19 Mei 2012

Hadits, Agama, Budaya


Oleh: KH ALI MUSTAFA YAQUB (Pimpinan Pondok Pesantren Darrus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences)

Republika - Boleh jadi kita akan meng anggap aneh apabila ada orang berkata: bahwa tidak semua yang berasal dari Rasulullah SAW itu wajib kita ikuti. Namun, anggapan aneh itu akan segera hilang mana kala kita telah mengetahui tentang perincian apa yang berasal dari Rasulullah SAW itu. Dalam disiplin ilmu hadis adalah apa yang berasal dari Rasulullah SAW itu, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, maupun sifat-sifat Nabi SAW, baik sifat fisik maupun sifat nonfisik disebut hadis.

Para ulama ahli hadis berpendapat bahwa hadis itu sama dengan sunah.

Sementara, para ahli hukum Islam berpendapat bahwa hadis mencakup empat aspek tadi sedangkan sunah hanya mencakup tiga aspek, yaitu ucapan, perbuatan, dan penetapan Nabi SAW.
Menurut para ahli hukum Islam, sifatsifat Nabi SAW tidak disebut sunah tetapi disebut hadis. Sedangkan, Imam as-Syafii (w 204 H) berpendapat bahwa hadis yang sahih disebut sunah maka bagi Imam Syafii semua sunah adalah hadis, tetapi tidak semua hadis adalah sunah.


Perbedaan pandangan ini berangkat dari pemikiran bahwa menurut para ahli hukum Islam yang menjadi sumber syariat hukum Islam adalah sunah, yaitu ucapan, perbuatan, dan penetapan Nabi SAW. Sementara, menurut para ahli hadis semua yang berasal dari Nabi SAW menjadi sumber ajaran Islam.

Sifat-sifat Nabi SAW yang oleh para ahli hukum Islam tidak dijadikan sumber syariat Islam adalah sifat fisik Nabi SAW, misalnya, warna kulit dan rambut beliau yang tidak terlalu keriting dan tidak terlalu lurus. Begitu pula sifat nonfisik Nabi SAW, seperti kesukaan beliau untuk menyantap sayur labu air, menikmati kikil kambing, dan lain sebagainya.


Sosial dan budaya Lebih konkret lagi kita dapat memilahkan apa yang berasal dari Nabi SAW ini menjadi dua bagian, yang pertama adalah agama. Hadis-hadis yang berkaitan dengan agama (akidah, ibadah, dan akhlak ), umat Islam wajib mengikutinya. Contohnya adalah hadis-hadis tentang shalat, zakat, puasa, haji, berakidah, dan berakhlak dengan akhlak yang mulia. Tidak ada seorang ulama-pun berbeda pendapat dalam hal ini.


Yang kedua, apa yang berasal dari Nabi SAW dan hal itu berkaitan dengan sosial dan budaya. Sebagai contoh hadis yang berkaitan dengan masalah sosial adalah perilaku Nabi SAW dan keluarga beliau ketika membuang air besar. Seperti diketahui ketika Nabi SAW sudah tinggal di Madinah beliau memiliki sembilan rumah dengan sembilan istri. Tampaknya tidak di semua rumah beliau ada toilet untuk buang air besar. Salah satu istri beliau Siti Aisyah mengatakan bahwa bagi orang-orang Madinah, membuang air besar di dalam rumah itu adalah sesuatu yang menjijikkan. Pertanyaannya kemudian adalah, di manakah Rasulullah SAW dan keluarga beliau membuang air besar?


Dalam riwayat-riwayat yang sahih banyak disebutkan bahwa Nabi SAW dan keluarga beliau membuang air besar pada malam hari di tengah padang pasir jauh dari lingkungan permukiman. Inilah hadis Nabi SAW yang berkaitan dengan masalah sosial, yaitu kondisi masyarakat Madinah yang pada saat itu rumah-rumah mereka tidak memiliki toilet untuk buang air besar. Pertanyaannya adalah apakah kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW wajib mengikuti perilaku seperti itu? Tampaknya tidak ada satu pun ulama yang menganjurkan, apalagi mewajibkan umat Islam untuk melakukan hal itu.


Kendati demikian, sementara ulama ada yang mengatakan bahwa semangat dari perilaku Nabi SAW dalam membuang air besar itu adalah melakukannya di suatu tempat yang tidak dilihat oleh orang lain, menurut pendapat ulama orang masa kini yang membuang air besar di dalam toilet yang berada di rumahnya dan tidak dilihat oleh orang lain maka hal itu sudah masuk dalam wilayah mengikuti perilaku Nabi SAW.


Pemahaman yang seperti inilah yang kemudian dikenal dengan pemahaman kontekstual. Islam adalah agama yang universal, tidak mengenal batas-batas etnis dan geografis. Islam berlaku untuk setiap masa dan tempat. Karena itu, Islam tidak identik dengan Arab dan tidak Arab sentris. Dalam budaya berpakaian, misalnya, Islam tidak pernah mengamanatkan bentuk pakaian tertentu misalnya memakai jubah dan bersorban.

Karena itu, tidak ada hadis-hadis sahih yang menunjukkan keutamaan memakai jubah atau sorban.


Bahwa, Rasulullah SAW memakai sorban, itu adalah benar, berdasarkan hadis sahih. Namun, agar dipahami bahwa Rasulullah SAW memakai sorban itu dalam kapasitasnya sebagai orang Arab karena orang-orang musyrikin, seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dan sebagainya juga memakai sorban.

Dalam berpakaian, Islam hanya mengamanatkan kriterianya saja, yaitu yang diwajibkan adalah dengan rumus T4, tutup aurat, tidak transparan, tidak ketat, dan tidak menyerupai pakaian lawan jenis. Tentang model dan bentuknya, Islam tidak membatasi.


Semangat berlebihan Belakangan ini ada kecenderungan sebagian anak muda yang ingin mengikuti perilaku Nabi SAW secara kafah sehingga menurutnya apa yang berasal dari Nabi SAW tanpa terkecuali wajib diikuti. Anak-anak muda seperti ini menganggap orang Islam yang tidak memakai sorban dianggap tidak mengikuti Rasullulah SAW. Kita menghargai semangat untuk mengikuti perilaku Nabi SAW, tetapi hendaknya tidak sampai kebablasan.


Dalam hal-hal yang berkaitan dalam agama, kita wajib mengikuti apa yang berasal dari Nabi SAW. Namun demikian, hal-hal yang berasal dari Nabi SAW dan itu berkaitan dengan sosial dan budaya kita tidak wajib mengikutinya. Kita dituntut untuk memiliki kearifan dalam memilah apa yang berasal dari Nabi SAW, mana yang berkaitan dengan agama, dan mana yang berkaitan dengan budaya. Apabila tidak demikian maka upaya mengikuti perilaku Nabi SAW yang kebablasan dapat menimbulkan sesuatu yang kontraproduktif. I

Tidak ada komentar: