Jumat, 20 May 2011 20:29 eman Mulyatman
Dalam pandangan KAMMI, ada Sembilan titik GATAL (kegagalan total) pemerintahan SBY-Budiono.
Telah tiga belas tahun perjalanan reformasi, namun tak ada perubahan signifikan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Empat kali pergantian Presiden dalam rentang waktu tersebut, dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, hingga Soesilo Bambang Yudhoyono, hanya menjadi harapan hampa bagi terwujudnya kehidupan bermartabat, sejahtera dan berkeadilan.
SBY yang memasuki periode kedua jabatannya, paling bertanggung jawab karena durasi kekuasaan telah dimandatkan oleh rakyat begitu panjang. Namun faktanya bahwa sepanjang pemerintahannya sejak terpilih untuk periode 2004-2009 kemudian berlanjut pada 2009-2014, tak banyak perubahan yang terjadi di republik ini.
Fakta ini dapat kita baca dari berbagai ekspresi kekecewaan publik, mulai dari protes ulama, petisi LSM, demonstrasi buruh, kritik mahasiswa, ketidak percayaan forum rektor, hingga hasil survey sebagai representasi pandangan rakyat Indonesia.
Betapa ekspektasi masyarakat terhadap reformasi hanya menjadi isapan jempol. Kesenjangan menganga lebar menciptakan jurang-jurang sosial yang menjadi jebakan-jebakan reformasi. Akhirnya reformasi tersandera oleh penguasa yang mengklaim dirinya sebagai pemerintahan reformis. Rakyat tertipu dengan slogan-slogan artifisial.
Problem dalam berbagai sektor kehidupan, memperlihatkan kegagalan pemerintah dalam menjalankan mandat rakyat, sehingga menjadi menara pemberontakan yang siap meledak kapan saja jika pemerintah terus sibuk mengurusi, mengamankan dan menjaga kekuasaannya, bukannya melayani rakyat. Dalam pandangan KAMMI, ada Sembilan titik GATAL (kegagalan total) pemerintahan SBY-Budiono.
Pertama, gagal dalam supremasihukum. Penegakan hukumberjalan ditempat. Kasus-kasus besar seringkali diakhiri dengan drama transaksional. Pisau pancung keadilan, tajam kebawah dan tumpul ke atas. Tebang pilih menjadi gaya pemberantasan hukum pemerintah dibawah komando SBY.
Kedua,gagal dalam mengawal transisi demorkasi. System yang dikontruksi oleh rezim SBY menciptakan Negara oligarki baru yang di sebut rulling oligarki dalam tatanan politik dan demorkasi semu. Demokrasi yang subtansinya kebebasan utnuk mewujudkan kesejahteraan hanya dijadikan alat untuk melegitimasi perselingkuhan penguasa dalam menggerogoti kekayaan Negara yang kemudian dikanalisasi untuk kelompok-kelompok elit. Koalisi pemerintahan dibangun atas dasar pragmatisme, pembagian kue kekuasaan sehingga melupakan rakyat.
Ketiga, gagal mengelola perekonomian. Pertumbuhan ekonomi timpang, terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan kontribusi terhadap PDB sekitar 57,8 persen, sementara daerah lain berbagi sisa 42,2 persen.Selain itu, investasi juga menunjukkan masih ada ketimpangan antar wilayah, baik untuk penanaman modal dalam negeri maupun asing. Investasi didominasi sektor tersier, yang berarti menggunakan impor konten.
Keempat, gagal dalam mensejahterakan rakyat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang sering dibangga-banggakan hanya milik segelintir orang, yaitu kelompok konglomerat. Pertumbuhan ekonomi tidak berpihak pada sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian dan perikanan. Padahal kedua sektor ini paling besar menyumbang angka kemiskinan.
Kelima, gagal dalam menurunkan angka kemiskinan. Angka kemiskinan sesuai standar PBB dengan penghasilan minimal 2 US Dollar atau sekitar Rp. 18.000 perhari, masih sangat tinggi, sekitar 30 persen dari total 237,6 juta jiwa penduduk. Atau sekitar 70 juta jiwa berdasarkan jumlah penerima Beras Miskin, di tambah lagi penduduk yang hampir miskin sebanyak 29,38 juta jiwa.
Keenam, gagal dalam pemberantasan budaya KKN. Inpres soal pemberantasan korupsi, mafia pajak dan mafia hukum tidaklah berguna dan gagal total pelaksanaannya, hanya menjadi alat untuk pencitraan pemerintahan SBY. Ini bisa dilihat pada IPK skor yang stagnan 2,8. Faktor politik merupakan faktor dominan dari faktor gagalnya pemberatasan korupsi.
Ketujuh, gagal dalam menciptakan rasa aman. Aksi kekerasan dengan berbagai latar ekonomi, SARA, politik, perebutan lahan, dan lain-lain ditanggapi secara reaktif dan membabibuta. Hingga menghilangkan nyawa rakyat sendiri sebagaimana kasus terakhir terjadi di Sukoharjo, Jawa Tengah, saat penggerebekan tersangka teroris Sabtu (14/5) lalu.
Kedelapan, gagal dalam melindungi kekayaan Indonesia. Sementara kapitalis asing dengan asiknya menyedot kekayaan Negara Indonesia. Mulai dari Emas yang dijarah oleh Freeport di Papua hingga Gas Alam di Garut Jawa Barat yang disedot oleh Chevron. Di sisi lain impor yang dilegalisasi dalam bentuk kerjasama perdagangan semisal CAFTA, juga semakin menyengsarakan rakyat.
Kesembilan, gagal dalam menjaga kedaulatan NKRI dari berbagai ancaman. Munculnya NII belakangan ini menjadi potret betapa lemah intelejen Negara dalam mengantisipasi ancaman-ancaman yang berusaha mengoyak keutuhan kita sebagai suatu bangsa. Bahkan desas desus keterlibatan intelejen dalam proyek NII KW 9 tersebut, jika benar adanya, merupakan pukulan telak bagi pemerintah.
Dari fakta-fakta tersebut, jelaslah bahwa pemerintahan SBY tidak mampu mengemban amanah rakyat. Oleh karenanya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia menyerukan reformasi total dengan langkah-langkah :
1. Penegakan hukum tanpa pandang bulu, baik bulu politik maupun bulu ekonomi dan sosial.
2. Menjamin demokrasi partisipatif dengan melibatkan seluruh elemen bangsa, bukan hanya elit politik. Satu tujuan bahwa demokrasi yang hakiki adalah demokrasi yang dilandasi kebebasan berdasarkan konstitusi untuk mencapai kesejahteraan sebagai visi bersama
3. Distribusi ekonomi yang adil dan proporsional, baik dalam skala teritori maupun dalam skala pertumbuhan untuk seluruh lapisan masyarakat, sehingga bias mengentaskan angka kemiskinan baik di pedesaan maupun di kota.
4. Menjaga kedaulatan ekonomi Indonesia dari perampok yang menggerogoti sumber daya ekonomi dengan topeng investasi dan berbagai bentuk kerjasama yang merugikan.
5. Menjaga kedaulatan NKRI dari berbagai ancaman baik dari dalam maupun dari luar dari berbagai kelompok sempalan baik atas nama SARA maupun ekonomi dan politik. Dimulai dengan sikap tegas SBY sebagai pemimpin dan kepala Negara.
Sebagai bentuk simbolisasi kekecewaan terhadap rezim SBY, pukul 12.00-13.00 siang ini, KAMMI melaksanakan Shalat Jum’at di depan Istana Negara kemudian pada Jum’at (20/5) malam nanti, KAMMI siap bermalam di Istana Negara sekaligus melakukan refleksi reformasi.
Sumber : http://sabili.co.id/indonesia-kita/kammi-sembilan-titik-gatal-sby
http://suarapembaca.detik.com/read/2011/05/21/175507/1643975/471/sembilan-titik-gatal-sby?882205471
Dalam pandangan KAMMI, ada Sembilan titik GATAL (kegagalan total) pemerintahan SBY-Budiono.
Telah tiga belas tahun perjalanan reformasi, namun tak ada perubahan signifikan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Empat kali pergantian Presiden dalam rentang waktu tersebut, dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, hingga Soesilo Bambang Yudhoyono, hanya menjadi harapan hampa bagi terwujudnya kehidupan bermartabat, sejahtera dan berkeadilan.
SBY yang memasuki periode kedua jabatannya, paling bertanggung jawab karena durasi kekuasaan telah dimandatkan oleh rakyat begitu panjang. Namun faktanya bahwa sepanjang pemerintahannya sejak terpilih untuk periode 2004-2009 kemudian berlanjut pada 2009-2014, tak banyak perubahan yang terjadi di republik ini.
Fakta ini dapat kita baca dari berbagai ekspresi kekecewaan publik, mulai dari protes ulama, petisi LSM, demonstrasi buruh, kritik mahasiswa, ketidak percayaan forum rektor, hingga hasil survey sebagai representasi pandangan rakyat Indonesia.
Betapa ekspektasi masyarakat terhadap reformasi hanya menjadi isapan jempol. Kesenjangan menganga lebar menciptakan jurang-jurang sosial yang menjadi jebakan-jebakan reformasi. Akhirnya reformasi tersandera oleh penguasa yang mengklaim dirinya sebagai pemerintahan reformis. Rakyat tertipu dengan slogan-slogan artifisial.
Problem dalam berbagai sektor kehidupan, memperlihatkan kegagalan pemerintah dalam menjalankan mandat rakyat, sehingga menjadi menara pemberontakan yang siap meledak kapan saja jika pemerintah terus sibuk mengurusi, mengamankan dan menjaga kekuasaannya, bukannya melayani rakyat. Dalam pandangan KAMMI, ada Sembilan titik GATAL (kegagalan total) pemerintahan SBY-Budiono.
Pertama, gagal dalam supremasihukum. Penegakan hukumberjalan ditempat. Kasus-kasus besar seringkali diakhiri dengan drama transaksional. Pisau pancung keadilan, tajam kebawah dan tumpul ke atas. Tebang pilih menjadi gaya pemberantasan hukum pemerintah dibawah komando SBY.
Kedua,gagal dalam mengawal transisi demorkasi. System yang dikontruksi oleh rezim SBY menciptakan Negara oligarki baru yang di sebut rulling oligarki dalam tatanan politik dan demorkasi semu. Demokrasi yang subtansinya kebebasan utnuk mewujudkan kesejahteraan hanya dijadikan alat untuk melegitimasi perselingkuhan penguasa dalam menggerogoti kekayaan Negara yang kemudian dikanalisasi untuk kelompok-kelompok elit. Koalisi pemerintahan dibangun atas dasar pragmatisme, pembagian kue kekuasaan sehingga melupakan rakyat.
Ketiga, gagal mengelola perekonomian. Pertumbuhan ekonomi timpang, terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan kontribusi terhadap PDB sekitar 57,8 persen, sementara daerah lain berbagi sisa 42,2 persen.Selain itu, investasi juga menunjukkan masih ada ketimpangan antar wilayah, baik untuk penanaman modal dalam negeri maupun asing. Investasi didominasi sektor tersier, yang berarti menggunakan impor konten.
Keempat, gagal dalam mensejahterakan rakyat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang sering dibangga-banggakan hanya milik segelintir orang, yaitu kelompok konglomerat. Pertumbuhan ekonomi tidak berpihak pada sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian dan perikanan. Padahal kedua sektor ini paling besar menyumbang angka kemiskinan.
Kelima, gagal dalam menurunkan angka kemiskinan. Angka kemiskinan sesuai standar PBB dengan penghasilan minimal 2 US Dollar atau sekitar Rp. 18.000 perhari, masih sangat tinggi, sekitar 30 persen dari total 237,6 juta jiwa penduduk. Atau sekitar 70 juta jiwa berdasarkan jumlah penerima Beras Miskin, di tambah lagi penduduk yang hampir miskin sebanyak 29,38 juta jiwa.
Keenam, gagal dalam pemberantasan budaya KKN. Inpres soal pemberantasan korupsi, mafia pajak dan mafia hukum tidaklah berguna dan gagal total pelaksanaannya, hanya menjadi alat untuk pencitraan pemerintahan SBY. Ini bisa dilihat pada IPK skor yang stagnan 2,8. Faktor politik merupakan faktor dominan dari faktor gagalnya pemberatasan korupsi.
Ketujuh, gagal dalam menciptakan rasa aman. Aksi kekerasan dengan berbagai latar ekonomi, SARA, politik, perebutan lahan, dan lain-lain ditanggapi secara reaktif dan membabibuta. Hingga menghilangkan nyawa rakyat sendiri sebagaimana kasus terakhir terjadi di Sukoharjo, Jawa Tengah, saat penggerebekan tersangka teroris Sabtu (14/5) lalu.
Kedelapan, gagal dalam melindungi kekayaan Indonesia. Sementara kapitalis asing dengan asiknya menyedot kekayaan Negara Indonesia. Mulai dari Emas yang dijarah oleh Freeport di Papua hingga Gas Alam di Garut Jawa Barat yang disedot oleh Chevron. Di sisi lain impor yang dilegalisasi dalam bentuk kerjasama perdagangan semisal CAFTA, juga semakin menyengsarakan rakyat.
Kesembilan, gagal dalam menjaga kedaulatan NKRI dari berbagai ancaman. Munculnya NII belakangan ini menjadi potret betapa lemah intelejen Negara dalam mengantisipasi ancaman-ancaman yang berusaha mengoyak keutuhan kita sebagai suatu bangsa. Bahkan desas desus keterlibatan intelejen dalam proyek NII KW 9 tersebut, jika benar adanya, merupakan pukulan telak bagi pemerintah.
Dari fakta-fakta tersebut, jelaslah bahwa pemerintahan SBY tidak mampu mengemban amanah rakyat. Oleh karenanya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia menyerukan reformasi total dengan langkah-langkah :
1. Penegakan hukum tanpa pandang bulu, baik bulu politik maupun bulu ekonomi dan sosial.
2. Menjamin demokrasi partisipatif dengan melibatkan seluruh elemen bangsa, bukan hanya elit politik. Satu tujuan bahwa demokrasi yang hakiki adalah demokrasi yang dilandasi kebebasan berdasarkan konstitusi untuk mencapai kesejahteraan sebagai visi bersama
3. Distribusi ekonomi yang adil dan proporsional, baik dalam skala teritori maupun dalam skala pertumbuhan untuk seluruh lapisan masyarakat, sehingga bias mengentaskan angka kemiskinan baik di pedesaan maupun di kota.
4. Menjaga kedaulatan ekonomi Indonesia dari perampok yang menggerogoti sumber daya ekonomi dengan topeng investasi dan berbagai bentuk kerjasama yang merugikan.
5. Menjaga kedaulatan NKRI dari berbagai ancaman baik dari dalam maupun dari luar dari berbagai kelompok sempalan baik atas nama SARA maupun ekonomi dan politik. Dimulai dengan sikap tegas SBY sebagai pemimpin dan kepala Negara.
Sebagai bentuk simbolisasi kekecewaan terhadap rezim SBY, pukul 12.00-13.00 siang ini, KAMMI melaksanakan Shalat Jum’at di depan Istana Negara kemudian pada Jum’at (20/5) malam nanti, KAMMI siap bermalam di Istana Negara sekaligus melakukan refleksi reformasi.
Sumber : http://sabili.co.id/indonesia-kita/kammi-sembilan-titik-gatal-sby
http://suarapembaca.detik.com/read/2011/05/21/175507/1643975/471/sembilan-titik-gatal-sby?882205471
Tidak ada komentar:
Posting Komentar