguhnya iman dan hikmat telah bertemu pada laki-laki yang rindu kepada Tuhannya ini, suatu pertemuan bahagia, kebahagiaan tiada taranya.

Tidak ada komentar: