9 Februari 2012

Berkatalah yang baik ...



Falyaqul Khairan au lisyashmut ...
Berkatalah yang baik atau diam.

Begitulah baginda Nabi Saw. mewanti-wanti kepada ummatnya agar senantiasa membiasan diri untuk bertutur kata dengan baik, bertutur kata dengan sopan dan tidak menyinggung perasaan. Jika diam adalah emas, maka perkataan yang baik adalah mutiara yang tak ternilai harganya. Perkataan yang baik akan berimplikasi pada perbuatan yang baik, dan perbuatan yang baiklah yang akan mengubah perjalanan hidup kita menuju saling mencintai secara tulus dan penghormatan tanpa pamrih.


Manusia diberikan hak untuk berbicara, dan manusia dibekali akal untuk berfikir. Artinya, hendaklah kita gunakan karunia akal tersebut untuk berfikir dengan baik, sebab apa yang terucap tentunya akan berbeda akibatnya jika tanpa pemikiran yang dalam. Maka tak salah jika sering ada yang mengungkapkan berfikirlah sebelum bertindak, dan perkataan adalah salahsatu bentuk tindakan.

Seorang ustadz pernah berkata suatu ketika saya mengikuti pengajian, “janganlah antum mempublikasikan kebodohan antum di ruang publik” kenapa sang ustadz berkata demikian, hal ini beliau ungkapkan karena banyak sekali orang-orang yang dengan sangat bangga meng-update status pada akun-akun jejaring social yang tak karuan, yang tak punya nilai dan makna bahkan berakibat pada buruknya tatanan kehidupan. Ungkapan-ungkapan yang tak patut di ranah public disampaikan secara normal dan dianggap biasa-biasa saja, hal ini bagi saya sangat memprihatinkan. Dan yang lebih miris lagi diantara status-status tersebut adalah dari kalangan remaja dan pemuda.

Memang, saya tak berhak menjustifikasi tentang perkataan-perkatan mereka. Hanya saja saya sangat khawatir jika ini tetap dibiarkan. Setiap orang memiliki haknya masing-masing untuk mengungkapkan perasaan, tapi alangkah lebih baiknya jika kita mengungkapkannya dengan bijak. Bukan bahasa puitis yang saya maksud, namun dengan kalimat sederhana akan lebih baik jika dibaca oleh setiap orang.

Kita adalah apa yang kita makan

Orang yang memakai baju putih dan bersih akan sangat berhati-hati ketika ia berjalan, melangkah, duduk dan bersama dengan orang lain, sikap kehati-hatiannya tersebut adalah agar baju yang ia kenakan tidak ternoda. Adalah sama jika seseorang yang terbiasa berkata dengan baik, ia akan sangat berhati-hati saat berucap, ia akan mawas diri ketika bergaul dan ia akan sangat menghindari dari pekataan keji dan kotor karena ia sadar bahwa perkataan tidak baik akan menodai diri dan hatinya.

Well, tidak salah jika ada ungkapan ‘kita adalah apa yang kita makan’. Karena apapun yang kita konsumsi akan melahirkan akibat pada apa yang kita keluarkan. bukankah padi akan tumbuh jika kita menanam padi dan bukan tomat, akan sangat tidak rasional jika kita menanam padi yang tumbuh adalah tomat. Lalu, apa hubungannya dengan perkatan yang kita sampaikan ? contoh kecila adalah jika seseorang yang hobi nonton sinetron, maka gaya bahasa yang diucapkannya akan terpengaruhi oleh sinetron yang ia tonton dan tentu saja orang yang suka mengikuti acara-acara dialog imiah akan sangat berbeda dari gaya bahasanya. Contoh lain yang lebih sederhana adalah betapa iklan di Televisi telah banyak mempengaruhi perkataan kita, disadari atau tidak itulah kenyataannya.

Maka, ketika seseorang menyampaikan pendapat, menyampaikan ide atau gagasan, melontarkan opini atau mengungkapkan perasaan, maka hal itu ia dapat dari apa yang ia temukan, dari apa yang ia saksikan dan dari apa yang ia baca. Jika yang ia baca adalah novel picisan maka ia akan berkata lebay, jika yang ia baca adalah novel perjuangan maka tentu akan menyulut semangatnya, jika yang ia saksikan adalah sinetron percintaan dengan gaya hidup mewah maka ia akan tebawa pada nuansa mabuk cinta yng menyesatkan, namun jika ia menonton sinema beraroma pendidikan dan kekuatan karakter maka ia akan tercerahkan akalnya. Mengapa demikian, karena kita adalah apa yang kita makan.

Maka alangkah indahnya jika kita senantiasa membaca do’a ini:
Éb>§ ÓÍ_ù=Åz÷Šr& Ÿ@yzôãB 5-ôϹ ÓÍ_ô_̍÷zr&ur yltøƒèC 5-ôϹ @yèô_$#ur Ík< `ÏB y7Rà$©! $YZ»sÜù=ß #ZŽÅÁ¯R
Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.

Meskipun banyak diantara para mufassir yang menafsirkan ayat bahwa ayat tersebut sebagai isyarat untuk Nabi berhijrah ke Madinah dan adapula yang menafsirkan bahwa ayat tersebut sebagai do’a ketika kita dimasukan kea lam qubur. Namun saya pernah mendengar dalam sebuah pengajian bahwa dalam ayat ini mengandung hokum kausalitas atau sebab akibat, jika kita memasukan sesuatu yang baik, maka kita akan keluar pula dengan baik, begitupun perkataan jika yang kita konsumsi adalah kebaikan maka yang dikeluarkan dari mulut kita adalah kata-kata yang baik lagi bermanfaat.

Mulutmu adalah permata bagimu

Jika dalam sebuah iklan salahsatu operator seluler mengatakan mulutmu adalah harimaumu, maka bagi kita seharusnya adalah mulutmu adalah permata bagimu. Kenapa mulut menjadi harimau, karena jika ia mengatakan keburukan tentu akan dibenci oleh orang lain dan diam adalah pilihan terbaik daripada kita mengucapkan kata-kata tidak baik, namun sebaliknya jika kita mengatakan hal yng baik, bertutur kata dengan lembut dan sopan, mengungkapkan pendapat dengan bijak dan menyampaikan opini atas dasar pemikiran yang mendalam, maka itulah yang menjadi permata, dan mulutmu adalah permata bagimu.

Pepatah Arab mengatakan ‘Salamatul insan fii hifdzillisan’ (selamatnya manusia adalah dalam menjaga lisannya), lidah memang tidak bertulang, tapi lidah akan sangat lebih tajam dari samurai. Baik dan buruk seseorang banyak sekali dinilai dari apa yang diucapkan lidahnya, bahkan perang dunia terjadi karena sebuah ucapan.

Begitu agung ajaran baginda Nabi Saw. yang diwariskan untuk ummatnya tercinta, ia sangat memahami berbagai dinamika kehidupan, ia menginspirasi dalam kemajuan peradaban. Beliau tidak hanya mengajarkan tentang prinsip-prinsip agama yang hanif, akan tetapi beliau melampaui setiap dialektika kemajemukan budaya sehingga pantas saja Islam tersebar di berbagai penjuru dunia.

Wallahu A’lam …

Tidak ada komentar: