Oleh: Tia Noermayanti
BAB I
PENDAHULUAN
Allah menciptakan manusia dalam
struktur yang paling baik diantara makhluk yang lain. Struktur manusia terdiri
dari jasad dan ruhaniah atau unsur fisiologis dan unsur psikologis.
Dalam struktur jasad dan ruhiyat itu
Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan
berkembang yang dalam psikologis disebut potensial atau disposisi, yang menurut
aliran psikologis behaviorisme disebut prepoten reflexesi
(kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang).
Dalam pandangan Islam, pada dasarnya
manusia itu dilahirkan dalam keadaan suci. Kesucian manusia itu dikenal dengan
istilah fitrah.
Di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah
Rasul, terdapat perspektif tentang fitrah manusia. Tidak ada seorangpun
yang menggunakan istilah “fitrah” selain disebutkan di dalam al-Qur’an.
Kata
fitrah ini
mengandung sejumlah pengertian ditinjau dari berbagai sudut pandang oleh para
pemikir muslim. Sebagian mereka mengartikan fitrah sebagai potensi beragama
yang dibawa manusia semenjak di dalam rahim ketika mengikat perjanjian dengan
Tuhan, sebagian lainnya mengartikan sebagai kemampuan-kemampuan jasmaniah dan
rohaniah. Kendati demikian perbedaan tersebut menuju kepada satu tujuan yaitu
menciptakan seorang muslim yang mampu mengemban tugas dan fungsinya sebagai
‘abd maupun sebagai khalifah di muka bumi. Pandangan tersebut sangat bertolak
belakang dengan pandangan para ahli Barat terhadap potensi manusia dalam
beberapa aliran psikologi yang jauh dari nilai-nilai religius. Selanjutnya
makalah ini mencoba menguraikan pokok-pokok penting berkenaan dengan fitrah
manusia, seperti makna fitrah
manusia, struktur fitrah manusia, serta hubungannya dengan kegiatan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fitrah Manusia
Dalam
dimensi pendidikan, keutamaan dan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk
Allah lainnya, terangkum dalam kata fitrah. Secara bahasa, kata fitrah berasal
dari kata fathara ( فطر ) yang
berarti “menjadikan”. Kata tersebut berasal dari
akar kata al-fathr ( الفطر ) yang berarti “belahan atau pecahan”. Fitrah mengandung arti “yang
mula-mula diciptakan Allah”, “keadaan yang mula-mula”, “yang asal”, atau “yang
awal”.
Kata fitrah disebut dalam
al-Qur’an, surat Ar-Rum ayat 30, yang artinya:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$#
ÓÉL©9$# tsÜsù
}¨$¨Z9$#
$pkön=tæ 4
w
@Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$#
4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur
usYò2r&
Ĩ$¨Z9$#
w
tbqßJn=ôèt
ÇÌÉÈ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”.
Secara
umum, para pemikir muslim cenderung memaknainya sebagai potensi manusia untuk
beragama (tauhid). Di pihak lain, ada juga yang memaknai fitrah sebagai iman
bawaan yang telah diberikan Allah sejak manusia dalam alam rahim. Menurut pandangan Islam, pada dasarnya manusia itu dilahirkan dalam
keadaan suci. Kesucian manusia itu dikenal dengan istilah fitrah.
Jika dihubungkan dengan manusia maka
yang dimaksud dengan fitrah adalah apa yang menjadi kejadian atau bawaan
manusia sejak lahir atau keadaan semula. Ditegaskan pula bahwa fitrah mengandung
pengertian bahwa Allah menciptakan ciptaan-Nya (makhluk) dan menentukan
tabiatnya untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian fitrah berhubungan
dengan hal penciptaan (bawaan) sesuatu sebagai bagian dari potensi yang
dimiliki.
Muhammad
bin Asyur, seperti dikutip Quraish Shihab mendefinisikan fitrah sebagai
berikut:
اَلْفِطْرَةُ هِيَ النِّظَامُ الَّذِي أَوْجَدَهُ اللهُ فِى كُلِّ مَخْلُوْقٍ، وَاْلفِطْرَةُ الَّتِيْ تَخُصُّ نَوْعَ اْلإِنْسَانِ هِيَ مَا خَلَقَهُ اللهُ عَلَيْهِ
جَسَدًا أَوْ عَقْلاً
“Fitrah
(makhluk) adalah bentuk lain dari sistem yang diwujudkan Allah pada setiap
makhluk. Sedangkan fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang
diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan kemampuan akal dan jasmaninya”.
Dalam
batasan ini fitrah diartikan sebagai potensi jasmaniah dan akal yang diberikan
Allah kepada manusia. Dengan potensi tersebut, manusia mampu melaksanakan
“amanat” yang dibebankan oleh Allah kepadanya.
Berdasarkan
uraian di atas dapat dipahami bahwa fitrah manusia merupakan semua bentuk
potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada manusia semenjak proses
penciptaannya di alam rahim guna kelangsungan hidupnya di atas dunia serta
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai makhluk terbaik yang diciptakan oleh
Allah swt.
Potensi-potensi manusia dalam konteks ini, menurut Hasan Langgulung adalah
suatu keterpaduan yang terangkum dalam al-Asma’
al-Husna Allah (sifat-sifat Allah). Batasan ini memberikan suatu pengertian
dalam ilustrasi jika Allah memiliki sifat al-‘Ilmu
(Maha Mengetahui), maka manusia pun memiliki potensi untuk bersifat sebagaimaan
sifat al-‘Ilmu-Nya. Demikian pula jika Allah memiliki sifat al-Sama’ (Maha Mendengar), al-Bashar
(Maha Melihat) dan sebagainya, maka otomatis manusia pun memiliki potensi untuk bersifat tersebut. Akan
tetapi bukanlah berarti kemampuan manusia (makhluk) sama tingkatannya dengan
kemampuan Allah (Khaliq). Hak ini disebabkan karena berbedanya hakekat antara
keduanya. Sifat Allah merupakan sifat yang Maha Sempurna. Sedangkan potensi
manusia merupakan potensi makhluk yang serba terbatas. Akibat dari keterbatasan
itu, manusia menjadi makhluk yang senantiasa membutuhkan bantuan dan
pertolongan dari Tuhannya dalam upaya memenuhi semua kebutuhannya. Keadaan ini
menyadarkan manusia akan keterbatasannya dan ke-Mahakuasaan serta kesempurnaan
Allah.
Dari
Abu Hurairah ra.,
Rasulullah saw.
bersabda: “Tidak
ada orang yang dilahirkan (di dunia) kecuali dalam keadaan fitrah. Maka orang
tualah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebagaimana
binatang ternak yang telah melahirkan anak-anaknya, apakah engkau membersihkan
unta yang termasuk binatang ternak ?”. Kemudian Abu Hurairah ra. mengatakan: bacalah
jika kalian semua menghendakinya; (tetaplah atas) fitrah Allah swt. yang menciptakan
manusia menurut fitrah itu.
(HR. Bukhari).
B. Struktur Fitrah Manusia
Di
antara keunikannya, manusia bukan hanya terstruktur dari jasmani, tetapi juga
ruhani. Ruh bukan sekedar spirit yang bersifat aradh (accident), tetapi satu jauhar (substance)
yang dapat bereksistensi dengan sendirinya di alam ruhani.
Manusia diciptakan oleh Allah selain menjadi
hamba-Nya, juga menjadi penguasa (Khalifah) di atas bumi. Selaku hamba dan
khalifah , manusia telah diberi kelengkapan dan kemampuan jasmaniah dan
rohaniah yang dapat dikembangtumbuhkan secara optimal kemampuan-kemampuan
tersebut dapat dicapai.
Diantara keistimewaan manusia yang juga merupakan fitrah
yang dibawa oleh manusia, yaitu diantaranya :
1. Tindakan (bertindak)
Sebagai makhluk hidup manusia selalu melakukan
aktifitas atupun tindakan setiap harinya, seperti bernafas, bergerak, makan,
minum, berteriak, melihat, menyentuh, menangis dan sebagainya. Berdasarkan
psyschologi mengakui adanya daya pada manusia yang menyebabkan
tindakan-tindakan keluar yang mengarahkan kepada yang baik.
2. Nafsu
Nafsu merupakan dorongan dari dalam diri manusia untuk
memuaskan keinginannya. Nafsu cenderung dari dalam diri manusia karena
terarahkan karena sesuatu, mungkin jadi kebiasaan, mugkin juga nafsu itu tidak
terkendalikan, misalnya nafsu makan/minum jika tidak terkendalikan bisa jadi
orang menjadi pemabuk, ataupun nafsu birahi dapat menguasai manusia.
3. Ingatan
Ingatan merupakan kemampuan untuk menyimpan hasil
pengindraan. Setidaknya manusia mempunyai gambar objek pengindraan itu, maka
masih ingatlah ia akan hasil pengindraan yang tertera padanya, kalau saja ia
sudah tidak mempunyai gambaran maka ia dikatakan lupa. Hasil pengindraan itu di
simpan oleh manusia ada yang secara mudah, ada juga dengan susah payah, maka
manusia akan mengingat-ngingat pengindraannya semula.
4. Moralitas / Tanggung Jawab
Moralitas disini adalah adanya baik dan buruk pada
tingkah laku manusia. Tidaklah semua tindakan manusia sama nilainya. Jadi dalam
beberapa tindakan orang akan sadar akan baik buruk tindakan itu. Oleh sebab itu
maka ia dituntut untuk mempertanggung jawabkan tindakannya itu.
5. Tertawa
Orang dapat tersenyum dan tertawa jika ia melihat,
mendengar atau merasa barang sesuatu. Ketika tertawa kita mengetahui bahwa ada
kalanya sebab kita mengerti sesuatu. Mungkin tertawa yang benar-benar, tidak
terbahak-bahak, atau jika kita membaca sesuatu yang sungguh lucu, ataupun ada
humor tidak mungkin kita dapat tertawa jika kita tidak mengerti. Maka dari itu,
bahwa manusia ada hubungannya antara tertawa dan mengerti.
6. Bahasa
Manusia itu mempunyai kesadaran dan kemampuan untuk
memaparkan isi hati kita. Ada tiga macam bahasa, yaitu: bahasa isyarat, bahasa
lisan dan bahasa tulisan.
Ø
Jenis-jenis Fitrah Manusia
1. Daya intelektual (Quwwat al-‘Aql)
yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik dan
buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-Esakan
Tuhannya.
2. Daya ofensif (Quwwat al-syahwat),
yaitu potensi dasar yang dimiliki manusia yang mampu menginduksi obyek-obyek
yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah
maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
3. Daya defensif (Quwwat al-ghadab),
yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang
membahayakan dirinya.
Di dalam diri manusia
tersimpan banyak potensi, bahkan meliputi seluruh dimensi manusia itu sendiri.
Mulai dari potensi yang bersifat fisik (jasad) hingga potensi yang abstrak yang
bersifat rohani namun memberikan pengaruh yang demikian besar terhadap diri
manusia secara keseluruhan. Hanya saja potensi-potensi tersebut tidak dapat
berkembang dengan sendirinya. Untuk itu perlu suatu sarana yang efektif untuk
mengembangkannya agar teraktualisasi dalam kehidupannya sehari-hari. Fitrah (potensi) ini dapat
dikembangkan oleh manusia melalui pendidikan.
