PENDAHULUAN
A
. Latar Belakang
Pada
umur-umur tertentu seseorang dapat dengan lebih cepat dan mudah memperoeh
kecekatan dalam memperoleh ketrampilan-ketrampilan tertentu dalam mempelajari pola-pola
tingkah laku tertentu.
Dalam
keseluruhan proses hidupnya individu akan berusaha melakukan tugas perkembangan
agar dia menemukan kebahagiaan dalam kehidupan bermasyarakat. Tiap fase
pertumbuhan perkembangan memiliki tugas perkembangan sendiri. Tugas ini timbul
pada suatu periode tertentu dalam kehidupan individu. Keberhasilan dalam
mencapai tugas itu dapat membawa kebahagiaan dan berhasil dalam tugas
berikutnya.
Sedangkan
bila gagal dalam mencapai tugas itu akan membawa ketidak bahagiaan dan
kekecewaan dalam masyarakat serta menemui kesulitan dalam tugas berikutnya.
Tentu saja bentuk utama tugas perkembangan berakar pada pembentukan organ
biologis yang kelak berkembangan karena pengaruh faktor
biologis-psikologis-sosiologis. Kekuatan dari dalam (biologis) dan kekuatan
luar (psikologis-sosiologis) menempatkan individu kepada serangkaian tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar menjadi manusia yang berhasil.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan tugas perkembangan?
2.
Bagimana tugas perkembangan awal anak?
3.
Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan awal anak?
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui
pengertian tugas perkembangan
2. Mengetahui
tugas perkembangan awal anak
3. Mengetahui
faktor yang mempengaruhi perkembangan awal anak
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah yang digunakan adalah
dengan cara study pustaka, yaitu mempelajari buku-buku yang kami jadikan
referensi dalam pengumpulan informasi dan data yang ada kaitannya dengan
masalah yang akan kami bahas serta pencarian informasi dengan melalui jalur
internet .
E. Sistematika Penulisan
Adapun
sistmatika penulisan makalah ini, adalah :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penulisan
D. Metode
Penulisan
E. Sistematika
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
tugas perkembangan
B. Tugas-tugas
perkembangan awal anak
C. Faktor yang
mempengaruhi awal anak
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tugas Perkembangan
Menurut
Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan
individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu, dan apabila berhasil
mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan
kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga
akan mengalami kesulitan. Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan
tersebut menurut Havighurst adalah kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau
budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu .
Robert
J. Havighurst (1961) mengartikan tugas-tugas perkembangan itu merupakan suatu
hal yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu yang
apabila berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas
perkembangan selanjutnya, tapi jika gagal akan menyebabkan ketidak bahagiaan
pada individu yang bersangkutan dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas
berikutnya.
Hurlock
(1981) menyebut tugas-tugas perkembangan sebagai social expectations yang
artinya setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting
dan memperoleh pola perilaku yang disetujui oleh berbagai usia sepanjang
rentang kehidupan.
B. Tugas-Tugas
Perkembangan Awal Anak (0,0-6,0)
1. Belajar
Berjalan
Belajar berjalan terjadi pada usia antara 9 sampai 15
bulan, pada usia ini tulang kaki, otot dan susunan syarafnya telah matang untuk
belajar berjalan.
2. Belajar
Memakan Makanan Padat
Hal ini terjadi pada tahun kedua, sistem alat-alat
pencernaan makanan dan alat-alat pengunyah pada mulut telah matang untuk hal
tersebut.
3. Belajar
Berbicara
Yaitu mengeluarkan suara yang berarti dan menyampaikannya
kepada orang lain dengan perantaraan suara itu, diperlukan kematangan otot-otot
dan syarat dari alat-alat bicara. Ada dua pendapat mengenai cara permulaan anak
dalam belajar berbicara, yaitu:
a. Pendapat
pertama, mengemukakan bahwa bayi mulai belajar bicara dengan jalan mengeluarkan
macam-macam suara yang tidak berarti (meraban). Kemudian orang disekitarnya
mengajarkan kepadanya nama-nama atau kata-kata tentang sesuatu secara teratur
dalam situasi tertentu sampai anak belajar mengasosiasikan (menghubung-hubungkan)
suara-suara tertentu dengan benda atau situasi (prilaku) tertentu. Misalnya,
suara “bapak” yang diucapkan anak secara kebetulan, kemudian oleh orang di
sekitarnya diulanginya apabila sang ayah hadir di dekatnya, maka terjadilah
asosiasi antara “bapak” dengan orangnya.
b. Pendapat
kedua, justru sebaliknya, menurut teori ini suara bayi tidaklah searah
kebetulan tetapi mempunyai arti baginya karena suara-suara itu mengekspresikan
(menyatakan) perasaan-perasaannya. Perkembangan selanjutnya dari belajar bahasa
ini terjadi dengan jalan meniru (imitasi).
4. Belajar
Buang Air Kecil Dan Buang Air Besar
Tugas ini dilakukan pada tempat dan waktu yang sesuai
dengan norma masyarakat. Sebelum usia 4 tahun, anak pada umumnya belum dapat
mengatasi (menahan) ngompol karena perkembangan syaraf yang mengatur pembuangan
belum sempurna. Untuk memberikan pendidikan kebersihan terhadap anak usia di
bawah 4 tahun, cukup dengan pembiasaan saja, yaitu setiap kali mau buang air,
bawalah anak ke WC tanpa banyak memberikan penerangan kepadanya.
5. Belajar
Mengenal Perbedaan Jenis Kelamin
Melalui observasi (pengamatan) anak dapat melihat
tingkah laku, bentuk fisik dan pakaian yang berbeda antara jenis kelamin yang
satu dengan yang lainnya. Dengan cara tersebut, anak dapat mengenal perbedaan
anatomis pria dan wanita, anak menaruh perhatian besar terhadap jenis kelamin
(sex) itu berjalan normal, maka orang tua perlu memperlakukan anaknya, baik
dalam memberikan alat mainan, pakaian, maupun aspek lainnya sesuai dengan jenis
kelamin anak.
6. Mencapai
Kesetabilan Jasmaniah Fisiologis
Keadaan jasmani anak sangat labil apabila dibandingkan
dengan orang dewasa, anak cepat sekali merasakan perubahan suhu sehingga
temperatur badannya mudah berubah. Perbedaan variasi makanan yang diberikan
dapat merubah kadar garam dan gula dalam darah dan air di dalam tubuh. Untuk
mencapai kesetabilan jasmaniah, bagi anak diperlukan waktu sampai usia 5 tahun.
Dalam proses mencapai kesetabilan jasmaniah ini, orang tua perlu memberikan
perawatan yang intensif, baik menyangkut pemberian makanan yang bergizi maupun
pemeliharaan kebersihan.
7. Membentuk
Konsep-Konsep (Pengertian) Sederhana Kenyataan Sosial dan Alam
Pada mulanya dunia ini bagi anak merupakan suatu
keadaan yang kompleks dan membingungkan. Lama kelamaan anak dapat mengamati
benda-benda atau orang-orang di sekitarnya. Perkembangan lebih lanjut, anak
menemukan keteraturan dan dapat membentuk generalisasi (kesimpulan) dari
berbagai benda yang pada umumnya mempunyai ciri yang sama. Anak belajar bahwa
bayangan tertentu dengan suara tertentu yang nyaring memenuhi kebutuhannya
disebut “orang”, ”ibu” , “ayah”. Anak belajar bahwa benda-benda khusus dapat
dikelompokan dan diberi satu nama, seperti kucing, ayam, kambing, burung dapat
disebut binatang. Untuk mencapai kemampuan tersebut (mengenal
pengertian-pengertian) diperlukan kematangan sistem syaraf, pengalaman dan
bimbingan dari orang dewasa.
8. Belajar
Mengadakan Hubungan Emosional Dengan Orang Tua, Saudara, dan Orang Lain.
Anak mengadakan hubungan dengan orang-orang yang ada
disekitarnya menggunakan berbagai cara yaitu isyarat, menirukan dan menggunakan
bahasa. Cara yang diperoleh dalam belajar mengadakan hubungan emosional dengan
orang lain, sedikit banyaknya akan menentukan sikapnya di kemudian hari. Apakah
ia bersikap bersahabat, bersikap dingin, introvert, extrovert dan sebagainya.
Misalnya, apabila anak memperoleh pergaulan dengan orang tuanya itu
menyenangkan, maka cenderung akan bersikap ramah dan ceria.
9. Belajar
Mengadakan Hubungan Baik dan Buruk, Yang Berarti Mengembangkan Kata Hati
Anak kecil dikuasai oleh hedonisme naif, dimana
kenikmatan dianggapnya baik, sedangkan
penderitaan dianggapnya buruk (hedonisme adalah aliran yang menyatakan bahwa
manusia dalam hidupnya bertujuan mencari kenikmatan dan kebahagiaan). Apabila
anak bertanbah besar ia harus belajar pengertian tentang baik dan buruk, benar
dan salah, sebab sebagai makhluk sosial (bermasyarakat), manusia tidak hanya
memperhatikankepentingan/kenikmatan sendiri saja, tetapi juga harus
memperhatikan kepentingan orang lain. Anak mengenal pengertian baik dan buruk,
benar dan salah ini dipengaruhi oleh pendidikan yang diperolehnya. Pada mulanya
anak belajar apa yang dilarang itu berarti buruk atau salah dan apa yang
diperbolehkan itu berarti baik atau benar. Pengalaman ini merupakan permulaan
pembentukan kata hati anak. Perkembangan selanjutnya terjadi melalui nasihat,
bimbingan, buku-buku bacaan dan analisis pikiran sendiri. Sesuatu yang penting
dalam mengembangkan kata hati anak adalah suri teladan dari orang tua dan
bimbingannya. Hal ini lebih baik daripada penggunaan hukuman dan ganjaran,
meskipun dalam situasi tertentu masih tetap diperlukan.
C. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Awal Anak
Pada masa pekembangan,
yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini
biasanya disebut dengan periode prasekolah. Selama masa ini, anak-anak kecil
belajar semakin mandiri dan menjaga diri mereka sendiri, mengembangkan
keterampilan kesiapan bersekolah (mengikuti perintah, mengidentifikasi huruf),
dan meluangkan waktu berjam-jam untuk bermain dengan teman-teman sebaya. Jika
telah memasuki kelas satu sekolah dasar, maka secara umum mengakhiri masa awal
anak anak.
Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi perkembangan, yang merajuk pada aliran psikologi
diantaranya:
1.
Aliran
nativisme (pembawaan/hereditas)
Pada aliran nativisme di kemukakan
bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat dan pembawaan, baik
karena berasal dari keturunan orang tuanya maupun karena di takdirkan seperti
itu. Artinya bahwa dalam perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh faktor
keturunan saja sedangkan factor pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh
dalam perkembangan tersebut. Misalnya apabila seorang anak yang kedua orang
tuanya memiliki potensi kecerdasan di sekolahnya maka anak tersebutpun juga
akan mempunyai potensi kecerdasan seperti yang di miliki oleh orang tuanya
juga. Sebagai contoh apabila di sekolah sewaktu di beri pelajaran oleh gurunya,
anak tersebut akan lebih cepat menangkap pelajaran tersebut. Jadi faktor ini
sangat berpengaruh dalam perkembangan anak.
2. Aliran Empirisme (Lingkungan)
Aliran empirisme merupakan aliran yang
mengemukakan bahwa factor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan seseorang
sedangkan faktor bakat tidak ada pengaruhnya. Pengalaman dan lingkungan hidup
sangat berperan penting dalam perkembangan anak karena semua ini dapat
mempengaruhinya. Misalnya seorang anak dari keluarga baik-baik namun dalam
bergaul di lingkungan sekolah anak tesebut berteman dengan anak-anak yang nakal
maka secara perlahan-perlahan anak tersebut akan ikut menjadi anak yang nakal,
apabila tidak ada pengawasan atau pengarahan dari orang tuanya.
3. Aliran Konvergensi (persesuaian)
Aliran kovergensi merupakan aliran
yang mengemukakan bahwa dalam perkembangan factor hereditas (pembawaan) dan
limgkungan sama-sama penting. Antara factor hereditas dan lingkungan saling
mempengaruhi perkembangan anak. Misalnya Apabila seorang anak mempunyai
keturunan potensi kecerdasan yang baik dalam lingkungan sekolah dan apabila
kecerdasan ini tidak dilatih dan di dalam lingkungan sekolahnya anak tersebut
bergaul dengan teman-teman yang pemalas maka lama-kelamaan anak tersebut akan
menjadi malas belajar sehingga kecerdasannya pun juga akan menurun. Jadi factor
lingkungan juga berperan penting dalam perkembangan anak. Faktor pembawaan dan
lingkungan menjadi sumber timbulnya setiap perkembangan tingkah laku dan kedua
factor ini tidak berfungsi secara terpisah melainkan saling berhubungan.
4.
Aliran
Konstruktivisme
Pada aliran ini merupakan suatu aliran
yang menekankan bahwa pengetahuan yang di peroleh merupakan bentukan atau
konstruksi dari diri sendiri. Artinya bahwa pengetahuan tersebut bukan dari
hasil seseorang meniru dari realitas dan bukan juga gambaran dari dunia
kenyataan yang ada.
Adapun implikasi pembelajaran teori
implikasi sebagai berikut :
a) Tujuan pendidikan
menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki
kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
b) Kurikulum dirancang
sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan
masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c) Peserta didik
diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang
membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri
peserta didik.
5. Aliran Behaviorisme
Pada aliran ini menekankan bahwa
tingkah laku seseorang terbentuk karena hasil dari pengalaman. Pengalaman ini
merupakan sebagai hasil dari belajar karena seseorang dianggap telah belajar
apabila seseorang tersebut telah menunjukan perubahan perilakunya. Misalnya
implikasi dalam pembelajaran yaitu, apabila guru memberikan pelajaran kepada
siswanya maka siswa tersebut akan memberikan respon yang berupa reaksi atau
tanggapan siswa terhahap pelajaran yang di berikan oleh guru tersebut. Artinya
bahwa anak dalam bertindak berdasarkan pengalaman-pengalaman yang mereka
peroleh.
6. Aliran Gestalt
Pada aliran ini seseorang dalam
memperoleh pengetahuan yang di dapat dengan memandang sensasi secara
keseluruhan suatu objek yang memiliki struktur atau pola-pola tertentu.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran
antara lain :
a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang
penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik
memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur
dalam suatu obyek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning);
kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan
dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin
efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan
pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan
alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya
memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c. Perilaku bertujuan (pusposive
behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya
terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu
peserta didik dalam memahami tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki
keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola
perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan
jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam
tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip
pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik
telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan
generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi
lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk
menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
7. Aliran Humanistik
Pada aliran ini menekankan pada
pentinngnya kesadaran aktualisasi pada diri dan hal-hal yang bersifat positif
pada seseorang.Aliran ini selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia
melalui penghargaan terhadap potensi-potensi yang ada. Misalnya dalam sekolah
apabila ada suatu anak yang pintar, rajin dan baik maka anak tersebut akan
memperoleh penghargaan dari gurunya akibat dari tingkah lakunya.
8.
Aliran Kognitif
Pada teori kognitif
menekankan proses belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa
diamati. Teori ini menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai suatu pengalaman
dan pengetahuan dalam dirinya dan pengalaman dan pengetahuan itersebut tertata
dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan baik bila materi
pelajaran yang baru beradaptasi secara bersama-sama dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki oleh siswa.
Adapun implikasi
pembelajaran dalam aliran kognitif sebagai berikut :
1. Seseorang
yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran
tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
2. Penyusunan
materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
3. Belajar
dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa
pengertian penyajian
Dalam pembelajaran
guru harus memehami karakter siswa dan mengerti bahwa anak-anak bukan sebagai
orang dewasa yang cepat dalam proses berfikirnya dan guru tersebut harus
menciptakan pembelajaran yang bermakna dan membedakan perbedaan individual
dalam mencapai keberhasilan siswa.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut
Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan
individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil
mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan
kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga
akan mengalami kesulitan. Robert J. Havighurst (1961) mengartikan tugas-tugas
perkembangan itu merupakan suatu hal yang muncul pada periode tertentu dalam
rentang kehidupan individu yang apabila berhasil dituntaskan akan membawa
kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan selanjutnya tapi jika gagal
akan menyebabkan ketidak bahagiaan pada individu yang bersangkutan dan
kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya.
Tugas-Tugas Perkembangan Awal Anak (0,0-0,6):
1) Belajar
berjalan
2) Belajar
memakan makanan padat
3) Belajar
berbicara
4) Belajar
buang air kecil dan buang air besar
5) Belajar
mengenal perbedaan jenis kelamin
6) Mencapai
kesetabilan jasmaniah fisiologis
7) Membentuk
konsep-konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial, dan alam
8) Belajar
mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain
9) Belajar
mengadakan hubungan baik dan buruk, yang berarti mengembangkan kata hati
Faktor yang mempengaruhi perkembangan awal anak:
1. Aliran nativisme (pembawaan/hereditas)
2. Aliran Empirisme (Lingkungan)
3. Aliran Konvergensi (persesuaian)
4. Aliran Konstruktivisme
5. Aliran Behaviorisme
6. Aliran Gestalt
7. Aliran Humanistik
8. Aliran
Kognitif
B. Saran
Hendaknya
bagi orang tua dalam memperlakukan anak-anaknya pada masa ini adalah tetap, tak
ada goncangan. Karena kegoncangan akan menyebabkan kebingungan dan keraguan
pada anak. Anak-anak pada masa ini bersifat meniru, banyak bermain dengan
lelakon (sandiwara) atau khayalan. Dan anak pada masa ini cenderung untuk
mencari mana yang boleh dan mana yang tidak. Tugas orang tua adalah membimbing
anak sehingga ia akan sampai pada penghargaan terhadap nilai-nilai. Sikap dan
pandangan orang tua mengenai penampilan, kemampuan, dan prestasinya sangat
mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri.
Dan
hendaknya orang tua harus mengutamakan menjalin hubungan yang baik dan benar
dengan anak, dan menciptakan suasana yang harmonis, saling memperhatikan,
saling membantu (bekerja sama) dalam menyelesaikan tugas-tugas keluarga atau
anggota keluarga, dan konsisten dalam melaksanakan aturan, supaya anak memiliki
kemampuan atau penyesuaian sosial dalam hubungan dengan orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Yusuf, Syamsi. 2008. Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar