PROPOSAL
PENELITIAN
ETIKA
PENDIDIKAN ISLAM
DALAM
PERSFEKTIF K.H. M. HASYIM ASY’ARI
(
Dalam Kitab Adabul Al ‘Alim Wal Muta’alim Karya K.H. Hasyim Asy’ari)
Oleh
:
NPM. 08.09.1815
A.
Latar Belakang
Masalah
Dalam sejarah kehidupan masyarakat, pendidikan merupakan suatu
kebutuhan yang paling hakiki bagi kelangsungan hidup umat manusia. Karena
dengan pendidikanlah manusia mampu mengantarkan hidupnya secara ideal.
Pendidikan juga merupakan penolong utama bagi manusia untuk menjalani hidup
ini. Karena tanpa pendidikan, manusia sekarang ini tidak akan berbeda dengan
keadaan masa-masa purbakala dahulu. Sehingga asumsi ini menimbulkan teori
ekstrim bahwa maju mundur atau baik buruknya suatu bangsa akan ditentukan oleh
keadaan pendidikan yang dijalani bangsa itu. Kalau kita kaitkan teori tersebut
dengan keaadaan pendidikan yang ada di Negara kita ini memang benar adanya, negara
kita belum dikatakan negara maju salah satu faktornya adalah keadaan pendidikan
di negara kita yang kacau balau, salah satu contohnya adalah belum meratanya
pendidikan bagi rakyat Indonesia, padahal mendapat pendidikan adalah hak setiap
warga negara Indonesia.
Dalam perkembangan kebudayaan manusia, tumbuhlah tuntutan akan
adanya pendidikan yang terselenggarakan lebih baik, lebih teratur dan
didasarkan atas pemikiran yang matang dan sistematis. Manusia ingin lebih
mempertanggung jawabkan cara ia mendidik generasi penerusnya agar lebih
berhasil dalam melaksanakan hidupnya dalam pertemanan dan perjalanannya dengan
sesama dan dunia serta hubungannya dengan Tuhan. Karena sesungguhnya dalam
dunia dinamis ini, masyarakat selalu mengalami peubahan. Bila tidak turut
berubah dan mengikuti pertukaran zaman justru akan membahayakan eksistensi
masyarakat itu sendiri.
Pendidikan dalam konsep Islam, haruslah dapat mencapai dua hal. Pertama,
mendorong manusia untuk mengenal Tuhannya sehingga sadar untuk menyembah-Nya
dengan penuh keyakinan, menjalankan ritual yang diwajibkan dan mematuhi syariat
serta ketentuan-ketentuan Ilahi, dan kedua, mendorong manusia untuk
memahami sunnah Allah di Alam raya ini, menyelidiki bumi dan memanfaatkannya
untuk melindungi iman dan agamanya (Noor, 2010:18).
Bila melihat konteks di atas bahwa pendidikan dalam Islam adalah
untuk mencetak insan yang kamil, yang bisa mempraktekkan ilmu yang ia dapatkan
di dalam kehidupannya sehari-hari dan mengamalkannya kepada orang lain,
sebagaimana yang dikemukakan oleh A. Marimba bahwa pendidikan Islam adalah “bimbingan
jasmani dan rohani berdasaarkan hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran Islam” (Marimba dalam Asy’ari, 2011:12). Realita yang
terjadi di masyarakat kita banyak sekali orang yang berpendidikan tapi mereka
belum bisa mengamalkan ilmunya, mereka tahu korupsi itu salah tapi mengapa mereka
lakukan!, mereka faham bahwa hubungan sex pra nikah itu dilarang tapi mengapa
mereka kerjakan!, ada apa ini?. Degradasi moral adalah salah satu penyebabnya
mengapa mereka melakukan hal tersebut, mereka pintar tapi moral mereka nol
besar. Hal ini sudah terlihat di dunia pendidikan kita, banyak sekali peserta
didik yang tidak menghormati gurunya, sebaliknya guru pun belum bisa menjadi
suri tauladan yang baik bagi peserta didiknya.
Salah satu tokoh ulama besar Indonesia sekaligus pendiri organasasi
NU yaitu K.H. Hasyim Asy’ari (selanjutnya ditulis HASYI), dalam kitabnya Adabul
Al Alim Wal Muta’allim (selanjutnya ditulis AWAM) mencoba menjawab tentang
bagaimana etika pendidikan dalam Islam, kitab AWAM ini berisi delapan bab yang
masing-masing membahas tentang (1) keutamaan ilmu dan ilmuwan serta
pembelajaran, (2) etika peserta didik terhadap dirinya yang mesti dicamkan
dalam belajar, (3) etika seorang peserta didik terhadap pemdidik, (4) etika
peserta didik terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama
pendidik dan teman-teman, (5) etika yang harus diperhatikan bagi pendidik terhadap
dirinya, (6) etika pendidik terhadap pelajaran, (7) etika pendidik terhadap
peserta didik, (8) etika menggunakan literatur yang merupakan alat belajar.
Sehubungan dengan moral ini, HASYI secara tegas menyatakan bahwa
menuntut ilmu akhlak dan mengamalkannya adalah wajib. Karena sesungguhnya
menurut HASYI meyakini bahwa dalam meluruskan karakter dan akhlak melalui
pendidikan budi pekerti adalah sebuah keniscayaan. Karena peran pendidikan di
samping berfungsi dalam mengembangkan kreatifitas dan produktifitas, juga
berperan besar dalam upaya mengembangkan moralitas dan penenaman nilai-nilai,
baik nilai-nilai insani maupun nilai-nilai ilahi. Hal inilah yang membuat
peneliti ingin lebih memperdalam pemikiran beliau tentang etika dalam
pendidikan Islam, maka dari itu peneliti memilih judul “Etika Pendidikan
Islam dalam Persfektif K.H. Hasyim Asy’ari ( Dalam Kitab Adabul Al ‘Alim Wal
Muta’alim Karya K.H. Hasyim Asy’ari).
B. Perumusan Masalah
Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan yang
diteliti, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana etika murid terhadap pelajarannya
menurut HASYI ?
2. Bagaimana etika murid terhadap guru menurut
HASYI?
3. Bagaimana etika guru ketika dan akan mengajar
menurut HASYI?
4. Bagaimana etika guru terhadap muridnya menurut
HASYI?
C. Tujuan Penelitian
Adapun penyusun mengadakan penelitian ini adalah bertujuan :
1. Untuk mengetahui etika murid terhadap pelajarannya menurut HASYI.
2. Untuk mengetahui etika murid terhadap guru menurut HASYI.
3. Untuk mengetahui etika guru ketika dan akan mengajar menurut
HASYI.
4. untuk mengetahui etika guru terhadap muridnya menurut HASYI.
D. Kegunaan Penelitian
Secara umum kegunaan penelitian diarahkan pada dua jenis kegunaan
yaitu kegunaan penelitian secara ilmiah dan kegunaan penelitian secara praktis.
Adapun hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:
1.
Kegunaan
Penelitian secara Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan pendidikan, khususnya tentang khazanah etika pendidikan Islam
menurut tokoh Islam.
2.
Kegunaan
Penelitian secara Praktis
a.
Penelitian ini
diharapkan dapat memberi masukan kepada para pendidik dan peserta didik tentang
pentingnyaetika/moral dalam proses belajar mengajar.
b.
Penelitian ini
diharapkan dapat memberi pemahaman kepada orang tua bahwa pendidikan akhlak
bukan semata-mata tugas para pendidik melainkan orang tua sebagai sentral utamanya.
E. Tinjauan Pustaka
1.
Pandangan
Tentang Etika, Akhlak dan Moral
Kata etika berasal dari bahasa Yunani yang berarti adat kebiasaan.
Hal ini berarti sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem nilai dalam
masyarakat tertentu. Etika lebih banyak berkaitan dengan ilmu atau fisafat.
Oleh karena itu, standar baik dan buruk.Etika sebagai ilmu tentang moralitas
terbagi menjadi tiga macam yaitu :
Pertama,etika normatif.Adalah
etika yang bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggung
jawabkan secara rasional dan dapat digunakan praktek.
Kedua, etika
deskriftif. Sedangkan etika deskriftif hanya menggambarkan tingkah laku moral
dalam arti luas, tanpa memberikan penilaian, pendekatannya non filosofis,
sehingga kurang relevan dengan fokus kajian ini.
Ketiga, meta-etik,
meta-etika yaitu yang mempelajari bahasa etis, bahasa bidang moral atau logika
khusus dari ucapan-ucapan etis, pendekatan filosofis, namun hal ini cenderung
berada di luar kapasitas kajian.
Akhirnya berdasarkan penjelasan di atas mengenai etika dan
disesuaikan dengan bahan penelitian ini adalah etika normatif. Di bawah ini ada
beberapa definisi tentang etika sebagai ilmu moralitas.
Menurut Ahmad Amin yang dinamakan etika adalah “suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia kepada sesamanya”(Amin dalam Aziz, 2010:15)
Etika dalam Kamus istilah pendidikan dan umum adalah bahwa ia
bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi (baik dan buruk). Dalam
Dictionary of Educationetika diartikan sebagai berikut “The Science of
Human Conduct, concerned with judgment of obligation (rightness or wrongness
oughtness) and judgment of value (goodness and badness) (ilmu tentang
tingkah laku manusia yang berkaitaan dengan ketentuan kewajiban (kebenaran atau
kesalahan) dan ketentuan mengenai nilai (kebaikan dan keburukan)”(Nurjamil,
2005:21)
Sedangkan poerwadaminta memberikan definisi mengenai etika, bahwa
etika yaitu “ilmu pengetahuan tentang asas-asas moral”(Poerwadaminta dalam Aziz,
2010:15). Secara sederhananya etika adalah ilmu mengenai kesusilaan, yang
menentukan bagaimana patutnya manusia hidup masyarakat, apa yang baik dan apa
yang buruk. Setelah terungkap beberapa pengertian dari etik, kita dapat
memahaminya dari empat aspek yaitu objek, sumber fungsi dan sifat dari etika.
Pertama, berdasarkan
objeknya etika membahas tindakan yang dilakukan oleh manusia. Kedua,
ditinjau dari sumbernya, etika bersumber dari akal pikiran atau filsafat,
karena itu etika merupakan hasil dari pergumulan akal dalam upaya memahami
perbuatan manusia dari segi baik buruk serta layak tidaknya suatu perbuatan
dilakukan. Ketiga, berdasarkan fungsinya, etika berfungsi sebagai
penilain apakah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang itu patut atau
tidak dan terhormat atau tidak. Keempat, dari segi sifatnya, etika bersifat
relatif. Karena memang etika bersumber dari akal pikiran manusia. Sedangkan
masing-masing orang akan berbeda hal pemikirannya. Maka hasil pemikirannya pun
akan bersifat relatif atau mutlak.
Dalam kehidupan sehari-hari penggunaan kata etika sering
diidentikkan dengan akhlak atau moral, di bawah ini ada uraian Haidar Bagir
mengenai etika islam terbagi dalam empat poin:
Pertama,pada dasarnya
semua manusia baik muslim maupun non muslim memiliki pengetahuan fitri (innate
nature) tentang baik dan buruk. Hal ini dapat dijelaskan dalam al-Qur’an :
<§øÿtRur$tBur$yg1§qyÇÐÈ$ygyJolù;r'sù$yduqègéú$yg1uqø)s?urÇÑÈ)الشمس
: 7-8)
Kedua, umat islam memiliki identitas sebagai kaum
yang mengambil jalan tengah atau moderat. Bahkan rasulullah juga mengajarkan
bahwa sebaik-baik perkataan adalah yang berada di tengah-tengah.Ketiga, pada
prinsipnya setiap perbuatan bersifat bebas nilai. Tindakan baik dan buruk dapat
dinilai berbeda tergantung pada penerapannya.Keempat, tindakan etis itu
bersifat rasional.
Kata moral berasal dari bahasa latin, yaitu mos. Kata mos
adalah bentuk kata tunggal dan jamaknya adalah mores. Hal ini berarti
kebiasaan, susila. Adat kebiasaan adalah tindakan manusia yang sesuai dengan
ide-ide umum tentang yang baikdan tidak baik yang diterima oleh masyarakat.
Oleh karena itu, moral adalah perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran
tindakan sosial atau lingkungan tertentu yang diterima oleh masyarakat.
Akhlak secara etimologi berasal dari kata khalaqayang
berarti mencipta, membuat , atau menjadikan. Akhlaqadalah kata yang berbentuk
mufrod, jamaknya adalah khuluqun, yang berarti perangai , tabiat, adat
atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi, akhlaq
(selanjutnya disebut akhlak=bahasa Indonesia) secara etimologi berarti
perangai, adat, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat oleh manusia. Akhlak
secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang
dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia kata
akhlak sudah mengandung konotasi baik sehingga orang yang berakhlak berarti
orang yang berakhlak baik. Hal ini dapat dibandingkan firman Allah dalam surat
Al Qalam(68) ayat 4:
y7¯RÎ)ur4n?yès9@,è=äz5OÏàtãÇÍÈ(
القلم : 4)
Sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai budi
pekerti yang luhur. (Q.S. Al Qalam, 68:4)
Dan surat Asy syu’ara (26) ayat 137 :
÷bÎ)!#x»ydwÎ)ß,è=äztûüÏ9¨rF{$#ÇÊÌÐÈ(الشعراء
: 137)
Setelah mengurai beberapa pengertian, baik
etika, moral, dan akhlak, dari semua definisi yang diungkapkan ternyata hampir
memiliki kesamaan, yaitu tingkah laku yang mengandung kesopanan, budi
pekerti yang baik, dan etika kesusilaan. Hanya perbedaannya adalah kalau etika
baik buruknya tingkah laku di tentukan oleh akal, sedangkan moral adalah bentuk
nyata dari etika, dan baik buruknya ditentukan oleh masyarakat komunitas
tertentu, akhlak baik buruknya perilaku ditentukan oleh sumber ajaran agama
Islam yaitu al-Qur’an dan Hadits.
2.
Pendidikan Islam
Dalam tradisi klasik maupun di zaman globalisasi saat ini bahwa
telah terjadi kajian dan perumusan tentang pengertian pendidikan termasuk
pendidikan Islam, hal yang demikian ini tidak akan selesai sampai akhir zaman.
Secara realita bahwa pengertian pendidikan Islam yang lebih
operasional diusulkan oleh Marimba, yang mengatakan bahwa pendidikan Islam
adalah “bimbingan jasmani dan rokhani berdasarkan hukum Islam menuju
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam” (Marimba, 1984:19). Definisi
yang dikemukakan oleh Marimba ini yang lebih tepat digunakan dalam pembahasan
karena kepribadian utama dimaksud adalah kepribadian muslim, yaitu kepribadian
yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan menentukan serta bertanggung
jawab sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kepribadian
yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam sudah jelas dan pasti akan didasari
oleh nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai kitab suci yang
hakiki dalam pendidikan. Dalam Al-Qur’an tidak memerintahkan untuk selalu
belajar.
Hal ini dapat dimengerti bahwa belajar sebagai sumber pengetahuan
“al-‘ilm” amat perlu dimiliki oleh orang Islam. Nabi Muhammad saw menyatakan
bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh dengan belajar, jadi Al-Qur’an sangat
peduli dan memerintahkan manusia untuk belajar. Selanjutnya Imam al Ghazali
dengan tegas menyatakan pendapatnya bahwa belajar itu wajib bagi setiap muslim
. walaupun perintah belajar tersebut bersifat umum dan tidak disebutkan tempat
belajar yang jelas, namun pengertian belajar dalam Al-Qur’an dapat dipahami
bahwa :
a.
Pendidikan
informal, bahwa pendidikan dimaksud dalam rumah tangga.
b.
Pendidikan non
formal, bahwa masyarakat diharuskan membentuk organisasi yang antara lain
bertugas pendidikan agar tujuannya
berhasil.
Dengan dasar
itulah dapat dipahami bahwa Al-Qur’an telah berbicara dan menginformasikan
pentingnya pendidikan informal, formal dan non formal sebagaimana disebutkan
dalam pengertian Surat Ali Imran ayat 104 :
`ä3tFø9uröNä3YÏiB×p¨Bé&tbqããôtn<Î)Îösø:$#tbrããBù'turÅ$rã÷èpRùQ$$Î/tböqyg÷ZturÇ`tãÌs3YßJø9$#4y7Í´¯»s9'ré&urãNèdcqßsÎ=øÿßJø9$#ÇÊÉÍÈ( ال عمران : 104)
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan orang umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
(Q.S. Ali Imran, 3:104)
Surat At Tahrim ayat 6 :
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#þqè%ö/ä3|¡àÿRr&ö/ä3Î=÷dr&ur#Y$tR$ydßqè%urâ¨$¨Z9$#äou$yfÏtø:$#ur$pkön=tæîps3Í´¯»n=tBÔâxÏî×#yÏ©wtbqÝÁ÷èt©!$#!$tBöNèdttBr&tbqè=yèøÿtur$tBtbrâsD÷sãÇÏÈ)التحريم
: 6)
Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim, 66:6)
3.
Dasar-dasar
Pendidikan Islam
Al-qur’an menyajikan kepada manusia untuk selalu belajar agar
mempunyai ilmu pengetahuan dan tentu Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam
pendidikan agar manusia dapat memiliki ilmu pengetahuan sesuai dengan yang
diajarkan oleh Al-Qur’an sangat membedakan orang yang memiliki ilmu pengetahuan
dengan orang yang tidak mempunyai pengetahuan sebgaimana firman Allah :
ö@è%ö@ydÈqtGó¡otûïÏ%©!$#tbqçHs>ôèttûïÏ%©!$#urwtbqßJn=ôèt3$yJ¯RÎ)ã©.xtGt(#qä9'ré&É=»t7ø9F{$#
( الزمر: 9 )
Kemudian Al-Qur’an menyebutkan pula bermacam-macam makhluk yang
hidup di bumi ini, agar manusia memanfaatkannya dan mendapatkan pelajaran dari
ciptaan Allah tersebut, sebagaimana firman-Nya :
$yJ¯RÎ)Óy´øs©!$#ô`ÏBÍnÏ$t6Ïã(#às¯»yJn=ãèø9$#3cÎ)©!$#îÍtãîqàÿxî(
فاطر : 28)
Memperhatikan pengertian dari beberapa ayat tersebut di atas
memberikan gambaran kepada kita bahwa pengetahuan “ al-Ilm” itu sangat penting
sekali bagi manusia untuk itulah manusia dituntut untuk belajar sepanjang
hayatnya. Al-Qur’an memberikan perintah belajar bagi manusia dengan memulainya
melalui “iqra” artinya membaca, termasuk membaca tanda-tanda kebesaran Allah di
alamini. Justru itu Al-Qur’an memerintahkan bertanya kepada orang yang ahlinya
jika tidak mengerti. Dalam Al-Qur’an Rasulullah dijadikan pendidik yang utama
dalam menyebarkan kandungan Al-Qur’an melalui hadis-hadisnya, justru itu
Rasulullah menegaskan perlunya manusia mengikuti pendidikan agar mendapat
pengetahuan, antara lain dapat dilihat dalam kitab Shahih Bukhari, dimana
al-bukhari menulis khusus perlunya berilmu dan berbicara itu harus berilmu
sebelum berbuat sesuatu. Demikian pentingnya ilmu pengetahuan yang didapati
melalui pendidikan. Oleh karena itu Al-Qur’an sebetulnya hampir seluruh
ayat-ayatnya memberikan kandungan pendidikan baik pendidikan yang berhubungan
dengan aqidah, syariah, dan muamalah. Al-Qur’an memberikan penjelasan bahwa
pendidikan itu berawal dari rumah tangga. Hal ini merupakan kewajiban bagi
manusia agar terhindar dari siksaan api neraka sebagaimana firman Allah :
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#þqè%ö/ä3|¡àÿRr&ö/ä3Î=÷dr&ur#Y$tR$ydßqè%urâ¨$¨Z9$#äou$yfÏtø:$#ur....(التحريم : 6)
Hai
orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
kayunya(bahan bakarnya) manusia dan batu. (QS. At-Tahrim, 66:6)
Dasar pendidikan dalam Islam adalah Al-Qur’an dan penjelasan dari
makna kandungan Al-Qur’an dimaksud di samping dijelaskan oleh Al-Quran itu
sendiri juga peranan Hadits Rasulullah sangat penting sekali karena dalam
Al-Qur’an Nabi Muhammad saw adalah pendidik utama dan Rasulullah dapat
menjelaskan kandungan Al-Qur’an dalam segala aspek kehidupan manusia, sehingga
pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an dapat dioperasionalkan dalam kehidupan
manusia untuk menjawab tantangan di masa kini dan yang akan datang. Ditinjau
dari sudut turunnya Al-Qur’an maka surat pertama mengandung sifat pendidikan
melalui firman Allah:
ù&tø%$#ÉOó$$Î/y7În/uÏ%©!$#t,n=y{ÇÊÈt,n=y{z`»|¡SM}$#ô`ÏB@,n=tãÇËÈù&tø%$#y7/uurãPtø.F{$#ÇÌÈÏ%©!$#zO¯=tæÉOn=s)ø9$$Î/ÇÍÈzO¯=tæz`»|¡SM}$#$tBóOs9÷Ls>÷ètÇÎÈ(
العلق : 1-5)
Demikian besarnya peran Al-Qur’an
memerintahkan manusia untuk membaca agar mempunyai ilmu pengetahuan, dalam
kaitan itu Rasulullah juga bersabda yang berbunyi : “ Aku telah meninggalkan
dua perkara, jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan sesat
selamanya”.
Memperhatikan Hadist Rasulullah saw tersebut menjelaskan
kepada manusia yang dimaksud kitabullah itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah adalah hadis yang menjadi pegangan dalam kehidupan manusia, dan
kepada kedua kitab itulah orang islam mendasarkan segala daya dan upayanya
termasuk di dalamyasegala kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan dan
pengajaran. Dengan demikian dapat disimpulkeun bahwa dapat disimpulkan bahwa
dasar pendidikan bagi manusia adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw untuk
mencapai kebahagian menurut Al-Qur’an. Dalam
kehidupan manusia pendidikan Al-Qur’an akan menempati urutan teratas dan sangat
penting dalam menjadikan manusia sebagai orang yang bertakwa, karena melalui
pendidikan manusia mampu membaca, menghayati serta mengamalkan isyarat-isyarat
tentang kebesaran Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an.
4.
Pendidikan Islam dalam Persfektif K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwasannya pendidikan itu penting
sebagai sarana mencapai kemanusiaannya, sehingga menyadari siapa sesungguhnya
penciptanya, untuk apa diciptakan, melakukan segala perintahnya dan menjauhi
segala larangannya, untuk berbuat baik di dunia dengan menegakkan keadilan,
sehingga layak disebut makhluk yang lebih mulia dibanding makhluk-makhluk lain
yang diciptakan Tuhan.
Di dalam buku“99 Kiai Karismatik Indonesia“,disebutkan
bahwa kitab “AWAM” merupakan kitab tentang konsep
pendidikan. Kitab ini selesai disusun pada hari Ahad tanggal 22 Jumada
al-Tsaniyah 1343 H. K.H. Hasyim Asy’ari menulis kitab ini didasari oleh
kesadaran akan perlunya mencari literatur yang membahas etika (adab) dalam
mencari ilmu pengetahuan. Menurut beliau, tujuan diberikannya sebuah pendidikan
pada setiap manusia ada dua, yaitu :
a.
Menjadi insan
purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
b.
Insan purna
yang bertujuan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.
K.H. Hasyim Asy’ari membagi ilmu pengetahuan itu menjadi tiga
bagian, yaitu:
a.
Ilmu
pengetahuan yang tercela dan dilarang. Artinya, ilmu pengetahuan yang tidak
dapat diharapkan kegunaannya, baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu
sihir, nujum, ramalan nasib dan sebagainya.
b.
Ilmu
pengetahuan yang dalam keadaan tertentu menjadi terpuji, tetapi jika
mendalaminya menjadi tercela. Artinya, ilmu yang sekiranya mendalami akan
menimbulkan kekacauan pikiran, sehingga dikhawatirkan menimbulkan kufur.
Misalnya, ilmu kepercayaan dan kebatinan, ilmu filsafat.
c.
Ilmu
pengetahuan yang terpuji, yakni ilmu pelajaran-pelajaran agama dan berbagai
macam ibadah. Ilmu-ilmu tersebut dapat menyucikan jiwa, melepaskan diri dari
perbuatan tercela, membantu mngetahui kebaikan dan mengerjakannya, mendekatkan
diri kepada Allah swt, mencari rida-Nya dan mempersiapkan dunia ini untuk
kepentingan di akhirat.
Sementara itu terdapat kesamaan pandanagan antara K.H. Hasyim
Asy’ari dan Al-Ghazali mengenai hukum mempelajari ilmu pengetahuan, yakni:
a.
Fardu Ain.
Artinya, kewajiban mencari ilmu dibebankan kepada setiap muslim (setiap
Individu)
b.
Fardu kifayah.
Artinya, ilmu yang diperlukan dalam rangka menegakkan urusan duniawi.
Apa yang menjadi inti seorang murid, santri, mahasiswa, atau
muta’alim bukan sekedar mencari ilmu
sebanyak-banyaknya, dimanapun jua, dengan belajar yang rajin dan penuh
disiplin. Tapi yang lebih utama dari itu menurut beliau, adalah bagaimana ilmu
yang sudah didapatitu dipraktikkan atau bisa dimanfaatkan. Ilmu bukan hanya untuk
dirinya sendiri, tapi juga untuk kemaslahatan khalayak umum. Itu semua
merupakan bekal untuk kehidupan di dunia dan akhirat.
Lantas bagaimana agar seorang pencari ilmu dapat memperoleh
manfaat? Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy’ari menjelaskan dalam bentuk etika
seorang pencari ilmu. Beliau membagi etika pencari ilmu dalam 9 bagian yang
harus dikerjakan seorang pencari ilmu yaitu:
a.
Membersihkan
hati dari berbagai macam gangguan keimanan dan keduniawian
b.
Membersihkan
niat
c.
Tidak
menunda-nunda kesempatan belajar
d.
Bersabar dan
bersifat qana’ah terhadap segala macam nikmat dan cobaan.
e.
Pandai mengatur
waktu
f.
Menyederhanakan
makan dan minum
g.
Bersikap wara’
h.
Menghindari
makanan dan minuman yang bisa menyebabkan kemalasan dan kebodohan
i.
Mengurangi
waktu tidur serta meninggalkan hal-hal yang kurang bermanfaat.
Latar belakang kitabnyaAWAMdipengaruhi
oleh perubahan yang cepat dan perubaahan dari pendidikan klasik menuju
pembentukan pendidikan modern, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh penjajahan
Belanda di Indonesia. Kitab tersebut dibuat untuk memasukkan nilai etis, moral,
seperti niai menjaga tradisi yang baik dan perilaku santun dalam bermasyarakat.
Tapi bukan berarti menolak kemajuan atau menolak perubahan zaman. Beliau
menerimanya dengan syarat tidak mengubah nilai substantifnya atau bahasa
populernya dikalangan NU : “Al-Muhafazhatu ‘ala al aqdimi al shalih, wa al
akhdzu bi al jadidi al ashlah” ( melestarikan nilai-nilai lama yang
positif, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih positif). Kitab Adab
al-‘Alim wa al-Muta’allim ini terdiri atasdelapan bab, yaitu :
(a)
Keutamaan ilmu
dan ilmuwan serta pembelajaran
(b)
Etika peserta
didik terhadap dirinya yang mesti dicamkan dalam belajar
(c)
Etika seorang
peserta didik terhadap pendidik
(d)
Etika peserta
didik terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama pendidik dan
teman-teman
(e)
Etika yang
harus diperhatikan bagi pendidik terhadap dirinya
(f)
Etika pendidik
terhadap pelajaran
(g)
Etika pendidk
terhadap peserta didik
(h)
Etika
menggunakan literatur yang meupakan alat
belajar
Rohinah dalam tesisnya yang mengupas konsep pendidikan K.H.Hasyim
Asy’ari (UIN, Jakarta,2008) menjelaskan bahwa inti pemikiran pendidikan dalam
pandangan K.H.Hasyim Asy’ari adalah beribadah kepada Allah. Hal itu karena
dalam kitab tersebut beliau menyebutkan bagaimana nilai etis moral harus
menjadi desain besar orang hidup di dunia. Melalui kitab tersebut misalnya,
beliau menjelaskan bagaimana seorang pencari ilmu mengejawantahkan ilmunya
dalam kehidupan kesehariannya dengan perilaku hidup tawakal, wara’, beramal
dengan mengharapkan ridha allah semata, bersyukur, dan sebagainya.
Pada akhirnya, jika nilai-nilai ini mulai menyatu dalam jiwa
peserta didik, maka akan tumbuh jiwa-jiwa yang memiliki rasa percaya diri,
sikap optimis, serta mampu memaksimalkan seluruh potensi yang ada secara
positif, kreatif, dinamis, dan produktif. Jadi, apa yang menjadi inti pemikiran
pendidikan beliau adalah bagaimana menciptakan ruh manusia yang produktifdan
dinamis padajalan yang benar.
F.
Kerangka
Pemikiran
Pendidikan Islam berpijak pada dua sumber
utama yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw, di dalamnya juga banyak menyiratkan
mengenai pentingnya akhlak atau etika. Dalam sebuah pendidikan akhlak atau
etika menjadi hal penting, bahkan pada tujuan pendidikan Nasional yaitu untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
Bertolak pada keterangan di atas, maka menurut
HASYI hal-hal yang berkaitan dengan akhlak atau etika perlu diterapkan dalam
sebuah proses pendidikan, oleh karena itu HASYI merasa perlu untuk mengerahkan
segenap pemikirannya dengan menyusun sebuah kitab (yaitu AWAM), sebagai respon
dari pendalaman dan pemahaman mengenai masalah pendidikan, serta mengingatkan
masyarakatnya akan pentingnya akhlak. Adapun buah pikiran yang beliau curahkan
dalam kitab AWAM adalah berisikan etika belajar-mengajar, dan kitab ini bisa
menjadi pedoman bagi para murid yang akan dan sedang menuntut ilmu, serta
tuntunan bagi guru sebagai tenaga pendidik.
Kitab AWAM yang merupakan pemikiran HASYI
tentang etika belajar-mengajar ini lahir bukan tanpa sebab atau tidak ada
faktor yang melatar-belakanginya, sehingga memunculkan sebuah karya anak bangsa
cukup baik meskipun ada yang berpendapat bahwa kitab ini merupakan upaya
adaptasi dari kitab terdahulunya yaitu TM. Selain karena pentingnya sebuah
akhlak atau etika, namun Ada pula faktor-faktor lain yang melatar-belakanginya
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Hanya saja kajian yang akan penulis
bahas pada penelitian ini lebih kepada secara umumnya saja dalam arti sebatas
pada pemikiran HASYI tentang etika belajar-mengajar, tidak terfokus pada kajian
kitabnya.
Yang termasuk kepada faktor internalnya adalah
kepengarangan pribadi HASYI, guru-gurunya, murid-muridnya, dan pendidikan yang
ditempuhnya. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh dalam pemikirannya
(yang melatar-belakangi lahirnya kitab AWAM) adalah kondisi politik dan sosial
pada waktu itu. Di bawah ini kerangka berpikir penulis yang digambarkan dalam
sebuah skema :
Al-Qur’an dan Hadits
(sebagai sumber utama
akhlak / etika )
|
Pendidikan Islam
(memuat pendidikan
akhlak/etika)
|
HASYI
|
Faktor Internal
|
Faktor Eksternal
|
AWAM
(Etika Pendidikan Islam)
|
.
G.
Langkah-langkah
Penelitian
1.
Waktu
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak akhir bulan oktober 2011, dan
diharapkan selesai pertengahan bulan desember 2011.
2.
Metode
Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
isi ( Countent analysis), yang pada awalnya digunakan dalam disiplin ilmu
komunikasi dapat diamanfaatkan untuk penelitian yang bersifat normative,
seperti pendapat seseorang atau sekelompok orang tentang hukum suatu perkara.
(LPP, 2001 : 16).
3.
Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang ditempuh dengan melakukan studi kepustakaan(library
research), baik sumber data primer maupun sumber data sekunder yang
membahas hal tersebut.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
a.
Pemprosesan
data (Unityzing) yaitu mencari dengan cara mengumpulkan data yang berkaitan
dengan masalah yang sedang dibahas dari berbagai sumber dan dipelajari secara
teliti seluruh data yang sudah terkumpul kemudian satuan-satuannya
diidentifikasikan.(Moleong,2002 : 190).
b.
Kategorisasi
yaitu data-data yang sudah terkumpul dapat dikelompokkan atas pikiran,
pendapat, dan kriteria tertentu yang selanjutnya dikategorisasikan ke dalam isi
pembahasan penelitian yang berkaitan. (Moleong,2002 : 192)
c.
Penafsiran data
yaitu setelah tersedia data-data dengan lengkap dan kategorisasi telah
dilakukan, maka dilakukan analisis atau penafsiran terhadap data yang tersedia
dengan menggunakan analisis, yang akhirnya dilakukan penafsiran kesimpulan dari
apa yang telah dibahas. (Moleong,2002 : 193).
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Zainuddin, 2007, Pendidikan Agama Islam, CV. Bumi Aksara,
Jakarta.
Asy’ari, Muhammad, 2011. Konsep Pendidikan Islam :
Implementasinya Dalam Tradisi Klasik dan Propogasi Modern, CV. Sejahtera
Kita, Jakarta
Aziz, 2009. Tesis
“Pemikiran Hasyim Asy’ari Tentang Etika Belajar Mengajar”, IAID
Derajat, Zakiah, 1992, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara,
Jakarta
LPP IAID, 2001. Panduan Penyusunan Skripsi Untuk Lingkungan
Insitut Agama Islam Darussalam. LPP IAID, Ciamis
Marimba, Ahmad, 1984, Pengantar pendidikan Islam, CV. Al
Ma’arif, Bandung
Noor, Rohinah, 2010. K.H. Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU dan
Pendidikan Islam, Grafindo Khazanah Ilmu, Jakarta
Nurjamil, 2005, Tesis” Pendidikan Nilai dalam Mata Pelajaran Aqidah
Akhlak dan PPkn, IAID
Rifa’I, Muhammad, 2009, K.H. Hasyim Asy’ari : Biografi Singkat
1871-1947, AR-Ruzz Media, Yogyakarta.
Uhbiyati, Nur, 1998. Ilmu Pendidikan Islam, CV. Pustaka
Setia. Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar