SAYA sangat percaya jika Anda pernah mendengar ungkapan ini: Kehidupan adalah guru.Ya, kehidupan ini sesungguhnya guru yang selalu mengajarkan banyak ilmu, hikmah juga pengalaman. Perjalanan hidup seseorang, siapa pun dia, sangat ditentukan oleh pemahaman dan lakonnya dalam kehidupan ini. Itulah gurunya.
Setiap orang tentu memiliki alur hidupnya masing-masing. Apakah terencana atau tidak, semuanya memiliki jalan hidupnya. Itulah kenyataan hidup yang terpampang nyata dalam kehidupan ini. Bagi mereka yang memiliki rencana hidup yang jelas tentu menjalani kehidupannya secara teratur, sedangkan mereka yang hidup asal hidup menjalani kehidupannya begitu adanya saja. Keduanya memperoleh hasil yang tentu saja berbeda.
“Mereka yang memiliki rencana hidup akan memperoleh hasil yang maksimal juga memuaskan, apa pun bentuknya. Mereka siap menerima apa pun hasil dari rencana hidup yang mereka susun. Sebaliknya, mereka yang asal hidup akan frustasi dengan kehidupannya. Apa yang mereka peroleh dirasa seperti hukuman yang kadang membuat mereka bertambah gersang dan bingung menjalani kehidupan.”
Sebagai awalan, saya ingin berbagi cerita. Sejak SMP hingga kuliah saya tidak hidup bersama orangtua juga keluarga saya. Karenanya tak sedikit tantangan dan kendala hidup yang saya hadapi. Dalam mengarungi kehidupan yang kaya tantangan tersebut, tak sedikit pengalaman yang saya dapatkan. Saya semakin tertantang untuk banyak belajar mandiri. Bahkan saya juga terinspirasi untuk belajar di luar sarana pendidikan formal. Belajar bagaimana melakoni kehidupan, bagaimana menjadi seorang yang tahan banting dan berbagai hal yang bermakna belajar.
Dari pengalaman belasan tahun tersebut, saya terpahamkan bahwa sekolah atau universitas memang tempat menuntut ilmu atau orang mengenalnya sebagai gudang ilmu. Sekolah, universitas atau sarana sejenisnya bisa membentuk kepribadian siapa pun menjadi kuat dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia. Selain itu, sarana-sarana tersebut juga mampu menaikan derajat seseorang, mengingkatkan keahlian, prestasi dan status sosial.
Namun, itu tak cukup. Saya termasuk yang menyaksikan betapa perkembangan dan perubahan zaman telah mendistorsi beberapa manfaat sarana formal tersebut. Bahkan pada kasus tertentu pendidikan formal tidak memberi apa-apa dan tak bermanfaat apa-apa jika seseorang menjalani kehidupan ini hanya berpegang pada sarana-sarana formal yang sering hanya formalitas.
Ada banyak orang yang sibuk mencari gelar atau titel demi mendapatkan penghargaan dan penghormatan dengan segala cara yang kadang tidak halal. Namun apa yang mereka peroleh adalah kenestapaan. Betul mereka mendapatkan apa yang mereka kejar, tapi tak sedikit di antara mereka yang hanya mendapatkan simbol-simbol yang tak bermanfaat bagi kehidupan mereka. Bahkan kadang mereka menjadi orang yang “bodoh” dan “ngawur” menghadapi kehidupan nyata.
Dari situ, saya tersadarkan bahwa ujian sesungguhnya ada dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan nyata dimana dinamika kehidupan terjadi, bukan sekadar ujian dalam jalur pendidikan formal. Pada situasi zaman yang terus berubah ini, manusia tidak lagi hanya dituntut belajar secara teori melainkan dengan parktik nyata. Terlepas dari apakah sarana-sarana pendidikan itu penting atau tidak, relevansinya dalam kehidupan tidak terlalu mampu mengubah manusia ke arah yang lebih baik, apalagi manusia sudah tak memiliki rencana dan prinsip hidup.
“Sadarlah bahwa yang mengubah kehidupan ini sesungguhnya adalah kemampuan manusia berkompetesi dalam perjuangan hidup dalam kehidupan nyata. Hidup tidak lagi sekadar mengikuti anjuran, tidak lagi berdasarkan rumusan kaku, tapi mesti diujicoba dalam kehidupan nyata.”
Sahabat dahsyat! Masa kini lebih fleksibel, lebih berdinamika dan lebih menantang. Ingat bahwa dunia ini telah maju lebih cepat ketimbang 50 tahun sebelumnya. Sekarang seorang anak kecil saja sudah amat akrab dengan internet, HP, laptop dan semacamnya. Perubahan telah mengajak kita ke sebuah dimensi ruang-waktu yang nyaris tanpa batas. Waktu sudah dihitung 24 jam sehari—tujuh hari sepekan.
Waktu berlalu begitu cepat dengan dimensi dunia tanpa batas yang ditunjukkan oleh perkembangan teknologi, terutama internet. Surat dari Indonesia bisa diterima dalam hitungan detik di Eropa, Mesir dan lain-lain. Apa yang terjadi di luar angkasa sana dapat diketahui secara cepat di dunia. Itulah kecepatan, perubahan dan kemajuan. Dunia lama telah ditinggalkan dan diganti dengan perkembangan baru.
Kehidupan nyata adalah ujian sesungguhnya dari proses perubahan menuju kehidupan, sayangnya sarana-sarana pendidikan seperti yang disebutkan di awal tidak selalu mengantisipasinya secara dini. Dengan begitu, tak sedikit orang yang memiliki banyak gelar tapi minus peran alias kosong karya. Alih-alih mendulang kinerja, mereka justru bingung dengan dirinya sendiri.
“Orang yang tak memahami apa yang tidak dia ketahui takkan pernah paham apa yang mesti dia pahami. Dengan begitu, dia pun hanya menjadi onggokan kosong yang tak memberi manfaat apa-apa untuk diri juga lingkungannya.”
Ada satu pengalaman yang sepertinya perlu saya ceritakan kepada Anda. Setelah—bahkan ketika—menuntaskan studi di berbagai jalur atau strata pendidikan, saya mencoba untuk mencari sekaligus membuat pekerjaan untuk kebutuhan hidup saya. Selain mengajar di beberapa tempat, saya juga bekerja sebagai tim redaksi di beberapa penerbitan buku, di samping menyalurkan kesukaan saya menulis berbagai makalah, artikel dan semacamnya untuk berbagai seminar, pelatihan dan workshop di beberapa kota serta media sosial. Dari berbagai aktivitas tersebut saya mendapatkan banyak hikmah dan pelajaran yang tidak pernah saya temukan di bangku pendidikan formal.
Beberapa waktu kemudian, tepatnya pada 4 Oktober 2010, saya memilih untuk menyempurnakan kehidupan saya dengan menikah. Saya menikah dengan Mba Uum Heroyati, seorang aktivis pendidikan sekaligus pengajar di salah satu sekolah di Cirebon-Jawa Barat. Pada momentum ini saya mendapatkan begitu banyak hal yang nyaris tak terlupakan.
Sebelum menikah saya mengabarkan kepada keluarga akan niat saya, mengenai akad dan walimahan nikah saya kelak. Sebagai bagian dari keluarga besar saya tentu sangat membutuhkan dukungan juga bantuan keluarga, termasuk dana untuk membiayai akad dan walimahan nikah kelak.
Namun, apa yang saya dapatkan? Apa yang saya harapkan tak kunjung tiba. Kesabaran saya diuji di sini, ya sebagian nafas kehidupan saya diuji. Walau begitu, setelah mendapatkan konfirmasi, saya sadar bahwa keluarga saya pada waktu itu dalam keadaan sulit. Apalagi Ayah dan Ibu saya masih dalam proses penyembuhan.
Tak putus asa, saya pun tetap melanjutkan rencana saya. Singkat cerita, saya pun menikah tanpa kehadiran kedua orangtua dan keluarga besar saya. Untuk pembiayaan, saya ambil dari sisa uang yang saya gunakan untuk biaya kehidupan sehari-hari sebelumnya. Ya, saya membiayai acara akad dan walimahan nikah saya dari kantong saya sendiri.
Jujur, waktu itu saya sempat bertanya pada diri saya, apakah saya masih punya keluarga? Namun, pertanyaan itu hanya lewat seketika. Mengapa? Karena saya sadar bahwa kondisi ekonomi keluarga belum memungkinkan. Lagi-lagi, saya mesti maklum, paham dan sabar menghadapi semua ini.
Lebih jauh, saya menjadi paham bahwa kehidupan ini adalah tempat belajar sekaligus guru. Dari kehidupan nyata saya belajar mandiri, menata dan melakoni kehidupan berdasarkan rencana yang telah saya susun sejak lama. Tak ada yang perlu dipungkiri bahwa pada episode kehidupan ini selalu dan mesti ada kendala dan tantangan hidup. Ya, saya sadar bahwa hanya mereka yang berani mengarungi tantangan hidup saja yang bisa bertahan dalam hidup, selebihnya hanya akan menjadi pemangsa kehidupannya.
“Manusia hidup bukanlah mereka yang hanya bisa bernafas, tapi mereka yang berani melakukan sesuatu dan mampu mengambil hikmah dari seluruh kejadian, peristiwa dan tantangan hidup yang mereka lalui.”
Selama menjalani kehidupan di Bandung, saya menyaksikan tak sedikit sahabat-sahabat saya yang mandiri dalam hidup. Mereka begitu sukses melakoni kehidupan dengan rencana yang matang. Uniknya, tak sedikit di antara mereka yang sukses dalam karir pendidikannya karena usaha sendiri. Ada yang mendirikan penerbitan, menjadi pedagang buku dan baju kaos, menjual bakso, dan beberapa jenis aktivitas yang sedikit-banyak telah membantu mereka dalam menjalani kehidupan—termasuk membiayai kuliah mereka.
Yang tak kalah dahsyatnya, di antara mereka ada yang menjual pulsa, mengajar, mendirikan lembaga pelatihan, menjaga warnet dan menjadi karyawan rentalan komputer. Uang hasil usaha dan aktivitas ini mereka gunakan untuk kehidupan sehari-hari mereka, untuk biaya kuliah juga untuk berbagai aktivitas sosial seperti membantu yayasan yatim piatu, anak-anak berekonomi lemah dan lain-lain.
Untuk siapa pun Anda, saya ingin berbagi kepada Anda. Baca dan renungi pernyataan berikut ini:
“Mari melakukan penyadaran ulang untuk mengetahui bahwa dunia ini telah berubah dan berkembang. Zaman sekarang semuanya tidak bisa dilihat hanya sebelah mata, tidak bisa dilakoni tanpa tujuan yang jelas. Perubahan zaman dan pola hidup telah membawa manusia berada pada tingkatan hidup yang lebih makmur, tentu dengan berbagai tuntutannya. Perkembangan zaman telah memaksa manusia sehingga mau tidak mau mesti terlibat di dalamnya bahkan harus menjadi pelaku utamanya.”
Sahabat dahsyat! Berubah adalah bertumbuh. Bertumbuh adalah berkembang. Bertumbuh adalah berjalan menuju kehidupan yang lebih baik, lebih bermakna bagi diri sendiri dan orang lain, lebih memberi makna untuk keberhasilan atau kesuksesan kehidupan. Ruang-ruang itulah yang biasanya kosong dalam kehidupan manusia, sehingga tak sedikit oarng yang tidak melihat dan enggan memahami esensi perubahan dalam kehidupan yang sesungguhnya.
Persoalan lain adalah, tak sedikit orang yang tidak mengetahui di bagian mana kehidupannya yang harus dirubah, pada sisi mana dia harus tumbuh. Minimnya kesadaran akan perubahan telah menjadi sebuah dilema kehidupan yang mengakar dan membudaya sehingga jangankan mengubah sebuah negara, dirinya sendiri belum bisa.
Siapa pun Anda, saat ini adalah kesempatan terbaik untuk mengetahui di bagian mana dari kehidupan Anda yang mesti Anda ketahui, dengan demikian kekurangan dan kelemahan diri Anda bisa diketahui. Selanjutnya, akan dengan mudah bagi Anda untuk memperbaikinya, melakukan perubahan yang mendasar bagi kehidupan Anda. Berikutnya akan mudah bagi Anda untuk mendeklarasikan bahwa diri bahwa Anda telah berubah dan bersiap sedia melakoni kehidupan ini secara maksmial.
“Kehidupan ini selalu memberi banyak kenangan yang sulit dilupakan. Ada banyak cerita dan pengalaman yang membuatnya menjadi lebih indah. Mereka yang sukses memahami kehidupan sebagai perjalanan yang mesti dilakoni dengan kesungguhan adalah di antara pemenang. Sebab merekalah yang bersedia menjadi murid atau siswa terbaik bagi kehidupannya. Karena mereka sadar bahwa kehidupan ini adalah guru.”
Akhir kata, tanpa bermaksud menggurui Anda, saya ingin mengingatkan bahwa apa pun profesi Anda, di mana pun Anda bekerja serta apa pun jabatan Anda, percayalah bahwa kehidupan ini adalah guru paling bijak. Tempat belajar yang selalu terbuka dan gratis bagi siapa pun yang ingin belajar sepanjang masa. Mari menjadi murid atau siswa terbaik baginya, semoga dengan begitu kehidupan ini semakin bermakna dan indah untuk dikenang!