Ø
Cara Pengembangan Fitrah Manusia
Dalam rangka mengembangkan
fitrah (potensi) manusia, baik potensi jasmani maupun rohani, secara efektif
dapat dilakukan melalui pendidikan. Hal ini berarti bahwa pendidikan merupakan
cara yang efektif untuk mengembangkan fitrah manusia tersebut. Dengan proses
pendidikan, manusia mampu membentuk kepribadiannya, mentransfer kebudayaannya
dari suatu komunitas kepada komunitas lainnya, mengetahui nilai baik dan buruk,
dan lain sebagainya.
Untuk menciptakan
suasana kondusif bagi terlaksananya proses tersebut, diperlukan bentuk
interaksi proses belajar mengajar yang mampu menyentuh dan mengembangkan
seluruh aspek manusia (peserta didik). Ketersentuhan seluruh aspek diri manusia
akan mempermudah terangsangnya reaksi dan perhatian, serta keinginan peserta
didik melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif.
Namun demikian, bila
dilihat secara obyektif bentuk interaksi pendidikan yang dikembangkan
akhir-akhir ini, terkesan mengalami kegagalan dalam melaksanakan visinya yang
ideal. Hal ini dapat dilihat dari kesimpangan kepribadian peserta didik di era
ini. Ketika mereka mampu mengembangkan aspek intelektualitasnya, pada waktu
bersamaan mereka telah kehilangan aspek sosial dan religisitasnya, atau
sebaliknya. Hal ini disebabkan berbagai faktor. Di antara faktor tersebut adalah
bahwa bentuk interaksi pendidikan yang ditawarkan masih bersifat parsial dan
belum mampu mengembangkan seluruh aspek peserta didik secara integral.
Pelaksanaan kebijakannya masih terkesan "paket khusus" dan kurang
demokratis. Akibatnya, interaksi yang ditawarkan kurang menarik bahkan
membosankan. Bila ini terjadi, maka proses pendidikan tidak akan mampu berjalan
secara efektif dan efisien. Fenomena ini terjadi karena pendidik belum mampu
mengenal pribadi peserta didiknya secara utuh dan belum terakumulasi pada suatu
sistem yang kondusif bagi pengembangan kepribadian peserta didik.
Merujuk
kepada makna manusia yang ditunjukkan oleh Allah dalam al-Quran, secara teknis
upaya pengembangan fitrah manusia dapat dilakukan dengan cara memformat
interaksi pendidikan yang proporsional dan ideal.
Ø
Tujuan Pengembangan Fitrah Manusia
Di
atas telah dikemukakan bahwa cara yang paling efektif untuk mengembangkan
fitrah manusia adalah melalui pendidikan. Dalam hal ini tentunya pendidikan
yang dimaksud adalah pendidikan Islam. Dengan demikian berarti tujuan
pengembangan fitrah manusia itu pada hakikatnya juga merupakan upaya pencapaian
tujuan pendidikan Islam itu sendiri.
Menurut
Abdul Munir Mulkhan, tujuan pendidikan Islam adalah sebagai proses pengaktualan
akal peserta didik yang secara teknis dengan kecerdasan, terampil, dewasa dan
berkepribadian muslim yang paripurna. Memiliki kebebasan dengan tetap menjaga
nilai kemanusiaan yang ada pada diri manusia untuk dikembangkan secara
proporsional Islami. Hasil kongres pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islam abad, menyebutkan bahwa
pendidikan Islam haruslah bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia
yang menyeluruh, secara seimbang, melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia
yang rasional, parasaan dan indera. Karena itu, pendidikan harus mencapai
pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya, spritual, intelektual, imajinatif,
fisik, ilmiah, dan bahasa secara individual maupun kolektif. Mendorong semua
aspek ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan, tujuan akhirnya adalah dengan
perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi,
komunitas, maupun seluruh umat manusia. Ringkasnya tujuan pendidikan Islam
adalah mewujudkan manusia sempurna (al-Insan
al-Kamil)
serta mampu menjalankan tugas dan fungsinya, baik sebagai 'abd (hamba Allah)
maupun sebagai khalifah di muka bumi.
Berdasarkan
penjelasan di atas dipahami dengan jelas bahwa tujuan pengembangan fitrah
manusia itu secara optimal adalah agar mereka mampu menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Dengan demikian mereka
akan memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan hidup baik di dunia maupun di
akhirat nantinya. Sebab jika potensi itu tidak mendapatkan upaya pengembangan
niscaya manusia tidak dapat pula melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut yang
menyebabkan mereka akan menderita dan sengsara dalam menjalani hidup dan
kehidupannya karena tidak mendapat keridhaan dari Allah swt. Selain itu perlu
pula dicatat bahwa tidak ada kehidupan yang lebih bahagia selain kehidupan yang
mendapat keridhaan dari Tuhan yang telah menciptakan dirinya.
A. Struktur
Fitrah Manusia Hubungannya dengan Kegiatan Proses Pembelajaran atau Pendidikan
Manusia
diciptakan Allah menjadi hamba-Nya, juga menjadi penguasa (khalifah) di atas
bumi. Selaku hamba dan khalifah, manusia telah diberi kelengkapan kemampuan
jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis) yang dapat di
kembangkan seoptimal. Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar
jasmaniah dan rohaniah tersebut, maka pendidikan merupakan sarana yang
menentukan sampai dimana titik optimal kemampuan-kemampuan tersebut dapat
dicapai.
Namun,
proses pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan
terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk menjadi baik menurut kehendak
Pencipta-Nya, mengingat Allah sendiri telah menggariskan bahwa di dalam diri
manusia terdapat kecenderungan dua arah, yaitu ke arah perbuatan fasik
(menyimpang dari peraturan) dan ke arah ketaqwaan (menaati peraturan/perintah),
sepeti firman Allah dalam al-Qur’an Surat as-Syams, ayat 7-10, yang artinya:
<§øÿtRur $tBur
$yg1§qy
ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù $yduqègéú
$yg1uqø)s?ur ÇÑÈ ôs%
yxn=øùr& `tB $yg8©.y
ÇÒÈ ôs%ur
z>%s{ `tB $yg9¢y
ÇÊÉÈ
“…Dan
jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-Nya maka Alloh mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jwanya da sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Dengan
demikian, manusia diberi kemungkinan untuk mendidik diri dan orang lain menjadi
sosok pribadi yang beruntung yang sesuai kehendak Allah melalui berbagai metode
ikhtiariah-Nya. Disini tercermin bahwa manusia memiliki kemauan bebas (free will) untuk menentukan dirinya
melalui upayanya sendiri. Ia tidak akan mendapatkan sesuatu kecuali menurut
usahanya, sebagaimana firman Allah dalam Surat an-Najm, ayat 39 dan 40, yang
artinya: “Bahwa seseorang tidaklah akan memperoleh
selain apa yang telah diusahakannya.” Dengan kata lain, rahmat dan hidayah
serta taufik-Nya tidak akan diperoleh manusia tanpa melalui ikhtiar yang benar
dan sungguh-sungguh dijalan Allah.
Konsep
manusia dalam islam dapat diambil dari ayat al-Qur’an dan hadits (QS. al-Mukminun: 12-16) dan hadis
yang diriwayatkan Bukhari-Muslim yang menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt. kedalam janin
setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nutfah, 40 hari darah beku, dan 40
hari mudh.
Dari ayat dan hadis
di atas menjelaskan bahwa manusia tersusun dari dua unsur materi (tubuh) dan
immateri (ruh yang mempunyai dua daya yaitu daya rasa dan daya fikir). Kedua
unsur tersebut merupakan sasaran pendidikan yang harus diperhatikan oleh guru
dalam setiap proses belajar mengajar. Dengan mengoptimalkan kedua daya tersebut
merupakan asas penting dalam proses pendidikan yang bermuara pada perumusan
dasar tujuan pendidikan islam.
Adapun
pendidikan yang dimaksud ini adalah pertolongan orang dewasa terhadap anak
supaya anak ini mencapai kedewasaan seluruhnya. Manusia dewasa maksudnya
manusia yang dapat menanggung dan bertanggung jawab atas tindakannya. Manusia
yang bertanggung jawab ini adalah manusia yang dapat mengatakan dengan sepenuh
keyakinan, bahwa tindakan yang dilakukannya itu adalah baik dan tindakan ini
dilakukan atas pilihannya sendiri atas keyakinan tersebut.
Tahu
akan baik dan buruk, harus melakukan yang baik tanpa ada paksaan, tanggung
jawab terhadap tindaknnya terhadap diri sendiri dan lingkungannya, kepribadiannya,
itu semua karena pada hakekatnya manusia mempunyai pengetahuan dan kehendak.
Tanpa budi yang rohani serta tanpa kehendak manusia tidak dapat di didik.
Tetapi sebaliknya jika manusia dapat di didik, disebabkan oleh karena mungkin
di didik oleh sifat-sifatnya yang rohani.
Ada
yang mengatakan manusia itu “animal
educandum” artinya manusia itu ialah binatang yang harus dan dapat di
didik. Manusia dapat di didik karena ia dapat di didik demi jiwanya yang rohani
yang berbudi dan berkehendak. Fungsi pendidikan pada hakikatnya adalah
melakukan seleksi melalui proses kependidikan atas diri pribadi manusia. Proses
seleksi tersebut menuju kepada dua arah:
1. Menyeleksi bakat dan kemampuan apa saja yang dimiliki
manusia, untuk selanjutnya dikembangkan melalui proses kependidikan.
2. Menyeleksi sampai dimanakah kemampuan manusia dapat
dikembangkan guna melaksanakan tugas hidupnya dalam hidup bermasyarakat.
Maka dari itu, proses
kependidikan bagi manusia adalah usaha yang sistematis dan berencana untuk
menyeleksi kemampuan belajar manusia agar dapat berkembang sampai pada titik
optimal kemampuannya, yaitu kemampuan mengembangkan potensi kapabilitasnya
semaksimal mungkin, melalui proses belajar-mengajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fitrah merupakan semua bentuk
potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada manusia semenjak proses
penciptaannya di alam rahim guna kelangsungan hidupnya di atas dunia serta
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai makhluk terbaik yang diciptakan oleh
Allah swt.
Jenis-jenis Fitrah Manusia:
1. Daya intelektual
2. Daya ofensif
3. Daya defensif
Dalam
rangka mengembangkan fitrah (potensi) manusia, baik potensi jasmani maupun
rohani, secara efektif dapat dilakukan melalui pendidikan. Sedangkan tujuan
pengembangan fitrah manusia itu secara optimal adalah agar kita sebagai manusia
mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai hamba Allah swt.
dan khalifah di muka bumi.
B. Saran
Sebagai manusia makhluk ciptaan Allah swt. yang telah
di beri akal dan fikiran yang berbeda dengan makhluk lainnya, kita wajib
bersyukur dan beriman kepada-Nya serta harus mampu mengembangkan akal dan
fikiran kita untuk mencari pengetahuan bagi bekal hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Latief, Juraid Abdul. 2006. Manusia Filsafat dan Sejarah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Poedjawijatna. 1987. Manusia dengan Alamnya. Jakarta: Bina Aksara.
Poedjawijatna. 2005. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Weij Van der. 1988. Filsuf-filsuf Besar tentang
Manusia. Jakarta: PT Gramedia.
Wiramihardja, Sutardjo. 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama.
Yunus. 1999. Filsafat
Pendidikan. Bandung: CV Citra Sarana Grafika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar